Pencarian

Mengail Di Air Keruh 3

Mengail Di Air Keruh Taken At The Flood Karya Agatha Christie Bagian 3


"Tak apa-apa, Sayang, sama sekah' tak apa-apa. I Jangan takut. Kau ikut
Inspektur, dan aku akan I menunggumu. Tak ada apa-apa yang harus dikua-
fc'tirkan. Dia akan kelihatan tenang sekali, seolah-olah dia sedang tidur."
Rosaleen mengangguk lemah padanya, lalu .mengulurkan tangannya. David meremas
tangan itu. "Ayo, yang berani, Sayang."
Sambi mengikuti Inspektur Spence, Rosaleen berkata dengan suara halus, "Anda
pasti menganggap saya pengecut. Inspektur. Tapi kalau pernah melihat orang seisi
rumah mati semua-semua mati, kecuali kita sendiri pada malam yang mengerikan di?London itu "
?"Saya mengerti, Mrs. Cloade," katanya dengan halus. "Anda telah mengalami
kejadian yang pahit dalam serangan kilat itu, waktu suami Anda tewas. Sekarang
ini hanya akan sebentar sekali."
Setelah Spence memberi aba-aba, kain penutupnya dibuka. Rosaleen Cloade melihat
mayat laki-laki yang menamakan dirinya Enoch Arden itu. Spence yang berdiri
diam-diam di sisi lain, sebenarnya memperhatikannya dengan tajam.
Rosaleen memandangi orang yang meninggal itu dengan rasa ingin tahu, dan seperti
berpikir-pikir tapi dia tidak terkejut, .tak ada tanda-tanda emosi maupun
?pengenalan. Dia; hanya memandanginya lama dan terheran-heran. Kemudian, dengan
tenang sekak, dengan sikap biasa sekali, dia membuat tanda salib.
"Semoga Tuhan memberinya ketenangan," ka-unya Seumur htdup, saya belum pernah
melihat lak-kb uu. Saya tak tahu siapa dia." sellEi"^ 9| " S Pan salah
Kemudian Spence menelepon Rowley Cloade Saya sudah membawa janda J"
"Dia berkata dengan pasti bahwa laki-laki ito^ bukan Robert Underhay, dan bahwa
dia belum pernah melihatnya. Jadi soal itu sudah selesai!"
Diam sebentar. Kemudian Rowley berkata lambat-lambat,
"Apakah dengan begitu lalu sudah selesai?"
"Saya rasa juri akan percaya padanya tentu bila tak ada bukti sebaliknya."
?"Ya ," kata Rowley, lalu memutuskan hubungan.
?Kemudian, sambil mengerutkan dahi, Rowley mengambil buku petunjuk telepon, tapi
bukan buku petunjuk setempat, melainkan yang untuk London. Dengan jari
telunjuknya, dia menelusuri huruf P dan teliti. Akhirnya ditemukannya apa yang
diingininya. BAB I Dengan cermat Hercule Poirot melipat surat kabar. George disuruhnya membeli
tadi. Informasi yang diberikan surat-surat kabar itu tak lengkap. Bukti medis
menyatakan bahwa tulang tengkorak laki-laki itu retak akibat pukulan-pukulan
dengan benda berat-Pemeriksaan pendahuluan telah ditunda selama empat belas
hari. Barang siapa dapat memberikan informasi tentang seorang pria bernama Enoch
Arden, yang diduga baru-baru ini tiba dari Cape Town, diminta menghubungi Kepala
Kepolisian di Oastshire. Poirot menyusun surat-surat kabar itu dengan rapi, lalu dia merenung. Dia merasa
tertarik. Mungkin dia melampaui alinea kecil yang pertama begitu saja tanpa
perhatian, seandainya Mrs. Lionel Cloade tidak mengunjunginya baru-baru ini.
Tetapi kunjungan itu telah mengingatkannya kembali dengan jelas, kejadian pada
suatu hari di Club, waktu sedang ada serangan udara. Dengan jelas dia ingat
Mayor Porter berkata, "Mungkin seseorang yang bernama Enoch Arden akan itiuncul
di suatu tempat, seribu mil jauhnya dari tempat itu, dan memulai hidup baru"
Kini dia ingin sekali tahu lebih banyak tentang pria bernama Enoch Arden, yang telah
meninggal akibat kekerasan di Warmsley Vale itu.
Dia ingat bahwa dia pernah kenal dengan Inspektur Spence dari Kepolisian
Oastshire. Dia juga ingat bahwa anak muda yang bernama Mellon, tinggal tidak
terlalu jauh dari Warmsley Heath, dan bahwa anak muda itu kenal dengan Jeremy
Cloade. Ketika dia asyik merenungkan rencana akan menelepon Mellon itu, George masuk dan
memberitahukan bahwa ada seseorang yang bernama Rowley Cloade ingin menemuinya.
"Aha," kata Hercule Poirot dengan senang. 'Tersilakan dia masuk."
Yang diantar masuk oleh George adalah seorang anak muda tampan yang kelihatan
kacau. Tampaknya dia tak tahu bagaimana harus mulai bicara.
"Nah, Mr. Cloade," kata Poirot membantu, "bagaimana saya bisa membantu Anda?"
Rowley sedang memperhatikan Poirot dengan agak ragu. Kumis yang lebat, gaya yang
mentereng, kerah baju yang licin dan putih bersih, serta sepatu kulit yang
lancip, semuanya membuat anak muda yang tak pernah keluar dari desanya itu
merasa agak curiga. Poirot menyadari betul hal itu, dan dia malah senang.
Dengan susah payah Rowley Cloade, mulai, "Saya rasa, saya harus menjelaskan dulu
siapa saya. Anda pasti tak tahu "iapa saya-r"
Poirot menyelanya, Tapi saya tahu betul nama Anda. Soalnya, bibi Anda telah datang menemui saya
minggu yang lalu." "Bibi saya?" Rowley setengah ternganga. Dia menatap Poirot dengan amat
terperanjat. Tampak jelas bahwa pernyataan itu merupakan berita baru baginya,
hingga PoirOt mengesampingkan dugaannya yang pertama, yaitu bahwa kedua
kunjungan itu berhubungan. Sesaat dia menduga betapa kebetulannya bahwa dua
orang anggota keluarga Cloade menghubungi dia dalam jangka waktu yang begitu
singkat. Tetapi sesaat kemudian disadarinya bahwa itu bukanlah suatu kebetulan
melainkan hanya suatu peristiwa alami yang terjadi berdasarkan satu sebab yang?sama.
Kepada tamunya dia berkata,
"Saya rasa Mrs. Lionel Cloade memang bibi Anda, bukan?" .
Kini Rowley kelihatan lebih terkejut dari semula.
Dengan rasa sama sekali tak percaya dia berkata,
"Bibi Kathie" Ah bukankah maksud Anda Mrs. Jeremy Cloade?" Kc'Poirot ? ?menggeleng.
"Tapi untuk apa Bibi Kathie "
?Dengan hati-hati Poirot bergumam, p "Dia diberi petunjuk untuk mendatangi saya.
Katanya petunjuk dari roh halus." : "ya Tuhan!" kata Rowley. Dia kelihatan lega
199 dan geli. Seolah-olah untuk meyakinkan Poirot dia berkata, "Bibi Kathie sama
sekali tidak berbahaya."
"Apa iya?" kata Poirot.
"Apa maksud Anda?"
"Apakah ada seseorang yang sama sekali tak berbahaya?" Rowley terbelalak.
? ?Poirot mendesah, "Anda datang pada saya untuk menanyakan sesuatu" Begitukah?"
tegasnya dengan halus. Air muka Rowley tampak kacau kembali. "Ceritanya agak
panjang, saya kuatir " Poirot juga merasa kuatir. Dia mendapat kesan bahwa
?Rowley bukanlah orang yang bisa langsung bicara ke persoalannya. Dia bersandar
dan menutup matanya rapat-rapat, waktu Rowley mulai berbicara, Taman saya
bernama Gordon Cloade " "Saya sudah tahu semua tentang Gordon Cloade," kata
?Poirot membantu. "Baiklah. Jadi saya tak perlu menerangkannya lagi. Dia menikah beberapa minggu
sebelum meninggal dengan seorang janda muda bernama Mrs. Underhay. Sejak
?kematian Paman, istrinya tinggal di Warmsley Vale bersama abangnya. Kami semua
?mendengar bahwa suaminya yang pertama meninggal karena demam, di Afrika. Tapi
kini kelihatannya seolah-olah tidak demikian halnya."
"Oh," Poirot duduk tegaki "Apa yang telah membuat Anda menduga begitu?"
Rowley melukiskan kedatangan Mr. Enoch Arden di Warmsley Vale. "Mungkin Anda
sudah membaca di koran-koran "
?"Sudah," kata Poirot.
Rowley melanjutkan. Dilukiskannya tentang kesan pertamanya mengenai laki-laki
yang mengaku bernama Arden itu. Kunjungannya ke Penginapan Stag, surat yang
diterimanya dari Beatrice Lippincott, dan akhirnya percakapan yang didengarkan
Beatrice. "Kita tentu tak bisa yakin apa yang benar-benar telah didengar Beatrice," kata
Rowley. "Mungkin dia agak melebih-lebihkannya atau bahkan bisa juga salah
?tangkap." "Sudahkah dia menceritakannya pada polisi?" Rowley mengangguk. "Saya
katakan padanya sebaiknya dia berbuat demikian."
"Saya tidak mengerti maaf mengapa Anda datang pada saya, Mr. Cloade" Apakah
? ? Anda ingin saya menyelidiki pembunuhan itu" Karena menurut kesimpulan saya, itu?adalah suatu pembunuhan."
"Sama sekali tidak," kata Rowley. "Bukan itu yang saya ingini. Itu tugas polisi.
Dia memang djhantam. Tapi bukan itu yang penting. Yang saya ingini adalah saya
?ingin mendapat kepastian siapa orang itu sebenarnya."
Mata Poirot menyipit. "Menurut Anda sendiri, siapa dia, Mr. Cloade?"
-': "Yah menurut saya Enoch Arden itu bukan
?nama. Ah, sepera kutipan sajak Tennyson saja. Sara membaca sajak itu untuk
mencari kejelasan. Tenung J aki-laki yang kembali dan menemukan istrinya telah
menikah dengan laki-laki lain."
"Jadi Anda menduga," kata Poirot dengan tenang, "bahwa Enoch Arden adalah Robert
Underhay sendiri?" Lambat-lambat Rowley berkata, "Yah, mungkin maksud saya,
?umurnya kira-kira sama, begitu pula penampilannya dan sebagainya. Saya telah
berulang kali menanyai Beatrice. Dia tentu saja tak bisa benar-benar ingat apa
yang dikatakan kedua pria itu. Laki-laki itu mengatakan bahwa Robert Underhay
telah muncul kembali, dan bahwa dia dalam keadaan kesehatan yang membutuhkan
uang. Nah, mungkin saja dia berbicara tentang dirinya sendiri, bukan" Agaknya
dia mengatakan bahwa David Hunter akan dirugikan, bila dia muncul di Warmsley
Vale kedengarannya seolah-olah dia memang memakai nama lain."
?"Menurut saksi identifikasi pada pemeriksaan pendahuluan, siapa dia?" Rowley
menggeleng. "Tak ada kepastian. Hanya orang-orang Stag yang berkata bahwa Ji.i adalah pria
yang datang ke sana dan mendaftarkan diri sebagai Enoch Arden."
"Bagaimana dengan surat-surat keterangannya?" "Dia tak punya."
"Apa?" Poirot terduduk tegak karena terkejut. "Sama sekal" tak punya surat-
surat?" "Sama sekali tak ada. Dia hanya punya beberapa pasang kaus kaki, sehelai kemeja,
sikat gigi, dan sebagainya tapi tak ada surat-surat."
?"Tak ada paspor" Tak ada surat-surat lain" Bahkan kartu ransum juga tak punya?"
'Tak ada sama sekali." "Itu menarik sekah," kata Poirot. "Ya, sangat menarik."
Rowley melanjutkan, "David Hunter, yaitu abang Rosaleen Cloade, mengunjunginya
malam-malam, sehari setelah dia tiba. Menurut ceritanya pada polisi, dia telah
menerima surat dari laki-laki itu, yang mengatakan bahwa laki-laki itu adalah
sahabat Robert Underhay, dan bahwa Underhay kini hidup melarat. Atas permintaan
adiknya, David pergi ke Stag untuk menemui laki-laki itu dan memberinya lima
pound. Begitulah ceritanya. Dan patut Anda catat bahwa dia pasti akan tetap
bertahan pada cerita itu! Polisi tentu tidak mengatakan tentang apa yang telah
didengar Beatrice." "Apakah David Hunter mengatakan bahwa dia belum pernah kenal orang ku?" jj
"Begitulah katanya. Saya memang mendengar bahwa Hunter belum pernah bertemu
dengan pjnderhay." "
"Bagaimana dengan Rosaleen Cloade" * \ "Polisi telah memintanya melihat jenazah
orang itu, kaJau-kalau dia mengenali laki-laki itu. Dia berkata bahwa laki-laki itu
tak dikenalnya." ?"" bien," kata Poirot, "kalau begitu, itulah jawab atas pertanyaan Anda itu!"
"Begitukah?" tanya Rowley langsung. "Saya rasa tidak demikian. Bila orang yang
meninggal itu adalah Underhay, maka Rosaleen bukan istri sah paman saya, dan dia
sama sekah' tidak berhak barang satu penny pun atas uangnya. Apakah menurut
Anda, dalam keadaan begitu, dia akan mau mengenali laki-laki itu?" "Anda tak
percaya pada wanita itu?" "Saya tak percaya pada keduanya." 'Tentu banyak sekah
orang yang bisa mengatakan dengan pasti bahwa orang yang meninggal itu adalah
Underhay atau bukan?"
"Agaknya tidak semudah itu. Itulah yang saya harap Anda lakukan. Maksud saya,
menemukan seseorang yang pernah mengenal Underhay. Mungkin dia tak punya sanak
saudara yang masih hidup di negeri ini dan dia adalah orang yang selalu ?menyendiri. Tapi saya rasa, pasti ada bekas pembantu teman-teman pokoknya
? ?seseorang. Tapi kemudian pecah perang, dan perang menghancurkan segala-galanya,
dan orang-orang pun berpindah-pindah. Saya tak tahu bagaimana akan mulai
menangani pekerjaan ini pokoknya, saya tak punya waktu. Saya seorang
?petani dan saya kekurangan tenaga kerja." "Mengapa Saya?" tanya Hercule Poirot.
?Rowley kelihatan malu-malu.
Mata Poirot kelihatan berkilat aneh. "Apakah karena petunjuk roh halus?"
gumamnya. "Sama sekali tidak," kata Rowley ketakutan. "Sebenarnya," dia bimbang lagi,
"saya mendengar seseorang yang saya kenal, berbicara tentang Anda katanya, Anda
?ahli dalam hal-hal yang bfgini. Saya tak tahu tentang bayaran Anda saya rasa
?mahal kami semua miskin sekail, tapi saya berani mengatakan bahwa secara
?bergotong-royong kami bisa mengumpulkan dana untuk itu. Artinya bila Anda
bersedia menerimanya." Hercule Poirot berkata lambat-lambat, "Ya, saya pikir
mungkin saya bisa membantu." Ingatannya, yang selalu tepat dan pasti, kembali ke
masa itu. Dia teringat akan orang yang membosankan di Club, bunyi gemerisik
surat kabar, suara yang monoton.
Nama orang yang membosankan itu dia mendengar nama itu kelak pasti akan
? ?kembali ingatannya mengenai itu. Jika tidak, dia masih bisa menanyakannya pada
Mellon.... Tidak, dia sudah ingat: Porter, Mayor Porter. Hercule Poirot bangkit.
"Bisakah Anda kembali nanti sore, Mr. Cloade?" "Yah saya tak tahu. Ya, saya
?rasa bisa. Tapi masa Anda sudah bisa berbuat sesuatu dalam waktu sesingkat itu?"
Dia melihat pada Poirot dengan pandangan kagum dan tak percaya. Poirot adalah
manusia biasa dan tak bisa menahan kecenderungan untuk
205 membanggakan diri. Sambil mengenang seorang pendahulunya yang hebat, dia berkata
dengan khidmat, "Saya bekerja dengan metode, Mr. Cloade."
Jelas bahwa kata-kata itu tepat diucapkannya. Air muka Rowley berubah jadi penuh
respek. "Ya pasti saya saya sungguh tak tahu bagaimana orang-orang seperti Anda
? ? ?melakukannya* Poirot tidak memberitahukan padanya. Setelah Rowley pergi, dia menulis surat
pendek. Surat itu diberikannya pada George, diinstruksikannya supaya surat itu
dibawa ke Coronation Club, dan menunggu jawabannya.
Jawaban yang diterimanya sangat memuaskan. Mayor Porter menyampaikan salamnya
pada M. Hercule Poirot, dan akan senang sekah bertemu dengannya dan temannya di
Edgeway Street 79, Campden Hill, pukul lima petang itu.
Pukul setengah lima, Rowley Cloade muncul kembali. "Berhasil, M. Poirot?"
"Tentu, Mr. Cloade. Sekarang kita pergi menemui seorang teman lama Kapten Robert
Underhay." "Apa?" Rowley ternganga. Dia menatap Poirot seperti anak kecil melihat seorang
tukang sulap mengeluarkan kelinci dari topinya. "Tapi ini sulit dipercayai Saya
tak mengerti bagaimana Anda bisa melakukan hal-hal semacam ini padahal hanya ?dalam beberapa jam."
206 Poirot memprotes dengan isyarat tangannya, dan berusaha supaya kelihatan
merendah. Dia tak punya niat untuk mengatakan, betapa sederhananya dia melakukan
akal sulap itu. Rasa bangganya terpuaskan, karena telah berhasil membuat Rowley,
orang dusun itu, terkesan.
Kedua pria itu keluar bersama, menyetop taksi, lalu berangkat ke Campden Hill.
Mayor Porter menempati lantai dua sebuah rumah yang buruk. Mereka diterima oleh
seorang wanita jorok yang ceria. Dia mengantar mereka naik. Kamar itu segi
empat, di sekelilingnya terdapat rak-rak buku, dan beberapa majalah olahraga
yang sudah agak usang. Lantainya beralas dua lembar permadani permadani-per-
?madani itu bermutu baik, berwarna suram tetapi indah, dan sudah tua sekali.
Poirot melihat bahwa bagian tengah lantai itu dilapisi pernis tebal, sedang
pernis yang di sekelilingnya sudah lama dan terkikis. Dia yakin bahwa belum lama
ini ada permadani yang lebih baik di situ permadani yang sekarang ini mahal
?harganya. Dia mengangkat mukanya, melihat pria yang berdiri tegak di dekat
perapian, dengan mengenakan stelan yang berpotongan bagus, tapi sudah lusuh.
Menurut dugaan Poirot, Mayor Porter yang pensiunan Angkatan Darat itu, hidup
melarat sekali. Pajak dan biaya hidup yang meningkat, paling memukul para bekas
anggota angkatan perang. Ada beberapa hal yang akan tetap dipegang teguh oleh
Mayor Porter sampai dia mati, pikir Poirot. Keanggotaannya pada club itu, umpamanya.
Mayor Porter berbicara terputus-putus.
"Rasanya saya tak ingat pernah bertemu dengan Anda, M. Poirot. Di Club, kata
Anda" Beberapa tahun yang lalu" Nama Anda saya tentu tahu."
"Ini Mr. Rowley Cloade," kata Poirot.
Mayor Porter menganggukkan kepalanya dengan singkat untuk menghormati perkenalan
itu. "Senang berkenalan dengan Anda," katanya. "Maaf, saya tak bisa menawarkan
sherry. Penjual minuman langganan saya kehabisan persediaan dalam serangan
mendadak. Saya hanya punya gin. Bagi saya itu tak enak. Atau bagaimana kalau bir
saja?" Mereka mau minum bir. Mayor Porter mengeluarkan sebuah kotak rokok.


Mengail Di Air Keruh Taken At The Flood Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Merokok?" Poirot menerima . rokok itu. Mayor menyalakan korek api, lalu
menyulut rokok Poirot. "Anda pasti tidak merokok," kata Mayor pada Rowley. "Keberatan kalau saya
mengisap pipa saya?" Hal itu dilakukannya: dengan banyak mengisap dan
menghembuskan. "Nah," katanya, setelah semua pendahuluan itu diselesaikan, "ada apa
sebenarnya?" Dia melihat pada tamu-tamunya bergantian.
Poirot berkata, "Mungkin Anda telah membaca di surat-surat kabar tentang
kematian seorang pria di warmdey Vale?"
nPorter menggeleng. "Mungkin ada. Tapi rasanya tidak." "Namanya Arden. Enoch
Arden." Porter masih menggeleng. "Dia ditemukan di Penginapan Stag, dengan miang
tengkorak hancur." Porter mengerutkan alisnya. "Coba saya ingat ya, kalau tak ?salah, ada saya melihat berita semacam itu beberapa hari yang lalu."
?"Ya. Saya ada fotonya memang foto dari surat kabar, jadi saya kuatir tak jelas.
?Yang ingin kami ketahui, Mayor Porter, adalah apakah Anda pernah bertemu dengan
orang ini?" Diberikannya reproduksi terbaik dari orang yang meninggal itu, yang berhasil
ditemukannya. Mayor Porter mengambilnya, lalu mengerutkan dahinya.
"Sebentar," Mayor mengeluarkan kaca matanya, memasangnya di hidungnya, dan
memperhatikan foto itu dengan lebih cermat lalu riba-riba dia tersentak.
?"Ya, Tuhan!" katanya. "Ampun!"
"Kenalkah Anda pada orang itu, Mayor?"
"Tentu saya kenal. Itu Underhay Robert Underhay."
?"Yakinkah Anda?" Terdengar sorak kemenangan dalam nada suara Rowley.
"Tentu saya yakin. Itu Robert Underhay! Saya berani bersumpah di mana pun juga."
209 BAB n Telepon berdering dan Lynn menerimanya. Terdengar suara Rowley. "Lynn?"
"Rowley?" Suara Lynn murung. Rowley berkata,
"Sedang mengapa kamu" Sudah beberapa hari ini aku tak bertemu denganmu."
"Ah kesibukan biasa sehari-hari kau tentu tahu. Ke mana-mana menjinjing ? ?keranjang, antri menunggu ikan dan kue yang sama sekah tak enak. Pekerjaan
semacam itulah. Yah... urusan rumah tangga biasa."
"Aku ingin bertemu denganmu. Ada sesuatu yang ingin kuceritakan padamu."
"Hal apa itu" Rowley tertawa kecil. "Berita baik; Temui aku di Rolland Copse. Kami sedang membajak di sana."
Berita baik" Lynn meletakkan telepon. Apa yang merupakan berita baik bagi Rowley
Cloade" Keuangan" Apakah dia telah berhasil menjual sapi jantan yang muda ku
dengan harga yang lebih baik daripada yang diharapkannya"
210 Tidak, pikirnya, pasti lebih dari itu. Waktu Lynn berjalan ke ladang, ke arah
Rolland Copse, Rowley meninggalkan traktornya dan menjemputnya. "Halo, Lynn."
"Hei, Rowley kau kelihatan lain. Ada apa?" Rowley ketawa.
?"Kurasa aku memang berubah. Nasib kita telah menjadi baik, Lynn!" "Apa
maksudmu?" "Ingatkah kau, Paman Jeremy menyebut seseorang yang bernama Hercule Poirot?"
"Hercule Poirot?" Lynn mengerutkan alisnya. "Ya, aku ingat sesuatu "
?"Sudah lama memang. Waktu masih perang. Mereka sedang berada di club itu, dan
waktu itu sedang ada tanda bahaya serangan udara."
"Lalu?" tanya Lynn tak sabaran.
"Orang itu berpakaian aneh. Dia orang Prancis atau orang Belgia. Orangnya
?aneh, tapi dia baik."
Alis Lynn bertemu. "Bukankah dia seorang detektif}"?"Benar. Lalu orang yang terbunuh di Stag itu. Aku memang belum menceritakannya
padamu. Tapi ada orang yang beranggapan bahwa dia mungkin suami pertama Rosaleen
Cloade." Lynn tertawa. "Hanya karena dia mengaku bernama Enoch Arden" Sungguh tak masuk akal!"
Tidak juga, Gadisku. Mr. Spence telah mem-
211 bawa Rosaleen untuk melihat jenazah itu. Dan Rosaleen bersumpah dengan keras
bahwa itu bukan suaminya."
"Jadi sudah beres, kan?"
"Mungkin," kata Rowley. "Tapi tidak bagi-M"
"Bagimu" Apa yang kaulakukan?" "Aku pergi menemui orang yang bernama Hercule
Poirot itu. Kukatakan padanya bahwa kita menginginkan pandangan lain. Apakah dia
bisa mencari orang yang benar-benar mengenal Robert Underhay" Dia benar-benar
jempolan! Dia berbasil mendapat seseorang yang pernah menjadi sahabat karib
Underhay, hanya dalam beberapa jam saja. Seperti tukang sulap mengeluarkan
kelinci dari topi saja. Orang tua itu namanya Porter." Rowley berhenti. Lalu dia
tertawa lagi dengan nada yang membuat Lynn keheranan dan terkejut. "Nah,
rahasiakan ini, Lynn. Orang jempolan itu menyuruhku merahasiakannya tapi'aku
?ingin kau tahu. Laki-laki yang meninggal itu adalah Robert Underhay."
"Apa?" Lynn mundur selangkah. Dia menatap Rowley dengan ternganga.
"Ya, dia Robert Underhay. Porter sama sekali tak ragu. Jadi, Lynn," suara
?Rowley jadi agak meninggi karena kegirangan "kita menangi Akhirnya kita
?menangi Kita telah mengalahkan orang-orang jahat terkutuk itu!"
"Orang-orang jahat terkutuk yang mana?"
"Hunter dan adiknya. Mereka kecele. Rosaleen
tidak berhak atas uang Gordon. Kita yang mendapatkannya. Uang itu milik kital
Surat wasiat Gordon yang dibuatnya sebelum dia menikah dengan Rosaleen jadi
masih berlaku, dan dengan demikian harta peninggalannya kita bagi di antara
kita. Aku akan mendapat seperempat bagian. Mengerti kau" Bila suaminya yang
pertama masih hidup waktu dia menikah dengan Gordon, maka perkawinannya dengan
Gordon tak sahi" "Apakah apakah kau yakin akan apa yang kaukatakan itu?"
?Rowley memandangi Lynn, kini baru dia kelihatan heran.
"Tentu aku yakin! Itu sudah jelas. Sekarang semuanya beres. Semuanya jadi
seperti yang diingini Gordon. Semuanya jadi seperti waktu kedua orang itu belum
muncul." Semuanya sama saja.... Tapi, pikir Lynn, kita tak bisa begitu saja menghapus
sesuatu yang telah terjadi. Kita tak bisa berbuat seolah-olah tak pernah terjadi
apa-apa. Lambat-lambat dia berkata,
"Apa yang akan mereka lakukan?"
"Eh?" Dilihatnya bahwa sampai saat itu, Rowley tidak mempertimbangkan hal itu.
"Entahlah. Kurasa, ya kembali ke tempat asal mereka. Kupikir " Lynn melihat ? ?Rowley memikirkannya. "Ya, kurasa kita harus berbuat sesuatu untuk Rosaleen.
Maksudku, dia menikah dengan Gordon dengan niat baik. Kudengar, dia benar-213
benar menyangka bahwa suaminya yang pertama sudah meninggal. Jadi bukan salah
dia. Ya, kita harus berbuat sesuatu untuknya kita harus memberinya uang
?secukupnya. Kita harus menyelesaikannya bersama-sama." "Kau suka padanya, ya?"
tanya Lynn. "Ya, suka." Dia berpikir. "Aku menyukainya dalam hal-hal tertentu.
?Dia gadis yang menyenangkan. Dia bisa membedakan mana sapi yang baik." "Aku tak
bisa," kata Lynn. "Ah, kau kan bisa belajar," kata Rowley membesarkan hati. "Dan
bagaimana dengan David?" tanya Lynn. Rowley merengut.
?"Persetan si David! Dia tak pernah punya hak atas uang itu. Dia datang dan
seenaknya membe-nalu pada adiknya."
"Tidak, Rowley, bukan begitu bukan. Dia bukan pengisap. Dia dia seorang
? ?petualang, itu mungkin "
?"Dan seorang pembunuh berdarah dingin!"
Dengan menahan napas, Lynn berkata,
"Apa maksudmu?"
"Ya, menurut kau, siapa yang telah membunuh Underhay?" Lynn berseru,
"Aku tak percaya! Aku tak percaya!"
"Jelas dia yang membunuh Underhayk Siapa lagi yang bisa melakukannya" Dia berada
di sini pada hari itu. Dia datang naik kereta api jam
214 17.30. Waktu itu aku akan mengambil sesuatu di stasiun, dan aku melihatnya dari
jauh." Lynn berkata tajam,
"Dia kembali ke London malam itu juga." "Setelah membunuh Underhay," kata Rowley
dengan gaya penuh kemenangan.
"Tak baik berkata begitu, Rowley. Jam berapa Underhay dibunuh?"
"Yah aku tak tahu pasti," kata Rowley lambat sambil berpikir. "Kita tak akan
? ?tahu itu sebelum pemeriksaan pendahuluan besok. Kalau tak salah antara jam
sembilan dan. jam sepuluh."
"David naik kereta api jam 21.20, kembali ke London." "Lynn, bagaimana kau tahu
itu?" "Aku akik v bertemu dengannya waktu dia sedang mengejar kereta api itu."
? ?"Bagaimana kau bisa tahu bahwa dia masih sempat naik kereta itu?"
"Karena kemudian dia meneleponku dari London."
Rowley merengut dengan marah.
"Untuk apa dia meneleponm" " Dengar, Lynn, aku sama sekah "?"Ah, tidak apa-apa kan, Rowley" Pokoknya itu membuktikan bahwa dia berhasil naik
kereta api K" "Masih banyak waktu untuk membunuh Underhay, lalu lari mengejar kereta api."
"Tidak, kalau dia terbunuh sesudah jam sembilan."
"Ya. tapi dia mungkin dibunuh sebelum jam sembilan."
Tapi suara Rowley terdengar agak ragu. Lynn menyipitkan matanya sedikit.
Benarkah begitu" Waktu David keluar dari semak-semak itu dengan terengah-engah
dan sambil mengumpat, apakah dia baru saja melakukan pembunuhan, lalu memeluk
dirinya" Lynn teringat akan sikap David yang aneh dan kacau penampilannya yang
?tampak nekat. Begitukah pengarah pembunuhan yang telah dilakukannya" Mungkin.
Lynn harus mengakui hal itu. Apakah David tak mungkin melakukan pembunuhan"
Apakah dia mau membunuh seseorang yang tak pernah mengganggunya yang muncul
?seperti hantu dari.masa lalu" Seseorang yang kejahatannya hanyalah karena dia
menjadi penghalang antara Rosaleen dan warisan yang besar itu di antara David
?dan kenikmatan uang Rosaleen. Lynn bergumam,
"Mengapa dia harus membunuh Underhay?"
"Ya Tuhan, Lynn, masihkah itu harus kautanyakan} Bukankah sudah kukatakan!
Dengan masih hidupnya Underhay, berarti kita yang mendapatkan uang Gordon!
Apalagi, Underhay memeras dia."
Nah, itu lebih masuk akal. Dayid memang mungkin membunuh seorang
pemeras bukankah dia sendiri juga akan berbuat yang sama terhadap seorang
?pemeras" Ya, semuanya memang masuk akal. David yang tergesa-gesa,
216 kekacauannya caranya menyatakan cintanya
?yang kasar, bahkan seperti marah. Dan kemudian, caranya melepaskan dirinya.
"Sebaiknya aku pergi..." Ya, semuanya cocok.
Rasanya seolah-olah dari jauh dia mendengar suara Rowley bertanya,
"Ada apa, Lynn" Kau tak apa-apa?"
"Tentu tidak." "Kalau tidak, demi Tuhan, jangan begitu murung." Rowley berbalik, melihat ke
lereng gunung di bawah, ke arah Long Willows. "Syukurlah, sekarang kita bisa
memperbaiki sedikit tempat ini kita pakai peralatan yang hemat tenaga untuk
? ?memudahkanmu. Aku tak mau menyeretmu ke kehidupan yang susah, Lynn."
Rumah itu rumah itulah yang akan menjadi tempat tinggalnya. Tempat tinggalnya
?bersama Rowley.... Sedang pada suatu pagi jam delapan, David akan dihukum gantung....
217 BAB III Dengan wajah pucat tapi penuh percaya diri dan mau awas, David meletakkan
tangannya di atas pundak Rosaleen.
"Semuanya akan beres, yakinlah, semuanya akan beres. Tapi kau harus ingat terus,
dan lakukan tepat seperti yang kukatakan."
"Bagaimana kalau mereka membawamu pergi" Katamu begitu; Katamu mungkin mereka
akan membawamu pergi."
"Itu memang mungkin. Tapi tidak akan lama. Apalagi kalau kau ingat terus pesan-
pesanku," "Akan kulakukan seperti apa yang kaukatakan, David."
"Itu bagus! Yang harus kaulakukan, Rosaleen, hanyalah tetap berpegang pada
kisahmu. Pertahankan terus bahwa laki-laki yang mati itu bukan suamimu, Robert
Underhay." "Mungkin mereka akan menjebakku agar aku mengatakan apa-apa yang tak kuingini."
"Tidak tidak akan. Pokoknya semuanya akan beres,"?"Tidak, ini salah salah sejak semula. Mengambil uang yang bukan milik kita.
?Bermalam-malam 218 aku tak bisa tidur memikirkan hal itu, David. Mengambil apa yang bukan milik
kita. Tuhan telah menghukum kita atas kejahatan kita."
David memandanginya dengan wajah berkerut. Gadis itu mulai goyah ya, dia benar-
?benar goyah. Rasa keagamaannya cukup kuat. 'Kata hatinya membuatnya gelisah.
Sekarang gadis itu akan hancur, kecuali bila David bernasib baik. Kini hanya ada
satu jalan yang harus ditempuh.
"Dengar, Rosaleen," katanya lembut. "Apakah kau mau aku digantung?" Mata
Rosaleen jadi terbelalak karena ketakutan. "Oh, David, kau tidak akan
digantung tak mungkin mereka "
? ?"Hanya ada satu orang yang bisa menyebabkan aku dihukum gantung yaitu kau. Bila
?satu kali saja kau membenarkan, baik dengan caramu memandang, dengan tanda atau
perkataan, bahwa orang yang meninggal itu mungkin Underhay, berarti kau
menjeratkan tali gantungan ke leherku! Mengerti?"
Ya, kata-kata itu mengenai sasaran. Rosaleen menatap David dengan mata
terbelalak penuh ketakutan. "Aku ini bodoh sekali, David." "Tidak, kau tidak
bodoh. Pokoknya, kau tak perlu pintar. Kau harus bersumpah dengan khidmat bahwa
orang yang meninggal itu bukan suamimu. Bisa kan kaulakukan itu?" Rosaleen
mengangguk. "Kau boleh saja kelihatan bodoh. Berbuatlah
219 seolah-olah kau kurang mengerti apa yang mereka 1 tanyakan. Itu tidak akan
merugikan. Tapi berpe. 1 gang teguhlah pada hal-hal yang sudah kukatakan.
Gaithorne akan menjagamu. Dia seorang pembela kriminal yang pandai sekah sebab ?itu aku menunjuk dia. Dia akan hadir pada pemeriksaan pendahuluan, dan dia akan
melindungimu dari segala macam gangguan. Tapi terhadap dia sekalipun, kau harus
tetap bertahan pada kisahmu. Demi Tuhan, jangan berusaha untuk menjadi pintar,
atau berpikir bahwa kau akan bisa menolongku dengan jalanmu sendiri."
"Akan kulakukan itu, David. Aku akan mengatakan tepat seperti yang kaukatakan."
"Bagus. Kalau semua ini sudah berlalu, kita akan pergi ke Prancis Selatan ke
? ?Amerika. Sementara itu jaga kesehatanmu. Jangan sampai tak tidur malam karena
berpikir dan menyusahkan dirimu. Minumlah obat tidur yang diberikan Dr.
Cloade bromide atau apa itu namanya. Muramlah sebungkus setiap malam,
?bergembiralah, dan ingatlah bahwa nasib baik akan segera datangi -W- |
"Nah-" dia melihat ke arlojinya, "sudah waktunya kita pergi ke pemeriksaan
pendahuluan itu. Mereka mulai jam sebelas U
David memandang berkeliling ke ruang tamu utama yang panjang dan indah.
Keindahan, kenyamanan, harta. Dia senang akan ini semua-nyajrangguh canuk rumah
Furrowbank ini. Mungkm m. merupakan perpisahan
Dia telah melibatkan dirinya ke dalam suatu kekacauan itu sudah jelas. Dia
?telah sengaja mengail di air keruh. Namun dia tak pernah menyesal. Dan mengenai
masa depan yah, dia ?akan tetap mengambil risiko. "Maka kita harus mengikuti arus selagi ada, kalau
tidak, kita akan kehilangan kesempatan."
Dia menoleh pada Rosaleen. Gadis itu sedang memperhatikannya dengan mata meminta
dan bertanya, dan David tahu apa yang dunpninyz.
"Bukan aku yang membunuhnya, Rosaleen," katanya dengan lembut. "Aku berani
bersum- 221 BAB IV Pemeriksaan pendahuluan diadakan di Cornmarket.
Petugas pemeriksa mayat, Mr. Pebmarsh, adalah seorang pria kecil berkaca mata
yang sok sibuk dan merasa dirinya penting.
Di sampingnya duduk Inspektur Spence yang bertubuh besar. Di suatu tempat duduk
yang tersembunyi, ada seorang pria yang kelihatannya orang asing dengan kumis
yang besar. Keluarga Cloade yang terdiri dari: Jeremy Cloade suami-istri, Lionel
Cloade suami-istri, Rowley Cloade, Mrs. Marchmont dan Lynn semuanya hadir.
? Mayor Porter duduk seorang diri, dia tampak gelisah dan resah. David dan
Rosaleen tiba terakhir. Mereka duduk berdua saja.
Pemeriksa mayat menelan ludahnya, dia melihat berkeliling ke arah para juri yang
terdiri dari sembilan orang-orang setempat yang terpilih. Lalu dimulainya
tugasnya. Bintara Peacock... Sersan Vane... Dr. Lionel Cloade...

Mengail Di Air Keruh Taken At The Flood Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anda sedang menjalankan tugas Anda memeriksa seorang pasien di Stag, waktu
Gladys Aitkin datang pada Anda. Apa katanya?"
"Dia memberitahukan bahwa penghuni kamar No. 5 terbaring di lantai dalam keadaan
meninggal-" "Oleh karenanya Anda lalu naik ke kamar No. 5?" "Ya."
"Tolong lukiskan apa yang Anda temukan di sana."
Dr. Cloade bercerita. Mayat seorang laki-laki... wajahnya tertelungkup... luka-luka
di kepala... di bagian belakang... jepit arang.
"Apakah Anda berpendapat bahwa luka-lukanya disebabkan oleh jepit arang itu?"
"Beberapa di antaranya tak perlu diragukan."
"Dan bahwa telah dilakukan beberapa pukulan?" j^Ya. Saya tidak melakukan
pemeriksaan terperinci, karena saya pikir polisi harus dipanggil dulu, sebelum
tubuhnya boleh disentuh atau letaknya diubah."
"Tepat sekali. Apakah orang itu sudah meninggal?"
"Ya. Sudah beberapa jam." "Menurut Anda, sudah berapa jam dia meninggal?"
"Saya ragu dan tak pasti tentang hal itu. Sekurang-kurangnya sebelas jam sangat?mungkin tiga belas atau empat belas boleh dikatakan antara jam setengah delapan
?dan setengah sebelas malam sebelumnya."
223 'Terima kasih, Dokter Cloade."
Kemudian giliran ahli bedah polisi dia memberikan keterangan yang jelas dan
?teknis sifatnya, mengenai luka-luka itu. Terdapat luka lecet dan bengkak pada
rahang bawah, dan lima atau enam bekas pukulan pada bagian bawah tulang
tengkoraknya. Beberapa di antara pukulan itu dihantamkan setelah dia meninggal."
"Serangan yang kejam sekah."
"Ya." "Apakah diperlukan tenaga yang besar untuk memukulnya?"
Ti tidak, bukan kekuatan. Jepit itu dipegang pada ujungnya. Benda itu bisa
?diayunkan dengan mudah tanpa memerlukan tenaga yang terlalu besar. Bola baja
yang berat, yang merupakan kepala jepitan itu, menjadikannya senjata yang ampuh.
Seseorang yang bertubuh kecil pun bisa memukul dan menimbulkan luka itu, artinya
bila dia sedang mengamuk atau kacau."
"Terima kasih, Dokter."
Menyusul keterangan-keterangan tentang soal-soal kecil mengenai tubuhnya cukup ?bergizi, sehat, umur kira-kira empat puluh lima. Tak ada tanda-tanda penyakit
ringan maupun berat jantung, paru-paru, dan lain-lain, semuanya baik.
?Beatrice Lippincott memberikan kesaksian tentang kedatangan almarhum. Dia
mendaftarkan diri sebagai Enoch Arden, Cape Town.
"Apakah almarhum memperlihatkan kartu ran-
"Tidak, Pak." 'Tidakkah Anda menanyakannya?"
"Mula-mula tidak. Saya tak tahu berapa lama dia akan tinggal."
'Tapi akhirnya Anda tanyakan juga?"
"Ya, Pak. Dia tiba hari Jumat, dan pada hari j Sabtu saya katakan, bila dia akan
tinggal lebih lama dari lima hari saya minta supaya dia menyerahkan kartu
ransumnya." "Apa jawabnya?"
"Katanya akan diberikannya."
"Tapi lalu tidak diberikannya?"
'Tidak." "Apakah dia tidak berkata bahwa kartu itu hilang" Atau bahwa dia tak
memilikinya?" 'Tidak. Dia hanya berkata, 'Akan saya cari dan I saya serahkan.' "
"Miss Lippincott, apakah pada malam Minggu Anda mendengar suatu percakapan?"
Dengan penjelasan panjang lebar tentang keper-| M' luannya masuk ke kamar No. 4,
Beatrice Lippincott menceritakan kisahnya. Pemeriksa mayat menuntunnya dengan
cerdik. "Terima kasih. Apakah percakapan yang Anda dengar itu, Anda ceritakan pada
seseorang?" "Ya, saya ceritakan pada Mr. Rowley Cloade."
"Mengapa Anda ceritakan pada Mr. Rowley Cloade?"
"Saya pikir dia harus tahu." Wajah Beatrice memerah.
Wj& Seorang pria yang kurus tinggi (Mr. Claythor -
n*), bangkit dan meminta izin untuk mengajukan pertanyaan.
"Dalam percakapan antara almarhum dengan Mr. David Hunter, apakah almarhum
pernah menyebutkan dengan pasti bahwa dia adalah Robert Underhay?"
"Tidak tak pernah."
? 'Terima kasih, Bapak Pemeriksa, hanya itu yang ingin saya minta kejelasannya."
Beatrice meninggalkan tempat saksi, dan Rowley Cloade dipanggil.
Dia membenarkan bahwa Beatrice telah menceritakan kembali percakapan itu
padanya. Lalu diceritakannya tentang pertemuannya dengan almarhum.
"Kata-katanya yang terakhir adalah, 'Saya rasa Anda tidak akan bisa
membuktikannya tanpa kerja sama dengan saya}' maksudnya, mengenai bukti bahwa ?Underhay masih hidup."
"Ya, itulah yang dikatakannya. Lalu dia tertawa."
"Dia tertawa" Bagaimana Anda menafsirkan maksud kata-kata itu?"
"Yah saya pikir dia mencoba agar saya mau tawar-menawar dengannya, tapi setelah
?itu saya berpikir "
?"Ya, Mr. Cloade tapi apa yang Anda pikirkan kemudian, rak begitu penting.
?Apakah sebagai akibat dari pertemuan itu, Anda lalu mencoba mencari seseorang
yang mengenal almarhum Robert Underhay" Dan bahwa berkat adanya suatu bantuan,
Anda telah berhasil?"
Rowley mengangguk. "Benar."
"Jam berapa Anda meninggalkan almarhum?" "Kalau tak salah jam sembilan kurang
seperempat." "Mengapa Anda memperkirakan jam sekian?"
"Waktu saya berjalan di jalan, saya mendengar tanda waktu jam sembilan melalui
jendela sebuah rumah."
"Adakah almarhum menyebutkan jam berapa dia mengharapkan kliennya datang?"
"Katanya, 'Sewaktu-waktu.' " "Adakah dia menyebutkan suatu nama?" "Tidak."
"David Hunter!"
Terdengar suara dengung halus, dan para penghuni Warmsley Vale menjulurkan
lehernya akan melihat pria muda kurus tinggi yang berwajah getir dan berdiri
dengan sikap menantang menghadap pemeriksa mayat.
Kata-kata pendahuluan berlangsung dengan lancar. Pemeriksa melanjutkan,
"Apakah Anda mengunjungi almarhum malam Minggu?"
"Ya. Saya menerima surat darinya yang meminta bantuan dan menyatakan bahwa dia
mengenal suami pertama adik saya, di Afrika."
"Ada surat itu pada Anda?"
"Tidak, saya tak pernah menyimpan surat-surat."
"Anda telah mendengar laporan yang diberikan
227 Miss Beatrice Lippincott tentang percakapan Anda dengan almarhum. Benarkah
laporan itu?" "Sama sekali tak benar. Almarhum mengatakan bahwa dia mengenal almarhum ipar
saya, dia mengeluh tentang nasib buruknya sendiri dan tentang kemelaratannya.
Dan dia meminta bantuan keuangan, yang sebagaimana biasanya dikatakannya bahwa
dia yakin akan bisa membayarnya kembali."
"Adakah dia menceritakan bahwa Robert Underhay masih hidup?"
David tersenyum. "Sama sekah tidak. Dia berkata, 'Seandainya Robert masih hidup, saya yakin dia
pasti mau membantu saya.' "
"Berbeda sekah dengan apa yang diceritakan Beatrice Lippincott?"
"Orang-orang yang suka nguping, biasanya memang hanya mendengar sebagian dari
apa yang sebenarnya dikatakan," kata David, "dan biasanya lalu salah
menafsirkannya, karena apa-apa yang tak didengarnya digantinya dan dibumbui-nya
dengan khayalannya sendiri."
Beatrice melompat dengan marah dari duduknya dan berseru, "Demi Tuhan " Dengan ?keras Pemeriksa berkata, "Harap tenang."
"Mr. Hunter, apakah Anda mengunjungi almarhum lagi malam Rabu "
?'Tidak." "Anda sudah mendengar Mr. Rowley Cloade mengatakan bahwa almarhum menunggu
kedatangan seseorang?"
"Mungkin saja dia menunggu seorang tamu. Tapi bukan saya tamu itu. Saya sudah
memberinya lima pound. Saya pikir itu sudah lebih dari cukup. Tak ada bukti
bahwa dia mengenal Robert Underhay. Gara-gara mewarisi uang banyak dari
suaminya, adik saya lalu menjadi sasaran penge-, mis-pengemis yang menulis surat
maupun yang mengisapnya di daerah sekitar ini."
Dengan tenang matanya menyapu kumpulan keluarga Cloade.
"Mr. Hunter, tolong ceritakan di mana Anda pada malam Rabu."
"Selidiki saja sendiri!" kata David.
"Mr. Hunter!" Pemeriksa mengetuk meja. "Sebaiknya Anda tidak berkata begitu! Itu
bodoh sekali!" "Untuk apa saya menceritakan di mana saya berada dan apa kerja saya" Akhirnya
Anda akan tahu juga, bila Anda menuduh saya membunuh orang itu."
"Bila Anda bertahan pada sikap itu, hal itu akan terjadi lebih cepat daripada
yang Anda duga. Anda kenal ini, Mr. Hunter?"
Sambil mengulurkan tubuhnya ke depan, David mengambil pemantik rokok dari emas
itu. Dia kelihatan heran. Sambil mengembalikannya, dia berkata lambat-lambat,
"Ya, itu kepunyaan saya." B "Kapan ada pada Anda terakhir kalinya?"
"Saya kehilangan " Dia berhenti.
?"Ya, Mr. Hunter?" kata Pemeriksa dengan suara lembut.
229 . Gaythorne kelihatan gelisah, dia ingin berbicara, tapi David sudah
mendahuluinya. "Yang terakhir ada pada saya, hari Jumat yang lalu-Jumat pagi. Sejak itu saya
rasa saya tak melihatnya lagi."
Mr. Gaythorne bangkit. "Izinkan saya bertanya, Bapak Pemeriksa. Anda mendatangi almarhum pada malam
Minggu. Apakah tak mungkin ketinggalan di sana waktu ku?"
"Saya rasa mungkin saja," kata David lambat-lambat. "Yang jelas saya ingat, saya
tak melihatnya lagi setelah hari Jumat " Ditambahkannya, "Di mana benda itu ?ditemukan?"
"Kami akan mengatakan itu nanti," kata Pemeriksa. "Anda bisa duduk kembali, Mr.
Hunter." David kembali ke tempat duduknya, lambat-lambat. Dia menundukkan kepalanya, lalu
berbisik pada Rosaleen Cloade,
"Mayor Porter."
Dengan gugup dan berdehem-dehem. Mayor Porter menuju ke tempat duduk saksi. Dia
berdiri di sana, dengan sikap tegap bagaikan-; seorang prajurit yang sedang
berbaris. Hanya caranya membasahi bibirnya menunjukkan betapa gugupnya dia.
"Benarkah Anda George Douglas Porter, pensiunan mayor Pasukan Kerajaan African
Rifles?" "Benar."-
"Di mana dan kapan Anda mengenal Robert j Underhay?" |
Dengan suara seperti prajurit dalam barisan, Mayor Porter menyebutkan tempat-
tempat dan tanggal-tanggal.
"Sudahkah Anda melihat jenazah almarhum?" "Sudah."
"Apakah Anda bisa mengenali mayat itu?"
"Ya, itu jenazah Robert Underhay."
Ruangan pemeriksaan itu dipenuhi suara dengung yang kacau.
"Anda nyatakan itu dengan yakin dan tanpa ragu sedikit pun?"
"Ya." "Apakah tak ada kemungkinan Anda keliru?" "Tidak ada."
"Terima kasih, Mayor Porter. Mrs. Gordon Cloade."
Rosaleen bangkit. Dia berpapasan dengan Mayor Porter. Pria itu memandanginya
dengan sikap ingin tahu. Rosaleen sama sekali tak melihat padanya.
"Mrs. Cloade, Anda telah dibawa polisi untuk melihat jenazah almarhum?" Rosaleen
bergidik. "Ya."
"Apakah Anda menyatakan dengan pasri bahwa itu adalah mayat seseorang yang sama
sekah* tidak Anda kenal?" W"Ya.".
"Sehubungan dengan pernyataan Mayor Porter barusan ini, apakah Anda ingin
menarik kembah' atau mengubah pernyataan Anda itu?"
231 'Tidak." "Anda tetap bertahan dengan pasti bahwa mayat itu bukan jenazah suami Anda,
Robert Underhay?" "Itu bukan mayat suami saya. Itu seorang laki-laki yang seumur hidup belum
pernah saya hhat." "Ayolah, Mrs. Cloade, Mayor Porter sudah mengenali dengan pasti bahwa itu adalah
mayat temannya, Robert Underhay."
Tanpa perubahan air muka, Rosaleen berkata, " "Mayor Porter keliru."
"Dalam pemeriksaan ini Anda tidak berada di bawah sumpah, Mrs. Cloade. Tapi
mungkin tak lama lagi, Anda akan disumpah di pengadilan lain. Apakah Anda pada
saat itu nanti bersedia bersumpah bahwa mayat itu bukan mayat Robert Underhay,
melainkan mayat laki-laki yang sama sekah tidak Anda kenal?"
"Saya bersedia bersumpah bahwa itu bukan mayat suami saya, melainkan mayat
seorang laki-laki yang sama sekali tidak saya kenal."
Suaranya jernih dan tak ragu. Matanya menatap mata pemeriksa tanpa takut.
"Anda boleh kembali ke tempat duduk," gumam Pemeriksa.
Kemudian, setelah menanggalkan kaca matanya, dia berbicara pada juri.
Dikatakannya bahwa mereka berada .di tempat itu untuk mencari tahu bagaimana
pria itu i menemui ajalnya. Mengenai hal itu, tak banyak yang perlu
dipertanyakan. Tak ada kemungkinan
kecelakaan atau bunuh diri. Tak ada pula petunjuk bahwa itu merupakan
penganiayaan yang berakibat kematian. Hanya tinggal satu keputusan pembunuhan ?yang direncanakan. Mengenai siapa mayat itu, belum dipastikan dengan jelas.
Mereka telah mendengar seorang saksi, seorang pria yang berwatak jujur, yang
kata-katanya bisa dipercaya. Beliau mengatakan bahwa mayat itu adalah mayat
sahabatnya, Robert Underhay. Sebaliknya, kematian Robert Underhay yang
disebabkan demam .di Afrika sudah dipastikan dan agaknya memuaskan pejabat-
pejabat setempat, serta tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Berlawanan
dengan pernyataan Mayor Porter, janda Robert Underhay, sekarang Mrs. Cloade,
menyatakan dengan pasti bahwa mayat itu bukan mayat Robert Underhay. Kedua
pernyataan itu benar-benar berlawanan. Dengan mengesampingkan soal siapa
sebenarnya mayat itu, mereka harus memutuskan kalau-kalau ada bukti siapa yang
telah membunuh almarhum. Mungkin mereka beranggapan bahwa bukti-bukti itu telah
menunjuk seseorang tertentu, tetapi sebelum perkara diajukan, diperlukan banyak
bukti, motif, dan kesempatan. Orang itu harus dilihat oleh seseorang yang lain,
berada di sekitar tempat kejahatan pada waktu yang tepat. Bila tak ada bukti
semacam itu, maka keputusan yang terbaik adalah, pembunuhan berencana tanpa
iukup bukti siapa pelakunya. Keputusan semacam itu akan memberikan kesempatan
kepada 233 polisi untuk mengadakan penyelidikan-penye-lidikan yang diperlukan.
Kemudian Pemeriksa mempersilakan para juri mengundurkan diri untuk
mempertimbangkan keputusan mereka.
Mereka menghabiskan waktu tiga perempat jam untuk itu.
Mereka kembali dengan menyerahkan keputusan: Pembunuhan Berencana yang
Dituduhkan terhadap David Hunter.
**4 "Saya sudah kuatir mereka akan berbuat begitu," kata Pemeriksa dengan rasa
bersalah. "Prasangka penduduk setempat! Lebih banyak berdasarkan perasaan
daripada logika." Pemeriksa, Kepala Polisi setempat, Inspektur Spence dan Hercule Poirot, sedang
bertukar pikiran setelah pemeriksaan itu. "Anda sudah berusaha," kata Kepala
Polisi. "Terlalu cepat untuk mengatakan sesuatu," kata Spence sambil mengerutkan
dahinya. "Dan hal itu menghambat kita. Apakah Anda kenal M. Hercule Poirot"
Dialah yang membawa Porter untuk diajukan." Dengan sopan Pemeriksa berkata,
"Saya pernah mendengar tentang Anda, M. Poirot." Dan Poirot mencoba untuk
bersikap merendah, tapi tak berhasil.
"M. Poirot menaruh perhatian pada perkara *oi," kata Spence dengan tertawa.
"Benar," kata Poirot. "Saya telah terlibat dalam Perkara itu, sebelum peristiwa
ini terjadi." Dan sebagai jawaban dari pandangan mereka yang ingin tahu, diceritakannya
tentang peristiwa 235 kecil yang aneh di Club, di mana dia pertama kali mendengar nama Robert Underhay
disebut-sebut. "Itu akan merupakan keterangan tambahan dari bukti Porter bila perkara ini
diadili," kata Kepala Polisi sambil merenung. "Underhay memang punya rencana
untuk berpura-pura mati dan memang ada menyebut untuk memakai nama Enoch ?Arden." f"$":
Kepala Polisi bergumam lagi, "Ya, tapi apakah itu akan bisa diterima sebagai
bukti. Kata-kata yang diucapkan oleh seseorang yang sekarang sudah meninggal?"
"Mungkin tidak akan bisa diterima sebagai bukti," kata Poirot sambil berpikir.
"Tapi bisa menimbulkan jalan pikiran yang sangat menarik dan mengarahkan."


Mengail Di Air Keruh Taken At The Flood Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yang kita perlukan," kata Spence, "bukanlah pengarahan, melainkan beberapa
fakta yang kong-kret. Seseorang yang benar-benar telah melihat David Hunter di
Stag atau di sekitarnya pada malam Rabu."
"Itu sebenarnya mudah," kata Kepala Polisi sambil mengerutkan dahinya.
"Kalau di luar negeri, di negeri saya, itu akan mudah sekali," kata Poirot.
"Pasti ada saja rumah minum, di mana orang minum-minum malam hari tapi di kota
? kecil di Inggris ini!" Dia j mengangkat kedua belah tangannya.
Inspektur Spence mengangguk.
"Beberapa penduduk ada di rumah-rumah I
minum, dan akan tetap berada di dalam rumah-rumah minum itu sampai saatnya
tutup. Dan sebagian yang lain ada di dalam rumah mereka mendengarkan berita jam sembilan.
Bila kita berjalan sepanjang jalan utama, antara jam setengah sembilan dan jam
sepuluh malam, jalan itu akan kosong sama sekali. Tidak akan ada seorang pun di
situ." "Apakah itu diperhitungkannya?" kata Kepala Polisi.
"Mungkin," kata Spence. Air mukanya tak senang.
Akhirnya Kepala Polisi dan Pemeriksa pergi. Tinggallah Spence berdua dengan
Poirot. "Anda tidak menyukai perkara ini, bukan?" tanya Poirot dengan simpatik.
"Anak muda itu membuat saya kuatir," kata Spence. "Dia .adalah orang yang suh't
diduga. Bila dia sama sekali tak bersalah dalam suatu perkara, dia berbuat
seolah-olah dia bersalah. Dan bila dia bersalah nah, dia akan menjadi sebaik ?malaikat!"
"Menurut Anda, dia memang bersalah?" tanya Poirot.
"Anda tidak?" Spence balik bertanya.
Poirot mengembangkan tangannya.
"Saya ingin sekali tahu," katanya, "apa yang membuat Anda menuduh dia."
"Maksud Anda bukan berdasarkan hukum" Jadi sekadar berdasarkan kemungkinan-
kemung-panannya?" Poirot mengangguk. "Pertama-tama pemantik rokok itu," kata Spence.
"Di mana Anda menemukannya?" 'Tertindih di bawah tubuh mayat itu." "Ada sidik
jarinya?" 'Tak ada."
"Oh," kata Pofrot.
"Ya," kata Spence. "Saya sendai juga kurang suka akan kenyataan itu. Lalu arloji
korban, mati pada jam sembilan lewat sepuluh. Itu cocok sekali dengan bukti
medis dan dengan bukti dari Rowley Cloade yang menyatakan bahwa Underhay
?menunggu kedatangan seseorang setiap saat mungkin orang itu sudah hampir
?waktunya datang." Poirot mengangguk. "Ya semuanya rapi sekah." Jiki'
?"Dan menurut saya, M. Poirot, hal yang tak bisa saya elakkan adalah bahwa dialah
satu-satunya orang (artinya dia dan adiknya) yang punya motif atau bayangan
motif. Atau David Hunter yang membunuh Underhay atau Underhay dibunuh oleh
?seseorang dari luar yang mengikutinya kemari dengan alasan yang sama sekali
tidak kita ketahui tapi rasanya itu tak mungkin."
? ."Ya, ya, saya sependapat."
"Soalnya, di Warmsley Vale ini tak ada seorang pun yang mungkin punya
motif kecuali kalau kebetulan ada seseorang yang tinggal di sini?(kecuali dua bersaudara itu), yang punya hubungan dengan Underhay di masa lalu.
Saya tak pernah mengesampingkan faktor kebetulan, tapi tak ada tanda-tanda atau
petunjuk ke arah itu. Pria itu adalah orang asing bagi semua orang di sini,
kecuali bagi dua bersaudara itu." Poirot mengangguk.
"Bagi keluarga Cloade, Robert Underhay akan merupakan sesuatu yang sangat
berharga yang ingin mereka pertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara apa pun
juga. Robert Underhay yang masih hidup dan sehat akan berarti kepastian
?tentang kekayaan yang besar jumlahnya, yang dibagi di antara mereka."
"Lagi-lagi, mon ami, saya sepenuh hati sependapat dengan Anda. Robert Underhay
yang masih hidup dan sehat, itulah yang dibutuhkan keluarga Cloade."
"Jadi kembali lagi kita hanya Rosaleen dan David Hunter sajalah dua orang yang
?pirnya motif. Rosaleen Cloade berada di London. Tapi kita tahu bahwa David ada
di Warmsley Vale hari itu. Dia tiba di stasiun Warmsley Heath jam 17.30."
"Maka kita sekarang punya motif besar, dan kenyataan bahwa jam 17.30 dan
selanjurnya sampai waktu yang tak pasti, dia berada di tempat."
"Tepat. Sekarang, pertimbangkan cerita Beatrice Lippincott. Saya percaya akan
cerita itu. Dia mendengar, yang katanya secara tak disengaja, meskipun itu
diragukan, namun itu wajar."
lio "Wajar kata Anda?"
"Kecuali mengenal gadis itu, saya percaya padanya, karena tak mungkin dia
mengarang-ngarang beberapa bagian dari apa yang diceritakannya. Umpamanya saja,
dia belum pernah mendengar nama Robert Underhay. Jadi saya percaya cerita dari
dia tentang apa yang terjadi antara kedua laki-laki itu, dan bukan pengakuan
David Hunter." "Saya juga," kata Poirot. "Dia memberi kesan seorang saksi yang bisa dipercaya."
"Ada hal yang menekankan kebenaran cerita Beatrice. Menurut Anda, untuk apa
?dua bersaudara ku pergi ke Dondon?"
"Itu salah satu yang paling menarik bagi saya."
"Nah, dalam soal keuangan keadaannya adalah sebagai berikut. Rosaleen Cloade
hanya punya hak atas bunga kekayaan Gordon Cloade, seumur hidupnya. Dia tak
berhak atas harta kekayaan itu sendiri kecuali, kalau tak salah, kira-kira
?sejumlah seribu pound. Tapi barangrbarang perhiasan dan sebagainya, menjadi
miliknya. Yang pertama-tama yang dilakukannya waktu dia tiba di London adalah
membawa beberapa dari barang-barang yang paling berharga itu ke Bond Street
untuk dijual. Dia membutuhkan uang tunai banyak secepatnya dengan kau lain, dia
?harus membayar seorang pemeras."
"Anda sebut ku sebagai bukti yang memberatkan David Hunter?" "Anda tidak?"
Poirot menggeleng. "Bukti adanya pemerasan, saya benarkan. Bukti tentang adanya niat untuk
membunuh, tidak. Anda tak bisa mendapatkan keduanya, mon cber. Salah satu saja,
atau anak muda itu bersedia membayar, atau dia merencanakan untuk membunuhnya.
Yang Anda kemukakan itu adalah bukti bahwa dia punya rencana untuk membayar."
"Ya ya, mungkin begitu. Tapi mungkin dia mengubah pikirannya."?Poirot mengangkat bahu.
"Saya tahu orang macam itu," kata Inspektur Spence sambil merenung. "Orang-orang
yang berhasil dalam perang. Punya keberanian fisik. Berani mati dan nekat, tanpa
peduli keselamatan pribadinya. Mereka orang-orang yang berani menghadapi keadaan
yang bagaimanapun juga. Orang-orang yang punya kemungkinan untuk mendapat
Bintang Kehormatan meskipun biasanya diterimanya setelah dia meninggal. Ya,-
?dalam masa perang orang seperti itu adalah pahlawan. Tapi dalam masa damai yah,
?dalam masa damai orang-orang macam itu biasanya akhirnya masuk penjara. Mereka
suka yang hebat-hebat, tak tahan berada di jalan lurus, sama sekah.tak peduli
akan masyarakat dan akhirnya tidak menghargai nyawa orang lain."
?Poirot mengangguk. "Yakinlah," ulang Inspektur Spence, "saya tahu betul orang-orang macam itu."
Beberapa menit lamanya keduanya berdiaman.
"Eh bien" kata Poirot akhirnya. "Kita sependapat bahwa kita berhadapan dengan
tipe seorang pembunuh. Tapi hanya itu saja. Tak ada kelanjutannya."
Spence melihat padanya dengan rasa ingin tahu.
"Apakah Anda menaruh perhatian besar dalam urusan ini, M. Poirot?" "Ya."
"Kalau saya boleh bertanya, mengapa?"
"Terus terang," Poirot mengembangkan tangannya, "saya kurang tahu. Mungkin,
ketika dua tahun yang lalu saya duduk dengan sakit pesut yang hebat (karena saya
tak suka pada serangan udara, dan saya tidak begitu pemberani meskipun saya
berusaha keras untuk berpenampilan berani), ketika, seperti saya katakan, saya
duduk dengan rasa sakit di sini," Poirot menekan perutnya kuat-kuat, "di ruang
merokok Club teman saya, terdengar suara tak henti-hentinya dari orang yang
paling membosankan dalam club itii, Mayor Porter. Dia menceritakan suatu kisah
panjang yang tak didengarkan oleh seorang pun juga. Kecuali saya. Saya
mendengarkan, karena saya ingin mengalihkan perhatian saya dari bom, dan karena
hal-hal yang diceritakannya agaknya menarik dan mengesankan bagi saya. Dan saya
pikir, bahwa mungkin pada suatu hari kelak, akan terjadi sesuatu yang ada
hubungannya dengan apa yang diceritakannya itu. Dan sekarang ternyata memang
terjadi sesuatu." "Apa yang tak diharapkan telah terjadi, begitukah?"
"Sebaliknya," Poirot memperbaikinya. "Yang memang diharapkan yang terjadi suatu
?hal yang di luar dugaan."
"Apakah Anda sudah menduga akan adanya pembunuhan?" tanya Spence kurang percaya.
"Tidak, tidak, tidak! Tapi seorang istri yang . menikah lagi. Kemungkinan bahwa
suami pertama masih hidup" Ternyata dia memang masih hidup. Kemungkinan dia
muncul" Dia memang muncul! Mungkin ada pemerasan" Memang ada pemerasan! Oleh
karenanya ada kemungkinannya si pemeras dibungkam" Ma foi, dia memang telah
dibungkam!" "Yah," kata Spence sambil memandangi Poirot dengan ragu. "Saya rasa hal-hal
seperti itu biasa. Ini semacam kejahatan biasa pemerasan yang berakibat
?pembunuhan." "Anda ingin mengatakan bahwa ini tak menarik" Biasanya memang tidak. Tapi
perkara ini menarik, karena," kata Poirot dengan tenang, '"soalnya segala-
galanya janggal." "Segala-galanya janggal" Apa maksud Anda?"
"Bagaimana saya harus mengatakannya, ya" Pokoknya tak ada satu pun yang beres."
Spence menatapnya. Katanya, "Inspektur Japp selalu berkata bahwa Anda punya
pikiran yang berbelit-belit. Berikan saya contoh tentang apa yang Anda sebut
janggal itu." "Yah, orang yang meninggal itu umpamanya, dia janggal." Spence menggeleng.
"Anda tidak merasakannya?" tanya Poirot. "Ah ya, mungkin saya terlalu berkhayal.
Kalau begitu, ambil soal berikutnya ini. Underhay tiba di Stag. Dia menulis
surat pada David Hunter. Hunter menerima surat itu esok paginya pada waktu ?sarapan?"
"Ya, memang begitu. Dia mengaku menerima surat dari Arden pada waktu itu."
"Bukankah itu pertanda yang pertama tentang datangnya Underhay ke Warmsley Vale"
Apa yang pertama-tama dilakukannya menyuruh adiknya lari ke Londonl"
?"Itu sangat bisa dimengerti," kata Spence. "Dia ingin bebas menangani urusan-
urusan dengan caranya sendiri. Mungkin dia takut perempuan itu akan menjadi
lemah. Dia biasa mengatur, ingat itu. Mrs. Cloade benar-benar berada di bawah
pengaruhnya." "Oh ya, itu jelas. Jadi disuruhnya adiknya pergi, lalu dia pergi mendatangi
Enoch Arden itu. Kita sudah mendengar laporan yang jelas tentang percakapan
mereka dari Beatrice Lippincott. Dan hal yang sangat menonjol, menurut Anda
sendiri, adalah bahwa David Hunter tak yakin apakah laki-laki lawan bicaranya ku
adalah Robert Underhay atau bukan. Dia memang curiga, japi dia tak tahu."
"Tapi tak ada yang aneh tentang hal itu, M.
tAA Poirot. Rosaleen Hunter menikah dengan Underhay di Cape Town dan langsung pergi
dengannya ke Nigeria. Hunter belum pernah bertemu dengan Underhay. Jadi,
meskipun seperti Anda katakan, Hunter curiga bahwa Arden adalah Underhay, dia
tak bisa tahu keadaan yang sebenarnya karena dia belum pernah bertemu dengan
?laki-laki itu." Poirot memandangi Inspektur Spence sambil merenung.
"Jadi tak adakah di situ yang Anda anggap aneh?" tanyanya.
?"Saya tak tahu apa maksud Anda. Tapi mengapa Underhay tidak langsung mengatakan
bahwa dia adalah Underhay" Yah, saya rasa itu pun masih bisa dimengerti. Orang-
orang terhormat yang melakukan sesuatu yang jahat, suka melindungi dirinya.
Mereka suka mengemukakan hal-hal sedemikian, hingga mereka tetap kelihatan tak
bersalah. Tidak saya rasa itu tidak begitu luar biasa. Anda harus
?memperhitungkan sifat manusia."
"Ya," kata Poirot. "Sifat manusia. Saya rasa itu pulalah sebabnya mungkin
?mengapa saya begitu tertarik pada perkara ini. Saya melihat berkeliling di
pemeriksaan pendahuluan tadi, melihat-lihat semua orang, terutama mengamati
keluarga Cloade banyak sekali di antara mereka yang terikat dalam kepentingan
?bersama, meskipun semuanya sangat berlainan wataknya, pikirannya, dan
perasaannya. Semuanya selama bertahun-tahun tergantung pada orang kuat, kekuatan
dalam keluar-243 ga itu, yaitu Gordon Cloade! Maksud saya, mungkin tidak bergantung secara
langsung. Mereka semua memiliki kekayaan sendiri. Tapi mereka telah terbiasa,
entah secara sadar atau tidak, terbiasa untuk menyandarkan diri padanya. Dan apa
yang terjadi" coba jawab, Inspektur Apa yang terjadi atas tumbuhan menjalar
? ?bila beringin tempatnya melilit tumbang}"
"Itu bukan pertanyaan dalam bidang saya," kata Spence.
"Anda pikir bukan" Saya pikir ya. Watak tidak tinggal diam, man cher. Dia bisa
mengumpulkan kekuatan. Dia bisa pula membusuk. Bagaimana seseorang itu
sebenarnya, baru kelihatan nyata bila dia menghadapi cobaan apakah kita bisa ?bertahan atau jatuh dalam menghadapinya."
"Saya kurang tahu apa maksud Anda, M. Poirot." Spence kelihatan bingung.
"Bagaimanapun juga, keluarga Cloade baik-baik saja sekarang Juga kelak, bila
semua formalitas hukum ini sudah selesai."
Poirot mengingatkannya bahwa hal itu akan
memerlukan waktu lam* >>v~ -i i -
l,. ?"?""lama. Kita masih meragukan
kesaksian Mrs. Gordrifi r>i j t, i i i orangwaniu^^bS0^' Z
sendiri bila dia melih^a"^ ^allSUaminy3
li^^^H^B^^menatap "Apakah tidak sebaiklrgan bemn>'J" mengenali suaminya, bila ,eoran8 wanita tidak
juta pound tergantune Mfflffilli$n beberapa 1 pada hal itu?" tanya
246 Wtur Spence sinis. "Kecuali itu, bila dia Sn Robert Underhay, mengapa dia
dibunuh?" itulah yang menjadi pertanyaan, guman Poirot.
247 BAB VI Poirot meninggalkan kantor polisi dengan dahi berkerut. Dia berjalan dengan
langkah-langkah lambat. Di lapangan pasar dia berhenti dan melihat ke
sekelilingnya. Tampak rumah Dr. Cloade dengan papan nama dari kuningan yang
sudah buruk, dan agak jauh dari situ ada kantor pos. Di sisi lain, tampak rumah
Jeremy Cloade. Di hadapan Poirot, agak menjorok ke dalam, adalah Gereja Katolik
Roma dari Sekte Assumption, yang merupakan bangunan sederhana berwarna keunguan.
Gereja itu tampak kecil sekali dibanding dengan Gereja St. Mary yang berdiri
dengan megahnya di tengah-tengah lapangan yang menghadap Cornmarket dan dengan
demikian menyatakan bahwa orang-orang Protestan lebih berjaya.
Terdorong oleh nalurinya, Poirot masuk melalui pintu pagar, terus melalui jalan
setapak ke pintu bangunan Katolik Roma itu. Topinya dibukanya, dia berlutut
sebentar di depan altar, lalu pergi dan berlutut di belakang sebuah kursi.
Doanya terganggu oleh suara sedu-sedan tertahan-tahan yang sedih sekali.
248 Dia menoleh. Di seberang lorong gereja ada seorang wanita berpakaian gelap
sedang berlutut dan membenamkan kepalanya di kedua belah tangannya. Akhirnya
wanita itu bangkit dan berjalan menuju pintu sambil terus terisak tertahan.
Poirot yang matanya terbelalak karena tertarik, ikut bangkit lalu menyusulnya.
Dia mengenali Rosaleen Cloade.
Rosaleen berdiri di teras, berusaha menenangkan dirinya. Di situlah Poirot
menyapanya dengan lembut sekali, "Madame, bisakah saya membantu Anda?" Rosaleen
tidak memperlihatkan tanda-tanda keheranan. Dia menyahut dengan polos seperti
anak kecil yang sedang sedih.
"Tidak," katanya. "Tak seorang pun bisa membantu saya." "Anda sedang susah
sekah, ya kan?" "Orang telah membawa pergi David...," katanya. "Saya tinggal
seorang diri. Kata mereka dia telah membunuh Tapi itu bohong! Dia tidak ?membunuh^*'
Dia melihat pada Poirot dan berkata, "Anda ada di sana tadi, kan" Di
?pemeriksaan tadi itu" Saya melihat Anda!"
"Ya. Kalau saya bisa membantu Anda, Madame, saya akan senang sekali."
"Saya takut. Kata David, saya akan aman selama ada dia untuk menjaga saya. Tapi
sekarang orang telah membawanya pergi saya takut. Kata David mereka semua
? ?menginginkan saya mati.
249 Mengerikan sekali berkata begitu. Tapi mungkin itu benar."
"Biar saya bantu Anda, Madame."
Rosaleen menggeleng. "Tidak," katanya lagi. "Tak seorang pun bisa membantu saya. Saya bahkan tak bisa
pergi mengaku dosa. Saya harus menanggung beban kejahatan saya seorang diri.
Saya tidak akan mendapat ampunan Timan!"
"Tak ada seorang pun yang tidak akan diampuni oleh Tuhan. Kau tahu betul itu,
Anakku." Rosaleen melihat lagi pada Poirot pandangannya Uar dan sedih.
?"Saya harus mengakui dosa-dosa saya harus. Kalau saja saya bisa mengaku "


Mengail Di Air Keruh Taken At The Flood Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

? ?"Tak bisakah Anda mengaku" Anda datang ke gereja untuk itu, bukan?"
"Saya datang untuk mendapat hiburan hiburan. Tapi hiburan apalah yang bisa saya
?dapat" Saya ini orang yang banyak dosa." "Kita semua punya dosa." "Tapi kita
harus bertobat saya harus berkata harus mengatakannya " Dia menutupi
? ? ?wajahnya dengan tangannya. "Aduh, alangkah banyaknya saya berbohong semuanya
?bohong." "Apakah Anda telah berbohong tentang suami Anda" Tentang Robert Underhay" Orang
yang terbunuh itu, Robert Underhay, bukan?"
Dia menoleh dengan tersentak ke arah Poirot. Matanya penuh curiga dan waspada.
Dengan rajam dia berseru,
"Sudah saya katakan, dia bukan suami saya. Orang itu sama sekali tidak seperti
dia!" "Orang yang meninggal itu sama sekali tidak seperti suami Anda?"
"Tidak," sahutnya menantang.
"Coba katakan," kata Poirot, "macam apa suami Anda itu?"
Rosaleen menatap Poirot. Lalu air mukanya menjadi keras, seperti sedang
menghadapi bahaya. Matanya menjadi gelap, ketakutan.
Dia berseru, "Saya tidak mau lagi berbicara dengan Anda!"
Cepat-cepat dia melewati Poirot. Dia berlari di sepanjang jalan setapak, dan
setelah melewati pintu pagar, terus keluar ke lapangan pasar.
Poirot tidak mencoba menyusulnya. Dia malah mengangguk dan kelihatan puas
sekali. "Oh," katanya. "Begitu rupanya!"
Dia berjalan perlahan-lahan ke lapangan.
Setelah bimbang sebentar, dia berjalan di High Street sampai tiba di Stag.
Penginapan itu merupakan bangunan yang terakhir, sebelum tanah pertanian yang
terbuka. Di ambang pintu Stag dia bertemu dengan Rowley Cloade dan Lynn Marchmont.
Poirpt memperhatikan gadis itu dengan penuh perhatian. Gadis itu cukup manis,
pikirnya, dan juga cerdas, meskipun bukan tipe yang dikaguminya. Dia lebih
menyukai yang lebih lembut, lebih feminin. Lynn Marchmont, pikirnya, benar-benar
tipe wanita modern meskipun ada pula?251
orang yang mungkin menyebutnya tipe zaman Elizabeth. Mereka itu adalah wanita
yang punya pikiran sendiri, yang bebas berucap, dan yang mengagumi pria yang
punya inisiatif dan keberanian.
"Kami merasa sangat berterima kasih pada Anda, M. Poirot," kata Rowley. "Bukan
main, benar-benar seperti permainan seorang tukang sulap saja."
Memang benar begitu, pikir Poirot! Bila orang menanyakan pada kita suatu
pertanyaan yang sudah kita ketahui jawabnya, maka sama sekali tidak sulit untuk
bermuslihat dengan embel-embel yang diperlukan. Dia senang sekah, bahwa bagi
Rowley yang tak begitu cerdas itu, seolah-olah Porter dimunculkannya dari langit
itu, berkesan seperti kelinci yang dikeluarkan dari topi seorang tukang sulap
saja. "Saya betul-betul bingung, bagaimana Anda bisa melakukan itu semua?" kata
Rowley. Poirot tidak menjelaskannya padanya. Bagaimanapun juga, dia hanyalah manusia
biasa. Tukang sulap tidak akan mau mengatakan pada penontonnya, bagaimana dia
memainkan permainannya. "Pokoknya, Lynn dan saya sangat berterima kasih," Rowley melanjutkan.
Lynn Marchmont kelihatannya tidak terlalu berterima kasih, pikir Poirot. Tampak
garis-garis tegang di seputar matanya, sedang jemarinya dipertautkannya, lalu
diuraikannya lagi dengan gugup.
"Hidup pernikahan kami kelak akan sangat lain jadinya," kata Rowley.
Lynn berkata dengan tajam,
"Bagaimana kau bisa tahu" Aku yakin masih akan banyak macam-macam formalitas dan
urusan." "Kapan kalian menikah?" tanya Poirot dengan sopan. '7uni."
"Dan sejak kapan kalian bertunangan?"
"Hampir enam tahun," kata Rowley. "Lynn baru saja bebas dari dinas pada Korps
Wanita Angkatan Laut."
"Apakah dilarang menikah waktu masih dalam Korps Wanita Angkatan Laut?"
"Saya dinas ke luar negeri," kata Lynn singkat.
Poirot melihat kerut yang mendadak muncul di wajah Rowley. Dengan singkat dia
berkata, "Ayo, Lynn. Kita harus terus. Kurasa M. Poirot ingin kembali ke kota."
Dengan tersenyum Poirot berkata,
"Saya tidak akan kembali ke kota."
"Apa?" Rowley mendadak berhenti. Sikapnya jadi aneh dan kaku seperti kayu.
"Saya menginap di Stag untuk sementara."?"Tapi tapi untuk apa?"
?"C est un beat* pay sage. Saya ingin menikmati pemandangan yang indah," kata
Poirot dengan tenang. Rowley berkata dengan kurang yakin,
"Ya, tentu.... Tapi apakah Anda yah, maksud saya, apakah Anda tidak sibuk?"
?"Saya sudah memperhitungkannya," kata Poirot sambil tersenyum. "Saya tak usah
bersibuk-sibuk bila tak perlu. Ya, saya bisa menikmati hidup santai dan
menghabiskan waktu sesuka hati saya. Dan kali ini saya suka berada di Warmsley
Vale." Dilihatnya Lynn Marchmont mengangkat kepalanya dan memandanginya dengan sungguh-
sungguh. Rowley, pikirnya, tampak agak jengkel.
"Apakah Anda biasa main golf?" tanya Rowley. "Di Warmsley Heath ada sebuah hotel
yang lebih baik. Tempat ini terlalu sempit."
"Kepentingan saya sepenuhnya ada di Warmsley Vale," kata Poirot. "Mari' kita
terus, Rowley," kata Lynn. Rowley mengikutinya dengan agak enggan. Di pintu,
Lynn berhenti, lalu cepat-cepat kembali. Dia berbisik pada Poirot. ,
"Orang menangkap David Hunter setelah pemeriksaan pendahuluan tadi,.
Apakah apakah menurut Anda perbuatan mereka itu tepaf?"?"Mereka tak punya pilihan lain, Mademoiselle, setelah keputusan juri itu."
"Maksud saya apakah Anda pikir dia yang melakukannya?"
?"Apakah Anda berpendapat begitu?" tanya Poirot.
Tapi Rowley kembali mendampingi Lynn. Wajah Lynn berubah menjadi keras. Katanya,
254 "Selamat berpisah, M. Poirot. Saya saya harap kita bertemu lagi."
?"Ah, aku heran," kata Poirot pada diri sendiri.
Kemudian, setelah memesan kamar pada Beatrice Lippincott, dia keluar lagi.
Langkahnya membawanya ke rumah Dr. Lionel! Cloade.
"Oh!" kata Bibi Kathie, yang membukakan pintu, sambil mundur beberapa langkah.
"M. Poirot!" "Benar, Madame!" Poirot membungkuk. "Saya ingin bertamu pada Anda."
"Anda baik sekali. Ya mari silakan masuk. Silakan duduk saya akan memindahkan
? ? ?Madame Blavatsky dan mungkin Anda suka minum teh" Tapi kuenya sudah agak basi.
?Saya bermaksud pergi ke Toko Peacock untuk membeli yang baru, kadang-kadang pada
hari Rabu mereka menjual roti Swiss tapi pemeriksaan pendahuluan tadi itu
?membuat urusan rutin rumah tangga jadi kacau, bukankah begitu?"
Poirot berkata bahwa menurut dia hal itu sangat bisa dimengerti.
Dia menduga bahwa Rowley Cloade jengkel waktu dia memberitahukan bahwa dia akan
tinggal di Warmsley Vale untuk beberapa lama. Dan sikap Bibi Kathie, jelas jauh
daripada sikap menerima baik. Wanita itu memandanginya dengan agak cemas. Dia
membungkukkan tubuhnya, lalu berkata dengan berbisik serak dan sikap berkomplot,
"Harap jangan Anda katakan pada suami saya,
255 bahwa saya telah mendatangi Anda dan meminta nasihat Anda mengenai yah, Anda
?tahu apa maksud saya."
"Saya akan tutup mulut."
"Maksud saya pada waktu itu saya sama sekah tak tahu bahwa Robert Underhay,
? ?orang malang itu, sebenarnya ada di Warmsley Vale. Menurut saya itu suatu
kebetulan yang luar biasai"
"Sebenarnya akan lebih sederhana lagi," kata Poirot membenarkan, "bila papan
Ouija itu langsung menuntun Anda ke Stag."
Bibi Kathie agak ceria mendengar papan Ouija disebut-sebut.
"Dalam dunia roh halus, hal-hal terjadi tanpa bisa diperhitungkan," katanya.
"Tapi saya benar-benar merasa, M. Poirot, bahwa semuanya ini pasti ada
maksudnya. Apakah Anda tidak merasakannya dalam hidup" Bahwa sesuatu itu selalu
ada maksudnya}" "Ya, Madame. Bahkan, saya duduk di sini "v sekarang ini dalam
ruang tamu Anda ini pun, pasti ada maksudnya."
"Benarkah?" Mrs. Cloade tampak agak terkejut. "Sungguh-sungguhkah Anda" Ya, saya
rasa juga begitu.... Anda tentu sedang dalam perjalanan Anda kembali ke London,
ya?" "Sekarang belum. Saya tinggal di Stag untuk beberapa hari."
"Di Stag*. Oh-di Stag"! Tapi, bukankah di situ-aduh, M. Poirot, apakah itu tak
apa-apa?" 256 "Saya dituntun ke Stag," kata Poirot dengan khidmat.
"Dituntun} Apa maksud Anda?"
"Anda yang menuntun."
"Oh, saya tak pernah bermaksud maksud saya, saya tak tahu. Semuanya itu ?mengerikan sekali, bukan?"
Poirot menggeleng dengan sedih, dan berkata,
"Saya tadi bercakap-cakap dengan Mr. Rowley Cloade dan Miss Marchmont. Saya
dengar mereka akan menikah sebentar lagi, ya?"
Bibi Kathie langsung berubah.
"Lynn tersayang, dia gadis yang manis dan pandai sekah berhitung. Saya tak
?pandai berhitung- sama sekah tak pandai. Kami benar-benar tertolong dengan
?kembalinya Lynn. Kalau saya dalam kesulitan, dia selalu menyelesaikannya untuk
saya. Saya benar-benar mendoakan supaya anak manis itu berbahagia. Rowley memang
orang yang baik sekah, tapi mungkin, yah agak membosankan. Maksud saya,
?membosankan bagi seorang gadis seperti Lynn yang telah melihat banyak di dunia
ini. Sepanjang masa perang, Rowley tetap tinggal di ladangnya memang tak apa-
?apa, sih maksud saya, -pemerintah juga menghendaki dia tetap mengerjakan
?ladangnya jadi bukan karena dia penakut atau mencari-cari alasan seperri yang
?dilakukan orang dalam Perang Boer tapi maksud saya, karena itu pandangannya
?jadi agak terbatas."
"Pertunangan yang enam tahun merupakan tes percintaan yang baik."
257 "Oh ya, memang] Tapi saya rasa gadis-gadis yang kembali dari perang jadi ?resah dan bila ada orang lain seseorang yang umpamanya hidup dengan
? ?bertualang " "Seperti David Hunter?" "Tak ada apa-apa di antara mereka," kata
?Bibi Kathie ketakutan. "Sama sekali tak ada apa-apa. Saya yakin sekah! Akan
mengerikan sekali kalau ada, bukan" Apalagi karena dia seorang pembunuh. Adik
iparnya sendiri! Jangan, M. Poirot, jangan punya pikiran bahwa ada semacam rasa
antara Lynn dan David. Bahkan agaknya, mereka lebih banyak bertengkar setiap
kali mereka bertemu. Saya rasa oh, astaga, itu suami saya datang. Ingat ya, M.
?Poirot, jangan katakan sepatah pun tentang pertemuan kita yang pertama. Suami
saya tersayang menjadi jengkel sekah kalau oh, Lionel sayang, ini ada M.
?Poirot, yang dengan adiknya telah membawa Mayor Porter kemari untuk melihat
mayat itu." Dr. Cloade kelihatan letih dan cekung. Matanya berwarna biru pucat, orang-
orangan matanya kecil. Dia melayangkan pandangannya ke sekeliling kamar itu.
"Apa kabar, M. Poirot" Sedang dalam perjalanan kembali ke kota?"
Mon Dieu, seorang lagi mengusirku kembali ke London! pikir Poirot. Tapi dia
berkata dengan tenang, "Tidak, saya tinggal di Stag untuk beberapa hari."
"Di Stag?" Lionel Cloade mengerutkan dahinya. "Oh" Apakah polisi yang
menghendaki Anda tinggal lebih lama lagi?"
"Tidak. Keinginan saya sendiri."
"Begitu?" Tiba-tiba dokter ku melihat dengan pandangan cerdas. "Jadi Anda tak
puas?" "Mengapa Anda berpikir begitu, Dokter Cloade?"
"Alaa, sudahlah. Benar, kan?" Sambil berceloteh tentang teh, Mrs. Cloade
meninggalkan ruangan. Dokter Cloade berkata lagi, "Anda punya perasaan bahwa ada
sesuatu yang tak beres, bukan?"
Poirot terperanjat. "Aneh Anda berkata begitu. Apakah Anda sendiri yang merasa begitu?" Cloade
bimbang. "T ti dak. Bukan begitu... mungkin hanya suatu perasaan bahwa ada yang tak
? ?beres. Dalam buku cerita, si pemeras biasanya memang dihantam. Begitu pulakah
dalam kehidupan nyata" Jelas jawabnya adalah, ya. Tapi agaknya tak wajar."
"Adakah sesuatu yang tak memuaskan dalam perkara ini dari segi medis" Pertanyaan
saya ini tentu tak resmi."
Sambil merenung Dokter Cloade menjawab,
"Saya rasa tidak juga."
"Ya ada sesuatu. Saya bisa melihat bahwa ada sesuatu."
?Kalau dikehendakinya, suara Poirot bisa mengandung kekuatan hipnotis. Dokter
Cloade mengerutkan dahinya sedikit, lalu berkata dengan ragu, fe"
"Saya akui saya tak punya pengalaman dalam perkara-perkara polisi. Lagi pula
kesaksian medis bukanlah urusan yang mutlak dan pasti, seperti yang disangka
orang-orang awam atau para novelis. Kami bisa saja salah ilmu kedokteran ada
?kemungkinannya salah. Apalah diagnosa itu" Suatu terkaan, berdasarkan
pengetahuan yang sedikit sekali, dan beberapa petunjuk tak pasti yang menunjuk
ke lebih dari satu arah. Mungkin saya cukup pandai dalam memberikan diagnosa
campak, karena dalam usia saya sekarang ini, saya sudah melihat beratus-ratus
penyakit campak, dan saya mengenal banyak sekah macam tanda-tanda dan gejala-
gejalanya. Kita boleh dikatakan tak boleh beranggapan bahwa apa yang tercantum
dalam buka pelajaran adalah semacam penyakit campak yang khas. Tapi saya sudah
pernah menemukan beberapa penyakit aneh dalam masa kerja saya saya pernah ?melihat seorang wanita yang boleh dikatakan datang untuk langsung minta usus
buntunya dibuang penyakit paratipus yang ketahuan hampir terlambat! Saya pernah
?melihat seorang anak yang menderita sakit kulit yang dinyatakan sebagai penyakit
kekurangan vitamin yang serius oleh seorang dokter muda yang bersungguh-sungguh
dan teliti tapi kemudian datang seorang dokter hewan setempat dan mengatakan
?pada ibu anak itu, bahwa kucing yang dipeluk-peluk anak itu berkurap dan anak
itu telah ketularan! 260 "Para dokter, seperti juga orang-orang lain, adalah korban-korban dari pikiran
yang berdasarkan praduga. Sekarang ini, ada seorang laki-laki yang jelas telah
dibunuh, terbaring dengan sebuah jepit arang yang bernoda darah di sampingnya.
Adalah omong kosong untuk mengatakan bahwa dia dipukul dengan sesuatu yang lain.
Namun, saya berbicara tanpa pengalaman sedikit pun tentang orang-orang yang
kepalanya telah dihantam, maka saya akan menduga sesuatu yang agak lain suatu
?alat yang tidak begitu licin dan bulat sesuatu ah, entahlah, mungkin sesuatu
? ?yang ujungnya lebih bersegi sepotong bata atau semacamnya."
?"Tapi dalam pemeriksaan, Anda tidak berkata begitu"*'
"Tidak karena saya tidak tahu benar. Jenkins, dokter polisi, merasa puas, dan
?keterangan dari dialah yang lebih berarti. Tapi di sini kita terbentur lagi pada
pemikiran berdasarkan praduga yaitu setelah melihat senjata yang terletak di
?samping mayat. Mungkinkah luka itu ditimbulkan oleh senjata itu" Ya, mungkin.
Tapi kalau kita melihat lukanya dan ditanya apa yang menyebabkannya yah, saya
?jadi tak yakin apakah kita akan bisa berkata begitu, karena hal itu benar-benar
tidak meyakinkan. Maksud saya begini, kalau ada dua orang, yang seorang
memukulnya dengan sepotong bata dan yang seorang lagi dengan jepit arang itu "
?Dokter Cloade berhenti dan menggeleng dengan sikap tak puas. 'Tidak meyakinkan,
bukan?" katanya pada Poirot.
261 "Mungkinkah dia jatuh, lalu menimpa sesuatu barang yang tajam?"
Dr. Cloade menggeleng. "Dia terbaring tertelungkup di lantai di tengah-tengah kamar di atas permadani
?Axminster model lama, yang bermutu baik dan tebal."
Dia berhenti mendadak karena istrinya masuk.
"Nah, ini Kathie membawakan kita makanan kecil," katanya.
Bibi Kathie membawa sebuah nampan yang berat, disarati barang-barang keramik,
setengah batang roti dan sedikit selai yang tampak menyedihkan di dasar sebuah
botol yang seharusnya berisi dua ons.
"Saya rasa airnya sudah mendidih," katanya ragu-ragu, sambil mengangkat tutup
ketel dan mengintip ke dalamnya.
Dr. Lionel mendengus lagi dan menggumamkan kata-kata, "Makanan kecil." Setelah
itu dia pergi. "Kasihan, Lionel, sarafnya kacau sejak perang. Dia bekerja terlalu keras.
Soalnya terlalu banyak dokter yang harus pergi perang. Pagi, siang, dan malam,
dia selalu harus keluar. Dia tak mau beristirahat. Saya heran dia tak sampai
jatuh sakit. Tentu dia mengharapkan sekah untuk pensiun, begitu perang usai. Itu
semua sudah diatur dengan Gordon. Hobinya adalah tumbuh-tumbuhan, khususnya
tumbuh-tumbuhan obat-obatan dari Zaman Pertengahan. Dia sedang menulis buku
tentang itu. Dia ingin hidup tenang dan melaku-262


Mengail Di Air Keruh Taken At The Flood Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kan riset yang diperlukan. Tapi lalu, waktu Gordon meninggal dengan cara
itu yah, Anda tentu tahu bagaimana keadaannya sekarang, M. Poirot. Pajak dan ?sebagainya. Dia tak akan bisa pensiun dan hal itu menjadikannya getir. Dan
rasanya memang tak adil. Soalnya, Gordon meninggal begitu, tanpa meninggalkan
surat wasiat yah, kepercayaan saya jadi goyah karenanya. Maksud saya, saya jadi
?sama sekali tak bisa melihat apa maksudnya. Rasanya saya terpaksa jadi merasakan
adanya kekeliruan," Dia mendesah, tapi kemudian agak ceria lagi. "Tapi saya
mendapat keyakinan dari pihak lain, yang mengatakan, 'Kuatkan hati dan
bersabarlah, pasti akan ditemukan suatu jalan.' Dan benar saja, waktu Mayor
Porter yang menyenangkan itu memberikan kesaksiannya tadi dan dengan begitu
tegas mengatakan bahwa laki-laki malang yang terbunuh itu adalah Robert
Underhay nah, saya melihat bahwa suatu jalan memang sudah ditemukan!
?Menyenangkan sekali bukan, M. Poirot, bila sesuatu berubah menjadi baik?"
"Biar itu pembunuhan sekalipun," kata Hercule Poirot.
263 BAB VII Poirot masuk ke Stag dalam keadaan merenung, dan agak menggigil karena angin
timur bertiup keras. Ruang depan sedang kosong. Dibukanya pintu ruang duduk
bersama, yang terletak di sebelah kanan. Di situ tercium bau tembakau, dan api
di perapian hampir padam. Poirot berjalan terus ke arah pintu di ujung ruangan,
yang bertulisan 'Hanya untuk Tamu yang Menginap'. Di situ apinya menyala dengan
baik, tetapi di sebuah kursi besar, duduk seorang wanita tua yang bertubuh besar
pula, yang dengan nyamannya sedang menghangatkan kaki. Dia membelalak pada
Poirot dengan begitu galaknya, hingga sambil meminta maaf, Poirot pergi
terbirit-birit. Dia berdiri sebentar di lorong, melihat-lihat mula-mula ke kantor berpintu
?kaca yang sedang kosong, lalu ke pintu yang bertulisan dengan huruf-huruf
bergaya lama, RUANG KOPI. Berdasarkan pengalamannya di hotel-hotel pedesaan,
Poirot tahu bahwa hanya pada waktu sarapan disuguhkan kopi dengan enggan, itu
pun kopinya terutama terdiri dari susu panas yang cair. Cairan
264 pekat yang terlalu mani* yang disebut kopi hitam, dalam cangkir-cangkir kecil,
tidak disuguhkan dalam RUANG KOPI itu, melainkan di Ruang Duduk. Makan malam
yang terdiri dari apa yang dinamakan sup Windsor, steak Wina dengan kentang, dan
puding kukus, bisa didapatkan di RUANG KOPI pada pukul tujuh tepat. Sampai
menjelang makan malam, ruang-ruang di penginapan Stag diliputi suasana damai dan
sepi. Masih dalam keadaan merenung, Poirot menaiki tangga. Dia tidak membelok ke
sebelah kiri, di mana kamarnya sendiri, No. II, terletak. Dia malah membelok ke
sebelah kanan, dan berhenti di depan pintu kamar No. 5. Dia melihat ke
sekelilingnya. Sepi dan kosong. Dibukanya pintu dan dia masuk.
Polisi telah mengadakan pemeriksaan di kamar itu. Jelas kelihatan bahwa kamar
itu baru saja dibersihkan dan disikat, di lantainya tak ada lagi permadani.
Rupanya 'permadani Axminster model lama' itu sedang dibawa ke tukang cuci.
Selimut terlipat dan tersusun rapi di tempat tidur.
Setelah menutup pintu, Poirot berjalan berkeliling kamar itu. Kamar itu bersih,
tapi aneh dan tak ada tanda-tanda bekas dihuni manusia. Poirot memperhatikan
perabotnya sebuah meja tulis, sebuah lemari berlaci-laci yang terbuat dari kayu?mahoni yang bagus dan bermodel lama, sebuah lemari pakaian dari kayu yang sama
(itulah mungkin yang menutupi pintu ke kamar No. 4), sebuah tempat tidur besar
dari kuningan untuk 265 dua orang, sebuah wastafel dengan air panas dan dingin demi modernisasi dan
?kurangnya tenaga pelayan sebuah kursi yang besar tapi tak nyaman, dua buah
?kursi kecil, sebuah perapian model kuno bergaya Victoria, dilengkapi dengan
sebuah pengorek api, sebuah sekop yang berlubang dan sebuah penjepit arang.
Tutup perapian terbuat dari pualam yang berat, alasnya juga dari pualam, dan
pojok-pojoknya berujung tajam.
Poirot membungkuk akan melihat benda yang terakhir itu. Setelah dibasahi,
jarinya digosok-gosokkannya ke sepanjang tepi sebelah kanan, lalu diperiksanya
hasilnya. Jarinya menjadi agak hitam. Dia mengulangi perbuatan itu dengan jari
lain di tepi sebelah kiri. Kali ini jarinya tetap bersih.
"Ya," kau Poirot sendiri sambil terus berpikir. "Ya."
Dia melihat ke wastafel yang terpasang melekat pada dinding. Lalu dia
berjalanjEe jendela. Dari situ tampak hamparan timah hitam atap sebuah garasi,
?pikirnya, lalu di belakangnya ada sebuah lorong kecil. Suatu jalan yang mudah
untuk datang dan pergi dari kamar No. 5, tanpa dilihat orang. Tapi masuk ke
penginapan dan naik ke kamar No. 5 tanpa dilihat orang pun sama mudahnya. Dia
baru saja melakukannya sendiri.
Diam-diam Poirot pergi, dan menutup pintu tanpa berbunyi. Dia langsung pergi ke
kamarnya sendiri. Kamar itu dingin sekali. Dia turun lagi ke lantai bawah,
bimbang sebenar, kemudian terdorong oleh dinginnya malam, dia nekat masuk ke
"Ruang Hanya untuk Tamu yang Menginap," menarik sebuah kursi ke dekat perapian,
lalu duduk. Wanita ma yang mengerikan itu, dilihat dari dekat, tampak lebih besar. Rambutnya
berwarna abu-abu seperti warna besi, kumisnya tumbuh subur, dan waktu dia
berbicara, suaranya dalam dan mengerikan.
"Ruang duduk ini disediakan untuk orang-orang yang menginap di hotel ini,"
katanya. "Saya menginap di hotel ini," sahut Hercule Poirot.
Wanita tua itu merenung beberapa saat, kemudian menyerang lagi. "Anda seorang
asing," katanya menuduh. "Ya," sahut Poirot.
"Menurut saya," kata wanita tua itu, "Anda harus kembali."
"Kembali ke mana?" tanya Poirot.
"Ke tempat asal Anda," kata wanita tua itu dengan tegas.
Kemudian dia berkata lagi sebagai tambahan, dengan suara rendah, "Orang asing!"
lalu mendengus. "Itu sulit," kata Poirot dengan tenang.
"Omong kosong," kata wanita tua itu. "Untuk itulah kita berperang, bukan" Supaya
orang-orang kembali ke tempat tinggal masing-masing dan tinggal di sana."
Poirot tidak membantah'. Dia sudah tahu bahwa
267 setiap individu punya pandangan sendiri mengena, "Untuk apa kita berperang"**
Keduanya berdiaman diliputi rasa permusuhan. "Saya tak tahu bagaimana jadinya
keadaan ini," kata wanita tua itu. "Saya sungguh tak tahu. Setiap tahun saya
datang dan menginap di sini. Suami saya meninggal di sini enam belas tahun yang
lalu. Dia dimakamkan di sini. Setiap tahun saya datang selama sebulan.**
"Suatu perjalanan ziarah yang baik sekali," kata Poirot dengan sopan.
"Dan setiap tahun keadaan makin memburuk. Tak ada layanan yang baik! Makanannya
tak bisa dimakan! Steak Wina katanya! Yang namanya steak itu seharusnya dari
daging sapi yang enak bukan daging kuda yang dicincang!" Poirot menggeleng ?dengan sedih. "Ada satu hal yang haik lapangan terbang sudah ditutup," kata
?wanita itu. "Memalukan sekah, semua anak muda Angkatan Udara berdatangan kemari
membawa gadis-gadis brengsek! Gadis-gadis macam apa itu! Tak tahu aku bagaimana
pikiran ibu-ibu zaman sekarang. Membiarkan mereka berkeliaran begitu. Aku benar-
benar menyalahkan pemerintah, yang mengirim para ibu bekerja di pabrik-pabrik.
Mereka hanya dibebaskan bila punya anak-anak kecil. Anak-anak kecil" Omong
kosong! Semua orang bisa menjaga bayi! Bayi tidak berkeliaran mengejar-ngejar
serdadu. Gadis-gadis antara empat belas dan delapan belas tahun itu yang perlu
diawasi! Membutuhkan ibu mereka. Seorang ibulah yang tahu benar apa yang akan diperbuat
seorang gadis. Serdadu! Orang-orang Angkatan Udara! Hanya itu yang mereka
pikirkan. Orang-orang Amerika! Negro! Orang-orang j embel Polandia!**
Karena mengucapkan kata-kata itu dengan marahnya, wanita itu terbatuk. Setelah
batuknya berhenti, dia menyambung lagi, membuat dirinya marah dan menjadikan
Poirot sasaran sakit hati" nya.
"Mengapa kamp-kamp mereka dipasangi kawat berduri" Apa untuk mencegah para
serdadu itu keluar mencari gadis-gadis" Bukan, tapi untuk mencegah gadis-gadis
mendatangi serdadu-serdadu itu! Sungguh gila laki-laki, mereka itu! Lihat saja
cara mereka berpakaian. Celana! Yang sinting dan tolol malah memakai celana
pendek mereka pasti tak mau melakukannya kalau tahu bagaimana kelihatannya diri
?mereka dari belakang!"
"Saya sependapat dengan Anda, Madame, setuju sekah."
"Apa yang mereka pakai di kepala" Bukan topi yang sopan! Bukan, melainkan
sehelai kain yang dibelit-belitkan, dan wajah mereka dipoles cat dan
bedak tebal-tebal! Bahan yang menjijikkan ber-lepotan dimulutnya. Bukan hanya ?kuku tangan mereka yang merah sampai-sampai kuku kaki pun dicat merah!"
?Wanita tua itu berhenti mendadak dan melihat pada Poirot, menunggu. Poirot
mendesah dan menggeleng. "Bahkan di gereja," kata wanita tua itu lagi. "Mereka tak bertopi. Kadang-kadang
bahkan tanpa selendang penutup kepala. Hanya rambut yang jelek karena dikeriting
itu. Rambut" Tak ada orang tahu apa itu rambut zaman sekarang. Saya sampai bisa
menduduki rambut saya waktu masih muda."
Poirot mencuri pandang ke rambut yang berwarna abu-abu itu. Rasanya tak masuk
akal wanita tua yang galak ini pernah muda!
"Beberapa malam yang lalu, ada seorang di antaranya menjenguk kemari," sambung
wanita tua itu. "Kepalanya diikat dengan scarf berwarna jingga, dan mukanya
dicat serta dibedaki. Saya melihatnya, yah, hanya bisa melihatnya saja. Dia
langsung pergi lagi! "Dia bukan tamu menginap di sini," lanjutnya. "Tak ada orang macam dia-jva.%
menginap di sini, saya senang! Habis! Untuk apa dia keluar dari kamar seorang
pria" Menjijikkan. Hal itu saya bicarakan dengan si Lippincott itu tapi dia
?sendiri pun sama saja brengseknya dengan mereka itu dia mau saja bersusah payah
?untuk gadis-gadis yang mengenakan celana." Pikiran Poirot jadi tertarik. "Keluar
dari kamar seorang pria?" tanyanya. Wanita itu menanggapinya dengan bersemangat.
"Itulah yang saya katakan. Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Dari
No. 5." "Hari apa itu, Madame?"
270 "Hari sebelum terjadi keributan tentang seorang laki-laki yang dibunuh itu.
Memalukan, hal semacam itu sampai terjadi di sini\ Tempat ini dulu merupakan
tempat yang sopan. Tapi sekarang-"
"Dan jam berapa siang waktu itu?"
"Siang" Bukang siang. Malam. Hampir larut malam malah. Benar-benar memalukan.
Sudah lewat jam sepuluh. Saya selalu pergi tidur jam sepuluh lewat seperempat.
Tiba-tiba dia keluar dari kamar No. 5, terang-terangan. Dia terbelalak melihat
saya, lalu masuk kembali, dan tertawa-tawa dan bercakap-cakap dengan laki-laki
di situ." "Adakah Anda mendengar apa yang dikatakan laki-laki itu?"
"Kan sudah saya katakan" Si perempuan masuk kembali, dan si laki-laki berseru,
'Ah, sudahlah, keluarlah. Aku sudah letih.' Bagus sekah seorang laki-laki
berkata begitu pada seorang gadis! Tapi gadis-gadis memang minta diperlakukan
begitu. Dasar perempuan nakal!"
"Tidakkah hal itu Anda laporkan pada polisi?" tanya Poirot.
Wanita itu menatapnya dengan tatapan yang mengerikan dan bangkit dari kursinya
dengan susah payah. Dia berdiri dan melotot pada Poirot,
lalu berkata, "Saya tak pernah punya urusan dengan polisi.
Saya harus berada di pengadilan polisi} Bagus
sekali!" 271 Dia pergi meninggalkan ruangan itu dengan menggigil karena marah dan melemparkan
pandangan terakhir yang penuh kebencian.
Beberapa menit Poirot duduk saja sambil merenung dan membelai kumisnya. Kemudian
dia pergi mencari Beatrice Lippincott.
"Oh ya, M. Poirot, maksud Anda ibu tua Mrs. Leadbetter" Janda Canon Leadbetter"
Dia memang datang setiap tahun, padahal ini di antara kita saja dia sebenarnya? ?orang yang sulit. Dia kadang-kadang kasar sekah pada orang-orang, dan agaknya
dia tak mau mengerti bahwa keadaan sudah lain sekarang. Umurnya memang sudah
hampir delapan puluh."
"Tapi apakah pikirannya masih waras" Apakah bicaranya belum ngawur?"
"Oh ya, masih waras. Dia itu wanita yang masih tajam kadang-kadang bahkan
?keterlaluan." "Tahukah Anda bahwa ada seorang wanita muda yang mengunjungi pria yang terbunuh
itu pada malam Rabu itu?"
.Beatrice terkejut. "Seingat saya tak ada wanita muda mengunjunginya kapan pun juga. Seperti apa
wanita itu?" "Dia membungkus kepalanya dengan scarf jingga, dan saya pikir dandanannya menor.
Di kamar No. 5 dia bercakap-cakap dengan Arden, jam sepuluh lewat seperempat
pada malam Rabu itu."
272 "Sungguh, M. Poirot, saya sama sekali tak
tahu." wj" Sambil berpikir, Poirot pergi mencari Inspektur
Spence. Spence mendengarkan cerita Poirot tanpa berkata apa-apa. Lalu dia bersandar di
kursinya dan mengangguk-angguk.
"Lucu, ya?" katanya. "Sering sekah Anda mengulangi ungkapan lama yang berbunyi,
Cherchez la femme, itu."
Logat bahasa Prancis Inspektur Spence tidak sebagus Sersan Graves, tapi dia
bangga. Dia bangkit lalu menyeberangi ruangan itu. Dia kembali dengan memegang
sesuatu, yaitu lipstik dalam sebuah tabung yang bersepuh emas.
"Selama ini kita memiliki ini sebagai petunjuk, kalau-kalau ada seorang wanita
yang terlibat," katanya.
Poirot mengambil lipstik itu, lalu menyemir-kannya sedikit ke punggung
tangannya. "Mutunya tinggi," katanya. "Warna merah tua buah ceri mungkin ?dipakai oleh seseorang yang berambut coklat."
"Ya. Itu ditemukan di lantai kamar No. 5, menggelinding ke bawah lemari yang
berlaci-laci. Tapi tentu saja mungkin benda itu sudah berada di situ beberapa
lamanya. Tak ada sidik jarinya. Sekarang ini tak ada jenis lipstik tertentu
seperti dulu hanya ada beberapa jenis yang biasa saja."
?"Dan Anda tentu telah mengadakan penyelidikan?"
Spence tersenyum. "Ya," katanya, "kami teJah mengadakan penyelidikan, seperti yang Anda katakan
itu. Rosaleen Cloade memakai lipstik semacam ini. Lynn Marchmont juga. Fiances
Cloade memakai warna yang lebih tenang. Mrs. Lionel Cloade tidak memakai lipstik
sama sekah. Mrs. Marchmont memakai vang warnanya bernada ungu pucat. Agaknya
Beatrice Lippincott tidak memakai yang semahal ini pelayan kamar, si Gladys,
?juga tidak." Dia berhenti.
"Anda teliti," kata Poirot.
Tidak cukup teliti. Sekarang kelihatannya ada orang luar yang terlibat mungkin
?seorang wanita, yang dikenal Underhay di Warmsley Vale."
"Dan siapa yang berada bersama dia jam sepuluh lewat seperempat, pada malam
Rabu?" "Ya," kau Spence. Kemudian ditambahkannya sambil mendesah, "Dengan begini David
Hunter jadi bebas." "Begitukah?" "Ya. Tangeran' ku akhirnya mau memberikan pernyataan. Setelah pengacaranya
berhasil meng-insyafkannya. Ini keterangannya mengenai kegiatan-kegiatannya. "
Poirot membaca memorandum yang ditik rapi.
Berangkat dari London dengan kereta api pukul 16.16 ke Warmsley Heath. Tiba
pukul 1730. Berjalan lewat jalan setapak ke Furrowbank. j
"Alasannya untuk kembali, menurut dia adalah
untuk mengambil beberapa barangnya yang ketinggalan," seia Inspektur Spence,
"surat-surat pribadi dan surat-surat keterangan, buku cek, dan melihat kalau-kalau kemejanya
telah kembali dari binatu yang tentunya belum! Binatu merupakan masalah
?tersendiri lagi,, sekarang. Sudah empat minggu yang lalu mereka mengambil
pakaian kotor dari rumah kami sekarang sehelai handuk pun uk ada di rumah. Jadi
?istri saya mencuci pakaian saya sendiri sekarang."
Setelah selingan mengenai kehidupan sehari-hari itu, Inspektur Spence kembali
pada laporan gerak-gerik David'
"Berangkat dari Furrowbank, pukul 19.25 dan menyatakan bahwa dia berjalan-jalan
karena telah ditinggalkan kereta api pukul 19.30, dan pukul 21.20 baru ada
kereta api lagi." Ke arah mana dia pergi berjalan-jalan?" tanya Poirot.
Inspektur Spence meneliti catatannya.
"Katanya melewati Downe Copse, Bats Hill dan Long Ridge."
"Kelihatannya suatu perjalanan mengelilingi White House!"
"Bukan main, cepat sekali Anda mempelajari ilmu bumi setempat, M. Poirot!"
Poirot tersenyum dan menggeleng.
"Tidak, saya tak tahu nama tempat-tempat yang Anda sebut itu. Saya hanya
menebak." "Betulkah begitu?" Inspektur Spence memiringkan kepalanya.
"Lalu menurut dia, setibanya di Long Ridge disadarinya bahwa dia telah berputar-


Mengail Di Air Keruh Taken At The Flood Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putar terlalu jauh untuk balik ke stasiun Warmsley Heath. Dia hampa* saja
ketinggalan kereta api. Tiba di Stasiun Victoria pukul 22.45, berjalan kaki ke
Shepherd's Court, dan riba di sana pukul 25.00, hal mana dibenarkan oleh Mrs.
Gordon Cloade." "Lalu kepastian apa yang Anda dapatkan dari semuanya itu?"
"Sedikit sekali tapi ada juga. Rowley Cloade dan beberapa orang lain melihatnya?tiba di Warmsley Heath. Para pembantu di Furrowbank sedang keluar (dia memiliki
kunci sendiri tentu), jadi mereka tidak melihatnya. Tapi mereka melihat puntung
rokok di kamar baca, hal mana membuat mereka heran. Dan mereka juga melihat
bahwa lemari pakaian acak-acakan. Lalu salah seorang tukang kebun yang masih
bekerja sampai sore sekah karena dia harus menutup pintu rumah kaca atau entah
?apa, melihatnya sekilas. Miss Marchmont bertemu dengannya di Mardon Wood ketika
?dia sedang mengejar kereta api."
"Adakah seseorang melihatnya naik ke kereta api itu?"
"Tidak tapi dia menelepon Miss Marchmont dari London, begitu dia tiba pukul
? ?23.05." "Apakah itu sudah diperiksa?"
"Ya, kami telah mengadakan penyelidikan mengenai pembicaraan dari nomor itu. Ada
276 telepon interlokal jam 23.04 untuk Warmsley Vale 36. Itu nomor telepon
Marchmont." 'Sangat, sangat menarik,"- gumam Poirot. Tapi Spence masih
?melanjutkan dengan susah payah dan dengan beraturan.
"Rowley Cloade meninggalkan Arden jam sembilan kurang lima menit. Dia yakin
tidak lebih cepat dari itu. Jam sembilan lewat sepuluh, Lynn Marchmont bertemu
Hunter di bukit Mardon Wood. Umpama saja dia berlari sepanjang jalan dari Stag,
apakah masih sempat dia bertemu dengan Arden, bertengkar dengannya dan
membunuhnya dulu, sebelum pergi ke Mardon Wood" Karo* sudah mencobanya, dan saya
rasa itu tak bisa dilakukan. Namun, mari kita mulai lagi. Arden sama sekah tidak
dibunuh jam sembilan. Jam sepuluh lewat sepuluh dia masih hidup itu kalau
?wanita tua Anda itu tidak bermimpi. Dia dibunuh oleh wanita yang lipstiknya
tercecer itu, atau oleh wanita yang memakai scarf Jingga itu atau oleh
?seseorang yang masuk setelah wanita itu pergi. Dan siapa pun yang melakukannya,
dengan sengaja memutar jam arloji kembali ke jam sembilan lewat sepuluh."
"Dalam hal mana, seandainya David Hunter tidak kebetulan bertemu dengan Lynn
Marchmont di tempat yang begitu tak masuk akal, akan sangat menyulitkannya,
begitu?" tanya Poirot.
"Ya begitulah. Kereta api jam 21.20 adalah yang terakhir yang berangkat dari
Warmsley Heath Hari sudah mulai gelap. Selalu ada saja
pemain goH yang kembali lewat jalan itu. Tak seorang pun akan melihatnya sedang?orang-orang stasiun tentu tak mengenalnya. Dan dia tidak naik taksi di ujung
jalan. Jadi hanya kata-kata adiknya saja yang membenarkan bahwa dia sudah
kembali ke Shepherd's Court pada jam vang dikatakannya.**
Poirot diam dan Spence bertanya,
"Apa yang Anda pikirkan, M. Poirot?"
Poirot berkata, "Dia berjalan jauh mengelilingi Warmsley Heath, bertemu Lynn di
Mardon Wood, dan kemudian meneleponnya.... Padahal Lynn Marchmont bertunangan
dengan Rowley Cloade.... Saya ingin sekah tahu apa yang dikatakannya melalui
telepon itu." "Rupanya Anda sedang memikirkan segi kemanusiaannya?"
"Ya," kata Poirot. "Segi kemanusiaan itu selalu penting."
278 BAB VIII Hari sudah mulai malam, tetapi Poirot masih ingin mengunjungi seseorang. Dia
lalu pergi ke rumah Jeremy Cloade.
Di sana dia dipersilakan masuk ke kamar kerja Jeremy Cloade, oleh seorang
pelayan kecil yang kelihatan cerdas.
Setelah ditinggalkan sendiri, Poirot melihat-lihat ke sekelilingnya dengan penuh
perhatian. Semuanya berbau hukum dan teratur sekah', pikirnya, bahkan dalam
rumahnya sekalipun. Di atas meja ada foto Gordon Cloade dalam ukuran besar.
Sebuah foto Lord Edward Trenton yang sudah kabur sedang menunggang kuda. Poirot
sedang mengamat-amati foto itu waktu Jeremy Cloade masuk.
"Oh, maaf." Poi rot meletakkan foto berbingkai 'tu dengan bingung.
"Itu ayah istri saya," kata Jeremy dengan nada penuh percaya diri. "Dengan salah
satu kuda-kudanya yang terbaik, yang diberinya nama Chestnut Trenton. Dalam
tahun 1924, dia meraih hadiah kedua dalam balap kuda di Derby. Apakah Anda
berminat pada balap kuda?"
279 "Sayang, tidak."
"Binatang itu dicuri orang, yang berarti kehilangan banyak uang," kata Jeremy
datar. "Lord Edward hancur dibuatnya dia terpaksa pergi dan tinggal di luar
?negeri. Ya, itu memang merupakan olahraga mahal."
Suaranya masih mengandung nada bangga.
Menurut Poirot, dia sendiri lebih suka membuang uangnya di jalan daripada
menginvestasi-kannya pada kuda. Tapi, diam-diam dia menaruh rasa kagum dan
hormat pada orang-orang yang melakukannya.
Cloade berkata lagi, "Apa yang dapat saya bantu, M. Poirot" Sebagai suatu keluarga, saya merasa bahwa
kami berutang budi pada Anda karena telah menemukan Mayor Porter untuk ?memberikan kesaksian pengenalan itu."
"Kelihatannya seluruh keluarga Anda gembira sekali mengenai hal itu," kata
Poirot. "Ah," kata Jeremy datar. "Agak terlain cepat untuk bergembira. Masih banyak yang
harus diselesaikan. Soalnya, kematian Underhay sudah diakui di Afrika.
Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk memutarbalikkan hal yang begitu dan
?kesaksian Rosaleen positif sekali positif sekali dia. Dia relai memberikan
?kesan yang haik." Jeremy Cloade kelihatannya seolah-olah tak suka mempercayai kemajuan keadaan
yang menguntungkan dirinya.
"Bagaimanapun juga, saya tak mau memastikan apa-apa," katanya. "Kita tak pernah
tahu bagaimana jalannya suatu perkara."
Kemudian sambil menyingkirkan kertas-kertas dengan sikap jengkel dan seperti
kesal, dia berkata, "Tapi Anda ingin berbicara dengan saya, bukan?"
"Saya ingin menanyakan, Mr. Cloade, apakah abang Anda benar-benar tidak
meninggalkan surat wasiat" Maksud saya, surat wasiat yang dibuat setelah dia
menikah?" Jeremy kelihatan heran. "Saya rasa tak pernah ada yang berpikiran
begitu. Yang jelas, dia tidak membuatnya sebelum dia berangkat dari New York."
"Mungkin saja dia membuatnya selama dua hari dia berada di London."
'Mendatangi seorang pengacara di sana?" "Atau menulisnya sendiri." "Dan disahkan
oleh saksi" Siapa saksinya?" "Ada tiga orang pembantu di rumah itu," Poirot
mengingatkannya. "Tiga orang pembantu yang semua meninggal pada malam yang sama
dengan dia." "Hm ya tapi bila ada kemungkinan dia melakukan seperti yang Anda katakan itu,
? ?maka surat wasiat itu tentu ikut musnah."
"Itulah soalnya. Akhir-akhir ini banyak sekali dokumen yang dianggap sudah
musnah sama sekali, sebenarnya bisa dimunculkan kembali
281 dengan suatu proses baru. Surat-surat ku menjadi rusak dalam peti-peti simpanan,
umpamanya, tapi tidak terlalu hancur hingga masih bisa dibaca."
"Wah, M. Poirot, gagasan Anda benar-benar cemerlang.... Luar biasa. Tapi saya
rasa tidak, saya benar-benar yakin tak ada yang semacam itu.... Sepanjang
?pengetahuan saya, di rumah di Sheffield Terrace itu tak ada peti simpanan.
Gordon menyimpan semua surat-surat berharga dan sebagainya di kantornya dan
?saya yakin, di sana tak ada surat wasiat."
"Tapi bisa diadakan penyelidikan, bukan?" Poirot bertahan. "Oleh petugas arsip
pemerintah, umpamanya. Maukah Anda memberi kuasa pada saya untuk melakukannya?"
"Oh, tentu tentu. Anda baik sekah, mau menawarkan diri untuk melakukan hal ?semacam itu. Tapi maaf, saya sama sekah tak yakin Anda akan berhasil. Namun
demikian yah, saya rasa kita untung-untunganlah. Jadi Anda akan segera kembali
? ?ke London-kalau begitu?"
Mata Poirot menyipit. Jelas terdengar dari nada bicara Jeremy bahwa dia sangat
menginginkan hal itu. Kembali ke London.... Apakah mereka semua ingin dia
menyingkir" Sebelum dia sempat mendapatkan jawabannya, pintu terbuka dan Frances Cloade
masuk. Poirot langsung terkesan oleh dua hal. Pertama-tama bahwa wanita itu kelihatan
sakit. Yang kedua, betapa miripnya dia dengan foto ayahnya.
"M. Poirot datang untuk berbicara dengan kita,
Sayang," kau Jeremy, mengatakan hal yang tak perlu.
Wanita itu menyalami Poirot, laki Jeremy Cloade langsung menjelaskan pada
istrinya mengenai gagasan Poirot tentang surat wasiat. Frances kelihatan ragu.
"Agaknya kecil sekali kemungkinannya."
"M. Poirot akan pergi ke London, dan berbaik hati untuk mengadakan
penyelidikan." "Saya dengar Mayor Porter itu pengawas serangan udara di wilayah itu," kata
Poirot. Air muka Mrs. Cloade berubah jadi aneh. Katanya, "Siapa Mayor Porter?" Poirot
mengangkat bahu. "Seorang pensiunan perwira Angkatan Darat yang hidup dari
pensiunnya." "Benarkah dia pernah berada di Afrika?" Poirot melihat padanya
dengan rasa ingin tahu. "Tentu, Madame. Mengapa tidak?" Dengan agak linglung
Mrs. Cloade menjawab, Entahlah. Dia membingungkan saya."
"Ya, Mrs. Cloade," kata Poirot. "Saya mengerti itu."
Wanita itu memandangnya dengan tajam. Matanya membayangkan sesuatu yang
mendekati rasa takut. Dia menoleh pada suaminya lalu berkata, "Jeremy, aku merasa kuatir sekali akan
Rosaleen. Dia seorang diri di Furrowbank, dan dia
283 pasti bingung sekali dengan diungkapnya David. ! Bagaimana kaku dia kuminta
menginap di sini?" "Apakah itu akan baik, Sayang?" terdengar Jeremy agak ragu.
"Apakah itu akan baik" Entahlah! Tapi kita harus mengingat perikemanusiaan. Dia
sama sekali tak berdaya."
"Aku tak yakin apakah dia mau."
"Sekurang-kurangnya aku bisa menawarinya."
Dengan tenang pengacara itu berkata, "Lakukanlah itu kalau itu bisa menyenangkan
hatimu." "Menyenangkan hati!"
Kata-kata itu diucapkannya dengan aneh dan getir. Lahi dia menoleh sebentar pada
Poirot. Poirot bergumam dengan sikap resmi,
"Saya juga akan pamit."
Frances mengikutinya ke ruang depan.
"Apakah Anda akan ke London?"
"Besok saya pergi, tapi paling lama hanya untuk dua puluh empat jam. Lalu saya
kembali ke Stag-di mana Anda akan bisa menemui saya, bila Anda memerlukan saya,
Madame." Dengan tajam Frances bertanya, Untuk apa saya membutuhkan Anda?"
hanyTLrSat ^ 'Tokoknya saya akan berada di Stae "
"Aku tak percaya IHffi " untuk alasan yang; dikatlu ^ ke London y S "^"akannya.
Aku tak percaya semua omong kosongnya mengenai kemungkinan Gordon membuat surat wasiat. Kau
percaya, Jeremy?" Suatu suara yang terdengar agak letih dan tidak mengandung harapan, menyabot,
"Ya, Frances. Ya dia memang pergi untuk suatu alasan lain."?"Alasan apa?"
"Entahlah, aku. tak tahu."
"Apa yang akan kita lakukan, Jeremy?" kata Frances. "Apa yang akan kita
perbuat}" Jawabnya langsung, "Kurasa hanya ada satu hal yang harus kiu lakukan, Frances "
?285 284 BAB IX Dengan menggunakan surat-surat keterangan yang diperolehnya dari Jeremy Cloade,
Poirot mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Kenyataannya sungguh
meyakinkan. Rumah itu hancur sama sekali. Daerah itu telah dibersihkan baru-baru
ini dan dipersiapkan untuk pembangunan kembali. Tak ada orang yang selamat,
kecuali David Hunter dan Mrs. Cloade. Ada tiga orang pembantu di rumah itu:
Frederick Game, Elizabeth Game, dan Eileen Corrigan. Ketiga-tiganya tewas
seketika. Gordon Cloade masih hidup waktu dikeluarkan, tapi meninggal dalam
perjalanan ke rumah sakit tanpa pernah sadar. Poirot menulis nama-nama dan
alamat keluarga terdekat ketiga pembantu itu. "Mungkin saja," katanya, "mereka
sempat mengatakan sesuatu pada teman-teman mereka, apa-apa yang merupakan
gunjingan atau komentar, yang mungkin memberikan petunjuk pada informasi yang
sangat saya butuhkan."
Petugas yang diajaknya berOMgra tampak kurang percaya, Suamwstri Games berasal
dari Dorset, Eileen Corrigan datang dari County Cork.
Kemudian Poirot membelokkan langkahnya ke arah tempat tinggal Mayor Porter. Dia
Jejak Jejak Kematian 3 Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Misteri Rumah Berdarah 2
^