Pencarian

Petualangan Di Dua Dunia 3

Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia Bagian 3


gampang terlihat, duduk di sini seperti anak-anak pinggiran tolol tanpa sepatu.
Tobias" Ax" Kalian berdua pasang mata kalau-kalau ada masalah."
kata Tobias muram. elang ekor merah, aku kelihatan mencolok.>
Ia benar, tapi aku tidak bisa sekaligus mengkhawatirkan banyak hal. Dan aku tahu
dari "kilas balik" yang kualami bahwa kami berhasil berubah jadi kera. Sayangnya
kilas balik itu tidak memberitahukan apakah kami sukses atau gagal, selamat...
atau tidak. Aku berkonsentrasi membayangkan seekor kera. Dan dengan sangat cepat aku
mulai merasakan perubahannya.
Kera-kera yang asli juga mulai melihat perubahan kami.
NGUIIKKK! NGUIIKKK! NGUIIKKK!
Kera-kera asli melompat naik ke atas batang pohon dan kabur ke dahan-dahan
tinggi. Tubuhku menyusut. Memang wajar. Tapi semakin mengecil aku semakin merasa
rapuh. Bulu cokelat bermunculan dari lengan dan kakiku. Wajahku tetap licin tak
berbulu, dan bibirku membengkak membentuk moncong kenyal.
Perubahan terbesar adalah ekor. Kurasakan bagian itu melesat tumbuh dari ujung
tulang punggungku. Tapi aku sudah pernah punya ekor, jadi tidak terlalu
kupikirkan. Lalu aku menyadari sesuatu. Ekorku bergerak. Tidak hanya maju-mundur, seperti
ekor anjing. Ekorku bergerak seperti tangan kelima.
kata Cassie. yang mengendalikannya. Persis tangan ekstra.>
Ia benar. Dan Ax juga benar. Hanya ada beberapa hal yang baru atau aneh di dalam
otak kera. Seperti manusia, kera hanya punya beberapa insting dasar. Seperti
manusia, kera harus menjalani proses belajar. Matanya serupa dengan mata
manusia. Telinganya tidak lebih baik daripada telinga kita. Namun indra
penciumannya agak lebih tajam.
kata Rachel.
Aku mengangkat bahu keraku yang kecil.
Aku berbalik menghadap batang pohon. Seperti sebagian besar pohon hutan hujan,
pohon itu pun tingginya mengejutkan. Dan tidak ada dahan yang rendah. Tapi ada
sulur-sulur yang melilit batang pohon, seperti sarang ular.
kataku. Aku meraih seutas sulur dan mencoba kekuatannya. Aku
mengambil ancang-ancang. Lalu dengan hati-hati tanganku meraih sebuah
pegangan lain. kata Ax. Seperti ini.> Ia memasukkan komputer Bug Fighter ke dalam mulut dan melompat tinggi ke
udara, meraih sebuah pegangan, dan tiba-tiba tubuhnya sudah berada lima belas
meter di atas pohon sebelum aku sempat berkedip tiga kali.
Aku menarik napas panjang dan mengendurkan kendaliku. Kubiarkan benak kera
mengambil alih dan hanya berkata,
Ax benar. Kera itu tahu cara memanjat. Seperti Michael Jordan tahu cara bermain
basket. Atau Kristi Yamaguchi tahu cara bermain ice skate. Kera tahu pohon. Kera
mengerti pohon. Kera dilahirkan untuk hidup di pohon.
Tangan, jari kaki, tangan, jari kaki, kera itu menemukan setiap pegangan kecil,
setiap pijakan kaki, tidak pernah ragu, tidak pernah bimbang, tidak pernah
bertanya. Kera itu dengan tepat tahu apa yang harus dilakukan.
Aku merasa seperti sudah menelan sepuluh Mountain Dews dan sekotak Ring-
Dings. Tubuhku kecil, tapi man, energiku membludak.
Aku melesat terbang ke atas pohon!
Aku bertemu Cassie di kanopi bagian atas. memanjat pohon!> katanya. Yang lain masih di bawah. Ia melesat ke
tengah udara. Kami pasti berada lima belas meter di atas permukaan tanah, setinggi bangunan
bertingkat lima, dan Cassie hanya menjejakkan kaki belakangnya serta terbang di
udara. Ia meraih seutas sulur dengan sebelah tangan, tapi tidak pernah berhenti berayun
maju. Hanya itu yang perlu kulihat. Itu permainan kejar-kejaran di pucuk pohon. Jiwa
keraku ingin bermain, dan aku juga. Aku butuh selingan. Aku sangat
membutuhkannya. Aku melompat. Selama sekitar dua detik yang terasa seperti sepuluh menit, aku
menggantung di udara. Lalu tangan kiriku terulur, menemukan sebatang dahan, berayun maju, kembali
melompat di udara, mengulurkan tangan lagi...
Berayun dan terbang dan raih dan berayun dan terbang dan raih!
< Oh, ya! Oh, enak sekali!> sorak Marco saat mengikuti Cassie dan aku
berlompatan dari pohon ke pohon.
Ayun! Terbaaangng! Tangkap! Ayun! Terbaaangng! Tangkap!
Otak kera yang kecil memproses setiap gerakan, mempersiapkan setiap aksi dan
reaksi. Seluruh dunia merupakan dahan dan sulur bagi kera.
Ayun! Terbang di udara, dengan ketinggian mematikan lima belas meter di atas
permukaan tanah! Tangkap pada detik terakhir!
Ayun lagi, ke tengah udara kosong, tangkap pada saat terakhir untuk
menyelamatkan nyawamu! Itu kejadian dalam kilas balik yang kualami. Aku, melesat melalui pepohonan.
Ax berhenti supaya kami bisa menyusulnya. Ia melilitkan ekor di sekeliling dahan
dan bergantung di sana, tersengal-sengal.
Aku melilitkan ekorku sendiri di dahan dan melepaskan tangan serta kaki. Aku
menggantung di sana, tinggi di atas lantai hutan, pada ekorku. Tubuhku berayun
pelan tertiup angin sepoi.
kataku
pada Cassie ketika ia telah menyusul kami. Aku, manusianya.> kata Cassie. Inilah yang dilakukan leluhur jauh kita berjuta tahun lalu. Mungkin serpihan
kecil ingatan itu masih melekat di sudut otak manusia kita. Mungkin semua tahap
evolusi masih merupakan bagian dari kita.>
kecil.> kata Cassie
sambil tertawa. kata Rachel. manusia mana pun dalam nomor palang sejajar. Kalau boleh ikut Olimpiade, tim
kera pasti memenangkan semua medali emas.>
potong Ax.
Kami semua menatapnya. Lalu tawa kami meledak. Tubuh kera kami juga ikut
tertawa, mengeluarkan suara ocehan keras tak teratur.
Hal itu membuat kami semakin terpingkal-pingkal.
kataku pada Ax. harus serius. Kita punya banyak pekerjaan. Kita harus menemukan pesawat Blade.
Dan kita harus kembali ke zona waktu kita sendiri sebelum delapan lima puluh
empat.> tanya Marco.
Dan aku hampir mengatakan ya, karena aku juga ikut larut dalam sukacita konyol
menjadi kera. Tapi tepat saat itu, aku melihat di bawah kami ada sepasukan Hork-Bajir. Ada
lima, menerobos semak belukar diikuti seorang Pengendali Manusia.
kataku. pesawat Blade, ya kan">
Chapter 17 16.23 AKU baru menyadari betapa kuatnya Hork-Bajir setelah kami melihat mereka
mengobrak-abrik hutan hujan.
Mereka menggunakan belati lengan untuk mencabik tanaman, meninggalkan jalur
kehancuran di belakang mereka. Mereka menyayat serta mengoyak, dan
tampaknya tidak pernah lelah.
Ada seorang Pengendali Manusia bersama mereka. Seorang pria yang tampaknya
baru berumur sembilan belas atau dua puluh. Kondisinya baik, tapi ia terengah
dan berkeringat serta berjuang mengimbangi Hork-Bajir yang perkasa dan tak kenal
lelah Jauh di atas mereka, kami berayun dan terbang serta menangkap sulur dan berayun
lagi. omel Rachel.

"Di sana! Di sana!" teriak Pengendali Manusia dengan suara serak, menunjuk ke
arah pangkal pohon tempat kami berada.
"Binatang itu! Yang seperti babi. Kurasa habitatnya bukan di sini." Kurasa orang
itu hanya lelah. Mencari-cari alasan supaya bisa duduk dan beristirahat. Tapi
tanpa berhenti untuk memeriksanya lebih dulu, Hork-Bajir pemimpin langsung
mengeluarkan senjata sinar Dracon dan menembak.
SIIINGNGNGNGNG! Sang babi liar, atau apa pun itu, hangus dan lenyap. Sinar Dracon terus melesat.
Menghantam dan mengiris batang pohon tempat kami berada.
teriakku ketika pohon mulai bergetar dan doyong.
Kami melompat panik ke pohon sebelah. Aku melesat ke udara. Pohon itu terlalu
cepat tumbang. Tak ada waktu mengatur pendaratan!
Aku melayang di udara selama dua detik yang sangat panjang.
Aku jatuh. Permukaan tanah melesat mendekat. Aku dapat melihat wajah
Pengendali Manusia menengadah menatapku, bertanya-tanya...
Sebuah dahan! Aku mengulurkan tangan. Luput!
Tidak, tunggu! Tiba-tiba aku berhenti, mengayun berputar-putar. Aku hampir
tertawa ketika sadar apa yang telah terjadi. Ekorku telah meraih dahan yang
luput kupegang dengan tanganku.
"Aku tidak menyukai kera itu," kata Pengendali Manusia. Pemimpin Hork-Bajir
sekali lagi mengeluarkan senjata sinar Dracon dan mengarahkannya padaku.
Tapi aku lari dari tempat itu. Aku bergegas menyusuri dahan, berpegangan dengan
jari kakiku. Dan aku mengayun ke belakang batang pohon satu detik sebelum...
SIIINGNGNGNGNG! DEEERRRRR! Batang pohon meledak tepat di depanku ketika sinar Dracon
mengubah getahnya jadi uap. Panas menyengat wajahku.
Peganganku lepas dan aku mulai meluncur jatuh.
Lalu... sebuah tangan meraihku.
kata Rachel sambil mengayunku ke dahan lain.
"Itu dia! Itu bukan kera asli," teriak Pengendali Manusia. "Kera-kera itu! Bunuh
semua kera! Bunuh semua kera yang kalian lihat!"
Lima Hork-Bajir mengeluarkan senjata mereka.
teriak Cassie.
teriakku.
SIIINGNGNGNGNG! SIIINGNGNGNGNG! SIIINGNGNGNGNG! Senjata Sinar Dracon menembakkan cahaya mematikan. Dahan pepohonan
berjatuhan seperti dipotong gunting tanaman. Dan salah satu sinar mengenai
seekor kera. teriakku.
jawab Marco.
Kera mati. Burung di pohon mati. Seekor Kungkang dan bayinya, bergelayutan di
dahan, mati. Hork-Bajir mengamuk. Mereka tidak lagi puas menembaki kera.
Mereka menembaki semua yang bergerak di dahan-dahan tinggi.
jerit Cassie, murka. mereka!> bentak
Marco.
teriak Tobias dari atas.
jawab Rachel.
Kami telah berayun meninggalkan medan pembantaian itu. Tapi kami masih cukup
dekat untuk mendengar raung marah Hork-Bajir dan teriakan-teriakan histeris
Pengendali Manusia. Aku tahu ada perbedaan antara nyawa manusia dengan nyawa binatang lain.
Maksudku, kurasa sih ada. Dan aku yakin ada perbedaan antara nyawa manusia
dengan nyawa pepohonan. Tapi tetap saja, pembantaian sia-sia dan kejam terhadap
pepohonan serta binatang yang tinggal di sana membuat perasaanku tak keruan.
Hork-Bajir menebang semua pohon. Tunggul hangus berdiri menggantikan
pepohonan yang telah ditembak hancur. Hutan menjerit marah dan bingung.
NGUK! NGUUUK! NGUUKNGUUKNGUUK!
Ku-WAW! Ku-WAW! Ku-WAW! Lalu sesuatu yang aneh terjadi.
Ketika Hork-Bajir memorak-porandakan hutan hujan, sesuatu jatuh dari sebuah
pohon. Benda itu sangat panjang, dan melilit tubuh Hork-Bajir pemimpin.
teriak Rachel.
kata Marco.
Ular itu dengan cepat melilit tubuh Hork-Bajir pemimpin dan meremasnya. Hork-
Bajir lain mulai mengayunkan belati mereka.
Kemudian... sebuah suara
dalam bahasa-pikiran berkata dengan nada mengejek.
Dengan sangat tiba-tiba Hork-Bajir lain berhenti mencoba membebaskan teman
mereka yang terjebak. Mereka melangkah mundur. Dan hanya menonton teman
mereka yang sedang berusaha melepaskan diri.
Aku kenal suara itu. Kami semua mengenalnya. Mendengar suara itu di dalam otak
membuat kami merasa takut.
Begitu Hork-Bajir pemimpin berhenti meronta, ular yang melilitnya mulai berubah
wujud. Dari tubuh ular yang panjangnya tak masuk akal muncul sesosok Andalite.
Setidaknya sesosok tubuh Andalite. Tapi bukan Andalite asli. Karena dalam kepala
Andalite itu hidup lendir Yeerk yang berpangkat Visser Three.
Rasanya aneh, betapa dua benda yang hampir identik dapat sama sekali berbeda.
Begini, bentuk Visser Three hampir persis Ax, atau Andalite mana pun. Namun
saat melihatnya, kami tidak ragu ia adalah makhluk jahat.
Keempat Hork-Bajir lain dan Pengendali Manusia gemetar ketakutan di depan
Visser. tanya Visser dengan nada tenang
menakutkan. Ia menatap Pengendali Manusia. Visser Three tidak pernah Berhati-
hati saat bicara dengan bahasa-pikiran.
Bahasa-pikiran seperti E-mail: Kita dapat menujukannya hanya untuk orang
tertentu. Atau kita dapat mengumumkannya ke semua orang. Kurasa kalau yang
mengirim adalah penguasa seperti Visser Three, ia akan meneriakkannya keras -
keras. Rona muka Pengendali Manusia berubah pucat pasi. "Kami... kami... kami kami kami
mengikuti perintah Anda, Visser. Menghancurkan binatang apa pun yang
tidak seharusnya berhabitat di sini karena bisa jadi mereka bandit Andalite."

"Tidak... itu... em..."
Visser menyabetkan ekor Andalite-nya ke depan dan menempelkan belati di
ujungnya ke tenggorokan manusia itu. hanya berjarak tak sampai seratus meter dari sini" Apa terpikir olehmu bahwa
daya lontar sinar Dracon sangat jauh" Apa terpikir olehmu bahwa kita tidak bisa
kembali ke zona waktu kita sendiri tanpa Bug Fighter" Dan apakah terpikir olehmu
bahwa AKU MUNGKIN SEDANG DALAM WUJUD MORF dan bahwa kau
mungkin akhirnya akan menembakku">
Pengendali Manusia terpuruk berlutut. "Saya tidak... kami tidak
pernah...ini...ini....salah mereka!" Ia menuding menyalahkan para Hork-Bajir.
Aku berbisik pada Ax. zona waktu mereka sendiri">
Ax mengangkat bahu keranya. menciptakan kembali persilangan kedua sinar Dracon untuk membatalkan
Koyakan Sario. Aku ingat guruku pernah mengatakan sesuatu seperti itu di
sekolah.> Ia mengangkat disket kecil komputer Bug Fighter. dapat menerbangkan Bug Fighter tanpa ini.>
Saat itulah aku sadar, seperti disambar petir: Aku telah membuat kesalahan
besar. Aku telah mempertaruhkan nyawa Ax untuk mengambil komputer itu, membuat
Bug Fighter tidak bisa diterbangkan Yeerk. Tapi sekarang kami tahu mereka akan
harus menerbangkan Bug Fighter untuk bisa membawa kami pulang. Bisa dibilang
kami punya chip untuk barter dengan Visser Three, menukarkannya dengan


Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepulangan kami ke bumi. Tapi aku tahu itu tidak mungkin terjadi. Begitu
mendapat komputer ini, Visser akan langsung membunuh kami.
Kami terjebak. Terjebak, karena kesalahanku sendiri.
Chapter 18 17.25 KAMI sudah dalam bentuk kera selama hampir dua jam - batas waktu morf. Sudah
waktunya berubah serta kembali berkumpul dan, mudah-mudahan bisa,
memutuskan langkah selanjutnya.
Kami berayun pergi menembus pepohonan, jauh dari Visser Three. Kami bergegas
turun ke tanah dan mulai berubah wujud.
Tobias terbang dan mendarat di atas pohon tumbang di sebelah kami, karena tidak
ada dahan rendah. Di ekornya ada bercak gosong hitam.
"Tobias!" teriak Cassie. Ia bergegas mendekati Tobias begitu wujudnya sudah
kembali manusia. kata Tobias, ketika Cassie mengangkat ekornya untuk
memeriksa lukanya. salah satu Pengendali Manusia itu pengamat burung. Dia tahu elang ekor merah
tidak terbang di Amazon. Tapi sebelum dikejar mereka, aku sempat melihat
mereka sedang menggarap Bug Fighter. Tiga Taxxon merubung, memperbaikinya.
Dan segerombol Hork-Bajir menembaki apa pun yang tidak mereka sukai.>
Kuberitahu Tobias yang dikatakan Visser Three. "Mereka butuh Bug Fighter untuk
kembali ke zona waktu kita. Aku tidak tahu kenapa, dan Ax juga tidak tahu."
Ax sudah kembali berwujud Andalite. Ia mengacungkan disket kuning di
tangannya.
Pikirannya masih terpusat pada hal itu. Ia tidak sadar kini kami justru ingin
Yeerk mendapat komputer tolol itu. Memang kedengarannya aneh, tapi aku
sebenarnya marah pada Ax karena ia tidak menyadari kebodohanku.
Aku ingin ada yang mengatakan, "Jake, kau bikin kacau, man. Kau bukan lagi
pemimpin kami." Aku akan lega. "Jake!" desis Rachel.
"Apa?" "Jangan bergerak. Jangan ada yang bergerak," kata Rachel.
Aku hanya berani menggerakkan mata. Dari antara semak belukar di sekitar kami,
tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, kepala-kepala mulai bermunculan. Di
samping tiap kepala teracung tombak yang siap dilontarkan.
"Kurasa kita sudah ketahuan penduduk setempat," kata Marco gugup.
Aku kagum. Mustahil mengintai Andalite diam-diam. Dan lebih mustahil lagi
mengintai elang ekor merah. Tapi ternyata ada sekitar dua belas pria, beberapa
lebih tua, beberapa lebih muda, semua bermata hitam pekat tajam dan berambut
hitam, yang berhasil melakukannya.
Aku sama sekali tidak ragu kalau kami bergerak sedikit saja, apalagi menyerang,
dua belas tombak berujung racun akan melayang, dan kami berenam akan roboh
selamanya. "Eh... Cassie?" bisik Marco. "Kaulah sang pencinta bumi, aktivis perlindungan
hutan hujan. Siapa sih orang-orang ini?"
"Manusia," jawab Cassie.
"Sudah tahu," celetuk Marco.
"Hanya itu yang kutahu. Manusia. Sekelompok orang yang hidup di sini.
Memangnya aku apa, ensiklopedia?"
"Kurasa mereka tidak menyukai kita," kata Rachel. "Tapi mereka tidak kelihatan
ingin membunuh kita."
Aku mengenali salah satu wajah itu. Bocah yang tadi melemparku dengan tombak.
Mata hitamnya yang waspada mengamatiku. Rachel benar: Mereka tidak menyukai
kami. "Apa mereka melihat kita berubah wujud?" Aku memutuskan mengangkat tangan,
memberikan salam damai. Dengan sangat pelan, kuangkat kedua tangan, telapak
menghadap ke luar. Tidak ada yang menusukku dengan tombak. Ini pertanda baik.
Aku menarik napas dalam. Dari tadi aku lupa bernapas.
"Halo. Kami... ehm, kami tidak cari masalah," kataku.
"Tepat," bisik Marco.
Salah satu di antara mereka melangkah maju dan menatapku dari dekat. Usianya
mungkin tiga puluh atau empat puluh atau delapan puluh. Aku tidak yakin. Tapi
jelas ia pemimpin kelompok itu.
Kelihatan. Pakaiannya sangat minim. Begitu minimnya hingga aku yakin Rachel dan Cassie
akan malu, kalau saja mereka tidak sedang sibuk ketakutan.
Pria itu menurunkan tombaknya dan menatap wajahku dengan tajam. Ia bicara.
Tapi bahasanya tidak kumengerti.
"Maaf, saya tidak bisa bahasa, ehm, apa pun itu." Pria itu sesaat berpikir. Lalu
ia menudingku dan berkata, "Macaco."
Kurasa waktu aku, juga tidak mengerti perkataan itu, ia memutuskan aku idiot. Ia
tiba-tiba berpantomim, persis menirukan gerakan kera.
"Oh, kera" Kera itu macaco?"
Pria itu mengangguk dan tersenyum. Lalu senyumnya pudar. Ia menuding dadaku.
"Macaco. Tu. Espirito macaco."
"Wah!" celetuk Marco. "Itu bahasa Spanyol. Espiritu berarti roh atau jiwa."
"Mungkin itu bahasa Portugis," kata Cassie. "Orang Brasil berbicara bahasa
Portugis. Pria ini mungkin Kepala Desa. Dia mungkin harus berhubungan dengan
orang-orang Brasil. Dia pasti belajar sedikit bahasa Portugis."
"Portugis, Spanyol, semua mirip," komentar Marco. "Nenekku cuma bisa ngomong
bahasa Spanyol. Dan ibuku sejak kecil bicara bahasa Spanyol."
"Jadi kau bisa menerjemahkan?" tanya Rachel.
"Yah, tidak. Maksudku, aku mungkin tahu sekitar lima puluh kata. Tapi gampang
kok menduga maksudnya. Katanya Jake roh kera. Espirito macaco."
"Jadi rupanya mereka lihat kita berubah wujud," kataku. Aku mengangguk pada pria
itu. "Ya. Espirito macaco." Ya, aku memang roh kera.
Pria itu menatap Ax dengan tajam. Mengamati mata tanduk Ax dan ekornya yang
berujung tajam. "Mal. Diabo."
"Kurasa dia menyebut Ax iblis," kata Marco.
Aku menggeleng tegas. "Bukan mal. Bukan diabo."
Pria itu menatap Ax dengan sorot bermusuhan. Lalu ia membalikkan tombak
pendeknya dan mulai menggambar sesuatu di atas permukaan tanah. Beberapa saat
kemudian aku baru memahaminya. Itu gambar makhluk berlengan dua, berkaki
dua, dan berekor. Siku, lutut, dan kepalanya ditumbuhi belati. Pria itu menunjuk
gambar di tanah. "Diabo. Monstro."
Rasanya aku hampir tertawa lega. Ia menggambar Hork-Bajir.
"Ya, tepat. Mal. Diabo. Monstro dan julukan jelek lainnya yang kau tahu."
Aku mengangkat kakiku yang tak bersepatu dan menghapus gambar itu.
"Dia senang," kata Rachel.
Pria itu menyeringai dan menepuk dadanya. "Polo."
"Kalau bukan namanya, itu pasti merek kemeja kesukaannya," komentar Marco.
Aku menunjuk dadaku dan berkata, "Jake."
Pria itu mengangguk. Lalu ia menghapus sisa gambar Hork-Bajir di tanah. Ia
menyeringai lebar. Ia tertawa keras, dan semua anak buahnya ikut tertawa.
Termasuk bocah yang tadi mencoba membuatku jadi shish kebab.
"Sepertinya aku suka mereka," celetuk Rachel.
Tiba-tiba langit terbuka, dan derai hujan menyiram kami. Begitu deras hingga
rasanya kami sedang berdiri di bawah Jeram Niagara.
Polo mencengkeram kencang tangan dan lenganku. Kami membuat persetujuan.
"Diabos. Matar diabos."
"Kurasa katanya berburu... bunuh para iblis," kata Marco.
Kutatap mata Polo. Aku sama sekali tidak ragu. "Memang itu yang dia katakan."
Polo dan pengikutnya melangkah mundur ke dalam semak, dan dalam sekejap
mereka tak terlihat di tengah derai hujan.
"Orang-orang kecil itu melawan pejuang Hork-Bajir?" Rachel menggeleng tak yakin.
"Aku punya perasaan tentang 'orang-orang kecil' itu," ujar Cassie. "Kurasa
mungkin hutan ini milik mereka, dan mereka tidak suka segerombol diabos asing
menghancurleburkan semua yang terlihat mata."
"Yang pasti lebih baik mereka jadi teman daripada musuh," kataku.
Tiba-tiba aku merasa sangat capek. Terlalu banyak bahaya. Terlalu banyak
adrenalin. Dan meskipun di sini baru senja hari, di Brasil, pada zona waktu ini,
tubuhku sendiri sudah terjaga dan bertempur dan berubah wujud selama hampir
dua puluh empat jam. Hujan betul-betul mengucur deras dari langit. Tobias bahkan tidak sanggup
membayangkan dirinya terbang. Aku tahu bukan hanya diriku yang kelelahan.
"Jadi rupanya ini sebabnya tempat ini disebut hutan 'hujan,'" komentar Marco.
"Mereka di sini tidak tanggung-tanggung kalau melakukan sesuatu, ya?"
Kami menerobos derai hujan, melepas dahaga dengan air yang mengucur dari
dedaunan. Tapi akhirnya aku melihat tidak ada yang sanggup berjalan lagi. Setidaknya aku.
Waktu kami makin sempit - kami hanya punya sekitar tiga jam. Kami tak punya
rencana matang. Saat ini paling tidak cocok untuk beristirahat. Tapi tidak
mungkin kami berjalan terus.
Tidak sekarang. "Ayo kita istirahat," kataku.
"Di mana?" tanya Marco.
Aku menjatuhkan tubuh di atas lumpur dan bersandar di batang pohon. "Di sini,
man. Tepat di sini."
Cassie mendekat dan duduk di sebelahku. Gemuruh derai hujan menyelubungi
percakapan kami. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Cassie.
Aku mengangkat bahu. "Aku baik-baik saja. Mengapa tidak?"
Ia menatapku tak percaya. "Jake, aku kenal kau. Aku bisa lihat di wajahmu. Kau
cemas. Dan kau marah. Karena kurasa kau bukan marah pada kami, kuduga kau
marah pada dirimu sendiri."
Aku membuang muka. "Semuanya baik-baik saja," aku berbohong.
"Kau tahu, rasanya agak aneh melihatmu bersama Polo."
"Yeah" Kenapa?" Aku tidak terlalu peduli. Aku terlalu letih untuk peduli. Tapi
Cassie mencoba memberikan perhatian, dan aku butuh sedikit perhatian. "Karena
kalian sama, kau dan Polo. Dia adalah kau, dan kau dia. Para pemimpin. Kau tahu,
dia mengambil risiko saat menurunkan tombaknya. Kita mungkin membunuh dia
dan pengikutnya. Tidak mungkin dia tahu apakah keputusannya benar. Dia hanya
berusaha membuat keputusan terbaik. Hanya itu yang bisa diharapkan siapa pun
dari seorang pemimpin."
Aku meraih tangan Cassie dalam derai hujan. Suasana terlalu remang-remang dan
buram untuk bisa melihat wajahnya dengan jelas.
"Aku sangat capek," kataku.
Cassie merebahkan kepala di atas bahuku. "Aku tahu, Jake. Istirahatlah.
Istirahat saja." Chapter 19 18.49 AKU tiba-tiba terjaga, merasa seolah telah tidur terlalu lama.
Aku membuka mata. Malam gelap. Malam yang begitu gelap hingga rasanya seperti dikerudungi kain
wol hitam. Tapi tidak semuanya gelap.
Lima belas sentimeter dari wajahku, dua mata berkilau hijau dan keemasan. Aku
dapat mencium bau busuk. Aku dapat merasakan embusan napasnya di wajahku.
Jaguar! Kucing besar itu menyorongkan hidungnya ke dekatku, mencoba memutuskan
siapa aku, dan apa yang sedang aku lakukan di hutannya.
Aku mungkin saat itu telah kencing di celana karena ketakutan.
Aku tidak tahu, karena tubuhku basah kuyup sampai ke tulang akibat hujan, yang
akhirnya berhenti. Aku sedang duduk di tengah kubangan lumpur, merasakan
adrenalin memompa ke dalam pembuluh darahku.
Kembali merasa takut. Hidup-matiku tergantung pada keputusan jaguar itu. Apakah aku makanan" Atau
bukan" Jika kucing itu lapar, dan jika bauku seperti mangsa, binatang itu akan
membenamkan taring kuning raksasanya ke dalam leherku dan semuanya akan
berakhir dalam sedetik. Aku bahkan tidak akan sempat berteriak.
Lalu, muncul sekelebat harapan! Ada satu hal yang bisa kulakukan. Tak ada waktu
untuk melakukan morf, tapi...
Sepelan mungkin, aku mengangkat sebelah tanganku yang gemetar untuk
menyentuh bulu berbintik jaguar itu. Aku memusatkan pikiran. Aku mati-matian
berkonsentrasi menyadap jaguar itu. Dan aku berdoa jaguar itu akan bersikap
seperti kebanyakan binatang lain pada saat disadap. Aku berharap hewan itu
mengalami trans. Ketika aku membuka mata, jaguar itu terpejam.
"Marco!" desisku. "Cassie! Rachel! Ax! Tobias! Siapa saja!"
"Apa" Hah?" kata Marco kaget terbangun. Lalu, "Waduh! Waduh! Bangun, guys!
Ya ampun, Jake, apa yang sedang kaulakukan" Jaguar itu bisa melumatmu."
"Masa" Tak terpikir olehku, Marco. Terima kasih telah memberitahuku. Sekarang,
perhatikan, aku sedang menyadapnya supaya dia tenang. Ini yang akan kita
lakukan. Secara bergantian, kita akan menyadapnya, lalu kita pergi. Ax?"
jawab Ax.
"Kau kira kau bisa mengalahkan lari kucing besar ini?"
"Oke, kalau begitu Ax, kau yang terakhir menyadapnya, lalu lari selamatkan
dirimu. Siapa tahu perasaannya sedang tidak enak."
Lima menit kemudian, kami semua sudah berada pada jarak yang aman.
"Kau tahu, kau mungkin cukup aman, Jake," kata Cassie. "Aku tidak yakin jaguar
menyantap mangsa seukuranmu."
gumam Tobias.
"Yang keren kita semua sekarang punya morf jaguar. Sempurna untuk perjalanan di
hutan hujan pada malam hari," komentar Cassie.
"Omong-omong, sekarang sudah malam," kata Rachel. "Tiktok."
kata Ax.
"Dua jam untuk menemukan pesawat Blade, menyelundup masuk, dan berharap
Visser Three tahu cara kembali ke zona waktu kita yang normal," ujar Rachel.
"Bagus sekali."
"Jaguar itu pemangsa," komentar Cassie lagi. "Berarti indranya sudah teradaptasi untuk berburu di hutan
hujan. Binatang ini akan dapat menemukan jejak Yeerk,"
Marco tertawa. "Cassie, kau hanya cari alasan untuk melakukan morf baru."
"Cassie benar," kataku. "Lihat suasana gelap sekali. Aku bahkan tidak bisa
melihat kalian, guys. Tidak ada lampu jalan, tidak ada lampu rumah, tidak ada
lampu mobil, bahkan sinar bulan dan bintang tidak bisa menembus kerimbunan
pepohonan. Kita tidak berdaya dalam kegelapan ini. Telanjang kaki, kehilangan
arah, dan buta. Kita butuh penglihatan. Kita bisa melakukan morf burung hantu,
tapi kita tidak tahu bahaya apa yang ada dalam hutan hujan bagi seekor burung
hantu biasa. Sedangkan jaguar sepertinya bisa melindungi diri sendiri."
"Ayo kita lakukan," kata Rachel. "Kita sama sekali tak berdaya dalam kegelapan
ini." "Kita butuh cara membawa komputer Bug Fighter ini," Cassie menegaskan. Ia
mengoyak secarik kain dari ujung kemejanya, memilinnya, dan memasukkannya
ke dalam sebuah lubang kecil di inti komputer.
"Aku yang bawa," kataku. Komputer itu adalah kesalahan tololku. Akulah yang
harus membawanya. Cassie mengalungkannya di leherku. Benda itu menggantung seperti medalion
besar konyol. Aku menarik napas panjang. "Oke, cowok dan cewek dan Andalite. Ayo kita
morf." sedikit sinar bulan,> kata Tobias. bawah sini.> Morf Jaguar terasa aneh karena satu hal: karena morf itu sama sekali tidak aneh.
Rasanya persis seperti morf harimau. Jaguar lebih kecil dan lebih kekar daripada
harimau. Tapi tetap salah satu spesies kucing besar.
Tapi bagi yang lain morf itu merupakan pengalaman pertama mereka dengan
kucing besar. Saat mata jaguarku muncul dan kegelapan menjadi jauh lebih terang,
aku dapat melihat perubahan terakhir terjadi.
Aku melihat gigi panjang kekuningan tumbuh di mulut Cassie. Aku melihat pola
bercak-bercak besar kosong menyebar di kulit Rachel. Aku melihat cakar
bermunculan dari tangan Andalite Ax yang lemah. Aku melihat cara Marco
tersungkur ke depan dan mendarat di atas empat kaki, sementara ekornya
membentang seperti ular di belakangnya.


Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

celetuk Marco.
sorak Rachel.
Aku tahu perasaan itu. Rasanya lain menjadi binatang yang berada di puncak
rantai makanan. Binatang yang tidak terlalu khawatir dibunuh. Sama sekali bukan
sikap angkuh. Tapi tidak adanya rasa takut. Seperti harimau, jaguar mungkin bisa
merasa kaget, heran, dan waspada, tapi tidak pernah takut. Binatang itu mungkin
akan melarikan diri saat menghadapi manusia atau, mesin yang bersuara keras, sebagai
contoh, tapi entah bagaimana dia tidak merasa takut saat melakukannya.
Aku melihat Rachel mencabik di udara, mencoba kecepatan cakarnya. seperkasa beruang Grizli, tapi sangat cepat.>
komentar Cassie. sejuta benda.> kata Marco. aku masih seekor kera. Suatu hari kita semua akan berakhir di rumah sakit jiwa.
Kalian sadar, kan">
aku memanggil dengan bahasa-pikiran.
sejuta bintang! Penglihatanku cukup jelas untuk terbang, tapi leherku akan patah
kalau aku mencoba mendarat.>
komentar Ax.
kata Tobias sambil tertawa. berkilau. Seperti sebuah kota, mungkin. Banyak sinar.>
kan"> Cassie menegaskan.
kataku. pergi.> kata Marco.
"Pergilah ke dalam sinar itu, pergilah ke dalam sinar itu?">
tanya Ax, benar-benar heran.
kata Marco. saja salah. Mungkin itu hanya restoran McDonald's yang besar dan terang di
akhirat.> sentak Rachel.
Kami punya sisa waktu dua jam. Kemudian, kalau Ax benar, Koyakan Sario akan
berakhir, dan jagat raya akan punya dua Jake serta dua Cassie, dan akan
memusnahkan keduanya. Pergilah ke pesawat Blade. Masuklah. Berharaplah semoga Visser Three bisa
memulangkan kita. Entah bagaimana caranya.
Bahkan tanpa komputer Bug Fighter.
Bukan rencana bagus. Tapi aku pemimpin mereka, dan seorang pemimpin harus
memberikan harapan pada yang lain. Bahkan saat ia sendiri tidak punya banyak
harapan. kataku.
Chapter 20 18.05 BAHKAN melalui mata jaguar sekalipun, hutan hujan tetap gelap.
Tapi, oh, hal-hal yang kulihat, menggeleser seperti hantu di sepanjang lantai
rimba. Rasanya seperti naik kereta berkeliling Taman Mini yang menakjubkan. Seperti di
salah satu rumah hantu, di mana di tiap kelokan ada jin atau setan atau
tengkorak yang muncul menghadang kereta pengunjung.
Tapi bukan arwah kematian yang kulihat dalam perjalananku di tengah hutan
hujan. Melainkan kehidupan. Kehidupan dalam bentuk dan jenis yang lebih banyak
daripada yang dapat kubayangkan.
Ular-ular raksasa, sepanjang enam meter dan sebesar dahan tempat mereka
bergantung. Dan ular yang begitu kecil hingga menyerupai cacing.
Serangga monster, kumbang sebesar kepalan, dan lipan sebesar tikus. Dan tikus
sebesar anjing pudel. Setidaknya, binatang itu tampak seperti tikus. Dan katak
berwarna-warni cerah, tanda bahaya racun mematikan.
Dan semut di mana-mana, beberapa berbaris berkolom-kolom, tiap semut
membawa selembar daun sepuluh kali lipat lebih besar daripada ukuran tubuhnya
sendiri. Kadal yang melesat lewat, kelebat warna hijau. Dan apa yang kuduga
salamander, seperti kadal tapi dengan warna-warna licin cerah. Dan di atas,
burung serta kera dan lebih banyak lagi burung.
Saat bertubuh manusia kami sebuta kelelawar, meraba-raba di tengah hutan hujan.
Kami tidak bisa melihat apa-apa. Tapi tubuh jaguar kami melihat dan mencium
serta mendengar semuanya.
Sejuta spesies kehidupan memenuhi hutan di sekitar kami. Bentuk-bentuk
kehidupan yang lebih aneh daripada apa pun yang berasal dari angkasa luar.
Kehidupan menakjubkan yang tak masuk akal dan luar biasa, semua berjuang
untuk tetap hidup, semua berupaya memperoleh secabik kecil hutan hujan.
Rasanya memukau. Lama tidak ada yang mengucapkan apa-apa. Kami
menemukan dunia yang bahkan keberadaannya tidak pernah kami duga. Seolah
Polo dan sukunya telah ditranspor ke sebuah pusat perbelanjaan di saat Natal.
Mereka akan tercengang-cengang dan terperangah melihat semua benda yang telah
diciptakan manusia. Kini yang terjadi sebaliknya. Ini dunia yang dikenal jaguar. Dan ini dunia yang
dikenal Polo serta sukunya. Pusat perbelanjaan mereka pada saat Natal tidak
dipenuhi berbagai ciptaan manusia, tapi berisi semua kreativitas alam yang liar,
menakjubkan, gila-gilaan, ekstrem, dan mengejutkan.
Dan setiap kali aku berpikir, Nah, sekarang aku sudah melihat semuanya, hutan
hujan akan menjawab, Kid, ini belum seberapa.
Lihat burung ini! Lihat bunga itu! Perhatikan makhluk ini! Bocah manusia kecil,
aku punya lebih banyak untuk ditunjukkan padamu daripada yang dapat kaulihat
dalam sepuluh kehidupan. kata Rachel, akhirnya memecah keheningan. mau menyemen hutan hujan. Aku tak peduli meski tempat ini berbahaya dan
mematikan serta mencoba membunuh kita.>
kata Ax.
Anehnya, Cassie-lah yang mengingatkan kami pada misi kami.

kataku. penjelajahan alam terhebat.>
katanya pelan. semua hal lain di bumi yang tidak bisa mereka pakai. Aku tidak akan
membiarkannya terjadi. Jadi, ayo kita cepat bertindak, menemukan pesawat Blade,
kembali ke zona waktu kita, bertahan hidup untuk terus berjuang, karena tidak
ada, manusia atau makhluk asing, yang akan memorak-porandakan tempat ini saat
aku masih ada untuk menghentikan mereka.>
...kataku.
kata Marco.
Dari tinggi di atas kami: Ini pesawat Blade. Dan coba tebak. Mereka juga memindahkan Bug Fighter ke sini.>
Sesuatu tentang hal itu... Bug Fighter ditaruh di satu tempat dengan pesawat
Blade, membuatku merasa tidak enak.
Visser Three tidak perlu menyuruh orang-orangnya menyatukan kedua pesawat itu.
Ada yang tidak beres. Sesuatu yang seharusnya kulihat. Sesuatu yang seharusnya
kusadari. Tapi aku membuang perasaan itu. Masalahnya aku butuh rencana. Sekarang
saatnya berpikir, bukan saat mengkhawatirkan hal-hal yang tidak masuk akal.
Chapter 21 19.36 KAMI mengendap-endap, sesenyap mimpi, menerobos semak. Satu kaki di depan
yang lain, menggeleser di antara dedaunan, bintik jaguar kami membingungkan
mata, tidak terlihat. Hork-Bajir telah menebang pepohonan di sekitar pesawat Blade. Taxxon merayap-
rayap di atas dan di sekeliling pesawat itu, bekerja dengan sangat cepat. Mereka
kelihatannya sudah selesai memperbaiki Bug Fighter.
Taxxon seperti lipan raksasa bermulut bulat merah besar di satu sisi, dan
lingkaran mata seperti Jell-O merah.
kata Marco.
Aku sedang memikirkan hal yang sama. Taxxon bisa jadi penghuni asli hutan
hujan. Meskipun, bahkan dalam standar hutan hujan, ukuran mereka termasuk
raksasa. kata Ax. lebih banyak. Mereka seharusnya mengelilingi perimeter area ini.>
kata Rachel. pesawat Blade. Lewat jendela itu. Visser Three.>
Aku memusatkan penglihatanku dan melihat bayangan sebuah kepala Andalite.

tanya Rachel.
Ia bertanya padaku. Dan aku kebetulan tidak punya jawaban cemerlang.
waktu kita sendiri, ya kan" Dan kita punya inti komputer ini, jadi dia tidak
bisa menggunakan Bug Fighter tanpa kita. Jadi... kita dapat tawar-menawar
dengannya, tapi dia tidak bisa dipercaya. Atau kita dapat menyelundup masuk ke
dalam pesawat Blade dan menaruh inti komputer ini di tempat yang terlihat olehnya.>
akan tahu bagaimana benda ini bisa ada di sana. Dan dia akan tahu rencana kita,>
kata Marco. kata Ax.
komputer ini, kita akan terjebak di sana, bersama dia,> Cassie menjelaskan.
Kepalaku terasa berputar-putar. Entah bagaimana, aku tadi hanya berharap pada
akhirnya akan ada jawaban. Tapi ternyata tidak ada.
teriakku. melakukan apa. Aku tidak punya jawaban ajaib.>
celetuk Marco.
Demi Tuhan, saat itu aku hampir kehilangan kendali. Kalau kami berdua sedang
berwujud manusia, aku mungkin sudah meninju Marco.
minta memimpin apa pun. Mengapa aku harus tahu semua jawabannya" Kau tidak,
Marco. Kau tidak, Rachel.>
erang Marco. membutuhkanmu.> Aku baru akan mengucapkan sesuatu yang sangat kasar ketika Cassie memotong.
semua berada di dua tempat sekaligus, ya kan" Jadi kenapa hanya dia yang
berhalusinasi tentang rimba ini" >
Pertanyaan itu menghantamku seperti godam. Tentu saja. Itu masuk akal. Aku
seharusnya menyadarinya. Seharusnya, seharusnya, seharusnya! Ada terlalu
banyak seharusnya! Ax! Aku ingat pernah bertanya padanya apakah ada cara lain untuk kembali. Aku
ingat caranya ia menghindar menjawab. kaukatakan!> jawabnya menghindar.

Koyakan Sario. Waktu itu konsentrasiku terpecah pada...>
pertanyaanku.> satu-satunya orang yang benar-benar ada di sini. Yang lain mungkin hanya
ingatan.> Tubuhku membeku.
kita memang pernah ada di sini pada satu garis waktu, tapi garis waktu itu
kemudian dihapus.>
waktu ini. Kau bisa kembali, sendirian, dan mengubah semuanya, supaya semua ini
jangan pernah benar-benar terjadi.>
celetuk Marco.
Kan menurut kita cara kembali ke zona waktu kita sendiri melibatkan
pengulangan insiden sinar Dracon yang menyebabkan Koyakan Sario. Betul
tidak"> kata Ax.
tidak yakin. Dan...> potong Tobias tajam. Three" Aku baru melihatnya goyang. Seperti gambar TV yang mengalami
gangguan. Itu bukan dia! Itu sebuah proyeksi!>
kata Rachel.
Tiba-tiba aku menyadari kesalahan besar yang telah kulakukan.
Visser Three tahu Koyakan Sario akan berakhir pada pukul delapan lima puluh
empat. Ia tahu. Dan ia menduga kami juga tahu.
Jadi ia tahu kami akan muncul, entah di Bug Fighter atau di pesawat Blade,
mencoba mendahului batas waktu itu. Ia tahu kami akan mencoba bersembunyi di
dalam salah satu pesawat itu. Itu sebabnya ia menyuruh anak buahnya menyeret
Bug Fighter menembus hutan untuk diletakkan di sebelah pesawat Blade.
Jadi kami hanya akan pergi ke satu tempat.
Jadi ia akan tahu dengan tepat di mana kami berada sebelum pukul delapan lima
puluh empat. teriakku.
Dan tepat saat itu, kami mendengar suaranya di dalam kepala kami.

Chapter 22 20.00
Aku melesat lari. Tapi sebuah sulur tanaman menjulur ke luar dan menjerat cakar
depanku. Aku tersandung, terguling-guling. Tubuh jaguarku langsung berdiri lagi,
tapi kembali sebuah sulur menjeratku, melilit leherku.
Sulur-sulur itu hidup! Seperti ular, sulur itu melibat tenggorokan jaguarku dan mengencang. Aku tidak
bisa bernapas! Aku meronta dengan seluruh kekuatan jaguar dan melepaskan diri.
Aku lari, kemudian... aku sadar! Tadi aku memakai kalung berleontin komputer
Bug Fighter. Sekarang benda itu sudah tidak ada!
teriak Ax. morf. Itu makhluk dari dunia Hork-Bajir: Lerdethak. Itu...>
Tiba-tiba Ax terdiam. Kegelapan di sekelilingku dikoyak sulur-sulur yang menjulur kusut. Rasanya
seperti berada dalam badai ular. Sulur-sulur itu melesat ke udara, meraih
sasaran, mencengkeram, melibat tubuhku.
Aku melihat sekelebat sosok jaguar - mungkin Ax, aku tidak bisa memastikan -
diangkat ke udara oleh salah satu sulur hidup itu.
Di lehernya membelit sebuah sulur, dan tiga sulur lagi melilit kaki serta
tubuhnya. Aku ingin menolong, tapi makhluk yang menyerupai ular itu ada di mana-mana!
Jika aku ragu meski hanya sedetik, mereka akan melumatku.
kudengar Marco berteriak.
Suara bahasa-pikiran Cassie hanya berteriak.
teriakku.
teriak Tobias berteriak dari atas. melihat jelas, tapi seperti seekor... seperti seekor gurita dengan seribu sulur!
> Sulur yang menjulur-julur menampari tubuhku, melibat kakiku.
Aku meloncat... sedetik sebelum terjerat. Aku lari. Apa lagi yang bisa
kulakukan" Aku lari! teriak Tobias. < Oh, tidak! TIDAK! Makhluk itu
punya mulut. Besar sekali! Tolong mereka!>
jeritku.
Sekarang sulur-sulur itu lebih sedikit, lebih kecil, lebih lemah.
kata Rachel.



Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teriakku. kalian! Gunakan cakar kalian!>
erang Cassie.
teriak Tobias.
Benakku berputar-putar karena perasaan terguncang dan ngeri.
Aku berlari panik, menerjang semua rintangan. Sulur-sulur itu tak lagi
mengelilingiku. Tapi waktu aku berhenti, tersengal-sengal, menoleh ke belakang,
aku melihatnya. Makhluk itu seperti pohon tua berbonggol-bonggol yang tiba-tiba hidup. Seperti
kepala Medusa, penuh ular. Aku melihat bayangannya yang dipantulkan sinar
terang di sekeliling pesawat Blade. Makhluk itu muncul dari atas tanah, semakin
lama semakin tinggi. Sulurnya seperti pecut! Sekumpulan lengan yang menyerupai
ular, semua mengitari intinya yang berwarna gelap. Di antara sulur-sulurnya
terlihat sebuah lubang mulut lebar bertepi biru.
Aku melihat seekor jaguar yang meronta-ronta dilontarkan ke dalam lubang mulut
itu. Dan sebuah sulur kecil menjulur, berkelebat, serta membelit seekor burung yang
sedang menukik ke arahnya.
kata Visser Three. Berarti tinggal satu yang masih bebas. Tapi jangan khawatir. Banyak waktu untuk
menemukanmu.> Ia telah menangkap mereka semua. Ia telah menangkap mereka semua kecuali aku.
belum. Tapi kalian tidak akan bisa meloloskan diri dengan berubah wujud. Morf
Lerdethak-ku akan mengurung kalian sampai aku memutuskan nasib kalian.>
Ia telah menangkap mereka. Visser Three telah menang. Aku satu-satunya yang
tersisa. Aku satu-satunya harapan mereka.
Harapan macam apa" aku bertanya pahit pada diriku sendiri.
Akulah sang pemimpin. Dan aku telah menjerumuskan mereka ke dalam jebakan
Visser Three. Jangan mengasihani dirimu sendiri, Jake.
Cari jalan keluar! Makhluk raksasa bersulur seribu itu bergerak dengan mudah dan cepat menembus
hutan hujan. Dan kini, di kedua sisinya, tampak barisan pejuang Hork-Bajir.
Di belakangku! Di sekelilingku! Selingkaran Hork-Bajir mengurungku ketika
Visser Three merayap ke arahku.
Lalu... SET! Bahkan mata jaguarku tidak bisa melihat tombak itu melesat. Aku baru melihatnya
ketika tombak itu sudah menancap di punggung salah satu Hork-Bajir.
SET! SET! SET! Tombak bermunculan entah dari mana. Hork-Bajir mulai berjatuhan!
Polo melangkah ke luar persembunyiannya. Ia melihat ke belakangku dan
melontarkan tombaknya ke arah Lerdethak.
Melemparkannya ke arah Visser Three.
Tapi morf Visser itu jauh terlalu cepat. Salah satu sulurnya menjulur, menangkap
tombak yang sedang melayang di udara, dan dengan angkuh melontarkannya
kembali. Tombak itu menancap di tanah dan diambil kembali oleh Polo.
Tidak ada cara untuk menghentikan Lerdethak. Makhluk itu aman, dikitari
sulurnya. Satu-satunya bagian yang lemah adalah kepalanya, yang dikitari
seribu... Tunggu sebentar! Bukan seperti sulur tanaman! Bukan seperti kaki gurita! Cara berpikirmu salah,
Jake, aku menyadari. Dahan. Seperti dahan pohon!
Aku melesat ke dalam kegelapan, dan bahkan saat masih berlari, aku mulai
berubah wujud. Aku mendengar desingan tombak melayang dan jeritan Hork-
Bajir. Tapi tidak ada yang bisa menghentikan Lerdethak.
Visser terus mendekat. Sekarang aku sudah berwujud manusia, membabi buta menerobos dedaunan yang
menampari tubuhku, kaki telanjangku tersayat dan tergesek. Tapi setidaknya aku
punya rencana. Aku lari dan memusatkan perhatian untuk berubah wujud. Aku lari
dan menyusut, tapi aku tetap lari, bahkan saat kakiku membengkok dan aku
membungkuk ke depan untuk menggunakan buku jariku sebagai kaki ekstra.
Dan ketika ujudku sudah seutuhnya kera... aku berbalik.
Lerdethak menjulang tinggi seperti raksasa di atasku. Seribu sulur cambuknya
membelah udara. ejek Visser Three. kecil itu morf-mu yang terakhir" Menyedihkan.>
Mungkin, pikirku. Tapi menurutku kau hanya sebuah permainan panjatan besar.
Aku melompat ke udara. Meloncat ke sulur terdekat.
Aku meraihnya, berayun, dan terbang!
Tidak ada binatang lain yang dapat menembus hutan sulur yang berayun,
mengentak, dan menggeleser itu. Tapi bagi kera, itu semua hanya sulur tanaman
dan dahan pohon. Berayun! Terbang! Tangkap! Berayun! Terbang! Tangkap!
Semua dengan kecepatan super! Semua dengan faktor kesulitan sepuluh! Tapi kera
dapat melakukannya! Kuraih sebuah sulur yang sangat besar. Benda itu mengayunku tinggi di angkasa,
mencoba membantingku. Tapi aku berpegangan terus. Dan sekarang, jauh di
bawah, aku dapat melihat kepala Lerdethak. Aku dapat melihat mulut biru yang
baru saja menelan teman-temanku.
Aku melirik ke samping. Polo! Ya, ia sedang berdiri dengan tangan memegang
tombak. teriakku dalam bahasa-pikiran.
Dalam sekejap, Polo mengerti. Ia melontarkan tombak sekuat tenaga.
Tombak itu melesat lurus dan tepat sasaran.
Dan dari ketinggian, hanya berpegangan pada sulur yang memecut-mecut dengan
ekorku, aku menjulurkan kedua tangan dan menangkap tombak yang sedang
meluncur di udara. Tahukah kalian salah satu alasan manusia bisa melempar adalah karena dulu kita
berayun di pohon" Yep. Rancangan bahu yang memungkinkan gerakan berayun dari dahan ke dahan
juga memungkinkan gerakan melempar tombak.
Sangat mungkin. Aku melempar. Tombak itu mengenai sasaran! Terbenam di dalam daging Lerdethak, mengalirkan
racun hutan hujan ke dalam makhluk asing mematikan itu.
Tapi keberuntunganku habis.
Sebuah sulur memecutku. Seperti kabel bertegangan tinggi yang mengentak, sulur
itu membelit leherku, dan...
Chapter 23 20.19 kata Tobias sambil tertawa.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Cassie. Ia bergegas mendekat dan mengangkatku. Lalu
ia kembali meletakkanku di bawah karena tubuhku mulai berubah wujud. Dan aku
dengan cepat bertambah berat.
"Apa yang terjadi?" aku menuntut penjelasan. Aku hampir kena serangan jantung.
Aku sudah kembali! Kembali berada di belakang motel. Kembali bersiap-siap
terbang ke Safeway. Apakah ini kilas balik" Salah satu halusinasi"
Tidak, ini terlalu lama. Aku berada di belakang motel. Bersiap-siap berubah
wujud dan pergi memeriksa Safeway.
Aku melihat jamku. Apa mungkin" "Sekarang pukul berapa?" tanyaku pada Ax.
jawabnya.
Delapan sembilan belas. Tentu saja. Aku tahu sekarang jam berapa. Pada pukul
delapan sembilan belas, aku merasa aneh - ragu-ragu harus mengambil keputusan
untuk pergi ke toko pangan itu. Tapi aku lalu memutuskan untuk pergi. Dan
keputusan itu diikuti semua peristiwa yang terjadi. Koyakan Sario. Kekacauan
dalam hutan hujan. "Cassie" Apa kau pernah ke Amazon?" tanyaku.
"Apa" Belum. Tentu saja belum pernah," katanya. Hal itu belum terjadi.
Setidaknya pada Cassie yang ini. Hal itu masih berupa sesuatu yang akan terjadi.
Kecuali aku mengubah garis waktu.
"Jadi tidak kita ke sana?" desak Rachel tak sabar. "Ayo, Jake, jadi pergi atau
tidak?" Aku menyeringai. Aku tertawa. Aku khawatir aku lepas kendali terkekeh-kekeh.
"Tidak, Rachel. Sudah pasti tidak. Kita tinggalkan tempat ini!"
*** Sehari sesudahnya aku baru bisa berbicara pada Ax sendirian.
Kuceritakan semuanya. Ia mengira aku gila sampai aku menyebutkan kata-kata
Koyakan Sario. Lalu ia tahu aku menceritakan yang sebenarnya.
katanya saat kami berjalan di tengah hutan.
Hutan yang sudah kami kenal. Hutan tanpa semut pembunuh dan piranha serta
jaguar dan ular serta penduduk asli bertombak beracun. tentang semua ini.> "Yeah, memang cukup menakjubkan," kataku. "Aku begitu banyak membuat keputusan
yang salah, aku mengacaukan semuanya. Komputer itu...
menjerumuskan kita ke dalam jebakan... Maksudku, riwayat kita sudah hampir
berakhir. Lalu seolah aku dapat kesempatan kedua untuk menghindari terjadinya
hal itu. Tapi aku bahkan tidak tahu mengapa. Kau... maksudku, dirimu yang satu
lagi, atau bagaimanapun caramu menyebutnya, berpikir kita harus menciptakan
kembali Koyakan Sario untuk membatalkannya."
Ax mengangguk. cara lain.> Aku menghentikannya. "Kau tidak pernah mengatakan padaku tentang cara lain itu."
kata Ax. ada sebuah teori.> "Sudah kuduga," komentarku datar.
kalau kau... memusnahkan... salah satu, yah, alam sadar kembali menyatu. Kurasa
yang terjadi, Pangeran Jake, adalah kau mati.>
Aku merasa darahku membeku.
kembali sadar. Kemudian kau membatalkan garis waktu, hingga tidak ada satu pun
kejadian itu yang benar-benar terjadi. Kau akan tahu kau tidak bisa berubah
wujud menjadi jaguar atau kera, karena kau belum pernah benar-benar menyadap
hewan-hewan itu.> Ia menyunggingkan senyum Andalite, yang hanya melibatkan mata, karena mereka
tidak punya mulut. "Mereka mengajarkan hal ini di sekolah, heh?"
"Dan kau tidak terlalu memperhatikan pelajaran ini, heh?"
"Aku tahu sebabnya," komentarku. "Masalah perjalanan waktu ini bisa bikin kepala
pecah." Ax menyetujui. makhluk perempuan...> Kami berjalan beberapa saat lagi. "Di sana terjadi malapetaka, Ax. Aku
mengacaukannya. Satu-satunya alasan kita semua masih hidup adalah, akhirnya,
aku bernasib baik." "Tugas seorang pemimpin adalah bernasib baik."
Kadang, keberhasilan hanyalah nasib baik.>
Aku mengangguk. Perkataannya tidak membuatku merasa lebih baik. "Nasib baik
Elfangor berakhir."
Aku tertawa. "Jangan panggil aku 'Pangeran.'"

END Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Begal Dari Gunung Kidul 2 Satria Gendeng 02 Geger Pesisir Jawa Jago Jago Rogo Jembangan 1
^