Pencarian

Petualangan Dipulau Suram 3

Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Suram Bagian 3


Untung mereka cepat-cepat tunduk.
"Goblok!" tukas Philip jengkel. "Sini biar aku saja yang memegang kemudi. "Kalau kau bermain-main terus kayak begitu, tahu tahu kita semua sudah
"tercemplung masuk ke air."
"Maaf," kata Jack, "aku tadi sedang memikirkan sesuatu bagaimana aku nanti
"berangkat dengan perahu Jo-Jo. Kapan kiranya kita bisa berangkat, Philip"
Mungkin dua atau tiga hari lagi?"
"Kurasa saat itu kita pasti akan sudah mampu berlayar dengan perahu itu," kata
Philip. "Kalau sudah bisa, sebetulnya gampang saja asal kita cepat. Aku sudah "mulai bisa mengenal rasa angin serta kekuatannya Sungguh, aku mulai merasa biasa
di perahu. Tapi kasihan Lucy-Ann, kurasa ia takkan pernah tahan berlayar.
Lihatlah, mukanya sudah pucat lagi."
"Ah, aku tidak apa-apa," kata Lucy-Ann dengan tabah. Saat itu perahu sampai ke
perairan yang agak berombak, dan perut Lucy-Ann rupanya tak tahan dengan gerakan
mengalun. Tapi walau begitu ia tidak bisa dibujuk supaya tinggal saja di darat,
walau ia sendiri tahu bahwa ia nanti pasti mabuk laut lagi. Lucy-Ann memang anak
yang tabah. Setelah beberapa saat layar digulung, sedang dayung-dayung diletakkan lagi ke
air. Anak-anak masih ingat pada janji mereka, untuk tidak berlayar jauh jauh. Di
"samping itu mereka merasa ada baiknya untuk berlatih menggayung juga sebentar.
Keempat anak itu silih berganti mendayung. Dengan segera sudah cukup mahir.
Perahu bisa mereka arahkan menurut kemauan mereka, juga tanpa kemudi.
Kemudian layar dipasang lagi. Mereka berlayar kembali ke pantai. Mereka bangga
karena sudah mampu berlayar sendiri. Ketika sudah dekat ke pantai, nampak Bill
Smugs berdiri di situ sambil melambai-lambaikan tangan. Rupanya kawan mereka itu
sudah kembali. Anak-anak mengarahkan perahu ke pantai, lalu menghelanya ke darat.
"Bagus!" kata Bill. "Aku tadi sudah memperhatikan, ketika kalian sedang berada
di tengah. Kalian sudah mulai mahir. Besok boleh mencoba lagi."
"Terima kasih," kata Jack. "Tapi bagaimana jika kami berlatih kembali siang ini
boleh atau tidak" Dinah dan Lucy-Ann tidak bisa ikut, karena harus membantu
"Bibi Polly. Tapi aku bisa, begitu pula Philip."
Dinah dan Lucy-Ann tahu, sebetulnya Jack ingin melihat apakah ia mampu menangani
perahu itu sendiri bersama Philip, sebagai persiapan untuk pergi sendiri nanti
dengan perahu Jo-Jo. Karenanya mereka tidak mengatakan apa-apa, walau sebetulnya
mereka ingin sekali ikut siang itu.
Bill Smugs ternyata mengizinkan kedua anak laki laki itu berlayar sendiri siang
"itu, apabila mereka mau.
"Tapi aku tidak bisa ikut," kata Bill, "karena harus membetulkan pesawat
radioku. Ada sesuatu yang tidak beres."
Radio Bill bagus sekali. Jack dan Philip belum pernah melihat radio sebagus itu.
Bill meletakkannya di bagian belakang pondok. Dengan pesawat radio itu, semua
pemancar bisa ditangkap. Tapi anak-anak tidak diizinkannya memegang.
"Kalau begitu kami akan datang lagi nanti siang," kata Jack dengan senang. "Anda
baik hati, mau meminjamkan perahu pada kami, Bill. Sungguh, Anda baik hati!"
"Ah, itu kan biasa," kata Bill Smugs sambil nyengir. Kiki langsung menirukannya.
"Itu kan biasa, itu kan biasa, kasihan Kiki, bersihkan kakimu, tak apa, tak apa,
itu kan biasa." "O ya, aku teringat lagi sekarang," kata Jack. Ia teringat pada pengalamannya
yang aneh malam sebelumnya. "Coba dengar, Bill." Ia lantas bercerita panjang
lebar tentang pengalamannya dengan Jo-Jo di alas tebing. Bill Smugs mendengarkan
dengan penuh perhatian. "Jadi kau melihat sinar cahaya?" katanya. "Di tengah laut dan di atas tebing.
"Sangat menarik! Tak heran, jika kau lantas ingin menyelidikinya lebih jauh.
Sedang Jo-Jo rupanya juga ikut tertarik melihatnya. Yah kalau kau mau "mendengar nasihatku, sebaiknya janganlah menghadapi Jo-Jo lagi, kalau tidak
benar-benar perlu. Kedengaran dari cerita-cerita kalian, orang itu berbahaya."
Orangnya yang agak sinting, lagi pula benci pada anak-anak! Tapi ia tolol
"sekali dan kurasa ia takkan berani sungguh sungguh mencelakakan kami," kata
" "Philip. "Ia sudah bertahun-tahun bekerja pada kami."
"O ya?" kata Bill dengan penuh perhatian. "Ya, ya - kurasa kalian akan repot
mencari penggantinya, apabila pada suatu ketika Jo-Jo pergi. Tapi walau begitu,
hati-hati sajalah terhadap dia."
Setelah itu anak-anak pergi. Philip agak meremehkan kata-kata peringatan Bill,
tapi Jack menanggapi dengan bersungguh-sungguh. Ia belum melupakan kengeriannya
malam sebelumnya, ketika tertangkap oleh Jo-Jo.
"Kurasa Bill benar," pikir Jack sambil bergidik "Jo-Jo kurasa bisa menjadi
sangat berbahaya. "Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 16 BERBAGAI PENEMUAN ANEH Selama tiga hari berikutnya anak-anak sibuk berlatih mendayung dan berlayar,
sampai akhirnya mereka mahir mengendalikan perahu Bill. Nyaris semahir
pemiliknya. Bill senang melihat hasil mereka.
"Aku senang melihat anak-anak yang mampu bertahan, juga apabila untuk itu harus
bekerja keras," katanya. "Bahkan Kiki pun ikut bertahan duduk di atas tiang
layar yang sulit dijadikan tempat bertengger, tapi walau begitu tidak mau
membiarkan kalian berlayar sendiri tanpa dia. Menurut pendapatku, Lucy-Ann yang
paling tabah, karena ia boleh dibilang selalu mabuk laut."
Siangnya anak-anak meyakinkan dulu bahwa Jo-Jo sedang sibuk menimba air di
belakang rumah. Kemudian mereka mendatangi perahu laki-laki itu dan memeriksanya
dengan cermat. Mereka ingin melihat, apakah sanggup menanganinya sendiri nanti.
Mereka memperhatikan perahu itu, yang terangguk-angguk di air. Ukurannya agak
lebih besar sedikit daripada perahu Bill. Menurut perasaan mereka, pasti mereka
bisa mengendalikannya. "Sayang Kiki tidak bisa mendayung," kata Jack. "Coba bisa, dia bisa kita berikan
dayung yang ketiga dan semua pasti berjalan lancar."
?"Berjalan lancar," ulang Kiki "Lancar! God save the Queen!"
"Goblok," kata Philip dengan nada sayang. La menyenangi burung kakaktua itu, dan
Kiki pun cepat menurut padanya. "He, Bintik aku ingin tahu, kapan Jo-Jo akan
"ke kota lagi. Aku ingin mencoba perahunya. Kau juga?"
"Jelas dong," jawab Jack. "Aku selalu memikirkan burung auk besar yang kulihat
waktu itu. Aku belum puas, sebelum bisa melihatnya dari dekat."
"Taruhan, kau takkan bisa menemukannya?" kata Philip. "Tapi kocak juga nanti,
jika kau kembali sambil menggendongnya. Tapi apakah Kiki tidak cemburu nanti?"
Anak-anak bergembira, ketika mendengar Bibi Polly mengatakan bahwa Jo-Jo akan
berbelanja lagi keesokan harinya.
"Jadi kalau kalian perlu apa-apa, bilang saja padanya," kata Bibi. "Untukku ia
sudah membawa daftar yang panjang kalau kalian ingin membeli sesuatu, tulis
" saja dalam daftar itu, lalu berikan uangnya pada dia."
Anak-anak menuliskan baterai senter. Pada suatu malam Dinah lupa memadamkan
senternya, sehingga akhirnya baterainya kosong. Jadi ia memerlukan baterai baru.
Sedang Jack memesan satu rol film lagi. Selama itu ia sering memotret burung-
burung di sekitar Craggy-Tops. Ia ingin membawa rol yang baru ke Pulau Suram.
Keesokan harinya kedua anak itu menunggu-nunggu saat Jo-Jo berangkat. Rasanya
orang itu sangat lamban hari itu. Tapi akhirnya ia masuk ke mobil, dan
memundurkannya dari pondok reyot tempatnya tinggal.
"Kalian jangan nakal, selama aku pergi," katanya sambil menatap anak-anak dengan
pandangan curiga. Mungkin ia merasa anak-anak ingin ia lekas-lekas pergi, karena
alasan tertentu. "Kami tidak pernah nakal," kata Philip. "Nah Selamat jalan, jangan buru-buru "pulang! Enak juga apabila sekali-sekali kau tidak ada di sini."
Jo-Jo cemberut. Dihenyakkannya kakinya yang menginjak pedal gas, dan mobil
langsung melesat maju. "Aku heran, mobil setua itu tahan diperlakukan dengan begitu kasar," kata Philip
sambil memperhatikan kendaraan itu meluncur di atas tebing, lalu menghilang di
belakangnya. "Nah ia sudah pergi sekarang. Bagaimana, sekarang ada kesempatan
"bagi kita." Anak-anak bergegas lari ke pantai, ke tempat perahu besar itu ditambatkan. Jack
dan Philip cepat-cepat naik, sementara Dinah membuka tali pengikat lalu
mendorong perahu itu ke tengah.
"Hati-hati," seru Lucy-Ann dengan cemas. Kepingin rasanya ikut naik bersama
kedua anak laki laki itu. "Baik-baik saja nanti!"
?"Beres!" balas Jack berseru. Kiki menirukannya, "Beres, beres tutup pintu dan
"bersihkan kaki!"
Dinah dan Lucy-Ann memperhatikan kedua abang mereka mendayung perahu dengan
bersemangat, dan kemudian memasang layar ketika sudah agak ke tengah. Saat itu
angin sedang baik. Tak lama kemudian perahu itu sudah meluncur dengan laju.
"Mereka berangkat ke Pulau Suram," kata Lucy-Ann. "Mudah-mudahan saja Jack
berhasil membawa kembali burung auk besar yang diidam-idamkannya."
"Kurasa ia takkan menemukannya," kata Dinah. Akal sehatnya mengatakan, kalau
Jack berhasil menemukan burung yang dikatakan sudah punah itu, itu berarti suatu
keajaiban. "Pokoknya mudah-mudahan mereka bisa menemukan jalan masuk lewat sela
beting karang yang berbahaya itu. Tapi kelihatannya mereka sudah cekatan
mengendalikan perahu, ya?"
"Betul," kata Lucy-Ann mengiakan. Ia memicingkan mata untuk bisa terus mengikuti
perahu yang makin lama semakin mengecil kelihatannya. Apalagi saat itu laut
terselubung kabut hawa panas.
Pulau Suram sama sekali tidak nampak saat itu. Jack dan Philip asyik sekali
berperahu. Perahu Jo-Jo, walau ternyata lebih berat dan tidak selincah perahu
Bill, tidak begitu menyulitkan mereka.
Angin bertiup cukup kencang. Perahu melancar di atas air. Sedap merasakan gerak
perahu terayun-ayun, serta mendengar desing angin yang bertiup menyentuh tali-
temali yang terpasang kencang. Asyik rasanya melihat ombak yang memburu dilanda
lunas. "Tak ada yang bisa menandingi perahu," kata Jack dengan perasaan bahagia. "Pada
suatu hari nanti, aku juga akan memiliki perahu."
"Perahu kan mahal harganya," kata Philip.
"Kalau begitu aku akan mencari uang banyak-banyak," kata Jack,. "Setelah itu
kubeli perahu yang bagus, lalu pergi berlayar ke pulau-pulau jauh yang hanya
didiami burung-burung saja. Akan senang hidupku nanti!"
"Aku kepingin bisa melihat pulau itu," kata Philip. "Kabut panas ini merepotkan!
Mudah-mudahan arah kita benar."
Sebelum Pulau Suram nampak, sudah terdengar debur ombak memecah di beting
karang. Setelah waktu yang dirasakan sangat lama, tahu-tahu pulau ini muncul.
Jack dan Philip merasakan percikkan air yang halus menghujani mereka.
"Awas - kita menuju langsung ke beting!" seru
Philip kaget. "Turunkan layar! Kita harus mendayung sekarang. Dengan angin
sekencang ini, kita takkan mampu mengendalikan perahu apabila layar tetap
terpasang. Jalannya terlalu laju!"
Layar pun diturunkan. Anak anak mengambil dayung, lalu mulai mendayung. Jack "mencari-cari bukit tinggi yang dilihatnya pada peta. Tapi menemukannya jauh
lebih sulit, dibandingkan dengan melihatnya di peta. Bukit-bukit di pulau itu
kelihatannya sama semua ukurannya. Kedua anak itu berdayung mengelilingi beting,
sambil berjaga-jaga jangan sampai terseret arus yang bergerak menuju pulau.
"Itu ada bukit yang tinggi itu, di sebelah kiri," kata Jack tiba-tiba. "Tarik
"perahu ke arah situ, Jambul! Yak, betul. Kurasa itulah yang kita cari."
Mereka berdayung sekuat tenaga. Napas mereka tersengal-sengal. Keringat
bercucuran. Ketika bukit yang dituju sudah nampak dengan jelas, kedua anak laki-
laki itu bergembira sekali. Sebab saat itu pula mereka melihat ada celah di sela
beting karang. Celah itu tidak lebar. Tapi jelas bisa dilewati perahu.
"Sekarang hati-hati," kata Philip memperingatkan, "ini agak gawat. Awas! Jangan
sampai terdorong dan menyimpang dari arah, lalu membentur beting. Lagi pula
walau tidak nampak siapa tahu di celah itu ada batu-batu yang letaknya agak
terbenam dalam air. Bisa robek lunas perahu kalau tergeser ke situ. Awas,
Bintik! Hati-hati." Jack sangat berhati-hati. Semua tergantung dari bisa atau tidak melewati celah
itu dengan selamat. Kedua anak laki-laki itu mendayung dengan hati-hati. Wajah mereka tegang. Kiki
diam saja. Ia merasa bahwa Jack dan Philip saat itu sedang cemas.
Celah atau lintasan di sela beting itu sempit, tapi panjang. Repot sekali
rasanya berdayung melewatinya. Arus bergerak dari berbagai arah, menyentakkan
perahu ke arah sini dan ke situ. Sekali Jack dan Philip merasakan lunas perahu
tergeser ke batu yang terletak tidak jauh di dalam air.
"Wah - nyaris saja," kata Philip dengan suara pelan. "Kaudengar bunyi geseran
tadi?" "Aku juga merasakannya," kata Jack. "Nah - kurasa sekarang kita sudah selamat.
He, Jambul - kita berada di perairan tenang!"
Di balik beting yang mengelilingi terdapat perairan tenang. Air laut di situ
biru cerah, berkilauan ditimpa sinar matahari. Aneh rasanya melihat air setenang
itu, setelah mengalami gejolak ombak yang memburu di atas beting. Bunyinya masih
terdengar di belakang mereka.
"Sekarang tidak jauh lagi ke pulau," kata Philip bergairah. "Yuk, kita terus!
Aku capek sekali maksudku lenganku yang pegal - tapi kita harus terus "mendayung sampai ke pantai. Aku kepingin menjelajah pulau."
Keduanya mencari-cari tempat pendaratan yang baik. Pulau itu sangat berbatu-
batu. Tapi di satu tempat ada teluk kecil yang pasirnya putih berkilauan. Jack
dan Philip memutuskan untuk mendaratkan perahu di situ.
Dengan mudah mereka berhasil sampai di tepi pantai, lalu menarik perahu agak
tinggi ke atas walau untuk itu mereka harus mengerahkan seluruh tenaga yang
"ada. Tapi Bill telah mengajari mereka bagaimana harusnya menghela perahu ke
atas. Tak lama kemudian mereka sudah bisa mulai menjelajahi pulau.
Mereka mendaki tebing berbatu yang terdapat di belakang teluk kecil itu, lalu
memandang ke sisi Pulau Suram yang di sebelah situ. Anak-anak tertarik melihat
betapa banyaknya burung yang ada di situ. Jumlahnya beribu-ribu, dari berbagai
jenis dan ukuran. Suara mereka berisik sekali. Burung burung itu tidak begitu
"mengacuhkan kedua anak laki-laki yang berdiri memandang mereka dengan berheran-
heran. Tapi burung burung itu ternyata tidak sejinak sangkaan Jack. Burung-burung yang
"sedang duduk langsung terbang menjauh, begitu didekati.
Kelihatannya mereka seliar teman-teman mereka yang ada di Craggy-Tops. Jack
merasa kecewa. "Aneh!" katanya. "Kusangka burung-burung yang hidup di pulau yang tak pernah
didatangi orang, selalu jinak-jinak. Begitu keterangan yang kubaca dalam buku.
Tapi burung-burung ini liar! Mereka sama sekali tidak bisa didekati."
Beberapa pohon yang ada di situ tumbuh di tempat-tempat terlindung. Batangnya
condong, karena selalu ditiup angin yang menghembus dengan kencang. Di tanah
tumbuh sejenis rumput kasar yang menggerombol di sana-sini. Tapi sebagian besar
dari permukaan pulau berupa batu yang tandus.
Jack dan Philip pergi menuju ke arah tengah pulau, diiringi teriakan burung yang
beribu-ribu jumlahnya. Mereka berjalan ke arah bukit yang menjulang di tengah-
tengah. "Aku ingin melihat bangunan-bangunan aneh yang waktu itu kulihat dengan
teropong," kata Jack. "Dan aku juga kepingin sekali menemukan burung auk besar.
Tapi sampai sekarang aku belum melihat seekor pun. Walau begitu aku akan terus
mencari." Kasihan Jack. Ia sangat gelisah, karena berharap akan segera melihat seekor
burung auk besar, yang dikatakan sudah punah. Tapi yang dilihatnya cuma segala
jenis burung, yang juga ada di Craggy-Tops Benar-benar mengecewakan! Ia tidak
mengharapkan akan melihat burung auk besar yang berbaris berbondong-bondong.
Kalau bisa melihat seekor saja, ia sudah lebih daripada puas.
Akhirnya mereka tiba di kaki perbukitan.
Ternyata di sela-selanya ada celah. Tempat itu lebih subur ditumbuhi rerumputan.
Di sana sini nampak bunga liar yang kecil-kecil. Sedang di lereng tumbuh
beberapa batang pohon yang kerdil.
Di sela-sela perbukitan ada sebuah lembah kecil. Sebuah sungai mengalir di situ,
menuju ke pantai yang letaknya berseberangan dengan tempat anak-anak mendarat
tadi. Jack dan Philip mendatangi sungai itu untuk memperhatikan karena tertarik
melihat warnanya yang agak aneh.
"Agak merah, seperti tembaga," kata Jack heran. "Aku ingin tahu, apa sebabnya.
He itu dia bangunan-bangunan aneh, yang waktu itu kulihat. Itu - di lereng
"bukit. Kau perhatikan, Jambul - batu-batu di sini juga lain warnanya. Tidak
hitam lagi, tapi kemerah-merahan. Dan ada pula yang kelihatannya seperti batu
granit. Aneh, ya?" "Perasaanku kurang enak, di pulau ini," kata Philip sambil bergidik sedikit.
"Rasanya sunyi dan aneh serta seolah-olah ada bahaya yang mengintip.?""Rupanya kau terlalu sering mendengar dongengan Jo-Jo," kata Jack sambil
tertawa. Padahal ia sendiri juga agak merasa seram di pulau itu. Rasanya tempat
itu begitu murung dan sunyi. Yang kedengaran cuma teriakan burung-burung laut
yang terbang berputar-putar di atas kepala mereka.
Keduanya mendaki lereng bukit sampai satengahnya, karena ingin melihat bangunan
yang ada di situ. Sukar untuk bisa mengenali bangunan apa itu dulunya, karena
semua sudah begitu tua dan bobrok. Yang tersisa cuma berupa tumpukan batu-batu


Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Suram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belaka. Kelihatannya dulu bukan tempat kediaman orang.
Ketika mereka sudah sampai ke dekat tempat-tempat itu, tiba-tiba Philip melihat
sesuatu yang aneh. Dipanggilnya Jack supaya mendekat.
"He! Cepat - ke sini! Di sini ada lubang besar, menjorok ke dalam tanah.
Kelihatannya dalam sekali!"
Jack lari menghampiri lubang itu, lalu memandang ke bawah. Lubang itu besar,
garis tengahnya hampir dua meter. Rupanya lubang itu sangat dalam, karena anak-
anak tidak bisa melihat dasarnya.
"Ini lubang apa, ya?" kata Philip. "Mungkinkah kalau sumur?"
Mereka lantas menjatuhkan sebutir batu ke dalamnya, untuk mendengar bunyi air
memercik Tapi mereka tidak mendengar apa-apa. Jadi lubang itu kalau bukan sumur,
ya sumur yang begitu dalam sehingga bunyi airnya tidak terdengar di atas.
"Aku tak mau jatuh ke dalam lubang ini," kata Philip. "Lihatlah di sisinya ada
"tangga. Sudah tua sekali dan patah-patah. Tapi toh tangga!"
"Misterius," kata Jack. "Yuk, kita memeriksa tempat di sekitar sini. Siapa tahu,
nanti kita menemukan sesuatu yang bisa menolong menjelaskan soal yang rumit ini.
Lubang yang menjorok jauh ke dalam tanah, di pulau yang begini sunyi dan
terpencil! Untuk apa lubang ini?"
Bab 17 JO-JO MARAH Jack dan Philip heran sekali, ketika ternyata masih banyak lagi lubang dalam dan
sempit yang dijumpai. Letaknya semua di dekat bangunan-bangunan tua yang sudah
ambruk. "Tidak mungkin kesemuanya ini sumur," kata Jack. "Untuk apa sumur sebegini
banyak" Ini pasti liang liang yang sengaja dibuat untuk keperluan tertentu."
?"Mungkinkah lubang tambang?" tanya Philip. Ia teringat, pada pertambangan batu
bara selalu dibuat liang-liang yang dalam. Lubang-lubang itu dilewati para
pekerja yang hendak masuk ke dalam tanah untuk menggali batu bara. "Mungkinkah
di sini ada tambang-tambang kuno" Misalnya saja tambang batu bara?"
"Tidak - bukan batu bara," kata Jack "Kurasa tidak mungkin. Tapi itu perlu
diselidiki. Mungkin pamanmu tahu. Wah, asyik apabila ternyata tambang emas!
Siapa tahu kan?" "Kalau begitu, mestinya sudah habis ditambang sejak beratus-ratus tahun yang
lalu," kata Philip. "Kalau di sini masih ada emas, tentunya tambang ini masih bekerja. He
"bagaimana jika kita turun ke bawah sebentar untuk melihat lihat di situ?"
" Jack agak sangsi. "Tangga itu rasanya sudah tidak baik lagi," katanya. "Ada kemungkinan kita nanti
jatuh! Tamat riwayat kita kalau begitu, karena lubang ini mungkin dalam sekali."
"Sayang, sayang!" kata Kiki mengomentari.
"Ya, sayang," kata Philip sambil nyengir. "Tapi betul juga, mungkin lebih baik
tidak kita coba. He di sini ada lubang lagi, Jack! Ukurannya lebih besar.?"Kedua anak laki-laki itu memandang ke dalam lubang yang baru ditemukan itu.
Tangga yang juga ada di situ, kelihatannya jauh lebih utuh daripada yang
selebihnya. Jack dan Philip menuruni tangga itu sedikit, dengan hati berdebar-
debar. Tapi dengan segera mereka naik lagi ke atas. Tidak enak rasanya, berada
dalam lubang yang sempit dan gelap itu.
Setelah itu mereka menemukan sesuatu lagi, yang lebih mengherankan dibandingkan
dengan lubang-lubang itu. Tidak jauh dari situ mereka menjumpai beberapa kaleng
daging dan buah yang sudah kosong. Kaleng-kaleng itu ditumpuk-kan di bawah batu
yang agak mencuat ke depan pada lereng tebing.
Jack dan Philip melongo. Penemuan itu benar-benar tak tersangka. Sedang Kiki
terbang ke situ, untuk melihat barangkali masih ada sisa-sisa yang bisa dimakan.
"Dari mana lagi datangnya kaleng-kaleng ini?" tanya Jack, setelah mampu bicara
lagi. "Benar-benar luar biasa. Ada yang sudah sangat berkarat, tapi yang lain-
lain kelihatannya masih agak baru. Siapa yang bisa datang ke pulau ini" Untuk
apa - dan di mana tinggalnya?"
"Memang misterius," kata Philip. "Yuk, kita periksa dengan seksama mumpung kita
masih ada di sini! Siapa tahu, mungkin nanti kita menjumpai orang. Tapi harus
hati-hati, karena sudah jelas orang itu tidak ingin ketahuan bahwa ia ada di
sini." Kedua anak itu menjelajahi pulau dengan sikap berhati-hati. Tapi tak ada orang
atau sesuatu yang mereka temukan, yang bisa menjelaskan teka-teki kaleng kaleng
"kosong tadi. Mereka terheran-heran melihat batu-batu merah yang terdapat di sisi
pulau yang menghadap ke laut, begitu pula mengenai warna kemerah-merahan air
sungai yang mengalir di situ. Di sisi pulau yang menghadap ke laut itu juga
banyak terdapat burung-burung. Jack mencari-cari burung auk besar di situ. Tapi
ia kecewa, karena di tempat itu pun ia tidak berhasil melihatnya.
"Kau tidak membuat foto?" tanya Philip. "Katamu, kau ingin membuat foto-foto di
sini. Cepatlah sedikit karena kita tidak bisa terlalu lama lagi di sini."
?"Ya aku hendak membuat beberapa buah," kata Jack. Ia berlindung di balik
"sebongkah batu besar, untuk membuat foto dari sejumlah burung yang kelihatan masih kecil-kecil. Ketika filmnya tinggal satu, tiba-tiba ia
mendapat pikiran lain. "Akan kupotret tumpukan kaleng tadi," katanya.
"Dinah dan Lucy-Ann pasti tidak mau percaya jika kita hanya bercerita saja
mengenai penemuan aneh itu. Jadi perlu bukti foto."
Tumpukan kaleng itu dipotretnya. Kemudian Jack dan Philip kembali ke perahu,
setelah memandang ke dalam lubang yang aneh untuk terakhir kalinya. Sesampai di
pantai, nampak perahu masih ada di tempat semula, bebas dari jangkauan ombak
"Mudah-mudahan pelayaran kita pulang akan sebaik kedatangan kita tadi," kata
Jack "Aku ingin tahu, Jo-Jo sementara ini sudah kembali atau belum. Kalau sudah,
moga-moga saja Dinah dan Lucy-Ann bisa mengendalikannya."
Perahu ditarik ke air, lalu mereka naik ke atasnya. Kedua anak itu berdayung
sampai ke lintasan di celah beting, di mana ombak memecah di sisi kiri kanannya.
Perahu berhasil dielakkan dari karang terbenam yang tadi menggeser lunas sewaktu
mereka masuk. Tapi sesampai di sebelah luar rintangan beting, anak-anak mengalami kesulitan
sedikit. Laut di situ sangat berombak. Angin agak berubah arah, dan laut juga
lebih bergolak. Dengan segera layar dipasang. Jack dan Philip berlayar pulang.
Perasaan mereka menggelora, diiringi angin yang Menampar-nampar muka serta air
laut yang memercik. Ketika akhirnya mereka sudah mendekati pantai daratan, mereka melihat Dinah dan
Lucy-Ann berdiri menunggu mereka. Jack dan Philip melambai ke arah mereka, dan
dibalas oleh kedua anak perempuan itu. Tidak lama kemudian perahu masuk ke
tempat penambatan yang biasa. Jack dan Philip turun dari perahu, lalu
menambatkannya. "Kau berhasil menemukan burung auk besar?" tanya Lucy-Ann.
"Jo-Jo sudah kembali?" tanya Philip.
"Lama sekali kalian pergi," kata Dinah. Ia tidak sabar lagi, ingin mendengar
kisah pengalaman Jack dan Philip.
"Asyik sekali pengalaman kami tadi," kata Philip.
"Jo-Jo sudah kembali?"
Segala pertanyaan itu diajukan serempak oleh mereka. Tapi yang terpenting "apakah Jo-Jo sudah kembali"
"Sudah," kata Dinah, sambil tertawa terkikik
"Kira-kira satu jam yang lalu. Kami sudah menunggu-nunggunya. Untungnya, ia
langsung masuk ke gudang bawah tanah sambil membawa beberapa peti bawaannya.
Kami mengikuti dari belakang. Ia masuk ke ruangan gudang sebelah belakang -yang
ada tingkapnya di lantai. Kami teringat di mana kalian menyimpan anak kunci
pintu ruangan itu. Anak kunci itu kami ambil, lalu Jo-Jo kami kurung di situ.
Wah, ketika ia hendak keluar lagi, ternyata pintu tidak bisa dibuka. Dia ribut
menggedor-gedor pintu sejak itu!"
"Hebat!" kata Jack dan Philip senang. "Dengan begitu ia takkan tahu bahwa kami
berdua pergi dengan perahunya. Tapi sekarang bagaimana caranya mengeluarkan Jo-
Jo dari ruangan itu, tanpa ia tahu bahwa kita yang mengurungnya tadi?"
"Kalian pikirkan saja salah satu cara yang baik," kata Dinah. Jack dan Philip
berjalan pulang, sambil memutar otak.
"Kurasa sebaiknya kita menyelinap ke sana lalu membuka pintu pelan-pelan,
sementara Jo-Jo sedang beristirahat," kata Philip kemudian. "Kan tak mungkin ia
terus-menerus memukul-mukul pintu. Hah begitu ia berhenti sebentar, dengan "hati-hati kumasukkan anak kunci ke lubangnya lalu kuputar. Dengan begitu pintu
tak terkunci lagi. Lalu aku cepat cepat naik ke atas. Nanti kalau Jo-Jo
"menggedor-gedor lagi, eh tahu-tahu pintu terbuka. Pasti ia bingung!"
?"Bagus!" kata kawan kawannya senang.
"Memang itu cara yang sangat sederhana untuk membebaskan Jo-Jo kembali, tanpa dia
bisa menduga bahwa anak-anak ada hubungannya dengan urusan itu.
Philip mengambil anak kunci, lalu menyelinap turun ke gudang. Sesampainya di
situ, didengar-nya Jo-Jo menggedor-gedor di balik pintu. Philip menunggu sampai
laki-laki itu berhenti sebentar untuk mengatur napas. Begitu saat itu tiba,
Philip menyelipkan anak kunci ke dalam lubang. Ia memutar anak kunci seiring
dcngan bunyi Jo-Jo terbatuk-batuk. Kemudian diambilnya lagi anak kunci itu dari
lubangnya. Pintu sudah tidak terkunci lagi sekarang. Jo-Jo bisa keluar dengan bebas. Philip
melesat lari ke tangga yang menuju dapur, mendakinya, lalu menggabungkan diri
lagi dengan anak-anak yang lain.
"Sebentar lagi Jo-Jo pasti keluar," katanya dengan napas tersengal-sengal karena
berlari. "Sekarang kita pergi ke tebing. Begitu Jo-Jo muncul di luar, kita pura-pura baru
pulang dari berjalan-jalan. Pasti ia bingung!"
Anak-anak berlari ke atas tebing, lalu mengintip dari situ. Mereka menunggu Jo-
Jo muncul. Sementara itu Jack dan Philip bercerita tentang penemuan mereka di
Pulau Suram. Dinah dan Lucy-Ann mendengarkan dengan takjub. Lubang yang dalam sekali di dalam
tanah sungai yang airnya kemerah-merahan lalu tumpukan kaleng kosong aneh!
" " "Tak disangka akan ditemukan barang-barang itu di sana. Padahal Jack dan Philip
pergi ke pulau itu, untuk melihat burung-burung yang ada di situ.
"Kita perlu kembali lagi ke sana, untuk menyelidiki ke mana arah liang-liang
itu," kata Jack. "Sekaligus kita selidiki pula, apakah dulu di sana pernah ada
pertambangan. Mungkin paman-mu mengetahuinya, Dinah."
"Ya, mungkin saja," jawab Dinah. "Wah, kepingin rasanya bisa memperoleh pinjaman
peta tua tentang pulau itu, yang diceritakannya waktu itu tapi kemudian tidak
"berhasil ditemukan kembali. Mungkin di peta itu tertera berbagai hal menarik!"
Tiba-tiba Kiki memekik dengan nyaring, menirukan peluit kereta api. Itu tanda
bahwa ia melihat musuhnya, Jo-Jo. Anak-anak melihat orang itu di bawah. Laki-
laki itu memandang berkeliling.
Rupanya mencari mereka. Keempat anak itu cepat-cepat bangun, lalu berjalan
dengan santai menuju ke rumah.
Begitu melihat mereka, dengan segera Jo-Jo datang menyongsong. Kelihatannya
marah sekali. "Kalian tadi mengurung aku," sergahnya. "Nanti kuadukan pada Nyonya Polly.
Kalian ini minta dipukul rupanya!"
"Kami mengurung dirimu?" kata Philip. Ia pura-pura tercengang."Mengurungmu di
mana" Dalam kamarmu?"
"Dalam gudang bawah tanah," bentak Jo-Jo.
"Nah itu Nyonya Polly. Kalian akan kuadukan sekarang. Nyonya, anak anak ini " "tadi mengurung aku dalam gudang."
"Jangan suka omong kosong," tukas Bibi Polly. "Kau kan tahu sendiri, pintu itu
sama sekali tak berkunci. Anak-anak ini baru kembali dari berjalan-jalan. Lihat
saja, mereka sedang menuju ke rumah! Bagaimana bisa kaukatakan, mereka
mengurungmu" Kau ini rupanya sudah sinting!"
"Mereka mengurung aku tadi,"kata Jo-Jo jengkel. Tiba-tiba ia teringat, gudang
sebelah dalam itu merupakan tempat rahasia yang hanya dia saja yang tahu. Ia
berpendapat lebih baik jangan bicara lebih lanjut mengenainya. Nanti jangan-
jangan Bibi Polly pergi ke bawah untuk memeriksa, lalu menemukan pintu yang
sudah ditutupinya dengan begitu rapi sehingga tidak kelihatan.
"Aku sama sekali tidak mengurungnya, Bibi Polly," kata Philip dengan sikap
serius. "Sepagi ini aku selalu jauh dari sini."
"Aku juga," sambung Jack. Kedua anak itu tidak berbohong, karena mereka kan saat
itu ada di Pulau Suram. Bibi Polly percaya pada keterangan kedua anak laki-laki
itu. Dan karena ia tahu bahwa keempat anak itu selalu bersama-sama, maka
dianggapnya Dinah dan Lucy-Ann pasti ikut dengan kedua abang mereka. Jadi kan
tidak mungkin salah seorang di antaranya yang mengurung Jo-Jo! Lagi pula pintu
gudang kan tidak ada kuncinya sama sekali. Jadi apa sebetulnya maksud Jo-Jo,
bahwa ia dikurung di situ" Rupanya orang itu sudah benar-benar sinting!
"Ayo kerjakan terus tugasmu, Jo-Jo," tukas Bibi. "Kau ini kelihatannya selalu
saja mencari-cari kesalahan anak-anak, menuduh mereka berbuat ini dan itu.
Jangan ganggu mereka lagi. Mereka anak yang baik."
Jo-Jo sama sekali tidak sependapat dengan majikannya. la cemberut sambil
mendengus, lalu kembali ke dapur. Dengusannya langsung ditirukan oleh Kiki.
Persis sekali bunyinya. "Jangan pedulikan Jo-Jo," kata Bibi Polly. "Kurasa orang itu tidak begitu waras
pikirannya. Dan juga sangat pemarah. Tapi sebenarnya tidak berbahaya."
Anak-anak melanjutkan langkah ke rumah, sambil saling mengedipkan mata. Enak
rasanya, karena Bibi Polly memihak pada mereka. Tapi di pihak lain, Jo-Jo
semakin merasa kesal terhadap mereka berempat. Jadi mereka perlu berjaga-jaga.
"Aneh," pikir Jack. "Kata Bibi Polly, Jo-Jo sama sekali tidak berbahaya sedang
"Bill Smugs mengatakan sebaliknya. Jelas, satu di antara mereka keliru."
Bab 18 KEMBALI KE PULAU SURAM Kini, apakah yang harus dilakukan berikutnya" Bagaimana jika petualangan Jack
dan Philip di Pulau Suram diceritakan pada Bill Smugs" Akan marahkah teman
mereka itu. jika mengetahui bahwa anak-anak mengelakkan janji mereka, tanpa
melanggarnya" Sebab, mereka ke pulau itu kan tidak memakai perahunya" Akhirnya
anak-anak berpendapat, pasti Bill akan marah sekali. Teman mereka itu sangat
menghargai janji. "Tapi kita kan juga," kata Jack. "Aku tak mau melanggar janji dan memang tak
"kulakukan. Aku kan cuma mengambil jalan untuk mengelakkannya."
"Tapi kau kan tahu, orang dewasa itu kayak apa," kata Dinah. "Jalan pikiran
mereka tidak sama dengan kita. Kurasa apabila kita sudah besar nanti kita juga
"akan berpikir seperti mereka. Tapi mudah-mudahan saja kita masih bisa ingat
bagaimana cara anak-anak berpikir. Dengan begitu kita akan bisa memahami anak-
anak, apabila kita sendiri sudah dewasa."
"Sekarang saja omonganmu sudah kayak orang dewasa," tukas Philip dengan kesal.
"Sudahlah, jangan ngoceh terus.?"Jangan berani-berani mengatai diriku," kata Dinah, yang langsung marah.
"Mentang-mentang aku mengatakan yang sebenarnya!"
"Tutup mulut" kata Philip. Dinah langsung menamparnya. Philip tidak mau kalah.
Ia membalas tamparan itu dengan lebih keras lagi. Dinah menjerit.
"Setan!" jerit Dinah. "Kau kan tahu, anak laki-laki tidak boleh memukul anak
perempuan!" "Memang, aku tidak boleh memukul anak perempuan yang biasa, kayak Lucy-Ann
misal-nya," balas Philip. 'Tapi kau ini, sifatmu terlalu pemarah. Kau kan
seharusnya sudah tahu sekarang, kalau kau menampar pasti akan kubalas. Biar tahu
rasa sekarang." "Jack, bilang pada Philip bahwa dia jahat," kata Dinah. Jack belum pernah
memukul anak perempuan. Tapi walau begitu, ia sependapat bahwa pembalasan itu
sudah sepatutnya. "Lain kali jangan suka cepat memukul," kata Jack menasihati. "Kau kan mestinya
sudah tahu sendiri sekarang, Philip tidak suka ditampar seenaknya."
"Sekarang pergi tenangkan dulu perasaanmu," kata Philip. Telinganya yang kena
"tampar tadi nampak merah. Pedas sekali rasanya. Lucy-Ann nampak cemas. Ia paling
tidak suka, jika ada kakak beradik bertengkar.
"Ayo, pergi sana," kata Philip lagi. Ia merogoh kantong, mengambil sebuah kotak
tempat ia memelihara seekor kumbang. Dinah tahu, Philip hendak membuka kotak itu
dan meletakkan kumbang ke dekatnya. Sambil berteriak ngeri, Dinah lari dari
kamar. Philip mengembalikan kotak itu ke kantongnya, setelah mengeluarkan kumbang besar
yang ditaruh di dalamnya. Dibiarkannya kumbang itu berkeliaran di atas meja.
Setiap kali Philip mengulurkan jari, kumbang itu langsung datang mendekati. Aneh
kelihatannya binatang apa pun juga, semua senang pada anak itu.
?"Kau sebetulnya tidak boleh mengurungnya dalam kotak," kata Lucy-Ann. "Pasti
binatang itu tidak senang di situ."
"Begitu pendapatmu" Kalau begitu, perhatikanlah," kata Philip. Kotak yang tadi
diletakkannya kembali ke atas meja, lalu dibukanya. Kumbang yang sudah
dimasukkan ke situ dikeluarkan lagi, lalu diletakkan di ujung meja. Sedang kotak
ditaruh di tengah meja, dengan tutup terbuka sedikit.
Mula-mula kumbang besar itu berkeliaran ke sana dan kemari, memeriksa permukaan
meja. Setelah itu menuju ke kotak, masuk ke dalamnya dan tidak mau keluar lagi.
"Nah!" kata Philip. Ditutupnya kembali kotak itu, lalu dimasukkannya ke dalam
kantong. "Kalau dia tidak senang di situ, pasti takkan mau masuk dengan
sukarela. Ya kan?" "Yah kurasa ia masuk, karena senang bersamamu," kata Lucy-Ann. "Kumbang pada
"umumnya tidak suka dikurung."
"Philip ini sahabat segala makhluk," kata Jack sambil nyengir. "Kurasa ia pasti


Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Suram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa melatih kutu, lalu mengadakan acara sirkus dengan binatang-binatang itu."
"Ih, jangan!" kata Lucy-Ann jijik. "Aku kepingin tahu, ke mana Dinah sekarang.
Tidak enak rasanya, jika kalian bertengkar terus Padahal kita tadi kan sedang
asyik berunding, apa tindakan kita selanjutnya."
Dinah tadi pergi sambil marah-marah. Lengannya yang dipukul Philip terasa pedas.
la menyusur gang yang menuju ke kamar kerja pamannya, sambil mereka-reka
berbagai pembalasan terhadap abangnya. Tiba-tiba pintu kamar kerja terbuka.
Paman Jocelyn menjulurkan kepala ke luar.
"Ah Kau itu, Dinah" Botol tintaku kosong," kata Paman dengan nada kesal. ?"Kenapa tidak ada yang mengisinya lagi?"
"Sebentar, akan kuambilkan tinta," kata Dinah. Ia pergi mengambilnya, dari
lemari Bibi. Dibawanya botol tinta yang besar ke kamar kerja paman, lalu mengisi
tempat tinta yang sudah kosong.
Ketika berpaling hendak pergi lagi, tiba-tiba perhatiannya tertarik pada sebuah
peta. Peta itu tergeletak di atas sebuah kursi di dekatnya. Itulah peta tua yang
tak berhasil ditemukan Paman waktu itu. Peta besar yang menggambarkan Pulau
Suram. Dinah memperhatikannya dengan penuh minat.
"Ini dia, Paman peta yang Paman ceritakan waktu itu," katanya kemudian. "Paman
" apakah di pulau itu dulu ada pertambangan?"
?"He dari mana kau mendengarnya?" tanya pamannya tercengang. "Itu sejarah kuno!
"Ya, betul di pulau itu dulu ada pertambangan, beratus-ratus tahun yang lampau.
"Tambang tembaga, yang kaya sekali. Tapi tembaga di situ sejak lama habis
ditambang. Tidak ada lagi tembaga di sana sekarang."
Dinah mengamat-amati peta yang baru ditemukannya itu. Ia gembira sekali, ketika
melihat bahwa di situ digambarkan letak liang pertambangan jaman kuno itu. Jack
dan Philip pasti akan senang, apabila melihat peta itu!
Paman Jocelyn sudah sibuk lagi dengan pekerjaannya. la tidak memperhatikan Dinah
lagi. Anak itu mengambil peta, lalu menyelinap ke luar. Philip pasti senang
nanti. Dinah sudah melupakan kemarahannya tadi. Itulah baiknya sifat Dinah. Ia bukan
anak yang pendendam. Kalau marah, cepat baik kembali. Ia berlari-lari menyusur
gang, menuju kamar tempat ketiga anak lainnya masih berada. Sesampai di situ ia
membuka pintu dengan cepat, lalu langsung masuk.
Anak-anak tercengang memandang Dinah yang tersenyum gembira. Lucy-Ann masih
belum membiasakan diri pada perangai Dinah yang cepat berubah itu. Bahkan Philip
pun menatap dengan sangsi, tanpa senyum.
Baru saat itu Dinah teringat lagi pada pertengkarannya tadi.
"Ah, betul," katanya, "maaf aku tadi menamparmu, Philip. Lihatlah aku
"menemukan peta tua yang menggambarkan Pulau Suram. Nah, apa kata kalian
sekarang"! Paman Jocelyn tadi juga bercerita, katanya dulu pernah ada
pertambangan di situ. Tambang tembaga yang sangat kaya. Tapi kini tembaganya
sudah habis digali. Jadi lubang-lubang yang kalian lihat di sana itu liang-liang
tambang." "Astaga!" kata Philip. Diambilnya peta dari tangan Dinah, lalu dibentangkannya.
"Hebat sekali peta ini! Kau benar-benar cerdik, Dinah!"
Tampang Dinah berseri-seri, karena dipeluk abangnya. Ia sering bertengkar dengan
Philip. Tapi ia juga senang, apabila abangnya itu memujinya.
Keempat anak itu mengamat-amati peta dengan tekun.
"Ini dia celah di sela beting nampak jelas sekali," kata Dinah. Philip dan
"Jack mengangguk. "Rupanya sudah sedari dulu ada," kata Jack. "Kurasa itu satu-satunya jalan bagi
para pengusaha tambang jaman dulu untuk datang dan pergi dari pulau itu.
Bayangkan, perahu mereka mondar-mandir di situ mengantarkan makanan, lalu
" kembali dengan tembaga! Aku kepingin masuk ke dalam salah satu liang itu, untuk
melihat kayak apa tambang jaman dulu."
"Lihatlah! Liang-liang ini, semuanya diberi tanda khusus," kata Philip sambil
menuding. "Dan kaleng-kaleng itu kita temukan dekat liang yang ini, Bintik.
Lihatlah! Nah, ini sungai yang kita lihat tadi. Sekarang aku tahu, apa sebab "airnya kemerah-merahan. Rupanya karena endapan tembaga yang masih ada dalam
bukit." "Mungkin di sana masih ada tembaga," kata Dinah dengan bergairah. "Bijih timah!
Wah aku kepingin menemukannya."
?"Tembaga ditemukan dalam bentuk urat-urat di tengah batu," kata Philip, "tapi
kurasa ada juga yang berbentuk bijih. Mungkin tembaga begitu sangat berharga. He
bagaimana jika kita iseng-iseng pergi lagi ke sana, lalu masuk ke dalam
"tambang sebentar untuk mencari tembaga" Siapa tahu, masih ada bijih tembaga di
sana!" "Kurasa tidak ada lagi,". kata Jack. "Tambang takkan ditinggalkan selama masih
ada hasilnya. Sedang tambang di pulau itu sudah sejak berabad-abad tidak
dikerjakan lagi." "He! Ada sesuatu yang ditempelkan di balik peta ini," kata Lucy-Ann dengan
tiba tiba. Peta di balik dengan cepat. Ternyata di belakangnya ditempelkan
"sebuah peta lain, yang ukurannya lebih kecil.
Peta itu dilicinkan, lalu dipelajari. Mula-mula anak-anak tidak mengerti, peta
apa itu. Tapi kemudian Philip berseru girang.
"Tentu saja! Ini peta bawah tanah pulau itu peta liang tambang. Lihatlah ini
" "kan lorong-lorong serta serambi, dan ini saluran untuk mengalirkan air ke luar.
Wah ternyata tambang itu sebagian letaknya lebih rendah dari permukaan laut."
"Anak-anak asyik memperhatikan peta yang menunjukkan lorong-lorong bersimpang
siur, di bawah permukaan Pulau Suram. Rupanya bagian yang ditambang luas sekali.
Sebagian bahkan terletak di bawah dasar laut.
"Bagian ini letaknya di bawah dasar laut," kata Jack sambil menuding. "Aneh
rasanya bekerja di situ, karena kan tahu bahwa laut menggelora di atas langit-
langit batu yang menaungi!"
"Aku pasti takkan merasa senang di situ," kata Lucy-Ann. Ia bergidik sedikit,
karena merasa seram. "Aku pasti takut, nanti tahu-tahu batu yang di atas kepala
pecah, dan air laut membanjir masuk ke dalam lorong!"
"Kita harus kembali ke pulau itu lagi," kata Philip bersemangat. "Kalian mau
tahu pendapatku" Kurasa ada orang bekerja dalam tambang itu sekarang."
"Kenapa kau berpikir begitu?" tanya Dinah.
"Karena kaleng-kaleng kosong itu,"jawab Philip. "Di sana ada orang yang memakan
bekal berupa makanan kaleng. Tapi walau sudah kita cari ke mana-mana, orang itu
tidak berhasil kita jumpai. Jadi mestinya orang, atau orang-orang itu sedang
bekerja, dalam tambang. Pasti itulah keterangan misteri.
"Yuk, besok kita datang ke tempat Bill lalu menceritakan soal ini padanya," kata
Dinah bersemangat. "Peta ini kita bawa juga, untuk ditunjukkan padanya. Pasti ia
akan mengatakan, apa yang harus kita lakukan selanjutnya. Aku tidak begitu
kepingin menjelajahi lorong-lorong tam-bang itu, apabila cuma kita sendiri
berempat. Lebih enak apabila Bill ikut"
"Tidak," bantah Jack, jangan ceritakan pada Bill."
"Anak-anak yang lain memandangnya dengan heran.
"Kenapa jangan?" tanya Dinah.
"Yah soalnya tiba-tiba ada sesuatu yang terpikir olehku," kata Jack. "Kurasa "orang atau orang-orang yang ada di situ sebetulnya teman-teman Bill. Mereka di
"situ untuk menggali dalam tambang. Dan Bill datang ke sini supaya ada di dekat
mereka. Mungkin untuk mengantar makanan ke sana. Pokoknya semacam itulah! Pasti
untuk itu ia memakai perahu. Dan kurasa perbuatannya itu harus dirahasiakan.
Jadi kurasa ia takkan senang apabila kita mengetahui rahasianya itu. Dan kita
"takkan diizinkannya lagi pesiar dengan perahunya."
Jack kau ini mengada-ada! Bill ke sini kan karena ingin berlibur. Dia kan
" "datang untuk mengamat-amati kehidupan burung di sini," kata Philip.
"Kenyataannya, ia tidak sering melakukannya," balas Jack. "Begitu pula jarang
bercerita mengenainya, walau ia selalu mendengarkan apabila aku yang bercerita
dengan asyik tentang burung-burung yang ada di sini. Aku kalau diberi
kesempatan, dengan senang mau bercerita tentang burung. Tapi ia tidak! Kecuali
itu, kita sebenarnya tidak tahu menahu, apa pekerjaannya. Ia tidak pernah
bercerita tentang hal itu. Aku berani taruhan apa saja, ia beserta kawan-
kawannya saat ini sedang mulai mengusahakan lagi tambang tembaga yang ada di
Pulau Suram. Aku tidak tahu siapa pemilik tambang itu- kalau memang masih ada
pemiliknya. Tapi kurasa apabila ada dugaan bahwa di sana masih ada tembaga, maka
penemunya tentu akan merahasiakan hal itu karena ingin menambangnya sendiri."
Jack diam setelah itu. Ia kehabisan napas.
Sementara itu Kiki menggumamkan beberapa patah kata yang baru didengarnya.
"Tembaga tembaga bijih tembaga."
" ?""Kiki ini memang kakaktua yang pintar," kata Lucy-Ann. Tapi anak-anak yang lain
tak mengacuhkan burung itu. Persoalan yang sedang dibicarakan penting sekali,
jadi perhatian mereka tidak bisa terpikat oleh ocehan seekor kakaktua.
"Kita tanyakan saja secara langsung pada Bill Smugs," kata Dinah, yang selalu
ingin serba terus terang. Ia paling tidak suka pada teka-teki yang tidak bisa
dipecahkan. "Jangan begitu tolol," tukas Philip. "Jack kan sudah mengatakan padamu, apa
sebabnya lebih baik jangan memberi tahu pada Bill bahwa kita mengetahui
rahasianya. Mungkin kapan-kapan ia akan menceritakannya sendiri pada kita. Saat
itu ia pasti heran, apabila tahu bahwa kita sudah lama menebaknya!"
"Dalam waktu dekat kita ke sana lagi, dengan perahu Jo-Jo," kata Jack. "Kita
masuk ke dalam liang yang besar, lalu melihat lihat sebentar di bawah. Dengan
"segera akan kita ketahui, apabila ternyata memang ada orang tinggal di situ.
Peta ini kita bawa, supaya jangan tersesat di sana."
Asyik rasanya memperbincangkan segala hal itu. Kapankah mereka akan berangkat
lagi ke Pulau Suram" Dan bagaimana sebaiknya anak-anak perempuan diajak atau
"tidak" kurasa nanti kita pasti sudah lebih pandai mengemudikan perahu," kata
Philip. "Waktu pertama kalinya sebenarnya juga tidak terlalu berbahaya, setelah
kita berhasil menemukan lintasan di sela beting karang. Aku merasa yakin, kita
akan bisa dengan mudah masuk ke perairan tenang, apabila kita ke sana lagi lain
kali. Jadi tak ada salahnya jika anak-anak perempuan diajak."
Dinah dan juga Lucy-Ann bergembira mendengarnya. Mereka kepingin langsung saja
berangkat. Tapi Jo-Jo tak pernah agak lama pergi meninggalkan Craggy-Tops,
sehingga anak-anak tidak mendapat kesempatan untuk memakai perahunya dengan
diam-diam. Tapi dia sendiri, ada dua atau tiga kali pergi ke laut dengannya.
"Kau mau memancing?" tanya Philip. "Kenapa kami tidak pernah .diajak?"
"Aku tidak mau repot, dengan anak-anak kayak kalian," kata Jo-Jo dengan sikapnya
yang masam seperti biasa, lalu berangkat seorang diri. Ia berlayar jauh sekali
ke tengah, sehingga perahunya tak nampak lagi di balik kabut hawa panas yang
kelihatannya selalu ada di sebelah barat.
"Mungkin saja dia pergi ke Pulau Suram." Kata Jack. "Yang jelas, ia tidak
kelihatan lagi sekarang. Mudah-mudahan banyak ikan yang dibawanya untuk dimakan
malam ini." Ternyata banyak ikan yang berhasil ditangkap laki-laki itu. Sore-sore perahunya
muncul lagi.Begitu sampai di pantai, anak-anak membantunya mengangkut ikan-ikan
itu. "Sebetulnya kau juga bisa mengajak kami, orang jahat," kata Dinah. "Kan kami
bisa membantu mengulurkan tali pancing."
Keesokan harinya Jo-Jo .pergi lagi ke kota. Anak-anak senang ketika
mengetahuinya. "Hari ini ia cuti," kata Bibi Polly, "jadi kalian harus membantu menyelesaikan
beberapa tugasnya. Jack dan Philip, kalian menimba air."
Kedua anak itu dengan segera pergi ke sumur.
Ember yang berat mereka ulur ke bawah, sampai menyentuh air. Jack berdiri di
pinggir sumur, memandang ke bawah.
"Kelihatannya persis liang tambang yang di pulau," katanya. "Yak sekarang "gulung tali lagi, Jambul!"
Anak-anak bergegas menyelesaikan semua tugas yang disuruh kerjakan oleh Bibi
Polly. Kemudian, sesudah memeriksa apakah mobil betul-betul sudah tidak ada
dalam garasi lagi, mereka lantas minta izin pada Bibi Polly untuk berpiknik.
Bibi mengizinkan, dan memberi bekal makanan. Begitu persiapan selesai, mereka
pun cepat-cepat lari ke perahu Jo-Jo.
Perahu diturunkan ke air, lalu Jack dan Philip mendayungnya sampai ke perairan
lepas. Di situ layar dipasang.
"Kita berangkat ke Pulau Suram," seru Dinah dengan gembira. "Wah, senang hatiku
karena bisa ikut kali ini, Jack. Tidak enak rasanya jika ditinggal."
"Kau membawa senter?" tanya Philip pada Lucy-Ann. Anak itu mengangguk
"Ya," jawabnya; "Kutaruh bersama bekal kita."
"Kita akan memerlukannya nanti, dalam lorong tambang," kata Philip. Ia bergairah
sekali. Mereka akan mengalami petualangan yang mengasyikkan. Masuk ke dalam
tambang yang sudah tua sekali, di mana mungkin ada beberapa orang yang secara
diam-diam menambang tembaga. Philip bergidik, saking bergairah.
Perahu meluncur dengan lancar, dikemudikan dengan ahli oleh keempat anak itu.
Rasanya cepat sekali tahu-tahu pulau tujuan sudah muncul dari balik kabut.
?"Dengar bunyi ombak memecah itu?" tanya Jack. Dinah dan Lucy-Ann mengangguk.
Mereka tahu, sekarang pelayaran sampai ke bagian yang berbahaya. Keduanya
berharap bahwa Jack dan Philip bisa menemukan jalan masuk semudah pertama kali
mereka ke situ, lalu mengarahkan perahu dengan selamat ke perairan tenang di
sebelah dalam. "Itu dia Bukit yang tinggi," kata Jack setelah beberapa saat, "Dinah, Lucy-
"Ann, turunkan layar. Ya, begitu tenang, tenang. Jaga tali itu, Lucy-Ann.
"Bukan, bukan yang itu ya, betul."
"Layar sudah diturunkan. Kini Jack dan Philip mendayung lagi. Mereka berhati-hati
sekali, mengarahkan haluan perahu ke celah yang terdapat di sela beting. Kini
mereka sudah tahu betul tempatnya. Mereka masuk ke celah itu, sambil berjaga-
jaga untuk mengelakkan karang yang agak terendam dalam air. Lucy-Ann kelihatan
ketakutan, ketika lunas tergeser sedikit ke karang itu. Tapi dengan segera
perahu sudah sampai di perairan yang tenang.
Lucy-Ann menghembuskan napas lega. Mukanya pucat pasi, karena takut dan juga
karena mabuk laut. Tapi kesenangannya pulih dengan cepat, begitu melihat pulau
sudah dekat. Perahu sampai di pantai dengan selamat, lalu ditarik ke tempat yang
agak tinggi. "Sekarang kita pergi ke bukit," kata Jack. "Bukan main, lihatlah burung yang
beribu-ribu itu! Belum pernah aku melihat burung sebanyak di tempat ini. Coba
aku bisa menemukan burung auk besar di sini!"
"Mungkin aku nanti bisa menemukannya untukmu," kata Lucy-Ann sepenuh hati. "Mana
sungai yang airnya kemerah-merahan, Philip" Lalu tumpukan kaleng itu" Di dekat
sinikah tempatnya?" "Sebentar lagi akan kaulihat," kata Philip, sambil berjalan mendului. "Kita
harus melewati celah sempit itu dulu, masuk ke daerah bukit."
'Tidak lama kemudian mereka melihat sungai yang warnanya merah tembaga, mengalir
dalam lembah di tengah bukit. Jack berhenti sebentar, untuk mengenali tempat itu
kembali. "Nanti dulu," katanya. "Di mana lagi letak liang yang lebar itu?"
Sementara itu Dinah dan Lucy-Ann sudah berteriak-teriak, karena menemukan
lubang-lubang lainnya, serta bangunan-bangunan yang sudah runtuh di sisi lubang-
lubang itu. "Mestinya di sini ada semacam bangunan tempat masuk ke tambang," kata Jack. "Nah
sekarang di mana tumpukan kaleng itu" Mestinya di dekat-dekat sini. Ah itu " "dia liang yang besar!"
Anak anak bergegas menghampiri liang yang lebar, lalu memandang ke dalamnya.
"Nampak jelas bahwa tangga yang terpasang di sisinya masih cukup baik keadaannya.
"Inilah liang yang dipergunakan orang-orang itu," kata Philip. "Cuma tangga ini
saja yang masih aman."
"Jangan bicara terlalu keras," kata Jack setengah berbisik. "Mungkin terdengar
nanti di dalam lubang."
"Mana kaleng-kaleng yang kalian ceritakan waktu itu?" tanya Lucy-Ann.
"Di sebelah sana dekat batu itu," kata Philip sambil menuding. "Ke sanalah
"sendiri, kalau kepingin melihatnya."
Sambil berkata begitu disorotkannya senter ke dalam liang. Tapi tak banyak yang
kelihatan. Nampaknya menyeramkan. Seperti apakah keadaannya di bawah" Betulkah
ada orang-orang di sana" Mereka tak boleh sampai ketahuan oleh orang-orang itu.
Orang-orang dewasa selalu marah, apabila ada anak anak yang ikut-ikut dalam
"persoalan yang bukan urusan mereka.
"Jack, aku tidak bisa menemukan kaleng-kaleng itu," kata Lucy-Ann. Philip
mendengus dengan sikap tidak sabar. Anak-anak perempuan memang konyol, pikirnya.
Selalu tidak bisa menemukan apa saja. Ia datang menghampiri, untuk menunjukkan
tumpukan kaleng itu. Tiba tiba ia tertegun. Di bawah batu yang agak mencuat ke depan tidak ada
" "apa apa! Kaleng-kaleng itu sudah tidak ada lagi di situ.
" "Lihatlah, Jack," kata Philip. Ia lupa untuk berbicara dengan suara pelan.
"Kaleng-kaleng itu semuanya sudah tidak ada lagi! Siapa yang mengambilnya" "Tapi dengan begini ternyata bahwa memang ada orang di pulau ini, yang waktu
"kita pertama kali datang juga sudah ada di sini. Wah ini benar-benar
"menegangkan!" Bab 19 DALAM TAMBANG TEMBAGA Lucy-Ann memandang berkeliling dengan cemas. Sikapnya seolah-olah menyangka
mungkin ada orang bersembunyi di balik batu.
"Tidak enak rasanya membayangkan mungkin di sini ada orang yang sama sekali


Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Suram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak kita kenal siapa dia, atau. mereka," katanya.
"Jangan suka begitu," kata Jack. "Mereka kan ada di dalam tambang. Bagaimana
"kita masuk atau tidak ke dalam liang ini, untuk melihat apa yang ada di bawah?"
Dinah dan Lucy-Ann sebetulnya tidak mau. Tapi bagi Lucy-Ann lebih tidak enak
lagi tinggal sendiri di atas bersama Dinah. Karenanya ia memilih lebih baik
ikut. Sedang Dinah tidak mau ditinggal seorang diri. Karenanya ia juga ikut.
Philip membentangkan peta lorong-lorong tambang di tanah. Lalu keempat anak itu
berlutut, mempelajari peta itu.
"Lihatlah liang ini menurun, sampai ke pusat jaringan lorong dan serambi di
"bawah tanah," kata Philip. "Apakah kita nanti sebaiknya mengambil lorong ini
saja" Kelihatannya merupakan semacam jalan utama, menuju ke liang liang
"penggalian di bawah dasar laut"
"Aduh, jangan kita jangan ke sana," kata Lucy-Ann, ketakutan. Tapi anak-anak
"yang lain memilih jalan itu. Jadi mereka akan pergi ke sana.
"Kau, Kiki jika mau ikut,.kau tidak boleh berisik," kata Jack memperingatkan
"burung kakaktua itu. "Karena kalau kau ribut sewaktu kita sedang di dekat para
pekerja di bawah, mereka akan mendengar suaramu sehingga kita ketahuan.
Mengerti?" "Ciluk ba," kata Kiki dengan gaya serius. Ia menggaruk-garuk jambulnya.
"Dasar burung konyol," kata Jack "Tapi ingat kataku tadi, jangan berteriak atau
menjerit nanti ya?" Setelah itu mereka menghampiri mulut liang, lalu memandang ke bawah. Petualangan
memang mengasyikkan, tapi kali ini tahu-tahu terasa agak menyeramkan.
"Yuk," kata Philip, lalu mulai menuruni tangga. Kurasa takkan terjadi apa-apa
"dengan kita, juga apabila ketahuan. Bagaimana pun kita mula-mula datang ke pulau
ini kan karena hendak mencari burung auk besar untuk si Bintik. Jadi apabila
sampai ketahuan nanti, kita kan bisa mengatakan akan tutup mulut. Jika
orang orang itu teman-teman Bill Smugs, mestinya mereka orang baik-baik. Bisa
"kita katakan pada mereka bahwa Bill teman kita.
"Anak-anak menuruni liang tambang yang sangat dalam. Baru sampai setengah jalan,
mereka sudah mulai menyesal. Tak dikira semula bahwa liang itu begitu dalam.
Rasanya sepeti turun ke perut bumi. Turun terus dalam gelap, yang hanya sekali-
sekali saja diterangi cahaya empat buah senter.
"Kalian tidak apa-apa?" tanya Philip pada Dinah dan Lucy-Ann. Ia agak cemas
memikirkan kedua anak perempuan itu. "Kurasa kita sudah hampir sampai di
dasar." "Lenganku pegal sekali," kata Lucy-Ann. Kasihan anak itu. Ia tidak sekuat ketiga
"anak yang lebih besar dari dirinya. Kalau mengenai keberanian dan kekuatan,
Dinah setanding dengan anak laki-laki.
"Kalau begitu berhenti saja dulu," kata Jack.
"Istirahatlah sebentar. Aduh, berat sekali rasanya Kiki di pundakku. Kurasa
sebabnya lenganku juga sudah mulai pegal karena terus-terusan memegang anak
tangga sedari tadi."
Anak-anak beristirahat sebentar. Setelah itu turun lagi. Beberapa saat kemudian
Philip berseru pelan. "He! Aku sudah sampai di dasar."
Dengan perasaan lega anak-anak menyusul. Lucy-Ann langsung terduduk di tanah.
Sekarang bukan cuma lengan, tapi lututnya juga sudah terasa pegal. Philip
menyinarkan senternya berkeliling tempat itu.
Ternyata mereka berada dalam sebuah lorong yang agak lebar. Dinding dan langit-
langitnya batu semua, nampak berkilau kemerah-merahan seperti tembaga kena sinar
senter. Dari lorong besar itu terdapat sejumlah cabang berupa serambi serta
lorong lorong yang lebih kecil." Kita lakukan rencana kita tadi," kata Philip. "Kita terus berjalan dalam
"lorong utama ini."
Jack menyorotkan senternya ke dalam sebuah lorong yang lebih kecil.
"Lihatlah," katanya. "Sebagian langit-langit di lorong itu runtuh. Kalaupun kita
mau, kita tidak bisa masuk ke situ."
"Wah mudah-mudahan saja langit-langit lorong ini tidak ambruk sementara kita
"masih ada di sini," kata Lucy-Ann, sambil mendongak dengan pandangan takut. Di
beberapa tempat langit-langit lorong itu ditopang dengan batang kayu yang besar-
besar. Tapi sebagian besar terdiri dari batu cadas yang keras.
"Yuk kita cukup aman di sini," kata Jack tidak sabaran. "Wah, asyik rasanya,
"berada jauh di bawah tanah, menyusur lorong tambang tembaga yang sudah sangat
tua!" "Aneh udara di sini ternyata cukup segar," kata Dinah. Ia teringat pada bau
"pengap dalam lorong tersembunyi yang menuju ke Craggy-Tops.
"Rupanya dalam tambang ini ada saluran udara yang baik kerjanya," kata Philip.
Ia mencoba mengingat-ingat cara kerja saluran udara dalam tambang batu bara.
"Itu yang paling dulu dipikirkan, apabila hendak dimulai membuka pertambangan di
bawah tanah. Harus diusahakan agar selalu ada udara segar mengalir ke bawah.
Begitu pula terusan-terusan untuk membuang air yang mungkin terkumpul lalu
membanjiri liang di bawah tanah."
Aku pasti tidak mau, kalau disuruh bekerja dalam tambang," kata Lucy-Ann. Ia
"bergidik, karena seram. sudah di bawah laut sekarang, Philip?"
"Belum," jawab Philip. "Kurasa sekarang baru setengah jalan. He di sini ada
"bagian yang banyak digali rupanya. Kelihatannya seperti gua yang lapang!"
Katanya memang benar. Lorong itu melebar, membentuk semacam gua yang sangat
lapang. Di situ nampak tanda-tanda penggalian. Sambil berseru gembira Jack lari
ke suatu pojok, lalu memungut sebuah benda. Kelihatannya seperti ujung palu,
terbuat dari perunggu. "Lihat!" katanya dengan bangga pada anak-anak yang lain. "Mestinya ini patahan
dari alat yang dipakai pekerja tambang jaman dulu, karena terbuat dari perunggu.
Perunggu itu logam campuran tembaga dan timah putih. Wah! Teman-temanku di
sekolah pasti iri kalau melihat benda yang kutemukan ini!"
Setelah itu yang lain-lain ikut mencari dengan rajin. Beberapa saat kemudian
Lucy-Ann menemukan sesuatu, yang sangat menarik perhatian.
Bukan alat jaman kuno yang terbuat dari perunggu, tapi sepotong pensil pendek
berwarna kuning. "Kau tahu milik siapa pensil ini?" kata Lucy-Ann, sementara matanya yang hijau
bersinar-sinar kena cahaya senter, seperti mata kucing. "Bill Smugs! Aku pernah
melihatnya menulis dengan pensil ini."
"Kalau begitu tentunya pensil ini terjatuh, ketika ia datang ke sini," kata
Philip. "Wah kalau begitu sangkaan kita ternyata tepat! la tinggal di pesisir "dengan perahu serta mobilnya, karena teman-temannya sedang menggali dalam
tambang ini, dan ia bertugas mengantarkan perbekalan untuk mereka. Pintar sekali
dia tak pernah ia bercerita mengenainya pada kita."
?"Yah, kan memang tidak perlu memceritakan segala-galanya pada setiap anak yang
dijumpai," kata Dinah. "Pasti ia akan tercengang, apabila tahu bahwa rahasianya
kita ketahui! Mungkin saat ini ia juga ada di sini!"
"Mana mungkin, goblok!" kata Philip dengan segera. "Perahunya tadi kan tak ada
di pantai! Dan untuk datang ke sini, harus naik perahu. Jalan lain tidak ada."
"O ya, aku lupa," kata Dinah. "Pokoknya sekarang aku tidak takut lagi kalau
"ketemu orang-orang yang ada di sini, karena tahu mereka itu kawan-kawan Bill.
Walau begitu, sedapat mungkin kita jangan sampai ketahuan. Mungkin orang-orang
itu berpendapat anak-anak kayak kita tidak bisa dipercaya, dan karenanya akan
marah-marah kalau melihat kita di sini."
Anak-anak memeriksa gua itu dengan cermat. Langit langitnya ditopang dengan
"balok-balok kayu yang sudah tua. Beberapa di antaranya sudah patah, sehingga
langit-langit di bagian itu nampak melesak ke bawah. Sebuah tangga batu yang
ditatah secara kasar menuju ke gua lain di sebelah atas. Tapi gua itu sudah
runtuh langit-langitnya. Jadi anak-anak tidak bisa masuk ke situ.
"Kalian mau tahu, pikiran apa yang baru saja melintas dalam ingatanmu?" kata
Jack dengan tiba-tiba. la menoleh ke arah anak-anak yang berada di belakangnya.
"Kurasa cahaya yang kulihat memancar dari arah laut beberapa malam yang lalu
sama sekali tidak berasal dari sebuah kapal, tapi dari pulau ini. Para pekerja
di sini memberi isyarat untuk mengatakan bahwa makanan sudah habis. Sedang
cahaya yang datang dari atas tebing berasal dari Bill, yang mengisyaratkan bahwa
ia akan datang membawa perbekalan lagi.
?"Ya tapi sinar itu datangnya kan dari tebing di tempat kita, bukan tempat
"Bill," bantah Philip.
"Betul kau juga tahu kan, isyarat cahaya yang datang dari sisi darat pulau ini
"hanya bisa kelihatan dari atas tebing paling tinggi di darat," kata Jack.
"Jika seseorang berdiri di atas bukit di tengah pulau ini lalu menyalakan api
unggun atau melambai-lambaikan lampu yang terang sinarnya, isyarat itu hanya
bisa kelihatan dari tebing tempat kita. Dari tempat Bill tidak kelihatan. Jadi
mestinya malam itu Bill datang ke tebing kita, lalu membalas isyarat.
?"Kurasa kau benar," kata Philip. "Mestinya malam itu Bill yang berkeliaran di
atas tebing dibelakang Craggy-Tops dan kau melihat sinar isyaratnya. Jo-Jo
"juga melihat sinar itu. Pantas Jo-Jo selalu mengoceh, katanya ada 'macam-macam'
yang berkeliaran malam hari, dan takut padanya. Rupanya ia sering mendengar Bill
berkeliaran serta melihat sinar isyaratnya, tanpa tahu apa sebetulnya yang
didengar dan dilihatnya itu."
"Kurasa kemudian Bill bergegas berangkat ke sini dengan perahunya, dengan
membawa bekal makanan lagi," kata Jack. "Sedang kaleng-kaleng bekas dibawanya
pergi lagi. Itulah sebabnya kaleng-kaleng itu tidak ada lagi di atas! Ternyata
ia sangat pandai bersiasat! Ia menyimpan rahasia dan cuma kita saja orang lain"yang mengetahuinya."
Menurut perasaanku, lebih baik kita katakan pada dia bahwa kita tahu;" kata
"Lucy-Ann. "Kenapa tidak"! Kurasa ia lebih senang apabila tahu bahwa kita
mengetahuinya." "Yah kita bisa saja menyinggung-nyinggung beberapa hal, sampai ia menduga
"sendiri bahwa kita tahu," kata Philip. "Lalu setelah itu mungkin ia akan berkata
terus terang. Lalu kita mengobrol mengenai tambang-tambang ini. Mungkin Bill
nanti akan menceritakan macam macam hal yang menarik."
?"O ya begitu saja sebaiknya," kata Jack. "Yuk, kita teruskan penjelajahan
"kita. Aku merasa seperti mengenal baik gua ini."
Setelah berjalan agak lama, lorong yang mereka lalui tahu-tahu menikung tajam ke
kiri. Jantung Philip berdebar keras. Ia tahu dari peta bahwa apabila lorong
utama menikung ke kiri, itu artinya mereka memasuki bagian yang terletak di
bawah dasar laut. Menegangkan juga rasanya, berjalan di bawah laut dalam.
"Apa bunyi aneh itu?" tanya Dinah. Anak-anak memasang telinga. Di kejauhan
terdengar bunyi berdentam-dentam, tidak hentinya.
"Mungkin mesin-mesin yang dipakai para pekerja di sini," kata Philip. Tapi
segera kemudian ia tahu, bunyi apa itu. "Bukan itu bunyi laut, di atas kepala
"kita! Ya bunyi laut!"
"Kata-katanya memang benar. Anak-anak mendengarkan bunyi berat di kejauhan itu.
Dentaman yang tidak kenal henti. Itulah laut yang bergerak terus di atas dasar
batu. "Aneh rasanya, berada di bawah dasar laut," kata Lucy-Ann agak seram. Anak itu
bergidik. Tempat itu begitu gelap, dan bunyi yang terdengar aneh sekali.
"Panas sekali ya, hawa di sini," katanya.
Anak anak yang lain sependapat dengan dia. Hawa memang panas dalam lorong
"tambang tembaga yang sudah tua itu.
Anak-anak meneruskan langkah, menyusur lorong. Mereka tetap di lorong utama.
Serambi-serambi cabang yang banyak jumlahnya, tidak mereka masuki. Serambi-
serambi itu mungkin menuju ke tempat-tempat penggalian lainnya dalam tambang
yang luas itu. "Jika kita tidak tetap berada dalam lorong utama ini, nanti bisa tersesat," kata
Philip. Napas Lucy-Ann tersentak. Sama sekali tak terpikir olehnya sebelum itu,
bahwa mereka bisa saja tersesat, Ia merasa ngeri, membayangkan ke-mungkinan
berkeliaran sampai bermil-mil dalam lorong-lorong tambang, tanpa berhasil
menemukan liang yang menuju ke atas tanah!
Kemudian mereka tiba di suatu tempat. Dan tahu-tahu mereka melihat cahaya
terang-benderang di depan. Ketika anak anak mendekati suatu tikungan, nampak
"cahaya remang-remang di situ. Lalu ketika tikungan itu dimasuki, mereka tiba di
sebuah gua yang terang benderang.
Anak-anak berhenti berjalan, karena kaget, Saat itu mereka mendengar bunyi yang
aneh. Bukan dentuman laut, tapi seperti batu-batu berguguran. Mereka tidak tahu,
bunyi apa itu sebenarnya. Lalu terdengar bunyi dentaman, disusul bunyi yang tadi
lagi. Ah, aku tahu sekarang! Kita sudah sampai di tempat orang-orang itu bekerja!"
"bisik Jack bersemangat, "Cepat, mundur sedikit! Kita boleh melihat mereka tapi
" jangan sampai ketahuan!"
Bab 20 TERTAWAN Anak-anak merapatkan tubuh ke dinding lorong, sambil berusaha memandang ke
depan. Mata mereka terkejap-kejap karena silau.
Di depan mereka nampak kotak-kotak serta peti-peti. Tapi cuma itu saja. Dalam
gua tidak kelihatan ada orang. Tapi anak-anak tahu, tak jauh dan situ ada yang
sedang bekerja, menimbulkan bunyi berdentum dan gemeretak.
"Yuk, kita kembali saja," keluh Lucy-Ann ketakutan.
"Nanti dulu. He, lihatlah di situ ada lorong samping," bisik Philip. Ia "menyorotkan senternya ke sebuah lubang gelap, yang ada di dekat mereka.
Kita menyelinap masuk ke situ. Barangkali saja akan menjumpai pekerja yang ada
"di dekat-dekat sana."
Anak anak menyusur lorong samping itu, sambil merapatkan diri ke sisinya. Tiba-
"tiba ada batu jatuh dari langit-langit. Kiki kaget, lalu terbang kembali ke
lorong utama. "Sini, panggil Jack. ia takut, burung itu nanti tersesat. Tapi Kiki tidak mau
"kembali. Jack menyusul, sambil bersiul siul pelan untuk me-manggil burung itu.
"Anak-anak yang lain tidak sadar bahwa Jack sudah tidak lagi bersama mereka.
Karenanya mereka meneruskan langkah, pelan serta tersandung sandung.
"Kejadian setelah itu berlangsung cepat sekali. Seseorang datang bergegas sambil
membawa lentera. Cahaya lampu itu langsung menerangi sosok tubuh ketiga anak
yang sedang berjalan. Mereka merapatkan diri ke dinding, sambil menutup mata karena silau kena cahaya
lentera. Sedang orang yang datang tertegun, karena heran dan kaget.
"Astaga!" ucap orang itu dengan suaranya yang berat dan agak serak. "Astaga!"
Lentera diangkatnya lebih tinggi, supaya anak-anak itu bisa terlihat lebih
jelas. Kemudian ia menoleh, lalu memanggil-manggil.
"Jake! Ke sinilah sebentar. Coba lihat ini. Aku menemukan sesuatu yang pasti
akan membuatmu melongo!"
Orang yang dipanggil datang. Nampak bayangannya yang jangkung dalam gelap. Ia
berseru kaget, ketika melihat ketiga anak itu.
"Astaga!" katanya. "Anak-anak! Bagaimana mereka bisa sampai di sini" Mereka
betul anak-anak, atau mungkin aku sedang mimpi?"
"Mereka betul anak-anak," kata laki-laki yang pertama. Lalu ia menyapa ketiga
anak yang masih menempel ke dinding, dengan nada kasar dan keras.
"Apa yang kalian lakukan di sini" Kalian ikut siapa tadi?"
"Kami datang sendiri," jawab Philip.
Laki-laki yang menanyainya tertawa.
"Mustahil! Percuma saja bohong pada kami. Siapa yang membawa kalian kemari, dan
untuk apa?" "Kami datang sendiri, naik perahu," kata Lucy-Ann tersinggung. Kami tahu jalan
"masuk lewat celah di beting."
"Untuk apa kalian datang?" tanya laki-laki yang bernama Jake, sambil datang
mendekat. Sekarang anak-anak bisa melihat tampangnya dengan jelas.
Mereka tidak senang melihatnya. Laki-laki itu matanya yang satu tertutup kain
hitam, sedang yang satunya lagi menatap mereka dengan kilatan kejam. Bibirnya
tipis sekali, sampai nyaris tidak kelihatan. Lucy-Ann menciutkan tubuhnya.
"Ayo bilang, kenapa kalian datang kemari?" tanya Jake.
"Yah kami menemukan liang yang di atas lalu memasukinya untuk melihat " "tambang tambang yang tua ini, kata Philip. "Kalian tidak usah khawatir, kami
"bisa menyimpan rahasia."
"Rahasia" Apa maksudmu" Apa saja yang kauketahui?" tanya Jake dengan ketus.
Philip diam saja, karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Jake
menganggukkan kepala pada orang yang pertama. Orang yang pergi ke belakang anak-
anak. Sekarang mereka tidak bisa lari lagi. Belakang dan depan sudah dijaga.
Lucy-Ann menangis. Philip cepat-cepat merangkulnya. Saat itu baru disadarinya
bahwa Jack tidak ada bersama mereka. Lucy-Ann memandang berkeliling, mencari-
cari Jack pula. Ketika dilihatnya tidak ada di situ, tangisnya menjadi semakin
keras. "Lucy-Ann jangan bilang pada orang-orang itu bahwa Jack tidak ada," bisik
"Philip. "Kalau kita nanti ditawan, Jack masih bisa lari untuk memanggil bantuan.
Jadi jangan bilang apa-apa tentang dia."
"Apa yang kalian bisik-bisikkan itu?" tanya Jake.
Kemudian disapanya Philip, "Kau kan tidak ingin adik-adikmu ini mengalami
cedera" Kalau tidak- katakan apa yang ingin kami ketahui, nanti mungkin kalian
akan kami bebaskan."
Philip kaget dan takut mendengar nada suara laki-laki itu. Untuk pertama kalinya
baru ia menyadari, mungkin saat itu mereka sedang menghadapi bahaya. Kedua laki-
laki itu galak-galak. Mereka pasti tidak mau ketiga anak anak itu mengetahui
"rahasia mereka. Lalu bagaimana jika mereka lantas dikurung di bawah tanah"


Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Suram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dipukuli, dan dibiarkan kelaparan" Siapa tahu apa yang akan terjadi kemudian"
Akhirnya Philip memilih, lebih baik menceritakan saja apa yang diketahuinya.
"Begini," katanya pada Jake, "kami tahu kalian bekerja sama dengan siapa. Orang
itu teman kami. Dia pasti akan marah sekali, jika kalian mencelakakan kami."
"O ya?" kata Jake dengan mencemooh. "Dan siapa dia, teman kalian yang hebat
itu?" "Bill Smugs," kata Philip dengan tegas. Menurut perasaannya, kini pasti
segala galanya beres, karena sudah menyebutkan nama teman mereka itu. Tapi
"dugaannya meleset. "Bill Smugs?" kata Jake dengan gaya mengejek.
"Siapa lagi itu" Aku belum pernah mendengar nama itu seumur hidupku."
"Mana mungkin," kata Philip. Kini ia mulai bingung. "Kan dia yang mengantarkan
makanan untuk kalian, serta selalu mengirimkan isyarat dari atas tebing. Masa
kau tak tahu"! Kalian pasti kenal pada Bill Smugs."
Kedua laki-laki itu menatap anak-anak, lalu berunding dalam bahasa asing.
Kelihatannya mereka agak bingung.
"Bill Smugs bukan kawan kami," kata Jake kemudian. "Apakah dia mengatakan kenal
kami?" "Tidak, bukan begitu," jawab Philip. "Cuma kami saja yang menerka begitu."
"Kalau begitu terkaanmu keliru," kata Jake lagi. "Sekarang ikut kami. Kalian
akan kami tahan di salah satu tempat, sampai ada keputusan apa yang akan kami
lakukan dengan anak-anak yang ikut campur dalam urusan orang lain."
Menurut dugaan Philip, mereka pasti akan disekap di suatu tempat di bawah tanah.
Ia marah, tapi sekaligus juga takut. Sedang Dinah dan Lucy-Ann sudah cemas
sekali. Dinah diam saja. Tapi Lucy-Ann tidak berhenti menangis ketakutan, karena Jack tidak ada.
Jake mendorong Philip, menyuruhnya berjalan duluan. Anak-anak digiringnya masuk
ke sebuah lorong sempit, yang merupakan cabang lorong di mana mereka semula
berada. Mereka berjalan, sampai di sebuah pintu yang ada gerendelnya.
Jake menarik gerendel, membuka pintu lalu mendorong anak-anak ke dalam. Mereka
masuk ke dalam sebuah gua. Kelihatannya seperti bilik yang sempit, karena di "situ ada sebuah meja kecil serta beberapa bangku. Jake meletakkan lentera yang
dibawanya ke atas meja. "Kalian akan aman di sini," katanya sambil nyengir jelek. "Jangan khawatir,
kalian takkan kubiarkan mati kelaparan."
Setelah itu ditinggalkannya mereka. Terdengar bunyi gerendel ditarik untuk
mengunci pintu kembali; dan setelah itu langkah orang menjauh.
Lucy-Ann masih terus menangis.
"Dasar sial!" kata Philip. Dipaksanya dirinya berbicara dengan suara riang.
"Sudahlah, Lucy-Ann jangan menangis terus."
?"Kenapa kedua laki-laki itu tidak kenal dengan Bill Smugs?" tanya Dinah bingung.
"Kita tahu, pasti dia yang mengantarkan makanan untuk mereka, dan mungkin juga
yang membawa pergi tembaga hasil galian di sini."
"Jawabannya mudah saja," jawab Philip dengan lesu. "Pasti Bill itu bukan namanya
yang asli. Memang nama itu rasanya agak aneh! Bill Smugs! Kalau kupikir-pikir,
sebetulnya aku belum pernah mendengar ada orang yang namanya begitu."
"Aduh, jadi menurut pendapatmu, itu bukan namanya yang asli?" kata Dinah.
"Karena itu rupanya kedua laki-laki tadi tidak mengenalnya. Sial! Coba kita tahu
siapa nama Bill yang sebenarnya pasti segala-galanya bisa beres."
?"Lalu sekarang bagaimana?" tangis Lucy-Ann. "Aku tidak mau disekap dalam tambang
tembaga di bawah laut. Aku ngeri!"
"Tapi ini kan petualangan asyik, Lucy-Ann," kata Philip, berusaha menghibur anak
itu. "Aku tidak suka pada petualangan asyik, jika aku sendiri yang harus
mengalaminya," kata anak perempuan itu lagi, sambil menangis terus. Kedua anak
yang lain sama saja perasaan mereka.
Kemudian Philip teringat pada Jack.
"Apa yang sebetulnya terjadi dengan anak itu?" katanya. "Mudah-mudahan saja
selamat! Dengan begitu, mungkin bisa menolong kita."
Tapi keadaan Jack saat itu jauh dari selamat.
Tadi ia kembali ke lorong utama karena mencari Kiki, lalu memasuki lorong lain.
Kiki ditemukannya di situ, lalu ia berjalan hendak kembali. Tapi tidak berhasil!
Jack tersesat. Jadi ia sama sekali tidak tahu bahwa Lucy-Ann serta kedua
kawannya tertangkap. Kiki sudah bertengger lagi di pundaknya, sambil bicara
sendiri dengan suara pelan.
Peta tambang ada pada Philip. Jadi begitu Jack tersesat, ia tidak bisa tahu lagi
mana jalan kembali ke lorong utama. Dimasukinya lorong demi lorong. Kalau
menjumpai lorong yang tersumbat, ia kembali lagi, lalu masuk yang lain. Makin
lama ia makin- bingung. "Kita tersesat. Kiki," kata Jack. Berulang kali ia berseru-seru senyaring
mungkin. Suaranya menggema seram dalam lorong-lorong kuno itu. Kiki ikut
menjerit-jerit. Tapi sama sekali tidak terdengar suara orang menjawab.
Anak-anak yang terkurung dalam gua, setelah beberapa saat terdiam. Tidak ada
lagi yang bisa dibicarakan. Juga tak ada yang masih bisa mereka kerjakan. Lucy-
Ann meletakkan kepala di atas lengannya yang disilangkan di atas meja, lalu
tertidur. la sudah capek sekali. Sedang Dinah dan Philip membaringkan diri di
bangku. Mereka mencoba tidur. Tapi tidak bisa.
"Kita harus berusaha melarikan diri dari sini, Philip," kata Dinah dengan
gelisah. "Gampang saja bilang begitu," kata Philip agak jengkel. "Tapi melakukannya,
sulit! Menurutmu, bagaimana caranya kita lari dari sebuah gua dalam tambang
tembaga yang terletak di bawah dasar laut" Gua berpintu kokoh dan digerendel
sebelah luarnya" Jangan konyol!"
"Aku punya akal," kata Dinah, setelah beberapa saat. Philip cuma mendengus saja.
Ia selalu menganggap remeh gagasan Dinah, yang biasanya memang terlalu mengada-
ada. "Dengar dulu, Philip," desak Dinah. "Akalku ini baik sekali."
"Lalu bagaimana?" tanya Philip, setengah menggerutu.
"Jake, atau laki-laki yang satu lagi, pasti pada suatu saat akan datang lagi ke
sini, untuk mengantar makanan," kata Dinah. "Nah, saat itu kita semua harus
mengerang erang, memegang kepala serta tersengal-sengal.?""Untuk apa?" tanya Philip dengan heran.
"Supaya dikira kita tidak bisa bernapas karena hawa di sini buruk," kata Dinah.
"Kita pura-pura sudah hampir mati! Mungkin karenanya kita disuruh keluar agar
bisa menarik napas. Nah, saat itu kau pura-pura terhuyung-huyung ke arahnya,
lalu menendang lentera supaya padam. Lalu kita lari cepat-cepat!"
Philip langsung terduduk. Dipandangnya adik-nya dengan perasaan kagum.
"Rasanya idemu itu baik sekali," katanya. Dinah berseri-seri mukanya karena
senang dipuji. "Ya, sungguh! Kita harus membangunkan Lucy-Ann, dan menceritakan
rencana itu padanya. Lucy-Ann juga harus ikut berpura-pura."
Lucy-Ann dibangunkan dan diberi tahu tentang rencana itu. Anak itu langsung
setuju. Napasnya tersengal-sengal. Ia mengerang-erang seperti kesakitan, sambil
memegang kepala. Philip mengangguk.
"Ya, begitu," katanya. "Kita semua begitu nanti, apabila terdengar ada orang
datang. Sekarang, sementara masih ada waktu, lebih baik ku pelajari dulu peta
kita. Kita harus melihat di mana kita sekarang. Supaya langsung tahu ke mana
harus lari, begitu lentera sudah padam."
Dibentangkannya peta di atas meja, lalu diamat-amatinya.
"Ya," katanya setelah beberapa saat. "Aku tahu sekarang, di mana kita saat ini.
Itu gua besar yang terang-benderang tadi. Dan ini lorong samping yang sempit, di
mana kita tertangkap. Lalu kita dibawa ke sini dan ini gua kecil di mana kita "berada sekarang. Sekarang dengar! Begitu lentera sudah kutendang sehingga padam,
kalian memegang tanganku. Jangan jauh-jauh pergi! Nanti akan kubimbing kalian
menyusur lorong-lorong yang benar, menuju ke liang utama. Sesampai di situ kita
langsung memanjat ke atas. Di atas kita menggabungkan diri kembali dengan Jack
di salah satu tempat, lalu pergi ke perahu."
"Bagus," kata Dinah bersemangat.
Tepat pada saat itu terdengar bunyi langkah orang datang di luar, menghampiri
pintu yang digerende Bab 21 LARI TANPA JACK "Terdengar bunyi gerendel pintu ditarik ke belakang. Pintu terbuka, dan Jake
muncul membawa sebuah kaleng berisi biskuit serta kaleng besar yang sudah
dibuka. lsinya ikan sardencis. Di samping itu ia juga meletakkan teko berisi air
ke atas meja. Tiba-tiba ia memandang anak anak sambil melongo. Philip pura-pura tercekik
"napasnya. Ia terguling dari bangku tempatnya berbaring, jatuh ke lantai. Dari
mulut Dinah terdengar bunyi yang aneh-aneh, sementara ia memegangi kepalanya.
Lucy-Ann kelihatannya seperti mau muntah. Anak perempuan itu mengerang-erang.
"Kenapa kalian?" tanya Jake.
"Kami tidak bisa bernapas. Sasak! Sasak!" kata Philip tersengal-sengal.
Kini Dinah juga sudah terguling-guling di lantai. Jake menariknya sampai bangun,
lalu mandorongnya cepat-cepat ka pintu. Anak-anak yang lain juga dibawanya ka
luar. Manurut perkiraan Jake, anak-anak itu pasti sudah nyaris mati, karena
kehabisan udara dalam gua yang sempit.
Philip menunggu kesempatan baik, lalu terhuyung-huyung ke arah Jake, seperti tak
mampu berdiri tegak. Tahu-tahu ia mengangkat kaki kanannya, lalu ditendangkan ke
lentera yang dipegang Jake. Lentera itu jatuh dan langsung pecah. Nyalanya padam
dengan seketika. Jake berseru kaget, sementara dengan cepat Philip meraih tangan
Dinah dan Lucy-Ann yang ketakutan. Begitu sudah tergenggam, dengan cepat
didorongnya kedua anak itu ke arah sebuah lorong yang ada di sebelah kiri. Jake
menggapai-gapai dalam gelap, sambil bertariak-teriak memanggil kawannya.
"Olly! He, Olly! Cepat bawa lentara ke sini! Aku ditipu anak-anak kurang ajar
"ini. He Olly!"
"Philip mendorong-dorong kedua anak perempuan yang ada di depannya menyuruh
mereka bergegas, sementara ia berusaha keras mengi-ngat-ingat supaya jangan
tersesat. Jantung mereka berdebar-debar. Kini Lucy-Ann merasa seperti benar-
benar tercekik. Tapi tak lama kemudian suara teriakan Jake terdengar semakin
pelan. Mereka berhasil menjauhkan diri dari kejaran orang itu. Mereka sudah tiba
kembali dalam lorong lebar yang mereka tinggalkan beberapa jam sebelumnya.
Philip sudah berani lagi menyalakan senter. Lega rasanya melihat jalur cahaya
terang itu. "Syukurlah kita berada dalam lorong yang benar," kata Philip, sambil berhenti
?"sebentar untuk memasang telinga. Tapi ia tidak mendengar apa-apa, kecuali
dentaman laut di atas kepala.
Disorotkannya senter ke sekeliling tempat itu. Ya, betul mereka tidak
"tersesat. Syukurlah!
"Bisakah kita istirahat sebentar?" tanya Lucy-Ann sambil tersengal-sengal.
"Tidak bisa," kata Philip. "Orang-orang itu pasti langsung mengejar kita, begitu
sudah ada lentera lagi. Mereka tentu menduga kita akan menuju ke liang keluar.
Ayo kita tidak boleh membuang-buang waktu!?"Anak-anak bergegas lagi. Mereka kaget dan cemas, setelah beberapa saat terdengar
suara orang berteriak-teriak di belakang mereka. Itu berarti bahwa mereka
dikejar! Lucy-Ann begitu ketakutan, sehingga lututnya terasa lemas.
Tapi akhirnya mereka sampai juga di liang besar, tempat mereka masuk tadi. Liang
itu dalam sekali, sehingga tidak kelihatan sinar matahari yang masuk di ujung
atasnya. "Ayo naik," kata Philip gelisah. "Kau dulu, Lucy-Ann. Tapi cepat!"
Lucy-Ann mulai memanjat, disusul oleh Dinah. Philip naik paling belakang.
Sementara itu sudah semakin jelas terdengar suara orang-orang yang ribut
berteriak di belakang mereka. Tapi tiba-tiba teriakan itu berhenti. Philip tidak
mendengar suara mereka lagi. Apakah yang terjadi"
Sesuatu yang luar biasa. Kiki yang mendengar bunyi ribut ribut di kejauhan,
"langsung ikut berteriak-teriak. Burung itu masih duduk di pundak Jack yang
berkeliaran dalam lorong-lorong tambang karena tersesat. Pendengaran Kiki yang
tajam menangkap suara Jake dan Olly, lalu ikut berteriak dan menjerit-jerit.
"Bersihkan kakimu! Tutup pintu! He, he he - Polly, taruh cerat di atas api!"
teriaknya. Kedua laki-laki yang mendengarnya, mengira anak-anak yang berteriak-teriak.
"Mereka tersesat," kata Jake, lalu berhenti berlari. "Mereka tidak bisa
menemukan jalan kembali ke liang masuk. Kini mereka beiteriak-teriak minta
tolong." "Biar saja mereka berteriak-teriak," tukas Olly. "Takkan mungkin mereka berhasil
menemukan jalan keluar. Kan sudah kukatakan tadi! Biar saja mereka tersesat,
lalu mati kelaparan."
"Wah, jangan," kata Jake. "Risikonya terlalu besar! Bagaimana kalau nanti datang
regu pencari, lalu menemukan mereka dalam keadaan setengah mati kelaparan"
Bagaimana kita menjelaskannya" Kurasa lebih baik kita susul mereka. Kedengaran-
nya tadi suara mereka datang dari arah sana."
Keduanya lantas keluar dari lorong utama. Maksud mercka hendak mendatangi suara
yang terdengar tadi, karena menyangka anak-anak ada di situ. Saat itu mereka
mendengar teriakan Kiki lagi.
"Bersihkan kakimu, goblokl Bersihkan kakimu!"
Jake dan Olly melongo, Ialu bergegas menuju ke arah datangnya suara itu. Tapi
sementara itu Jack dan Kiki sudah masuk ke sebuah lorong samping Iagi, tanpa
ketahuan oleh kedua laki laki itu.
"Mereka tertegun, karena tak terdengar lagi suara Kiki.
"Suara mereka tidak kedengaran lagi," kata Jake. "Lebih baik ke liang masuk
saja. Siapa tahu, mereka berhasil menemukannya sekarang. Jangan sampai mereka
bisa melarikan diri, sebelum kita memutuskan apa yang hams kita lakukan terhadap
mereka." Jake dan Olly kembali ke arah liang masuk, lalu mendongak Beberapa butir kerikil
berjatuhan, mengenai mereka.
"Wah - mereka sudah naik ke atas!" seru Jake, lalu langsung ikut memanjat
tangga. Sementara itu anak-anak sudah hampir sampai di ujung atas liang itu. Lucy-Ann
sudah capek sekali. Lengan dan tungkainya terasa pegal. Rasanya sudah tidak kuat
lagi memanjat. Tapi ia memanjat terus. Akhirnya anak itu berhasil mencapai tepi
liang sebelah atas. Ia menggulingkan diri ke tanah, dengan napas terengah-engah.
Kemudian Philip keluar. Ia juga sudah sangat capek. Tapi ia tidak memberi
kesempatan istirahat, biar sebentar sekali pun.
"Kedua laki-laki tadi pasti menyusul kita naik,"katanya. "Tak ada waktu lagi
bagi kita untuk istirahat di sini. Ayo kita harus segera ke perahu, sebelum "dicegat di tengah jalan!"
Sementara itu hari mulai gelap. Rupanya lama juga mereka berada di bawah tanah.
Philip menarik lengan Dinah dan Lucy-Ann supaya berdiri. Mereka lantas lari
lagi, kini menuju pantai. Sesampai di sana mereka menarik napas lega. Syukurlah
perahu masih ada di tempat semula.
?"Aku tidak mau pergi, kalau tidak dengan Jack," kata Lucy-Ann nekat. Ia cemas
sekali, memikirkan nasib abangnya. Tapi Philip mengangkat anak itu, lalu
memasukkannya ke dalam perahu.
"Kita tidak ada waktu lagi," katanya. "Ayo! Nanti secepat mungkin kita minta
pertolongan untuk menyelamatkan Jack di sini. Aku sendiri juga tidak enak,
meninggalkan dia sendiri tapi aku harus menyelamatkan kalian berdua dulu."
?"Dinah dan Philip mulai mendayung dengan cepat, melintasi perairan tenang dan
menuju ombak yang memecah pada beting karang. Philip gelisah. Melewati lintasan
dengan aman di siang hari, lain keadaannya dengan apabila hari mulai gelap. Pada
slang hari ia bisa melihat lintasan itu!
Saat itu didengarnya suara berteriak-teriak. Tapi jarak ke pantai sudah terlalu
jauh. Jadi ia tidak bisa melihat lagi orang-orang yang berada di situ.
Jake dan Olly sudah keluar dari liang tambang, lalu cepat-cepat lari ke pantai.
Sesampai di situ, mereka langsung mencari-cari perahu. Tapi di situ tidak ada
perahu. Pasang mulai naik saat itu, sehingga bekas lunas perahu di pasir tidak
kelihatan lagi. Ketika anak anak tadi tiba di situ, perahu bahkan sudah mulai
"mengambang di atas air. Untung belum hanyut dibawa pasang.
"Di sini tidak ada perahu," kata Olly. "Kalau begitu bagaimana cara anak anak
"tadi kemari" Aneh! Tapi pasti mereka lari dengan perahu. Tak mungkin masih ada
di bawah tanah. Lebih baik kita memberi isyarat ke darat, memanggil teman kita
supaya datang. Kita harus memberi tahu bahwa anak anak tadi menjumpai kita di
"bawah tanah." Jake dan Olly kembali ke dalam tambang, tanpa mengetahui bahwa masih ada seorang
anak yang berkeliaran di situ. Jack masih tetap tersesat, menyusur lorong demi
lorong. Kelihatannya sama semua baginya.
Sementara itu ketiga anak yang melarikan diri mengalami nasib mujur, berhasil
melewati rintangan beting dengan selamat. Sebetulnya bukan mujur tapi berkat
"pendengaran Lucy-Ann yang sangat baik Diperhatikannya bunyi deburan ombak di
atas batu-batu. Tiba-tiba didengarnya deburan itu agak berkurang di salah satu
tempat. "Mestinya di situlah lintasan yang kita cari," pikirnya. Saat itu ia bertugas
memegang kemudi. Perahu diarahkannya ke tempat di mana bunyi deburan ombak tidak
begitu keras. Dan kebetulan sekali lintasan itu berhasil ditemukan. Perahu
meluncur lewat celah itu. Lunasnya menggeser karang yang terendam - tapi
kemudian mereka sampai di laut lepas.
Philip tidak ingat lagi, bagaimana caranya ia berhasil memasang layar, dan
bagaimana mereka bisa sampai di daratan. Ia sudah gelisah sekali saat itu. Ia


Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Suram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus mengantar Dinah dan Lucy-Ann dengan selamat sampai ke rumah. Dan ia
melakukan tugasnya dengan keberanian luar biasa. Ketika akhirnya dicapai tempat
menambatkan perahu di bawah tebing, Philip ternyata tidak bisa dengan segera
turun. Tiba-tiba lututnya terasa lemas sekali, sehingga ia tidak kuat berjalan.
"Aku harus istirahat dulu sebentar," katanya pada Dinah. "Lututku aneh sekali
rasanya. Tapi nanti pasti biasa lagi."
"Kau tadi hebat," kata adiknya itu. Pujian itu besar sekali artinya bagi Philip,
karena Dinah yang mengatakan begitu.
Akhirnya Philip sudah biasa lagi. Perahu ditambatkan, lalu mereka kembali ke
Craggy-Tops. Bibi Polly nampak menunggu di ambang pintu rumah. Kelihatannya
sangat cemas. "Ke mana kalian tadi" Aku sudah bingung sekali memikirkan kalian. Sekarang
badanku aneh rasanya."
Bibi kelihatan pucat sekali. Ia gemetar ketika bicara. Philip cepat-cepat
melompat maju, dan menahan Bibi Polly yang saat itu nyaris roboh.
"Kasihan Bibi Polly," katanya, sambil membimbing bibinya itu dengan berhati hati"masuk ke dalam rumah, lalu dibaringkannya di sofa. "Maaf, jika Bibi menjadi
sakit karena kami. Nanti kuambilkan air sebentar ah, tidak kau saja yang
" "mengambilkan, Dinah."
Setelah minum air seteguk, Bibi Polly mengatakan bahwa ia sudah merasa lebih
enak sekarang. Tapi nampak jelas bahwa ia sakit.
"Bibi tidak tahan kalau disuruh menghadapi kejadian begini," kata Dinah pada
Lucy-Ann. "Dulu, ketika Philip nyaris terjatuh dari atas tebing, Bibi jatuh sakit sampai
beberapa hari. Rupanya jantungnya yang tidak kuat. Sebaiknya dia kuantarkan saja
sekarang ke tempat tidur."
"Tapi jangan bilang apa-apa tentang Jack," kata Philip memperingatkan dengan
suara pelan. "Nanti Bibi kena serangan jantung." Dinah membimbing bibinya naik ke tingkat
atas, sementara Philip mencari Jo-Jo. Tapi tidak ada.
Mungkin belum pulang dari kota. Kalau betul begitu, bagus! Dengan demikian ia
takkan tahu bahwa perahunya dipakai anak-anak tadi. Saat itu Philip melihat air
muka Lucy-Ann. Kelihatannya pucat sekali. Matanya memandang lesu dan gelisah.
Philip merasa kasihan padanya.
"Apakah yang akan kita lakukan sekarang mengenai Jack?" tanya Lucy-Ann sambil
menelan tangis. "Kita harus menyelamatkan abangku, Philip!"
"Ya, aku tahu," kata Philip. "Tapi kita tidak bisa memberi tahu Bibi Polly -
"sedang lapor pada Paman Jocelyn, percuma! Apalagi pada Jo-Jo. Kita benar benar
"tolol, kalau itu yang kita lakukan. Jadi apa boleh buat, dengan begitu tinggal
Bill saja." "Tapi katamu tadi, lebih baik jangan diceritakan pada Bill bahwa kita
"mengetahui rahasianya," kata Lucy-Ann.
"Memang! Tapi sekarang terpaksa, karena Jack tinggal seorang diri di pulau,"
kata Philips. "Jadi Bill harus ke sana untuk memberitahukan pada kawan-kawannya
bahwa Jack memang temannya. Setelah itu Jack dibawanya kembali ke sini dalam
keadaan selamat. Kau tidak perlu khawatir Lucy-Ann."
"Kau akan mengatakannya sekarang juga padanya?" tanya Lucy-Ann. Ia sudah mulai
menangis lagi. "Aku akan segera berangkat, begitu perutku sudah terisi sedikit," kata Philip.
Tiba tiba ia merasa lapar sekali. "Kau juga harus makan dulu, Lucy-Ann - mukamu "sudah pucat sekali kelihatannya. Sudahlah, jangan terus-terusan bingung!
Sebentar lagi Jack pasti akan sudah ada lagi di sini dengan selamat, dan kita
bisa mengobrol sambil tertawa beramai-ramai."
Saat itu Dinah turun dari tingkat atas, lalu menyiapkan makanan. Semuanya sudah
sangat lapar. Juga Lucy-Ann. Dinah sependapat dengan abangnya. Satu satunya
"jalan yang masih ada ialah mendatangi Bill Smugs, untuk memintanya agar mau
menyelamatkan Jack "Mereka pasti marah sekali karena kita berhasil melarikan diri, sehingga Jack
akan diperlakukan dengan kasar apabila sampai tertangkap oleh mereka," kata
Dinah. Saat itu juga ia menyesal mengatakannya. Karena Lucy-Ann sudah ketakutan
lagi sekarang. "Pergilah sekarang juga, Philip," pinta anak itu. "Kalau tidak, biar aku saja
yang pergi!" "Jangan konyol," kata Philip sambil bangkit. "Kau kan tidak tahu jalan di
tebing, pada malam yang gelap begini. Nanti terjatuh ke bawah. Yah kalau
"begitu, aku berangkat saja sekarang. Sampai nanti!"
Philip keluar lalu rnenyusuri jalan kecil yang terjal menuju ke atas tebing.
Setiba di atas, ia melihat lampu mobil di kejauhan. Pasti itu Jo-Jo yang pulang
dari kota. Didengarnya deru mesin mobil yang sudah tua itu. Philip mempercepat
langkah, supaya Jo-Jo tidak melihatnya.
"Bill pasti kaget jika melihat aku nanti," pikirnya sambil berjalan. "Pasti ia
bertanya-tanya dalam hati, siapa yang mengetuk pintu pondoknya malam-malam
begini." Tapi ketika akhirnya Philip tiba di pondok itu, Bill tidak ada di sana. Philip
bingung. Apa yang harus dilakukannya sekarang"
Bab 22 BERUNDING DENGAN BILL Philip mulai putus asa. Sama sekali tak terpikir olehnya tadi, bahwa Bill
mungkin sedang tidak ada di rumahnya. Aduh sekarang bagaimana" Philip
"terhenyak pada sebuah bangku, sambil berusaha mencari akal lain. Tapi ia sudah
capek sekali. Otaknya seolah-olah beku saat itu.
"Apa yang harus kulakukan sekarang" Apa" Apa?" pikirnya. la sudah tidak tahu
akal lagi. "Apa yang harus kulakukan?"
Ruangan dalam pondok itu gelap. Philip masih terhenyak di bangku, dengan tangan
terkulai di pangkuan. Tapi setelah beberapa saat, ia merasa seperti melihat
sesuatu tadi di sebelah belakang ruangan. Ia menoleh.
"Philip tercengang ketika melihat di situ menyala sebuah lampu merah. Tapi cuma
sebentar saja, lalu padam. Lalu menyala lagi. Dan padam kembali. Begitu
berulang-ulang selama beberapa menit. Sementara itu Philip sibuk berpikir. Sinar
itu seolah-olah merupakan isyarat. Akhirnya ia bangkit, lalu menghampiri cahaya
merah itu. Ternyata berasal dari sebuah lampu kecil, yang terdapat di samping
pesawat radio. Philip memperhatikan pesawat itu, lalu memutar-mutar beberapa
buah tombol. Ketika memutar sebuah di antaranya, terdengar bunyi musik. Lalu
ketika diputar tombol lain, yang terdengar ketukan isyarat Morse. Secara
kebetulan saja ia melihat semacam gagang telepon. Alat itu disangkutkan pada
sisi belakang pesawat radio. Ukurannya lebih kecil daripada gagang telepon
biasa. Seperti telepon mini, pikir Philip.
Diangkatnya gagang itu. Seketika itu juga ia mendengar suara seseorang.
Didekatkannya gagang ke telinga.
"Di sini Y2", kata suara itu. "Y2 di sini Y2."Philip tercengang mendengarnya. Kemudian diberanikannya diri untuk menjawab.
"HaIo," katanya, "Siapa Anda?"
Sesaat pesawat itu sunyi. Rupanya orang yang menyebut diri Y2 itu kaget.
Kemudian terdengar lagi suaranya, bernada hati-hati.
"Siapa di situ?"
"Seorang anak laki-laki," jawab Philip. "Namaku Philip Mannering. Aku datang
hendak menemui Bill Smugs. Tapi dia tidak ada di sini."
"Siapa, katamu?" tanya orang itu.
"Bill Smugs. Tapi ia tidak ada di sini," ulang Philip. "Lalu Anda sendiri siapa"
Anda ingin meninggalkan pesan untuk Bill" Kurasa nanti dia pasti kembali." .
"Sudah berapa lama dia pergi?" tanya Y2.
"Entah aku juga tidak tahu," jawab Philip.
?"Nanti dulu kudengar ada orang datang. Ya kurasa itu dia datang."
" " Philip bergembira. Gagang telepon dikembalikannya ke tempat semula. Ia
mendengar seseorang bersiul-siul pelan di luar. Pasti itu Bill!
"He, Bill!" sapa Philip dengan lega. "Senang rasanya, kau datang. Cepat! Ada
yang hendak bicara dengan Anda di telepon katanya, ia..
" ?"Kau tadi bicara dengan dia?" tanya Bill.
Kedengarannya seperti kaget. Diambilnya gagang telepon, lalu bicara secara
singkat. "Di situ Y2" Sini..
"Kemudian rupanya orang yang berbicara dengannya menanyakan, siapa Philip.
"Seorang anak laki-laki, yang tinggal di dekat sini," jawab Bill atas pertanyaan
itu. "Ada kabar baru?"
Setelah itu Bill hanya mengatakan, Ya tentu saja. Aku akan memberi kabar
" "nanti, Terima kasih. Tidak, belum. Sampai lain kali.
"Setelah selesai berbicara, Bill Smugs menoleh pada Philip.
"Sekarang camkan baik-baik," katanya, "jika kau datang lagi ke sini sewaktu aku
sedang tidak ada, kau sama sekali tidak boleh mengutik-utik barang-barangku,
atau mencampuri urusanku. Mengerti?"
Sebelumnya Bill Smugs belum pernah bicara dengan nada segalak itu. Philip takut
karenanya. Apa yang akan dikatakan Bill nanti, apabila tahu bahwa anak-anak
sudah mengetahui rahasianya" Pasti ia akan semakin jengkel dan menganggap anak-
anak itu bisanya cuma mencampuri urusannya saja.
"Maaf, Bill," kata Philip dengan kikuk. "Aku tadi sama sekali tidak bermaksud
campur tangan." "Kenapa kau kemari, malam-malam begini?" tanya Bill.
"BiIl ini pensil Anda atau bukan?" tanya Philip, sambil menyodorkan puntung "pensil yang diambilnya dari dalam kantong. Ia berharap, apabila Bill melihat
puntung itu, pasti ia akan ingat bahwa pensil itu terjatuh sewaktu ia ada dalam
tambang tembaga. Dengan begitu, tanpa Philip perlu mengatakan apa-apa, Bill akan
bisa menduga bahwa anak-anak sudah mengetahui rahasianya.
Bill Smugs memandang puntung pensil itu dengan heran.
"Ya, itu kepunyaanku, katanya kemudian. "Tapi kau kemari, bukan untuk
"mengembalikan pensil yang tinggal pendek itu. Jadi untuk apa?"
"Aduh, Bill janganlah Anda segalak itu," kata Philip kecut. "Begini
" "sebenarnya kami sudah tahu apa rahasia Anda. Kami tahu, apa yang Anda kerjakan
di sini. Kami juga tahu kenapa Anda pergi ke Pulau Suram. Kami sudah mengetahui
segala-galanya." Bill Smugs mendengar kata-kata Philip dengan wajah tercengang. Kemudian matanya
menyipit. Mulutnya dirapatkan, sehingga nampak tipis sekali garis bibirnya. Saat
itu tampangnya menyeramkan.
"Sekarang katakan dengan jelas, apa maksud kata-katamu tadi," katanya dengan
nada ketus. "Apa rahasiaku" Apa segala-galanya yang kalian ketahui?"
" ?"Ya," kata Philip gelisah, "kami tahu Anda serta kawan-kawan Anda sedang sibuk
mengerjakan tambang tembaga itu kembali, dan kami tahu Anda ada di sini dengan
mobil dan perahu, untuk mengusahakan bekal makanan kawan-kawan Anda yang ada di
pulau, serta mengangkut tembaga yang digali di sana. Kami tahu Anda pernah
datang ke tambang itu. Kami juga tahu, Anda memperkenalkan diri pada kami dengan
nama palsu. Tapi sungguh, Bill kami sama sekali tidak berniat membeberkan
"rahasia itu pada orang lain. Kami malah ikut berharap, semoga banyak tembaga
yang masih bisa ditemukan."
Bill mendengarkan terus, dengan mata masih terpicing. Tapi lama-kelamaan nampak
lagi kilatan jenaka di situ. Garis mulutnya juga kembali seperti biasa. Bill
sudah menjadi Bill Smugs, teman baik anak-anak.
"Wah, wah jadi segala-galanya itu sudah kalian ketahui," kata Bill. "Kecuali
"itu, masih ada lagi" Bagaimana kalian bisa sampai di pulau itu" Mudah-mudahan
saja bukan dengan perahuku."
"Wah, tentu saja tidak," kata Philip. Ia merasa lega, karena Bill sudah ramah
kembali. "Kami memakai perahu Jo-Jo, ketika ia sedang pergi. Kami juga masuk ke
dalam tambang. Di situlah kami menemukan pensil Anda ini. Tapi kami tidak senang
melihat kawan-kawan Anda yang di sana, Bill. Mereka menyekap kami. Mereka jahat!
Lalu ketika kami menyebutkan nama Anda pada mereka sambil mengatakan bahwa kami
teman Anda, mereka mengaku tidak kenal nama itu. Mereka juga tidak mau
membebaskan kami." "Kalian mengatakan pada mereka bahwa kalian kenal Bill Smugs?" tanya Bill.
Philip mengangguk. "Siapa saja yang kalian lihat di sana?" tanya Bill.
Nada suaranya sudah menajam kembali. Caranya bertanya terasa galak.
"Dua orang yang satu bernama Jake, sedang kawannya, Olly," kata Philip, "sementara Bill mencatatnya dalam buku catatannya.
"Tampang mereka kayak apa?" tanyanya.
"Lho Anda mestinya lebih tahu," kata Philip tercengang. "Tapi pokoknya, tidak
"banyak yang bisa kulihat. Karena di bawah gelap, lalu kemudian mataku silau kena
sinar lentera. Yang kuketahui cuma bahwa Jake jangkung dan agak coklat kulitnya
sedang matanya yang satu ditutup kain hitam. Cuma itu saja. Tapi tentunya Anda
tahu persis bagaimana tampang mereka, Bill."
"Masih ada lagi yang kaulihat?" tanya Bill lagi.
Philip menggeleng. "Tidak!" jawabnya. "Tapi kami mendengar orang-orang lain yang bekerja. Berisik
sekali bunyinya, berdentum dan gemeretak. Rupanya berhasil ditemukan bagian
tambang yang masih banyak tembaganya. Banyakkah tembaga yang ditemukan di situ,
Bill" Anda akan menjadi kaya karenanya?"
"Nanti dulu," kata Bill secara tiba-tiba. "Kau kemari malam-malam, tentu tidak
cuma untuk menceritakan ini saja! Untuk apa sebenarnya kau kemari?"
"Aku datang untuk mengatakan, walau aku, Dinah dan Lucy-Ann berhasil minggat
setelah memperdayai Jake, tapi kami terpaksa meninggalkan Jack di sana bersama
"Kiki, kata Philip.
?"Sekarang kami cemas memikirkan nasibnya. Bisa saja ia tersesat di sana untuk
selama-lamanya. Atau mungkin juga kawan-kawan Anda berhasil menemukan dia, serta
memperlakukan dirinya dengan kasar karena marah sebab tertipu oleh kami."
"Jack masih ada di sana" Di Pulau Suram" Dalam tambang?" kata Bill beruntun-
runtun. Tampangnya nampak kaget. "Astaga! lni benar-benar gawat. Kenapa tidak
kauceritakan hal itu dulu tadi" Wah kelihatannya segala-galanya akan kacau
"sekarang, karena perbuatan kalian."
Bill nampak marah, tapi sekaligus juga cemas. Ia menghampiri pesawat radionya,
lalu memutar-mutar beberapa tombol. Setelah itu ia berbicara dalam bahasa yang
tidak dikenal oleh Philip, dengan nada tajam dan tegas. Anak itu hanya bisa
melongo saja. "Rupanya itu bukan cuma pesawat penerima, tadi juga pemancar," pikirnya. "Ini
benar-benar misterius. Dengan siapa Bill bicara sekarang" Apakah di atas mereka
semua masih ada lagi seorang kepala, yang memimpin operasi tambang tembaga"
Kurasa banyak sekali modal yang ditanamkan dalam usaha itu! Aduh, mudah-mudahan
saja kami tidak sampai mengacaukan segala perencanaan mereka! Apa sebetulnya
maksud Bill tadi" Bagaimana kami bisa mengacaukan segala-galanya" Kan sudah
beres kalau ia berangkat ke Pulau Suram, lalu menyuruh kawan-kawannya di sana
membebaskan Jack! Mestinya ia kan tahu, kami bisa dipercayai dan takkan membuka rahasia itu pada orang lain."
Saat itu Bill berpaling memandangnya.
"Kita harus ke perahu dengan segera," katanya. "Ayo!"
Diterangi sinar senter mereka, keduanya lantas pergi ke tempat perahu disimpan.
Bill sudah mulai mendorong perahunya ke air ketika tiba-tiba ia berteriak "keras. Philip kaget sekali, rasanya seperti nyaris terlepas jantungnya.
"Siapa yang melakukan perbuatan ini"!"
Bill menyorotkan senternya ke dalam perahu Philip kaget dan takut sekali, ketika
melihat bahwa lunas perahu berlubang lubang seperti kena kampak. Air membanjir
"masuk ke dalam perahu.
Bill menarik perahunya kembali ke darat. Tampangnya nampak geram. "Kau
tahu menahu tentang kejadian ini?" tanyanya pada Philip.
?"Tentu saja tidak!" jawab anak itu. "Aduh, ini perbuatan siapa, Bill" Wah
"gawat!" "Yah sekarang perahu ini tidak ada gunanya lagi, selama belum diperbaiki,"
"kata Bill. "Tapi dengan salah satu cara, kita harus pergi ke Pulau Suram. Kita
"pakai saja perahu Jo-Jo. Ayo, kita ke sana. Tapi ingat, jangan sampai ketahuan
olehnya. Sekarang pun sudah terlalu banyak yang sudah ketahuan dan terlalu
"banyak orang yang ikut campur dalam urusan ini."
Mereka bergegas menyusur sisi atas tebing. Kasihan Philip! Ia sudah capek
sekali. Nyaris tidak bisa diikutinya langkah Bill.
Ketika mereka sampai di Craggy-Tops, mereka lantas menyusuri jalan kecil yang
menurun, menuju tempat perahu Jo-Jo selalu ditambatkan.
Tapi betapa kaget dan kecewa perasaan mereka, ketika perahu yang dicari tidak
"ada lagi di situ. Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 23 LORONG RAHASIA YANG LAIN Begitu Philip berangkat ke tempat Bill Smugs, Lucy-Ann dan Dinah lantas
menyibukkan diri dengan menjahit. Tapi jari-jari tangan Lucy-Ann gemetar terus,
sehingga berulang kali tertusuk jarum.
"Kurasa aku harus bilang pada Paman Jocelyn bahwa Bibi Polly tidak enak badan,
dan sekarang sudah tidur," kata Dinah. "Yuk ikut, Lucy-Ann."
"Kedua anak perempuan itu menghampiri pintu kamar kerja Paman, lalu mengetuknya
dari luar. Mereka masuk, dan Dinah melaporkan keadaan Bibi pada Paman. Paman
Jocelyn mengangguk. Tapi kelihatannya ia sama sekali tak mendengar keterangan


Lima Sekawan 01 Petualangan Di Pulau Suram di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dinah. "Paman Jocelyn," kata Dinah kemudian, "'Paman masih punya peta lain dari Pulau
Suram" Atau buku mengenainya?"
"Tidak," jawab Paman. "Tapi nanti dulu! Ada sebuah buku, tapi tentang rumah ini.
Tentang Craggy-Tops! Tahukah kau bahwa rumah ini dulu merupakan kegiatan
rahasia" Dulu sekali sekitar dua sampai tiga ratus tahun yang lalu! Kurasa
"dari sini ada sebuah lorong rahasia menuju ke pantai di bawah."
"Ya, kami tahu," kata Dinah.
Paman langsung tertarik. Disuruhnya kepona-kannya menceritakan segala-galanya
padanya. "Astaga," katanya kemudian, "mulanya ku-sangka lorong itu sudah sejak lama
runtuh. Tapi, memang lorong-lorong dalam batu cadas yang keras ini bisa tahan "berabad-abad. Walau begitu, kurasa lorong yang ada dari sini ke Pulau Suram,
pasti sudah lama tergenang air laut"
Kedua anak perempuan itu memandang Paman Jocelyn dengan tercengang. Akhirnya
Dinah yang paling dulu pulih dari rasa kaget.
"Maksud Paman, dulu ada lagi lorong rahasia di sini yang menuju ke pulau itu"
"Wah jaraknya kan jauh sekali!"
?"Mestinya begitu," kata pamannya. "Dalam buku yang kukatakan tadi terdapat
keterangan mengenainya. Tapi mana buku itu?"
"Paman mencari cari, sementara Dinah dan Lucy-Ann menunggu dengan tidak sabar.
"Untung akhirnya ditemukan juga, dan langsung disambar oleh Dinah.
"Terima kasih, Paman!" katanya. Sebelum Paman sempat melarangnya membawa ke luar
dari kamar itu, Dinah dan Lucy-Ann sudah melesat ke luar lalu lari secepat-
cepatnya menuju ke kamar duduk. Satu lorong lagi .... dan yang ini menuju ke
Pulau Suram! Aduh, asyik! Tapi jangan-jangan Paman Jocelyn keliru.
"Ah kurasa memang benar," kata Dinah bergairah. "Aku tahu, di daerah pesisir
"ini banyak sekali gua dan lorong. Daerah ini memang terkenal karenanya. Dan
kurasa lorong itu bersambung dengan lorong-lorong tambang yang menjorok ke bawah
dasar laut di Pulau Suram. Kita kan tahu, lorong-lorong itu panjang sekali,
sampai bermil-mil." "Dinah dan Lucy-Ann membuka buku kuno itu. Tulisannya tidak bisa mereka baca,
karena sudah sangat kabur. Kecuali itu juga karena huruf-hurufnya sebagian lain
bentuknya dengan yang dikenal sekarang. Keduanya membalik-balik halaman demi
halaman, mencari kalau ada peta atau gambar di situ.
Buku itu rupanya mengenai sejarah Craggy-Tops, yang umurnya pasti sudah beratus-
ratus tahun. Pada jaman dulu dipakai sebagai semacam benteng, karena dibangun
kokoh di lereng tebing dilindungi lautan di depan, dan dinding tebing di
"belakangnya. Tentu saja sekarang bangunan itu sudah setengah runtuh. Dan Paman
serta Bibi hanya meninggali ruangan-ruangan yang masih cukup baik saja.
"Lihatlah," kata Dinah. Ia menuding gambar peta yang kelihatannya aneh,
"beginilah kelihatan nya rumah ini pada jaman dulu! Bagus sekali! Lihatlah
"menara-menaranya dan sisi depannya, begitu megah!"
"Mereka membalik-balik halaman lagi, sampai pada semacam gambar diagram. Dinah
dan Lucy-Ann memperhatikannya dengan tekun.
Tiba-tiba Lucy-Ann berseru.
"Aku tahu, gambar apa ini!" katanya. "Ini gambar lorong rahasia dari gudang ke
pantai. Ya kan?" Dugaannya tepat. Tak ada keragu-raguan sedikit pun mengenainya. Dinah dan Lucy-
Ann mulai bersemangat. Mungkin dalam buku itu juga digambarkan lorong yang satu
Mayat Misterius 5 Pendekar Mata Keranjang 17 Manusia Titisan Dewa Alap Alap Liang Kubur 2
^