Pencarian

Rahasia Logam Ajaib 3

Lima Sekawan 17 Rahasia Logam Ajaib Bagian 3


memandang anak itu. "Sekarang Aily bilang cara masuk ke rumah besar," kata Aily dengan tiba-tiba.
Julian serta saudara-saudaranya cuma bisa melongo saja. Rupanya anak kecil itu
hendak menyenangkan hati Julian. Karenanya ia berkata begitu.
"Aily mau bilang padaku?" ulang Julian dengan serius. "Aily manis!"
Kemudian Aily mulai bercerita.
"Ada lubang besar," katanya. "turun, turun, turun......"
"Di mana lubang itu?" tanya Julian.
"Jauh, di atas," kata Aily. "Lalu turun, turun..."
"Ya - tapi tempatnya di mana?" tanya Julian sekali lagi.
Aily bercerita panjang-lebar. Tapi sayangnya, ia berbicara dalam bahasa Wales.
Jadi anak-anak hanya bisa mendengarkan sambil melongo saja. Payah! Kini Aily
sudah mulai menceritakan rahasianya pada mereka, tapi mereka tidak bisa memahami
kata-katanya. "Aily pintar," kata Julian, ketika pada akhirnya anak kecil itu selesai
bercerita. "Sekarang - di mana lubang besar itu?"
Aily memandangnya dengan sikap agak menyalahkan.
"Aily kan bilang, bilang, bilang!" katanya.
"Ya, ya - aku juga tahu, tapi kami tidak memahami bahasa Wales," kata Julian
dengan lembut. Dalam hati ia sudah nyaris putus asa. "Aku cuma ingin tahu -
lubang besar itu, letaknya di mana?"
Beberapa saat Aily cuma memandangnya saja, tanpa mengatakan apa-apa. Kemudian ia
tersenyum. "Aily tunjukkan," katanya. lalu turun dari pangkuan Julian. "Aily tunjukkan!
Yuk!" "Astaga - jangan sekarang!" kata Julian kaget.
"Masak malam-malam begini" Jangan, Aily - besok, besok pagi - jangan sekarang?"
Aily memandang ke luar. Menatap kegelapan malam. Ia mengangguk.
"Jangan sekarang. Besok, ya" Aily tunjukkan besok! "
"Hah - untung soal ini selesai," kata Julian. "Sebetulnya aku kepingin melihat
lubang itu sekarang juga - tapi ada risiko kita akan tersesat nanti. Jadi besok
saja kita ke sana!" "Setuju!" kata Dick sambil menguap. "Aku juga sependapat denganmu. Untung saja
Aily suka padamu, Ju! Kurasa apa pun yang kausuruh, pasti akan dilakukan olehnya
sekarang." "Kurasa juga begitu," kata Julian. Dipandangnya Aily yang sudah tidur meringkuk
dekat tungku, ditemani kedua binatang yang selalu ikut dengan dia ke mana-mana.
"Aku heran, sampai hati Morgan menakut-nakuti anak sekecil ini!"
"Untung Aily tak terlihat olehnya tadi, sewaktu dia mengintip ke dalam," kata
Dick. "Coba terlihat, mungkin pintu sudah didobrak olehnya! Dengan sekali pukul
saja, pasti daun pintu pecah berantakan!"
Anak-anak tertawa. "Ya - untung saja hal itu tidak sampai terjadi," kata Julian. "Yuk, kita tidur
saja sekarang! Besok mungkin kita akan mengalami saat-saat yang ramai!"
"Mudah-mudahan kita akan berhasil menyelamatkan wanita tua yang terkurung di
atas menara," kata Anne. "Itulah tugas yang paling penting."
Ia membangunkan Aily, dan disuruhnya tidur di pembaringan paling atas di mana
anak itu bersembunyi tadi. Tidak lama kemudian pondok sudah sunyi. Julian
tersenyum sendiri di pembaringannya. Dilihatnya George tidur ditemani Timmy.
Sedang Aily membawa Dave dan Fany, kedua binatang kesayangannya ikut ke tempat
tidur. Ya - agak tenang juga perasaannya, karena ada dua ekor anjing yang
menemani malam itu! Tengah malam George terbangun, karena merasa Timmy bergerak-gerak. Anak itu
menegakkan diri, sambil bertumpu, pada siku. Timmy tidak menggonggong. Anjing
itu ikut duduk, memasang telinga bersama George.
Kemudian terdengar bunyi gemuruh, disusul getaran seperti malam sebelumnya. Tapi
tidak begitu jelas. George meraba tepi tempat tidur. Terasa bergetar, seolah-
olah dalam ruangan itu ada mesin yang sedang bekerja.
George menjulurkan badan ke luar tempat tidur. Ia memandang ke arah jendela.
Saat itu juga matanya terbelalak. Ia melihat pemandangan sama yang nampak oleh
Dick kemarin malam. Dilihatnya langit di atas bukit seberang berkilau, disinari
cahaya pendar. Sinar itu menjulang semakin tinggi - terus, terus, seakan hendak
menjangkau bintang, dan akhirnya lenyap. George tidak membangunkan saudaranya.
Begitu cahaya aneh itu lenyap, ia pun berbaring lagi. Mungkin besok mereka akan
tahu apa yang menyebabkan terjadinya hal-hal aneh itu! Ya - besok pasti akan
ramai! Bab 17 LUBANG BESAR Keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi sekali. Semuanya penuh semangat,
setelah tidur nyenyak semalaman. Terbayang di depan mata, pengalaman yang akan
dihadapi hari itu. Mereka akan masuk ke Menara Tua, yang penuh dengan berbagai
rahasia. Asyik! Aily selalu mengikuti Julian, ke mana saja ia pergi. Ia ingin sarapan sambil
dipangku oleh Julian, jadi seperti ketika makan kemarin malam. Dan Julian
menurut saja. Pokoknya, anak itu nanti menunjukkan jalan masuk ke Menara Tua.
"Sebaiknya kita segera saja berangkat," kata Anne, sambil memandang ke luar
lewat jendela. "Salju sudah mulai turun lagi! Jangan sampai kita tersesat
nanti." "Betul juga katamu! Jika Aily mengajak kita melintas bukit di tengah hujan salju
lebat begini, kita takkan bisa tahu ke mana arah tujuan yang ditempuh," kata
Julian agak cemas. "Aku berbenah dulu sebentar! Setelah itu kita berangkat, ya?" kata Anne.
"Perlukah kita membawa bekal makanan, Ju?"
"Tentu saja," jawab Julian dengan segera. "Entah pukul berapa kita baru bisa
kembali nanti! George - kau membantu Anne menyiapkan roti sandwich, ya" Bawa
juga beberapa potong coklat, serta buah apel kalau masih ada."
"Dan jangan sampai lupa senter," kata Dick.
Dengan cepat kedua anak perempuan itu menyiapkan bekal makanan, lalu dimasukkan
ke dalam dua buah kantong. Setelah itu semuanya mengenakan pakaian tebal.
"Kurasa kita bisa lebih cepat, kalau naik kereta luncur! Dari sini meluncur ke
bawah, terus terayun naik sampai setengah jalan di lereng seberang," kata Julian
sambil memandang keluar. "Kalau berjalan kaki ke sana, pasti lama sekali baru
sampai! Sedang dengan ski tidak bisa, karena Aily tidak punya. Dan kalau ada ski
untuknya, kurasa dia toh tidak bisa!"
"Setuju! Kita membawa kereta luncur." kata George senang. "Tapi bagaimana dengan
anak biri-biri ini" Kita tinggalkan di sini" Lalu Dave, perlukah dia kita bawa?"
Ketika Julian berpendapat, sebaiknya kedua binatang itu ditinggalkan saja dalam
pondok, dengan segara Aily meraup keduanya ke dalam pelukannya. Ia tidak mau
berangkat, jika tidak dengan Dave dan Fany, kedua binatang kesayangannya.
Akhirnya kemauannya dituruti. Anjing kecil dan anak biri-biri itu boleh ikut
dengan mereka. Setelah itu timbul persoalan lagi. Aily tidak mau dibungkus dengan pakaian
hangat! Ia hanya mau memakai syal dan topi wool - itu pun karena warna kedua
barang itu sama dengan yang dipakai Julian.
Akhirnya mereka berangkat. Salju masih turun terus. Julian sudah sangsi saja,
apakah mereka akan bisa menemukan jalan nanti.
Kereta luncur yang dipakai penuh-sesak! Julian dan Dick naik kereta yang satu,
mengapit Aily yang menggendong anak biri-biri di tengah mereka. Sedang Anne dan
George naik kereta luncur yang kedua, mengapit Timmy dan Dave di tengah-tengah.
George duduk di depan. Anne mendapat tugas memegangi kedua anjing itu. Agak
sulit jadinya - memegang dua ekor anjing yang bergerak-gerak terus, dan
sekaligus menjaga keseimbangan badan sendiri.
"Pasti kita nanti terguling," katanya pada George. "Sebetulnya lebih baik jika
kita menunggu dulu sebentar, karena hujan salju semakin lebat!"
"Malah lebih baik untuk kita," kata Julian, "dengan begini kita takkan ketahuan
apabila sudah berada di dekat Menara Tua nanti! Kereta luncur yang dinaiki oleh
Dick dan Julian melesat lebih dulu. Cepat sekali meluncur menuruni lereng. Makin
lama makin cepat! Julian dan Dick merasa asyik. Tapi Aily agak ketakutan.
Dipeluknya Julian erat-erat. Sedang anak biri-biri hanya memandang berkeliling
dengan heran. Tapi ia tidak berani bergerak sedikit pun. Kalau berani pun tidak
bisa karena terjepit antara punggung Julian dan perut Aily!
Syiuuuuuut! Menuruni lereng sampai ke kaki bukit, lalu menanjak lereng seberang
- makin lama makin pelan dan akhirnya terhenti. Kedua kereta luncur itu meluncur
susul-menyus1. Kereta yang dikendarai George dan Anne terhenti tak Jauh di
belakang kereta Julian dan Dick. George turun, lalu menghela kereta ke tempat
Julian. "Nah - sekarang bagaimana?" tanya George. "Asyik ya, meluncur tadi?"
"Ya, asyik!" kata Julian. "Mau rasanya meluncur beberapa kali lagi! Kau senang,
Aily?" "Tidak," jawab Aily. Ia menarik topi, wolnya, supaya miringnya sama dengan topi
Julian. "Tidak! Hidungku jadi dingin rasanya. Sangat dingin! Aily menutup hidungnya
dengan tangan supaya menjadi panas. George tertawa melihat kelakuan anak itu.
"Aduh, anak ini mengeluh hidungnya dingin! padahal biasanya ia berpakaian
tipis." katanya. Kalau dia mengatakan seluruh tubuhnya kedinginan - nah, baru
aku mau percaya!" "Aily - tahukah kamu di mana lubang besar itu?" tanya Julian sambil memandang
berkeliling. Di mana-mana, hanya salju saja yang nampak. Turunnya begitu lebat, sehingga
menyerupai tirai putih! Aily juga memandang berkeliling. Julian merasa yakin,
anak itu akan mengatakan tidak tahu karena hujan salju sangat lebat. Bahkan ia
sendiri pun saat itu tidak bisa mengatakan arah mana yang menuju ke atas dan
mana yang ke bawah. Tapi ternyata Aily memiliki perasaan yang tajam sekali. Baik
pada waktu malam, atau ketika sedang turun hujan salju, anak itu selalu bisa
mengenali arah tanpa mengalami kesulitan sedikit pun!
Aily mengangguk. . "Aily tahu - Dave juga tahu," katanya singkat. Anak itu berjalan beberapa
langkah. Kakinya langsung terbenam dalam salju. Dengan cepat sepatunya yang
tipis sudah basah kuyup. "Awas - beku nanti kaki anak itu" kata Dick memperingatkan. "Lebih baik kalau
dia kautaruh ke atas kereta lantas kita tarik, Ju! Sayang, tak ada sepatu salju
kita yang kecil, sehingga bisa dipakai olehnya. Wah - ini merupakan ekspedisi
gila-gilaan! Mudah-mudahan saja Aily benar-benar tahu arahnya. Aku sendiri saat
ini sama sekali tidak tahu, mana timur dan mana yang barat!"
"Tunggu - aku tadi sempat mengantongi kompas," kata Julian, sambil merogoh-rogoh
kantong. Akhirnya alat penunjuk arah itu ditemukan juga olehnya.
"Di sana selatan," katanya, setelah mengamat-amati kompas sesaat. Jadi di sana
letak Menara Tua - karena dari pondok kita, selatan letaknya di seberang. itu
kuketahui, karena matahari masuk ke dalam pondok lewat jendela depan. Kurasa
kita harus menuju ke sana - lurus ke selatan!"
"Coba kita lihat, arah mana yang ditunjukkan oleh Aily," kata Dick. Anak itu
diangkatnya, lalu diletakkannya ke atas kereta. Syal yang membungkus tubuh
dirapatkannya. "Nah - sekarang ke mana, Aily?"
Aily langsung menunjuk ke selatan. Anak-anak tercengang.
"Tepat," kata Julian. "Yuk, Dick! Aku menarik kereta ini, dan kau menarik kereta
George dan Anne." Mereka lantas mendaki lereng bukit Menara Tua. Aily duduk di kereta terdepan
dengan Dave dan Fany, sedang Timmy sendiri di kereta kedua. George dan Anne
berjalan di belakangnya. Timmy keasyikan. Ia paling tidak senang berdiri di atas
salju, karena kakinya selalu terbenam. Lebih enak duduk di atas kereta yang
ditarik oleh Dick. "Dasar pemalas!" kata Dick. Timmy menggoyang-goyangkan ekor. Masa bodoh dikata-
katai 'pokoknya ,ia tidak perlu repot-repot berjalan!'
Julian berjalan sambil memperhatikan kompas. Selama beberapa waktu, rombongan
itu bergerak lurus ke selatan. Kemudian Aily berseru, sambil menunjuk ke kanan.
"Ke sana, ke sana," serunya.
"Kita disuruhnya ke timur," kata Julian. Ia berhenti menarik. "Betulkah itu"
Menurut perasaanku, jika kita berjalan lurus saja, kita akan
sampai ke Menara Tua. Tapi jika mengikuti petunjuk Aily, kita akan lewat di
sebelah kanannya!" "Ke sana - ke sana," ulang Aily berkali-kali.
Dave menggonggong, seakan-akan hendak mempertegas pendapat anak itu!
'''Lebih baik kita ikuti kemauannya," kata Dick. "Kelihatannya dia yakin
sekali!" Julian lantas menyimpang ke kanan sedikit, diikuti oleh saudara-saudaranya yang
berjalan di belakang. Sementara itu sudah jauh juga mereka mendaki bukit itu.
Napas Julian mulai sengal-sengal.
"Masih jauh?" tanyanya pada Aily. Anak itu sedang menimang-nimang anak biri-
birinya, seakan-akan tidak mengacuhkan arah tujuan mereka. Dan sebetulnya tidak
banyak yang bisa diperhatikan, karena di mana-mana cuma salju saja yang nampak!
Tapi begitu Julian bertanya, Aily langsung mendongak lalu menunjuk lagi.
Tangannya menuding agak ke kanan lagi, disertai beberapa patah kata dalam bahasa
Wales, Kepalanya terangguk-angguk.
"Kelihatannya kita sudah hampir sampai ke tempatnya itu - ke 'lubang besar'
-nya," kata Julian, lalu melanjutkan langkah.
Kira-kira semenit sesudah itu, tiba-tiba Aily meloncat turun dari kereta. Ia
berdiri di salju, melihat-lihat berkeliling sambil mengerutkan kening.
"Di sini," katanya. "Lubang besar di sini."
"Yah - mungkin kau benar. Aily - tapi aku ingin melihat buktinya yang lebih
jelas," kata Julian. Aily mengorek-ngorek salju, dibantu dengan rajin oleh Dave
dan Timmy. Timmy ikut mengorek. karena menyangka anak kecil itu sedang mengejar
kelinci. "Kurasa anak ini cuma main tebak saja," kata Dick. "Kenapa justru harus di sini
letak lubang itu?" Sementara itu Timmy dan Aily sudah cukup dalam mengorek. Mereka sudah mencapai
rumput padang yang tertimbun di bawah tumpukan salju. Julian memperhatikan
kesibukan mereka berdua. "Timmy - pegang Timmy!" kata Aily dengan sekonyong-konyong pada George. "Nanti
dia jatuh - jauh sekali, seperti Dave dulu! Jauh, jauh sekali ke dalam lubang!"
"He! Kurasa aku tahu apa yang dicari Aily!" kata Dick tiba-tiba. "Di daerah
padang belantara begini kadang-kadang ada liang yang masuk ke tanah. Ingat tidak
- dulu kita juga pernah menemukan satu, di Pulau Kirrin!"
"Ya, betul - liang itu pun letaknya di tengah padang rumput," kata George. "Dan
dari situ kita sampai dalam sebuah gua, yang letaknya di tepi pantai! itu
rupanya yang dimaksudkan oleh Aily dengan 'lubang besar'! Liang di tengah padang
rumput! Aduh, Timmy - cepat, minggir! Nanti kau jatuh ke dalam lubang!"
Dan memang - nyaris saja Timmy terperosok ke dalam sebuah lubang. Untung saja
George cepat mencengkeram kalung lehernya! Sedang Dave sudah berjaga-jaga karena
pernah terjatuh ke situ. "Lubang!" kata Aily puas. "Lubang besar! Aily menemukannya !"
"Ya - jelas bahwa kau berhasil menemukannya - tapi bagaimana caranya masuk ke
Menara Tua dari sini?" tanya Dick. Aily tidak mengerti. Ia tetap berlutut,
sambil memandang ke dalam lubang yang ditemukannya di tengah salju.
"Kita turun, ya?" katanya, sambil memegang tangan Julian. "Aily menunjukkan
jalannya?" "Yah - kita turun, kalau bisa," kata Julian segan. Dilihatnya lubang itu sangat
gelap. Dan ia tidak tahu, ada apa di bawah!
Sementara itu Fany sudah bosan menunggu-nunggu terus. Anak biri-biri itu
meloncat ke tepi lubang, lalu menjulurkan kepalanya ke bawah. Setelah itu
meloncat lagi, dan - lenyap!
"Dia meloncat ke dalam lubang," kata George kaget. "Tunggu, Aily - kau jangan
ikut meloncat, nanti cedera!"
Tapi Aily merosot masuk. "Aily di sini," terdengar suaranya agak jauh di bawah. "Cepat, masuk!"
Bab 18 DI DALAM MENARA TUA
"Wah! Kalian lihat tadi" Dengan begitu saja dia masuk ke dalam," kata Dick
dengan mata melotot. "Ajaib, kakinya tidak patah! Julian, coba kausorotkan sentermu ke dalam."
Permintaan Dick dituruti oleh Julian. .
"Dalam juga liang ini," katanya kemudian.
"Kurasa lebih baik salah satu kereta kita lintangkan di atas lubang ini. Lalu
kita turun lewat tali yang kita ikatkan pada kereta. Aku tidak mau kakiku patah
atau terkilir!" Julian dan Dick lantas melintangkan kedua kereta di atas lubang, lalu
mengikatkan dua utas tali ke situ.
"Bagaimana dengan Timmy?" tanya George dengan khawatir. "Dave sudah menyusul ke
bawah! Aneh - dia tidak apa-apa!"
"Timmy akan kubungkus dengan jasku, lalu baru diikatkan ke tali," kata Julian.
"Dengan begitu, kita bisa menurunkannya dengan mudah. Sini, Tim!"


Lima Sekawan 17 Rahasia Logam Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah Timmy diikatkan pada tali yang satu, kemudian Dick merosot turun lewat
tali yang lain. Ia berdiri di dasar liang, siap untuk menyambut Timmy yang
diulurkan dengan pelan-pelan oleh Julian ke bawah. Ternyata memang tidak sukar
menuruni lubang itu. Aily memandang dengan sikap mencemooh, sementara anak-anak
turun satu per satu lewat tali. Julian tertawa, lalu menepuk-nepuk pundak anak
itu. "Kami kan bukan Aily," kata Julian. "Kami tidak biasa berkeliaran sepanjang hari
di pegunungan! Tapi, ya - Jadi inilah lubang besar yang kau katakan itu. Lalu
sekarang?" Ia menyorotkan cahaya senternya berkeliling tempat itu.
"Rupanya kita sekarang berada dalam sebuah gua sempit. Eh - itu kan ada lorong -
itu di sana!" "Ya, betul," kata George. Sementara itu Aily sudah memasuki lorong itu, bersama
Fany, anak biri-birinya. Coba lihat anak itu! Sama sekali tidak membawa senter -
tapi sama-sekali tidak takut masuk ke tempat gelap! Wah - kalau aku sudah pasti
ketakutan!" "Rupanya mata Aily sangat tajam," kata Anne, "bisa melihat dalam gelap!
Bagaimana - kita susul dia! Kurasa lebih baik cepat-cepat saja sebelum
tertinggal jauh!" "Yuk, Timmy," kata George. Keempat anak bersaudara itu memasuki lorong gelap
berkelok-kelok, menyusul Aily. Anne mendongak, menatap langit-langit lorong
dalam batu itu. Terbayang olehnya salju tebal di atas, tertumpuk menimbuni
rumput padang. Anak-anak berjalan terus. Julian masih gelisah, karena Arly masih belum
kelihatan juga di depan mereka.
"Kembali, Aily!" serunya.
Tapi dari depan tak terdengar suara anak itu menjawab.
"Biar sajalah," kata Dick. "Kurasa cuma ini satu-satunya jalan yang bisa
dilewati - dan Aily tahu kita harus melewati lorong ini! Nanti jika di depan.
ternyata ada persimpangan, barulah kita berteriak memanggilnya."
Tapi rupanya lorong itu tidak bercabang-cabang. Lintasannya berkelok-kelok, dan
menurun terus menembus cadas. Tapi mereka berjalan di atas dasar pasir. Hanya
sekali-sekali saja terasa dasar berbatu.
Julian meneliti kompasnya lagi.
"Selama ini kita terus menuju arah timur laut," katanya kemudian, "Jadi ke arah
Menara Tua! Kini kurasa aku tahu, bagaimana Aily masuk ke tempat itu !"
"Ya - mestinya lorong ini lewat di bawah pagar listrik, terus menyusur di bawah
pekarangan, dan akhirnya sampai di kolong gedung itu," kata Dick.
"Atau mungkin juga di dalam rumah itu sendiri! Ke mana sih anak itu?"
Saat itu kelihatan Aily di depan mereka, disoroti cahaya senter Julian. Anak itu
menunggu di depan sebuah tikungan, ditemani oleh Dave dan Fany. Ia menuding ke
atas. "Jalan ke pekarangan!" katanya. "Ada lubang kecil di sini! Cukup untuk Aily!
Untuk kalian tidak!"
Julian mengarahkan sinar senternya ke atas. Betul juga kata Aily! Dilihatnya
sebuah lubang kecil, penuh ditumbuhi salah satu jenis tumbuh-tumbuhan. Tidak
bisa dikenali dengan jelas, karena tempat itu gelap. Julian memperhatikan isi
lubang itu, yang mengarah ke atas. Sekarang dia mengerti, Aily memang dengan
gampang saja bisa naik ke atas lewat lubang itu, untuk kemudian berkeliaran di
pekarangan Menara Tua! Kelihatannya, cuma anak itu saja yang bisa berbuat begitu
tanpa izin! "Lewat sini," kata Aily. Ia berjalan lagi, semakin menurun.
"Mestinya kita sekarang sudah berada di bawah gedung itu," kata Julian. "Aku
ingin tahu apakah......"
Sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, ia melihat bahwa lorong sudah
berakhir. Mereka tiba dalam ruangan kolong yang sudah tua. Di sana-sini
dindingnya sudah runtuh. Dan lorong yang mereka lewati, ternyata berakhir di
belakang sebuah dinding yang sudah runtuh separo.
Dengan bangga Aily berjalan di depan, masuk ke dalam kolong. Di situ banyak
sekali terdapat tong-tong serta botol-botol, yang sudah berdebu. Rupanya kolong
itu dulunya tempat menyimpan minuman anggur.
"Wah! Banyak sekali ruangan di sini," kata Dick kagum, sementara mereka keluar-
masuk ruangan demi ruangan. Tiba-tiba ia berseru "He! Apa ini Aily?" "
Ia sampai di depan sebuah tembok tinggi yang sudah runtuh. Bukan dengan
,sendirinya, tapi kelihatannya diruntuhkan! Bekas-bekasnya nampak masih baru.
Belum dilapisi debu dan lumut, seperti di tempat-tempat lain. Di belakang tembok
yang dilubangi itu nampak sebuah gua yang berlangit-langit rendah.
Saat itu terdengar bunyi yang aneh. Sebetulnya tidak aneh - tapi tak tersangka
akan kedengaran disitu! Anak-anak mendengar bunyi air mengalir!
Julian maju selangkah, memandang ke dalam gua rendah itu. Tapi baru saja ia
bergerak dengan cepat Aily menariknya ke belakang.
Jangan! Jangan! Jangan ke situ!" desis anak itu ketakutan. "Ada orang jahat!
Jahat sekali! Tempat itu jahat!" .
Tapi Julian tak mengacuhkan Aily yang menarik-narik lengannya.
"Wah, di sini ada sungai! Sungai di bawah tanah!" kata Julian tercengang.
"Mungkin airnya berasal dari berbagai sumber - lalu mengalir, kurasa terus
sampai ke laut! Tempat ini kan tidak begitu jauh dari laut."
"Di bawah orang-orang jahat!" kata Aily ketakutan. Dick dan George yang ingin
melihat sungai, ditarik-tariknya pula. "Dor! Dor! Api besar - berisik! Yuk,
cepat - masuk ke rumah!"
"Wah! Ini benar-benar luar-biasa," kata Julian. "Apakah sebetulnya yang sedang
terjadi di sini" Kita harus harus menyelidikinya. Dan apa maksud Aily dengan
'tempat jahat'?" Anne dan George juga tidak tahu. Tapi keduanya tidak kepingin menyusur sungai
itu, untuk mencari penjelasan mengenainya!
"Lebih baik kita naik saja dulu ke rumah," kata George. "Kan Bu Thomas lebih
penting untuk kita saat ini! Pantas ia dikurung di atas menara - rupanya supaya
tidak tahu apa yang terjadi di sini!"
"Aku pun tidak tahu," kata Dick. "Aku bahkan sangsi, jangan-jangan saat ini kita
sebetulnya sedang mengalami mimpi buruk!"
"Yuk, masuk ke rumah," kata Aily sekali lagi. Ia kelihatannya lega, ketika anak-
anak akhirnya menyusul. Timmy berjalan paling belakang, mengikuti George.
Kelihatannya anjing itu agak bingung, apa sebetulnya yang sedang mereka lakukan
di situ. Tanpa ragu sedikit pun, Aily berjalan mendului. Menyusur ruangan demi ruangan
yang pengap, lalu masuk ke dalam sebuah ruangan lain. Tempat itu kelihatannya
dijadikan gudang, karena di situ ada makanan berkaleng-kaleng, ditambah dengan
perabot yang sudah usang, dan bermacam-macam barang lagi.
"Kita pelan-pelan!" katanya, lalu berjalan berjingkat-jingkat. Anak-anak
mengikuti dari belakang, mendaki tangga batu yang tinggi. Akhirnya sampai di
depan pintu yang terbuka sedikit. Aily berdiri di situ sambil memiringkan
kepala. Anak itu memasang telinga - rupanya ingin tahu apakah pengawas ada di
situ, pikir Julian. Dalam hatinya timbul kekhawatiran, jangan-jangan anjing
galak itu juga ada di dalam rumah. Ia berbisik-bisik, menanyakannya.
"Anjing besar di dalam rumah, Aily?"
"Tidak! Anjing besar di pekarangan! Dia selalu di situ, siang malam!" jawab Aily
dengan berbisik pula. Julian lega mendengarnya.
"Aily mencari orang itu," kata Aily. Ia melangkah maju, sementara tangannya
dilambaikan menyuruh yang lain-lain menunggu di balik pintu.
"Aily pergi untuk melihat, di mana pengawas Menara Tua ini," kata Julian. "Wah -
belum pernah kulihat anak kecil kayak Aily! Nah, sudah kembali lagi!"
Aily muncul sambil tersenyum bandel.
"Orang itu tidur," katanya. "Aman."
Diduluinya lagi anak-anak, masuk ke dalam dapur yang sangat lapang. Tak jauh
dari tempat mereka nampak sebuah pintu terbuka. Pintu bilik tempat menyimpan
makanan! Dengan segera Aily melesat, masuk ke bilik itu - lalu kembali dengan
piring berisi perkedel daging. Makanan itu ditawarkannya pada Julian. Tapi
Julian menggeleng. "Jangan! Kau tidak boleh mencuri!" katanya.
Aily tidak mengerti maksudnya. Atau mungkin juga tidak mau mengerti. Pokoknya,
perkedel itu kemudian digigitnya sesuap besar. Lalu sesuap lagi. Setelah merasa
kenyang, sisa perkedel diletakkannya ke lantai, untuk Dave dan Timmy! Sudah
jelas kedua anjing itu langsung melahap dengan rakus.
"Aily! Antarkan kami ke wanita tua," kata Dick. Ia tidak ingin membuang-buang
waktu lebih lama lagi. "Kau tahu pasti, di sini tak ada orang lain?"
"Aily tahu!" kata anak kecil itu. "Satu orang menjaga dia di situ!" Aily
menuding pintu sebuah kamar. "Dia menjaga wanita tua, dan anjing menjaga
pekarangan. Orang-orang lain tidak masuk ke sini."
"Kalau begitu, di mana tinggalnya orang-orang yang lain";' tanya Julian. Tapi
Aily tidak memahami maksud Julian. Ia masuk ke dalam sebuah ruangan yang luas.
Di situ ada dua tangga lebar menuju ke atas. Dan di atas, kedua tangga itu
berakhir pada semacam serambi yang lebar pula.
Anak biri-biri meloncat-loncat dengan lincah, menaiki tangga. Dave menggonggong
dengan gembira. "Ssst!" desis Julian serta anak-anak yang lain serempak. Tapi Aily malah
tertawa. Nampaknya anak itu sudah merasa biasa dalam rumah besar itu. Dalam hati
timbul pertanyaan, sudah berapa seringkah Aily masuk ke situ lewat liang tadi"
Pantas ia sering tidak tidur di rumah - karena ternyata bisa bersembunyi di
salah satu sudut gedung besar itu.
Aily menaiki tangga yang lebar, diikuti oleh kawan-kawannya. Mereka menaiki
sampai di tingkat dua. Kini mereka berada di sebuah gang yang panjang. Di kedua
sisinya terpasang lukisan berjejer-jejer. Di ujung gang itu ada tangga lagi.
Ketika Julian hendak memasuki lorong itu, dilihatnya Aily mundur sedikit. Julian
mengulurkan tangan, hendak membimbingnya. Tapi anak kecil itu tidak mau.
"Ada apa?" tanya Julian.
"Aily tidak mau," kata anak itu sambil mundur. "Orang-orang itu memandang Aily!"
sambil berkata begitu, ditudingnya lukisan berjejer-jejer, potret para penghuni
Menara Tua pada jaman dulu. Semuanya sudah lama meninggal dunia.
"Aily takut pada potret-potret itu!" kata Anne. "Ia takut, karena pandangan
mereka mengikutinya terus, sementara ia lewat di situ. Anak aneh! Baiklah -
kalau begitu kau tunggu saja di sini. Aily. Kami sendiri yang naik ke menara."
Mereka meninggalkan Aily yang kemudian cepat-cepat bersembunyi di balik tirai,
bersama Dave dan Fany. Sambil berjalan dalam lorong, Anne melirik ke arah
potret-potret yang terpasang di dinding. Ia agak bergidik, karena merasa diikuti
dengan pandangan. Wajah-wajah itu begitu angker kelihatannya!
Mereka mendaki dua tangga lagi. Kini mereka berdiri di ujung sebuah lorong
panjang, penghubung antara Menara yang satu dengan menara lainnya. Nah, menara
manakah yang harus mereka tuju" -
Jawabannya mereka peroleh dengan gampang, sebab hanya satu ruangan saja yang
tertutup pintunya! "Mestinya inilah ruangan yang kita cari!" kata Julian, lalu mengetuk pintu yang
tertutup itu. "Ya, siapa itu?" terdengar suara bernada lemah dan sedih di balik pintu.
"Sudahlah, Matthew! Jangan berlagak tahu aturan. Buka pintu, dan jangan mengejek
aku dengan ketukanmu itu!"
"Anak kunci ada di lubangnya," kata Dick pelan. "Cepat, Julian - buka saja pintu
itu!" Bab 19 BERMACAM-MACAM KEJADIAN
Julian membuka pintu. Seorang wanita yang sudah tua duduk di samping jendela
sambil membaca buku. Ia tidak menoleh ketika anak-anak masuk.
"Apa sebabnya kau datang begini pagi, Matthew?" tanya wanita itu, tanpa
berpaling. "Dan dari mana tiba-tiba tahu aturan, mengetuk pintu dulu sebelum
masuk" Apakah kau ingat lagi pada waktu, ketika kau masih tahu bagaimana caranya
bersikap terhadap orang yang lebih tua?"
"Aku bukan Matthew, Bu," kata Julian. "Kami datang untuk membebaskan Anda."
Saat itu juga wanita tua itu berpaling. Mulutnya ternganga karena heran.
Kemudian ia bangkit dan berjalan menghampiri pintu. Anak-anak melihat bahwa
wanita itu gemetar. "Kalian siapa?" tanyanya. "Cepat, aku harus pergi dari sini - sebelum Matthew
datang," Didorongnya anak-anak ke pinggir. Tapi sesampai di gang, ia tertegun.
"Apakah yang harus kulakukan sekarang" Ke mana aku harus pergi" Apakah orang-
orang itu masih ada di sini?"
Kemudian ia masuk lagi ke dalam kamar, dan duduk di kursi yang tadi. Ia menutup
mukanya dengan tangan. "Kepalaku agak pusing. Tolong ambilkan minum," katanya. Anne bergegas menuangkan
air segelas dari kendi yang ada di atas meja, lalu menyodorkannya pada wanita
tua. Setelah minum seteguk. wanita itu memandang Anne.
"Kalian siapa" Kenapa tahu-tahu muncul di sini" Mana Matthew" Aduh, aku bingung
jadinya!" "Bu Thomas - Anda Bu Thomas, kan?" kata Julian. "Aily, anak Pak Gembala yang
mengantarkan kami kemari. Ia tahu, Anda tertawan di sini. Anda masih ingat pada
ibu anak itu" Menurut ceritanya, ia dulu bekerja di sini."
"Ibu Aily- Maggy-ya, ya, aku ingat padanya. Tapi apa hubungan Aily dengan soal
ini" Tidak- aku tidak percaya. Ini pasti tipuan lagi! Mana orang-orang yang
membunuh anakku?" Julian melirik Dick. Jelas pikiran wanita tua ini tidak beres. Atau ia bingung,
karena mereka dengan tiba-tiba saja muncul di situ.
"Orang-orang yang dibawa anakku Llewellyn kemari - mereka hendak membeli rumahku
ini," kata Bu Thomas lagi. "Tapi aku tidak berniat menjualnya. Lalu mau tahu,
apa kata mereka kemudian padaku" Kata mereka, dalam bukit ini- Jauh di bawah
dasar rumah ini - ada simpanan logam yang Jarang terdapat. Logam itu memiliki
kekuatan besar, dan sangat mahal harganya. Mereka juga menyebut namanya - tapi
aku sudah lupa lagi."
Bu Thomas memandang anak-anak, seperti mengharapkan mereka mengetahui nama logam
itu. Ketika anak-anak diam saja, ia lantas menggeleng.
"Memang, dari mana kalian bisa tahu namanya - kalian kan masih anak-anak! Tapi
aku tetap tidak mau menjual, baik rumahku - maupun logam yang ada di bawah itu.
Kalian tahu, kenapa mereka menginginkannya" Untuk membuat bom! Lalu kukatakan,
'Tidak! Rumah ini takkan kujual, karena aku tidak mau ada orang menggali logam
itu untuk dijadikan bom'! Perbuatan itu melanggar hukum Tuhan, kataku - dan aku,
Bronwen Thomas, takkan mendukungnya!"
Anak-anak mendengarkan sambil membisu, sementara Bu Thomas berbicara terus.
Perasaan wanita tua itu nampak sangat tegang. Ia berbicara sambil mengayun-
ayunkan tubuhnya ke muka dan ke belakang.
"Lalu mereka kemudian bertanya pada anakku. Tapi dia pun menolak, sama seperti
aku! Sebagai akibatnya, anakku itu mereka bunuh. Dan sekarang mereka ada di
dalam bukit, sibuk menggali logam itu. Ya, ya - aku bisa mendengar kesibukan
mereka. Kudengar bunyi gemuruh, kurasakan rumahku ini tergetar keras, dan aku
juga melihat hal-hal yang aneh. Tapi - kalian ini siapa" Dan mana Matthew"
Dialah yang mengurung dan menjaga diriku dalam kamar ini. Dia pula yang
bercerita bahwa anakku Llewellyn sudah mati, dibunuh oleh mereka. Matthew itu
jahat orangnya! Ia bekerja sama dengan para penjahat itu!"
Sesaat, wanita itu tercenung, seakan-akan melupakan anak-anak yang
mengerubunginya. Sedang anak-anak itu sendiri juga bingung, tidak tahu apa yang
harus dilakukan berikutnya. Menurut penilaian Julian, keadaan Bu Thomas tidak
memungkinkan dia diajak menuruni tangga ke bawah, lalu menyusur liang di bawah
tanah! Apalagi menerobos naik ke luar lubang lewat tali! Ia mulai menyesal,
kenapa tadi terburu-buru hendak menyelamatkan. Nampaknya paling baik pintu kamar
dikunci lagi dari luar supaya Bu Thomas aman di situ, sementara anak-anak pergi
memanggil polisi. Kini Julian menyadari, ia harus meminta bantuan polisi.
"Kami pergi dulu, Bu - nanti akan datang orang untuk menyelamatkan Anda,"
katanya kemudian. "Harap bersabar sedikit, Bu."
Saudara-saudaranya melongo. Tapi dengan cepat Julian mendorong mereka ke luar
kamar. Pintu ditutup olehnya, dan langsung dikunci kembali. Anak kuncinya
dimasukkan ke dalam kantong!
"Lho - Bu Thomas tidak kita bawa?" tanya George heran. "Kasihan dia!"
"Tidak, tidak bisa," jawab Julian. "Kita harus pergi ke polisi - tak peduli apa
kata Morgan! Sekarang aku tahu duduk persoalannya! Bu Thomas melarang anaknya
menjual Menara Tua, walau pihak yang ingin membeli berani membayar berapa saja -
dan karena anaknya kemudian juga menolak untuk menjual, orang-orang itu lantas
menyusun rencana untuk menggali logam itu secara diam-diam....."
"Dan membunuh anak Bu Thomas?" kata Dick. "Yah, mungkin memang begitu
kejadiannya - tapi menurut perasaanku, perbuatan itu nekat sekali! Soal begitu
mestinya kan lekas ketahuan, lalu polisi tentu akan datang untuk melakukan
penyidikan di sini! Tapi ternyata sampai kini cuma Bu Thomas sendiri saja yang
mengatakan anaknya mati dibunuh orang-orang itu."
"Nanti saja kita bicara tentang soal itu," kata Julian. "Sekarang ada urusan
lain, yang lebih penting! Aku juga menyesal, terpaksa meninggalkan Bu Thomas
lagi dalam keadaan terkunci. Tapi sungguh di situ ia lebih aman, daripada di


Lima Sekawan 17 Rahasia Logam Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat lain." Anak-anak kembali ke gang yang kedua sisinya penuh dengan lukisan berjejer-
jejer. Aily masih menunggu di situ, sambil memeluk kedua binatang kesayangannya.
Anak itu senang sekali melihat anak-anak datang, lalu menyongsong ,ambil
tersenyum. Tidak disadarinya bahwa Bu Thomas tidak muncul bersama mereka.
"Orang di bawah marah-marah!" kata Aily sambil tertawa. "Dia bangun - lalu
teriak dan menggedor-gedor! "
"Astaga! Cepat - kita harus keluar dari sini!" kata Julian. "Jangan sampai
terlihat orang itu! Kita harus ke polisi sekarang. Mudah-mudahan saja tidak
dikejar orang itu atau oleh anjingnya yang galak!"
Anak-anak bergegas menuruni tangga. Mereka tidak melihat Matthew. Tapi dari
salah satu tempat dalam rumah, terdengar bunyi orang berteriak-teriak sambil
menggedor-gedor. "Aily mengunci pintu," kata Aily sambil menuding ke arah asal keributan itu.
"Dia mengurung wanita tua - lantas Ally mengurung dia!"
"Sungguh! Kau mengurung laki-laki itu?" kata Julian senang. "Kau ini memang
bandel! Tapi idemu itu hebat! Kenapa tidak terpikir olehku"!"
Julian menghampiri pintu tempat kamar Matthew terkurung.
"Matthew!" seru Julian dengan garang. Keributan di balik pintu terhenti.
Kemudian terdengar suara Matthew.
"Siapa di luar" Siapa yang mengunci pintu ini" Jangan main-main ya - kalian kan
tahu, aku harus menjaga Bu Thomas!" ,
"Aku bukan salah seorang kawananmu, Matthias" kata Julian. Saudara-saudaranya
kagum mendengar anak itu berbicara dengan nada tandas dan berwibawa. "Kami
datang untuk menyelamatkan Bu Thomas! Dan kini kami pergi ke polisi, untuk
melaporkan kejadian di sini - serta bahwa kalian membunuh anaknya. Ya, kalian -
kau beserta orang-orang yang sekarang sedang bekerja di bawah tanah!"
Sesaat Matthew terdiam. Rupanya ia tercengang mendengar kata-kata Julian.
Kemudian ia membuka mulut lagi.
"Apa-apan ini" Aku tak mengerti! Polisi tidak bisa berbuat apa-apa di sini,
karena Pak Llewellyn sama sekali tidak mati! Wah, dia malah segar- bugar - dan
pasti dia nanti marah padamu! Ayo, cepat pergi dari sini - tapi sebelumnya buka
pintu dulu. Aku heran, apa sebabnya anjing herder yang di luar tidak
menyerangmu!" Sekarang anak-anak yang tercengang. Apa" Pak Llewellyn, anak Bu Thomas tidak
mati" Kalau begitu, di mana dia" Dan apa sebabnya Matthew membohongi Bu Thomas"
Kejam sekali perbuatannya!
"Kalau begitu, apa sebabnya kaukatakan pada Bu Thomas bahwa anaknya mati dibunuh
orang-orang itu?" tanya Julian.
"Apa urusanmu" Pak Llewellyn "yang menyuruh aku bercerita begitu pada ibunya. Bu
Thomas tidak mau memberi izin pada Pak Llewellyn, yang berniat hendak menjual
logam yang ada di bawah rumah yang katanya memiliki kekuatan magnet. Kalau Pak
Llewellyn ingin menjual, kenapa tidak boleh" Tapi menurut pendapatku, ia
sebetulnya jangan menjualnya pada orang-orang asing! Kalau itu kuketahui
sebelumnya - yah, aku takkan mau bekerja untuknya, jika itu sudah kuketahui
sebelumnya !" Sehabis berbicara, Matthew mulai menggedor pintu lagi, sambil berteriak-teriak.
"Siapa yang di luar" Ayo, buka pintu ini! Aku selalu berbuat baik pada wanita
tua itu - tanya saja padanya - padahal dia selalu rewel! Pokoknya aku patuh pada
Pak Llewellyn! He, kau siapa" Ayo cepat, buka pintu! Kalau sampai ketahuan oleh
Pak Llewellyn aku terkurung di sini, bisa mati aku nanti dihajarnya! Aku akan
dituduhnya membocorkan rahasia. Aku pasti dimaki-maki .....! BUKA PINTU,
kataku!" "Kayaknya dia agak sinting," kata Julian. "Dan kurasa juga tidak begitu cerdas,
karena mau saja percaya pada kata-kata Pak Llewellyn, serta mematuhi segala
perintahnya. Yah - kurasa lebih baik kita cepat-cepat saja ke polisi. Yuk - kita
ke luar lewat jalan tadi."
"Tapi sebelumnya, bagaimana jika kita menyusur sungai dulu, untuk melihat apa
yang sedang dilakukan oleh mereka yang ada di bawah," kata Dick. "Sebaiknya kita
berdua saja, Julian. Sekarang ada kesempatan baik! Kan cuma sebentar saja.
George, kau menunggu di sini bersama Anne dan Aily. Timmy juga tidak perlu
ikut!" "Lebih baik kita jangan membuang-buang waktu sekarang," kata Julian.
"Ya, betul!" sambut Anne. "Perasaanku tidak enak dalam rumah ini. Entah kenapa -
tapi seram rasanya! Dan aku takut pada getaran itu, apabila mereka yang di bawah
sudah mulai bekerja lagi."
"Kalau begitu kita berangkat saja sekarang," kata Julian. Tanpa mengacuhkan
Matthew yang masih terus ribut dalam kamar yang terkunci, anak-anak turun ke
ruangan bawah tanah. Mereka berjalan dengan diterangi sinar senter.
"Pasti Matthew mengamuk sekarang, karena kita tidak mau membuka pintu," kata
Dick, sementara anak-anak menelusuri ruangan demi ruangan di bawah rumah. "Biar
tahu rasa! Habis, mau saja dibayar Pak Llewellyn untuk menceritakan yang bukan-
bukan pada Bu Thomas! Nah - sekarang kita sampai di dinding yang dijebol untuk
bisa pergi ke sungai bawah tanah. Kurasa ini jalan yang paling gampang untuk
masuk ke tempat logam aneh itu!"
Anak-anak berdiri sambil memandang lewat lubang di dinding, menatap sungai yang
kelam airnya. "Cepat! Cepat!" kata Aily, sambil menarik tangan Julian. "Ada orang-orang jahat
di situ!" Aily memegang anjingnya erat-erat, karena ia takut binatang itu jatuh ke air.
Tapi Fany dibiarkannya bebas, melompat-lompat dengan gembira seperti biasanya.
Tiba-tiba anak biri-biri itu lari ke arah sungai.
"Fany! Kembal -Fany!" seru Aily. Tapi anak biri-biri itu lari semakin menjauh.
Mungkin tak didengarnya Aily berteriak-teriak memanggil, karena arus sungai yang
deras. Tanpa pikir panjang lagi Aily lari mengejar. Ia bergerak lincah, lari
sambil meloncat dari batu ke ke batu di tepi sungai.
"Kembali, goblok!" seru Julian. Tapi Aily tidak mau mendengar - atau tidak bisa
- pokoknya anak itu lenyap ditelan kegelapan liang tempat sungai mengalir.
"Dia tidak membawa senter, Ju! Nanti terjatuh ke dalam air dan tenggelam!" seru
George ketakutan. "Susul dia, Timmy - bawa kembali kemari!"
Dengan segera Timmy lari menyusul. Ia lari dengan cepat, menyusur tepi sungai
yang gelap, menuju ke hilir - ke arah laut. Sedang anak-anak menunggu di depan
lubang dengan cemas. Setelah berlalu beberapa waktu, George mulai ketakutan -
memikirkan Timmy. "Aduh, Julian - apakah yang telah terjadi dengan Timmy, serta yang lain-
lainnya?" katanya gugup. "Mereka tidak membawa senter! Aduh, kenapa aku tadi
menyuruh Timmy sendiri menyusul mereka" Seharusnya kita masuk bersama-sama!"
"Mereka pasti kembali," kata Julian. Padahal dalam hati, ia tidak begitu yakin.
"Kurasa Aily bisa melihat dalam gelap, seperti Timmy!"
Tapi ketika setelah lima menit belum ada yang kembali, George mengambil
keputusan nekat. Ia masuk ke dalam lubang, lalu mulai menyusur sungai sambil
menyorotkan cahaya senternya untuk melihat jalan.
"Aku akan mencari Timmy!" katanya. Sebelum saudara-saudaranya sempat mencegah,
anak itu sudah menghilang dalam kegelapan. Julian berseru dengan jengkel.
"George - jangan nekat! Timmy pasti bisa menemukan jalan kembali. Jangan masuk
ke situ karena kita tidak tahu di sana ada apa!"
"Yuk," kata Dick, lalu mulai ikut menyusur sungai. "George sudah pasti tidak mau
kembali, sebelum berhasil menemukan Timmy! Sebaiknya kita susul dia dengan
segera, sebelum terjadi sesuatu yang tidak enak!"
Mau tidak mau, Anne terpaksa ikut. Hatinya berdebar-debar. Inilah yang
dikhawatirkannya sejak tadi!
Bab 20 DALAM BUKIT Anak-anak yang berjalan menyusur tepi sungai bawah tanah itu merasa seperti
sedang mengalami mimpi buruk. Untung saja baterai senter mereka kuat, sehingga
cahayanya terang-benderang. Soalnya, tepi sungai yang ditelusuri kadang-kadang
sempit sekali. Mereka harus berjalan dengan hati-hati.
"Aduh, pasti aku terpeleset nanti!" pikir Anne, sambil berjalan mengikuti kedua
abangnya. "Sepatu saljuku ini, sama sekali tidak cocok untuk dipakai berjalan di sini!'
Huh, deras sekali arus sungai - dan gemuruh bunyinya!"
George berjalan agak jauh di depan mereka, sambil berseru-seru memanggil Timmy.
Ia sangat cemas karena anjing itu tidak datang, walau sudah sedari tadi
dipanggil-panggil. Padahal biasanya anjing itu segera datang jika dipanggil. Tak
terpikir oleh George bahwa Timmy tidak bisa mendengar suara tuannya, karena
dikalahkan deru air sungai yang mengalir dengan deras.
Kemudian liang tempat sungai itu mengalir tiba-tiba melebar, membentuk semacam
kolam yang luas. Dan di belakang kolam itu nampak sebuah lubang di dinding batu.
Ke situlah air mengalir, melanjutkan perjalanan ke laut. Kolam bawah tanah itu
berada dalam sebuah gua. yang setengahnya berisi air dan setengahnya berupa
dasar batu yang kasar. George memandang tempat itu dengan tercengang. Tapi ia
lebih-lebih tercengang lagi, ketika melihat di situ ada sebuah rakit!
Kedua rakit itu tertambat di sisi kolam. Sedang di dasar gua yang tak berair
terletak sejumlah tong, yang berjejer-jejer. Nampaknya seperti sudah disiapkan
di situ, untuk kemudian diangkut ke tempat lain.
Pada satu sisi gua nampak sejumlah besar kaleng dan botol bertumpuk-tumpuk.
Kelihatannya belum satu pun yang sudah dibuka. Sedang di seberangnya
bergeletakan kaleng dan botol kosong. Di situ juga nampak peti kayu yang besar-
besar. George tidak mengetahui kegunaan peti-peti itu.
Ruangan dalam gua itu tidak gelap, karena di situ ada lampu! Rupanya penerangan
itu bekerja degan aki. Tapi tempat itu kosong - tidak ada siapa-siapa di situ.
George memanggil-manggil Timmy lagi. Siapa tahu, anjingnya ada di situ.
"Timmy! Timmy!" serunya. Saat itu juga Timmy muncul dari belakang sebuah peti
besar. Dengan perasaan lega, George berlutut lalu memeluk anjingnya itu.
"Anjing nakal!" katanya. "Kenapa kau tidak datang tadi, ketika kupanggil-
panggil" Mana Aily?"
Wajah seorang anak kecil muncul dari balik peti di dekat situ. Aily kelihatannya
sangat ketakutan. Ia menangis, sambil mendekap anak biri-birinya dengan erat.
Sedang Dave, anjingnya, mengikuti dari belakang.
Aily lari menghampiri George, sambil menyerukan sesuatu dalam bahasa Wales.
Tangannya menuding ke dalam terowongan, dari mana mereka datang. George
mengangguk. "Ya. sekarag juga kita kembali! Nah - itu kawan-kawan Juga kemari!"
Tapi Aily juga sudah melihat Julian serta kedua adiknya yang datang menghampiri.
Ia lari menyongsong Julian, sambil berseru-seru gembira. Julian menjunjung anak
kecil itu, beserta anak biri-birinya sekaligus. Kemudian semuanya memandang
berkeliling gua. "Sekarang segala-galanya menjadi jelas bagiku," kata Julian. "Mereka memang
cerdik! Mereka menambang logam berharga di sini, lalu memasukkannya ke dalam
tong-tong itu yang kemudian diangkut dengan rakit ke laut. Pasti di pesisiir
sudah menunggu tongkang-tongkang di salah satu tempat tersembunyi, yang akan
mengangkut tong-tong itu entah ke mana pada malam hari!"
"Wah! Memang, sangat cerdik;" kata Dick. "Mereka memperhitungkan bahwa takkan
ada orang berani datang mendekat, karena takut pada getaran dan bunyi gemuruh
yang saban kali terasa terdengar di sekitar sini. Jadi takkan ada yang berani
datang memeriksa, ada apa sebetulnya di tempat ini!!"
"Pertanian yang paling dekat dari sini adalah Magga Glen Farm, milik Bu Jones,"
kata Julian. "Cuma mereka saja yang seharusnya agak tahu-menahu tentang
keJadian-kejadian di sini!"
"Dan rupanya mereka memang tahu," tebak Dick. Pasti Morgan bersekongkol dengan
Pak Llewellyn, yang menjual logam milik ibunya pada orang-orang yang
menghendakinya." "Aneh - di sini tak terdengar bunyi apa-apa, kecuali deru air mengalir," kata
Julian. "Mungkinkah saat ini orang-orang itu sedang tidak bekerja?"
"Yah--" Baru saja Dick hendak mengatakan sesuatu, ketika dengan tiba-tiba Dave dan Timmy
mulai menggeram-geram. Dengan cepat Julian menarik George dan Aily ke balik
sebuah peti besar, sedang Anne didorong oleh Dick ke tempat itu pula. Di situ
anak-anak memasang telinga. mencari-cari apa yang menyebabkan kedua anjing itu
tiba-tiba menggeram. Apakah yang terdengar oleh keduanya tadi" Dalam hati
masing-masing timbul kesangsian, masih bisakah mereka buru-buru lari sebelum
ketahuan" Timmy menggeram-geram terus dengan pelan. Anak-anak mulai gelisah. Tapi kemudian
terdengar suara orang bercakap-cakap. Dari arah mana datangnya suara-suara itu"
Dengan hati-hati Dick menjengukkan kepala dari balik peti. Tempat itu gelap,
jadi ada harapan bahwa ia tak terlihat oleh orang-orang yang datang itu.
Suara-suara itu tadi rasanya datang dari arah kolam. Dick memandang ke arah itu:
Tiba-tiba ia berseru kaget.
"Ju - lihatlah! Benarkah penglihatanku?" Julian ikut menengok dan langsung
melongo. Nampak olehnya dua orang laki-laki muncul dari dalam lubang di sebelah
hilir kolam. Rupanya keduanya tadi menyusur tepi sungai dari arah laut persis
seperti yang dilakukan anak-anak tapi dari arah rumah. Kini kedua orang itu
berjalan dalam air, di tepi kolam.
"Yang satu itu - itu kan Morgan," bisik Julian. "Dan yang satu lagi siapa" Nanti
dulu - eh, itu - itu kan Pak Gembala! Ayah Aily! Aduh, selama ini kita sudah
menduga bahwa Morgan termasuk dalam persekongkolan jahat ini - tapi aku sama
sekali tidak mengira bahwa Pak Gembala juga ikut terlibat di dalamnya!"
Sementara itu Aily juga sudah mengenali ayahnya, yang berjalan seiring dengan Morgan.
Ia tidak beranjak dari tempatnya, karena takut pada anak Bu Jones yang galak
itu! Kedua laki-laki yang baru datang memandang berkeliling, seperti sedang mencari
seseorang. Kemudian mereka menyelinap lewat tempat yang gelap, menyusur gua dan
menuju ke sebuah liang lain yang terdapat di sisi belakangnya. Kelihatannya
liang itu menurun, ke perut bukit.
Saat itu terdengar bunyi menggemuruh.
"Bunyi itu datang lagi!" bisik George, sementara Timmy mulai menggeram kembali.
"Tapi kedengarannya tidak di dekat sini! Aduh, bunyi itu seakan penuh kepalaku
dengannya!" Tak ada gunanya lagi bagi mereka untuk berbisik-bisik. Jika hendak mengatakan
sesuatu, mereka terpaksa berteriak. Saat berikutnya, bumi empat berpijak
bergetar keras. Segala-galanya ikut tergetar, tak terkecuali tubuh mereka
sendiri. "Badanku rasanya seperti digerakkan arus listrik!" seru Dick tercengang.
"Jangan-jangan ada hubungannya dengan logam yang ada dalam bukit ini, yang
menyebabkan besi bertambah berat, sehingga bajak tidak bisa dipakai untuk
membajak tanah, dan cangkul tidak bisa dipakai mencangkul!"
"Yuk, kita ikuti kedua orang itu," kata Julian. Semangatnya menyala-nyala.
Segala-galanya ingin diselidiki dengan sejelas-jelasnya! "Kita berjalan
menyelinap di tempat-tempat gelap, seperti mereka tadi. Takkan ada yang menduga
bahwa kita ada di sini!"
"Aily, kau tinggal saja di sini,' katanya pada anak kecil itu. "Di sana ribut,
nanti Fany dan Dave takut." .
Aily mengangguk, tanda mengerti. Ia duduk kembali di belakang peti, ditemani
kedua binatang temannya bermain.
"Aily tunggu di sini," katanya. Ia sama sekali tidak kepingin mendekati sumber
bunyi ribut itu. Menurut perkiraannya mungkin di bukit itulah asal datangnya
guruh dan petir. Ya, bahkan mungkin juga kilat! Hihh - Aily bergidik seram.
Sementara itu Morgan dan Pak Gembala sudah masuk ke dalam liang sebelah belakang
gua. Dengan cepat Julian serta saudara-saudaranya menyusul ke situ, lalu
memandang ke dalam. Ternyata liang itu mengarah ke bawah. Agak terjal juga lubangnya. Tapi di
dasarnya dibuat tangga yang dipahatkan dengan asal saja pada batu. Jadi tidak
begitu sukar menuruni liang. itu.
Dengan hati-hati keempat anak itu menginjakkan kaki, menuruni tangga batu itu.
Mereka agak heran karena liang itu ternyata diterangi cahaya remang-remang.
Padahal di tempat itu mereka sama sekali tidak melihat lampu.
"Kurasa sinar ini dipantulkan dalam nyala sesuatu yang ada jauh di bawah," seru
Julian, mengalahkan bunyi gemuruh.
Mereka turun semakin jauh ke bawah. Liang itu berbelok-belok, terus menurun
dengan terjal. Dan di mana-mana keadaan remang-remang, diterangi cahaya redup.
Bunyi gemuruh semakin nyaring, sedang liang pun menjadi semakin terang.
Akhirnya anak-anak melihat ujungnya di kejauhan. Mereka melihatnya diterangi
sinar menyilaukan - sinar terang berpendar-pendar.
"Kita sampai di tambang, di mana logam ajaib itu terdapat!" seru Dick. Ia begitu
tegang, sehingga tangannya gemetar. "Hati-hati, jangan sampai ketahuan. JU!
HATI-HATI, JANGAN SAMPAI TERLIHAT OLEH MEREKA!"
Dengan langkah menyelinap anak-anak menghampiri ujung liang, lalu mengintip ke
luar. Di depan mereka nampak sebuah kawah bersinar terang. Beberapa orang
berdiri di sekelilingnya, sibuk melayani sejumlah mesin yang kelihatan aneh.
Anak-anak belum pernah melihat mesin-mesin seperti itu. Tambahan lagi, sinar
yang memancar dari dalam kawah begitu menyilaukan, sehingga mereka hanya bisa


Lima Sekawan 17 Rahasia Logam Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat dengan mata terpicing. Sedang orang-orang yang berdiri di tepinya, semua
memakai topeng pelindung muka.
Tiba-tiba bunyi gemuruh terhenti! Dan cahaya terang menghilang dengan seketika,
seolah-olah ada yang memadamkan lampu. Detik berikutnya, kegelapan terbelah.
Muncul suatu sinar pendar -
sinar aneh yang menyebar ke atas dan ke samping. Seakan-akan menembus langit-
langit tempat itu! Dick mencengkeram lengan abangnya.
"Ju - cahaya kayak itulah yang kita lihat beberapa malam yang lalu!" katanya.
"Astaga - rupanya berasal dari bawah sini, lalu menembus bukit dan kemudian
memencar di atasnya! Rupanya sinar ini bisa menembus apa saja - semacam sinar
X!" "Aku rasanya seperti sedang mimpi," kata Anne. Dipegangnya lengan George, untuk
meyakinkan diri bahwa saat itu ia tidak bermimpi.
"Sungguh - seperti mimpi!''
"Ke mana Morgan dan Pak Gembala tadi?" tanya Dick. "Oh, itu mereka - itu. di
sana, di pojok itu. Nah, mereka kembali kemari sekarang!"
Anak-anak bergegas masuk lagi ke dalam liang, karena takut ketahuan. Tiba-tiba
terdengar orang berseru-seru di belakang mereka. Dengan segera mereka
mempercepat langkah, mendaki tangga. Ketahuankah mereka tadi" Rupanya begitu!
"Kudengar ada orang menyusul," kata Dick "Cepat! Cepat! Kenapa bunyi gemuruh itu
tidak datang lagi" Sekarang pasti kedengaran langkah kaki kita di atas batu!"
Terdengar langkah seseorang bergegas mendaki tangga, di belakang anak-anak. Dari
arah bawah, orang-orang ribut berteriak dan berseru-seru. Dari nadanya diperoleh
kesan bahwa orang-orang itu marah. Aduh, kenapa mereka tadi membuntuti Morgan
serta Pak Gembala" Padahal ada kesempatan untuk kembali ke kolong Menara Tua!
Akhirnya anak-anak mencapai puncak tangga batu. Cepat-cepat mereka
menyembunyikan di balik tumpukan peti. Mereka bermaksud hendak menyelinap masuk
ke terowongan sungai bawah tanah, tanpa terlihat siapa-siapa. Tapi sebelumnya,
Aily harus dijemput terlebih dulu! Ke mana anak itu"
"Aily! Aily!" seru Julian. "Ke mana lagi dia" Kenapa kita tinggalkan di sini
tadi" Aily!" Mereka tidak begitu ingat lagi, di mana mereka meninggalkan Aily dalam gua yang
luas itu. "itu dia Fany, anak biri-birinya!" seru Julian, ketika melihat binatang itu di
samping sebuah peti. "AILY!" "Awas! Morgan datang!" teriak George. Laki-laki berbadan kekar itu muncul dari
liang, lalu lari melintasi gua. Ia tertegun, ketika melihat anak-anak ada di
situ. "Apa yang kalian cari di sini?" bentaknya. "Ayo lekas, ikut dengan kami! Di sini
berbahaya bagi kalian!"
Saat itu Pak Gembala muncul dari mulut liang. Dengan segera kepala Aily
tersembul dari belakang salah satu peti. Anak itu lari menyongsong ayanya. Pak
Gembala melotot matanya. Ia kaget melihat anaknya ada di situ. Dengan segera
Aily digendong ayahnya, sementara menyerukan sesuatu pada Morgan dalam bahasa
Wales. Morgan berpaling, menatap Julian sambil melotot.
"Sudah kubilang, kalian jangan ikut-ikut dalam urusan ini! bentaknya. "Aku
sendiri yang menangani! Sekarang kita semua ketahuan. Dasar anak konyol! Cepat -
kita harus bersembunyi! Mudah-mudahan orang-orang itu mengira kita sudah masuk
ke dalam terowongan sungai jika kita mencoba lari sekarang, pasti akan tersusul.
Anak-anak yang masih melongo didorongnya ke salah satu pojok gelap. Beberapa
buah peti besar diseretnya,. untuk dijadikan tempat bersembunyi.
"Kalian tinggal di sini!" katanya.
Bab 21 TANPA TERDUGA Anak-anak meringkuk di balik tumpukan peti. Morgan mendorong sebuah peti lagi ke
depan mereka, sehingga mereka kini sama sekali tidak kelihatan lagi. Dick
meremas lengan abangnya. "Julian, ternyata selama ini kita salah sangka," katanya. "Ternyata Morgan juga
berusaha menyelidiki rahasia yang tersembunyi dalam Menara Tua - dengan bantuan
Pak Gembala! Cuma mereka saja yang merasa bahwa di sini ada sesuatu yang tidak
beres. Pak Gembala bisa melihat segala-galanya yang kita lihat selama ini, pada
saat ia sedang menggembalakan biri-biri di lereng gunung - dan kemudian ia
melaporkan pada Morgan..."
Julian mengeluh. "Ya, memang," katanya dengan nada menyesal. "Pantas dia marah-marah, ketika
turut campur dalam urusan ini. Sekarang aku mengerti, apa sebabnya kita dilarang
berbuat apa-apa lagi. Aduh, kita memang benar-benar konyol! Di mana Morgan
sekarang" Bisa kaulihat dia?"
"Tidak! Rupanya bersembunyi di salah satu tempat. Dengar! Orang-orang dari bawah
datang!" kata Dick. "Aku melihat orang yang paling depan, lewat celah di antara
kedua peti ini. Wah dia membawa sesuatu - kelihatannya seperti besi pengungkit.
Tampangnya galak!" Orang-orang yang tadi bekerja di bawah muncul satu-satu dalam gua. Kelihatannya
mereka tidak tahu pasti, berapa orangkah yang mereka kejar.
Dengan hati-hati mereka maju. Nampak oleh Dick bahwa orang-orang itu bertujuh,
semua membawa senjata. Macam-macam persenjataan mereka. Dua di antara orang-
orang itu menuju ke arah hulu sungai. Dua ke hilir, sedang sisanya menyebar
dalam gua dan mulai memeriksa di sela peti-peti.
Anak-anak yang paling dulu ketahuan! Penyebabnya Aily. Kasihan - tiba-tiba anak
kecil itu terpekik karena ketakutan. Tentu saja seketika itu juga orang-orang
yang mencari langsung membongkar peti demi peti. Peti-peti bergulingan - dan
bukan main herannya orang-orang itu, ketika tiba-tiba berhadapan dengan lima
orang anak! Tapi cuma sesaat saja mereka tercengang, karena dengan diiringi
gonggongan galak Timmy menerjang orang yang paling depan!
Orang itu menjerit dan berusaha menangkis serangan Timmy. Tapi Timmy tidak mau
melepaskan gigitannya. Tiba-tiba Morgan muncul dari tempat gelap. Disergapnya
salah seorang lawan yang terpaku di dekatnya. Orang itu dibantingnya ke tanah.
Sekaligus Morgan memiting seorang lawan lagi. Kemudian dilemparkannya orang itu
ke tanah pula. Morgan ternyata memang bertenaga raksasa!
"Lari!" serunya pada anak-anak. Tapi mereka tidak bisa melarikan diri, karena
terjepit di salah satu pojok gua, di hadang dua orang. Julian menerpa seorang
dari mereka, tapi orang itu mendorongnya lagi ke pojok. Orang-orang itu semuanya
berbadan kekar. Mereka pekerja tambang yang bertenaga besar. Walau bukan
merupakan tandingan bagi Morgan, tapi yang lain-lain tertawan oleh mereka -
termasuk Pak Gembala yang peramah itu. Ayah Aily juga terdesak ke pojok. Tinggal
Morgan dan Timmy saja yang masih berkelahi terus.
"Aku takut kalau Timmy cedera," kata George gemetar. Didorongnya salah seorang
lawan yang menghadang, karena ingin menolong anjing kesayangannya itu. "Aduh, Ju
- orang itu hendak memukul Timmy dengan tongkat!"
Tapi Timmy berhasil mengelak, lalu menerpa orang yang memukul. Orang itu lari
pontang-panting, dikejar oleh Timmy. Anjing itu berhasil menyusul, lalu langsung
menerpa dan membanting lawannya ke tanah.
Namun apa boleh buat - lawan terlalu banyak, sementara semakin bertambah saja
yang menyusul datang dari bawah. Semua yang baru datang melongo sesaat, ketika
melihat kelima anak yang sedang terkepung di pojok gua.
Kebanyakan dari pekerja tambang itu kelihatannya orang asing. Mereka berbicara
alam bahasa yang tak dikenal anak-anak. Tapi seorang di antaranya bukan orang
asing. Dan dialah kepala gerombolan itu! karena dengan nada keras ia menyerukan
perintah ke sana dan ke mari. Orang itu sama sekali tidak ikut berkelahi.
Setelah diringkus lawan, tangan Pak Gembala dengan segera diikat ke belakang
punggungnya. Morgan masih berkelahi terus selama beberapa saat. Tapi akhirnya ia
terpaksa menyerah Juga. Ia mengamuk dan memberontak, sementara bebrapa orang
dengan susah-payah berusaha mengikat tangannya.
Kemudian kepala gerombolan menghampiri Morgan dan berdiri di depannya.
"Sekarang kau akan menyesal, Morgan," kata orang itu. "Sudah sejak dulu kita
selalu bermusuhan! Kau di pertanianmu di bawah - dan aku di atas sini, di Menara
Tua!" Tiba-tiba Morgan meludah ke arah orang itu.
"Mana ibumu?" teriak Morgan. "Tertawan, dalam rumahnya sendiri! Dan siapa yang
merampok hartanya" Kau, Llewellyn Thomas!" Kemudian dia melontarkan serentetan
kata dalam bahasa Wales. Suaranya semakin meninggi. Rupanya ia memaki-maki orang
yang berdiri di depannya.
Julian kagum melihat Morgan. Orang itu ternyata tak mengenal perasaan takut!
Tangannya sudah terikat, tapi ia masih juga berani menantang orang yang ternyata
adalah musuh lamanya. Sudah berapa seringkah keduanya berkelahi, mengadu tenaga"
Kini Julian menyesal. Kenapa ia tidak mematuhi larangan Morgan, dan menyerahkan
segala sesuatunya pada orang itu" Tapi bukankah mula-mula ia menyangka Morgan
berada di pihak lawan! Julian memarahi dirinya sendiri - kenapa begitu tolol
selama ini. "Hanya karena kitalah ia sekarang tertangkap," katanya dalam hati. Ia sangat
menyesal. "Aku tolol - dan selama ini kusangka tindakanku tepat dan cerdik!
Sekarang kita semua terjerumus dalam kesulitan - termasuk George dan Anne!
Apakah yang akan mereka lakukan terhadap kita" Kurasa yang paling aman bagi
mereka adalah apabila kita ditawan terus sampai mereka selesai menambang logam-
logam itu, lalu lari dengan membawa harta tersebut. "
Sementara itu Llewellyn Thomas sibuk mengatur dengan suara keras. Anak buahnya
mendengarkan dengan penuh perhatian. Timmy dipiting oleh salah seorang di antara
mereka. Anjing itu menggeram-geram. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Setiap
kali berusaha membebaskan diri, orang yang meringkusnya langsung mempererat
pitingannya. George bingung sekali melihat keadaan Timmy. Julian harus bersusah-payah
menahannya, jangan sampai sepupunya itu menerjang maju untuk menolong anjingnya.
Julian takut kalau George dipukul, walau ia anak perempuan.
Aily duduk meringkuk di pojok, sambil merangkul Fany dan Dave. Anjing kecil itu
sangat ketakutan, sehingga sama sekali tidak berani berkutik. Apalagi menggigit.
Morgan dipegang erat-erat oleh dua pekerja tambang yang bertubuh kekar. Tapi
tiba-tiba aja petani itu mengayunkan tubuhnya ke samping, membentur salah
seorang penjaganya sehingga orang itu terpelanting. Kemudian menyusul penjaga
yang satu lagi. Orang itu terhuyung-huyung, tersandung pada sebuah kaleng lalu
roboh ke tanah. Sambil berseru dengan lantang, Morgan lari ke kolam. Ia mengarungi air, menuju
ke mulut terowongan sungai sebelah. Tapi tangannya masih tetap terikat di
belakang punggung. "Tolol!" seru Llewellyn Thomas. "Dikiranya ia bisa menyusur sungai dengan
terikat. Hahhh! Dia pasti akan hanyut terseret arus, lalu tenggelam! Tidak -
jangan kejar dia! Biarkan saja dia lari - supaya tenggelam dalam sungai! Dia
takkan merongrong kita lagi!"
Pak Gembala berusaha memberontak, karena ingin menyusul Morgan. Ia tahu kata-
kata LlewelIyn memang. benar! Tak ada yang bisa menyusur tepi sungai yang
berbatu-batu itu Jika tidak dibantu dengan tangan untuk menopang dan meraba-raba
dinding terowongan. Jika selip sedikit saja, pasti akan terjatuh ke dalam sungai
yang deras arusnya. Tapi Morgan sama sekali tidak bermaksud hendak melarikan diri. Ia mengenal
bahaya yang tersembunyi dalam terowongan yang gelap. Ia tahu bahwa di situ orang
gampang sekali tergelincir, apabila menginjak batu yang licin dan basah. Tidak!
Ia mempunyai rencana lain. Hati Julian kecut ketika melihat Morgan menghilang
masuk ke dalam terowongan, ia juga tahu, tak ada yang bisa dengan selamat
melewati terowongan itu, jika tidak dibantu tangan untuk menopang. Tapi ia tidak
bisa berbuat apa-apa. Llewellyn, kepala gerombolan itu berpaling pada anak buahnya yang masih melongo
memandang ke arah Morgan menghilang. Ia hendak mengatakan sesuatu pada mereka.
Tapi tiba-tiba terdengar bunyi yang sangat nyaring.
Bunyi itu bukan deru arus sungai. Juga bukan gemuruh yang berasal dari tambang
aneh. Tidak - bunyi itu suara seseorang, tapi lantangnya bukan main. Suara itu
datang dari arah terowongan sungai tempat Morgan menghilang tadi, lalu menggema
di sekitar gua. Yang menggema itu suara Morgan. Ia memanggil nama-nama ketujuh anjingnya. Semua
terdiam, mendengar suara yang begitu lantang!
"DAI! BOB! TANG! KEMARI! DOON! JOLL! RAFE! HAL!"
Ruangan gua seakan-akan penuh dengan gema nama-nama itu. Aily sudah biasa
mendengar Morgan memanggil anjing-anjingnya. Karena itu ia tidak kaget. Tapi
anak-anak yang lain tercengang mendengar suara yang begitu lantang. Belum pernah
mereka mendengar suara orang senyaring itu.
"DAI! DAI! RAFE! RAFE!"
Suara lantang itu menggema berulang-ulang. Seakan-akan semakin bertambah
nyaring. Mula-mula Llewellyn Thomas kelihatan kaget. Tapi kemudian ia tertawa
mengejek. "Apakah dia menyangka dari sini bisa memanggil anjing-anjingnya yang ada di
pantai?" katanya. "Terowongan itu kan panjang sekali! Dasar sinting. Biarkan
saja dia berteriak-teriak!"
Kembali terdengar suara Morgan yang lantang, memanggil-manggil.
"DAI! BOB! TANG! DOON! JOLL! RAFE! HAL!"
Ketika menyerukan nama terakhir, suaranya seakan-akan pecah. Pak Gembala kaget,
lalu mendongak. Rupanya Morgan terlalu memaksa tali suaranya. Memang, ketika ia
memanggil-manggil tadi, pengeras suara sekalipun belum tentu bisa
mengalahkannya! Setelah itu keadaan menjadi sunyi. Morgan tidak berseru-seru lagi. Tapi ia juga
tidak, muncul kembali dari dalam terowongan. Anak-anak merasa kecut dan
ketakutan. Aily mula menangis.
Tiba-tiba tanah bergetar. Kepala gerombolan berpaling dengan cepat, memberi
perintah dengan suara tajam pada para anak buahnya. Dua dari mereka lari
memasuki liang yang terdapat di belakang gua. Tak lama setelah itu ruangan
diterangi cahaya pendar yang aneh. Seolah-olah ada hawa panas menyebar ke mana-
mana. Setelah itu keadaan menjadi kacau-balau. Mula-mula dari jauh terdengar bunyi
ribut-ribut. Timmy langsung meronta-ronta, sementara telinganya terangkat ke
atas. Ia menggonggong. Orang yang menjaganya mengayunkan tangan dan memukulnya.
"Suara apa itu,?" kata Llewellyn Thomas dengan kaget. Ia memandang berkeliling
dengan gelisah. Tapi sukar untuk diketahui, dari mana sebenarnya suara ribut-
ribut itu datang. Sementara itu keributan bertambah nyaring. Akhirnya Julian
tahu, bunyi apa itu! Suara ribut itu berasal dari tujuh ekor anjing besar yang marah, dan kini
beramai-ramai datang menyerbu ke dalam gua! Pak Gembala juga mengenali suara-
suara itu. Di wajahnya terbayang senyum gembira. Diliriknya kepala gerombolan,
untuk melihat apakah dia juga tahu.
Ya - Llewellyn kini mengetahui, suara apa yang terdengar ribut itu. Ia melongo!
Sama sekali tak disangkanya bahwa suara Morgan yang lantang benar-benar bisa
sampai di pantai, di mana ketujuh anjingnya yang setia menunggu selama itu!
Tapi begitulah kenyataannya! Dai, anjing yang paling tua, adalah juga yang
paling setia pada tuannya. Sejak Morgan bersama Pak Gembala pergi meninggalkan
mereka di pantai, anjing itu menunggu terus dengan tegang sambil memasang
telinga. Dan setelah menunggu beberapa waktu, dari kejauhan menggema suara
keluar dari lubang terowongan yang mereka jaga itu suara majikan mereka yang
tercinta! Dengan segera Dai menggonggong memanggil teman-temannya. Ia pun mendului masuk
ke dalam terowongan. Berlari menyusur sungai yang deras, menyusur jalan sempit
yang licin dan berbatu-batu.
Akhirnya mereka sampai di tempat Morgan menunggu. Orang itu duduk di tepi
sungai, tidak begitu jauh dari gua Dan begitu Dai tahu bahwa tangan tuannya itu
terikat, dengan segera ia
menggigit tali pengikat sampai putus. Nah, sekarang Morgan sudah bebas kembali.
"Sekarang masuk!" perintah Morgan. Ia berjalan kembali menyusur tepi sungai,
kembali ke dalam gua. Dilambaikannya tangannya, menyuruh ketujuh anjing itu
maju. "Serangl" serunya dalam bahasa Wales.
Sukar dilukiskan rasa panik yang mencengkam para penjahat bawahan Llewellyn
Thomas, ketika dengan tiba-tiba saja muncul tujuh ekor anjing yang besar-besar
dari dalam terowongan. Anjing-anjing itu menyerbu sambil menggonggong dan
menggeram-geram. Mereka diikuti oleh Morgan.
Orang itu begitu jangkung, sehingga terpaksa membungkuk ketika keluar dari mulut
terowongan. Para penjahat lari kocar-kacir.
Sedang Llewellyn sudah terlebih dulu lari, sebelum ketujuh ekor anjing itu
muncul. Ia menghilang - entah ke mana!
Begitu sampai, Dai langsung menerpa salah seorang penjahat sehingga terbanting
ke tanah. Tang mengikuti perbuatan pemimpinnya, dan menaklukkan seorang penjahat
pula. Ribut sekali keadaan dalam gua saat itu. Penuh dengan suara menggonggong,
menggeram dan teriakan takut.
Timmy tentu saja tidak mau ketinggalan! Orang yang menjaganya sudah melarikan


Lima Sekawan 17 Rahasia Logam Ajaib di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri sebelumnya, sehingga anjing itu bisa dengan leluasa terjun dalam
perkelahian anjing lawan manusia. Bahkan Dave yang kecil itu pun ikut asyik,
berkelahi dengan gagah berani. Anak-anak hanya bisa memandang sambil tercengang-
cengang. "Siapa yang mengira hal ini akan terjadi?" kata Dick, sambil menggulingkan peti-
peti sehingga berjatuhan ke lantai gua. "Benar-benar luar biasa Hidup Morgan
serta ketujuh anjingnya!"
Bab 22 HIDUP MORGAN! Dengan segera Morgan menyuruh anak-anak pergi dari situ.
"Masih banyak yang harus kita lakukan," katanya. Suaranya yang berat, kini
kedengaran agak parau. "Kalian harus kembali ke pertanian, lalu menelepon polisi
untukku. Katakan pada mereka, 'Morgan menang!' Dengan segera mereka akan
mengirim sebuah kapal ke teluk kecil yang sudah kuberitahukan letaknya pada
mereka. Para penjahat ini akan kugiring ke sana lewat terowongan sungai. Nah -
pergilah sekarang juga. Turuti kataku sekali ini, Julian!"
"Ya, Pak," kata Julian. Dalam hati ia berjanji, mulai saat itu akan selalu
menaati kata orang itu. Tapi tiba-tiba ia teringat pada sesuatu. .,
"Pak, wanita tua itu," katanya. "Maksudku, Bu Thomas! Bagaimana dengan dia" Kami
meninggalkannya dalam kamar di atas menara! Sedang penjaganya kami kunci dalam
kamarnya sendiri." "Pokoknya sekarang kalian pergi ke pertanian, lalu di sana menelepon polisi,"
kata Morgan garang. "Aku yang akan melakukan segala-galanya yang perlu dilakukan
di sini. Bawa juga Aily beserta kalian. Ia tidak boleh tinggal di sini. Sekarang
berangkatlah!" Sebelum pergi, anak-anak menoleh sebentar, memandang orang-orang yang semuanya
kini terkepung oleh kawanan anjing yang tadi datang menyerbu. Para penjahat itu
ketakutan semua - tak ada yang berani berkutik lagi.
Julian berjalan di depan, bersama Aily yang diiringi kedua binatang
kesayangannya, Fany dan Dave. Mereka menyusur lorong, naik ke atas dan akhirnya
sampai di kolong rumah. "Tak enak rasanya meninggalkan Bu Thomas di atas menara," kata Dick.
"Memang! Tapi Pak Morgan pasti sudah mempunyai rencana lain," kata Julian. Ia
sudah bertekat, tidak mau melanggar perintah lagi.
"Kurasa ia sudah mengaturnya dengan polisi. Kita tidak boleh campur tangan lagi
sekarang. Sudah cukup banyak kesulitan sebagai akibat perbuatan kita! "
Mereka berjalan terus, menuju ke liang di mana mereka meninggalkan kedua kereta
peluncur. Agak lama juga mereka baru tiba di situ. Perut sudah lapar sekali
rasanya. Tapi Julian tak mengizinkan mereka berhenti sebentar, untuk memakan
roti sandwich yang dibawa.
"Jangan," larangnya. "Aku harus secepat mungkin menelepon polisi. Kita tidak
boleh membuang-buang waktu lagi. Kita kan bisa makan sambil turun ke pertanian."
Tidak sulit bagi mereka untuk naik ke atas, karena dalam liang masih tergantung
dua utas tali yang mereka pakai untuk menuruninya. Ketiga anak perempuan yang
naik dulu, dibantu oleh Dick dan Julian. Kemudian kedua anak laki-laki itu
menyusul naik, ditolong oleh anak-anak yang sudah ada di atas. Tapi yang paling
hebat, entah dengan cara bagaimana - anak biri-biri berhasil naik sendiri ke
atas! Timmy ditarik ke atas, dengan cara yang sama seperti sewaktu menurunkannya.
Anjing itu sebetulnya ingin tinggal dalam gua bersama ketujuh anjing milik
Morgan. Tapi ia juga tidak mau meninggalkan George!
"Nah, beres!" kata Julian, yang naik paling akhir. "Sekarang kita menuruni bukit
ini naik kereta peluncur, langsung naik sampai setengah jalan pada sisi lereng
bukit kita. Dengan begitu kita menghemat waktu! Aily, kau ikut dengan kami ke
pertanian." "Tidak mau!" kata Aily.
"Kau harus ikut, Aily manis," kata Julian lagi. Dipegangnya tangan anak kecil
itu. Tiba-tiba Aily tersenyum. Kalau bersama Julian, ia mau ikut. Juga ke
pertanian - walau Aily takut kalau ibunya ada di sana.
Aneh juga rasanya berada di tengah alam yang cerah, setelah sekian lamanya
menyusup-nyusup dalam perut bukit. Petualangan mereka sekali itu, rasanya
seakan-akan suatu mimpi aneh!
"Kita tinggalkan saja kereta peluncur kita di pondok," kata Julian, sementara
mereka berjalan menuju tempat penginapan itu sambil menarik kedua kereta. "Aku
merasa haus. Kalian juga" Kurasa ada hubungannya dengan tambang tadi begitu kita
masuk ke sana, kerongkonganku terasa kering sekali."
Semua ternyata begitu juga keadaannya.
"Aku masuk sebentar ke pondok, untuk menuangkan limun jeruk sedikit untuk kita
semua," kata Anne. "Sementara itu simpanlah kedua kereta peluncur kita di
tempatnya kembali, Ju! Dan tolong lihatkan, masih cukupkah persediaan minyak.
Nanti malam kita harus mengisi tungku lagi. Kalau minyak sudah habis; perlu kita
bawa dari bawah nanti!"
Julian menyodorkan kunci pada Anne, yang kemudian masuk ke dalam bersama George.
Kedua anak itu menuangkan limun ke dalam lima buah gelas, lalu langsung minum.
Kerongkongan mereka terasa kering sekali!
"Tadi aku merasa seakan-akan lidahku melekat pada langit-langit mulutku," kata
Anne, sambil meletakkan gelasnya sudah kosong ke meja.
"Aaah - nikmat rasanya, bisa minum lagi!"
"Di luar masih banyak minyak," kata Julian, yang saat itu masuk ke dalam untuk
minum. "Aduh - tak tertahan lagi rasa hausku. Wah, aku tidak mau jika disuruh
bekerja dalam tambang!"
Sehabis minum mereka meneruskan perjalanan ke pertanian, sambil memakan roti
sandwich bekal tadi. Enak sekali rasanya. Aily sampai minta tambah beberapa
kali. Timmy juga mendapat bagian. Sekali anjing itu tertinggal di belakang.
Anak-anak berhenti berjalan. Timmy dipanggil-panggil.
"Makanannya jatuh, ya?" tanya Anne. Bukan, bukan makanannya yang jatuh. Tapi
seperti anak-anak juga tadi, Timmy haus sekali. Karena tidak dibuatkan limun, ia
terpaksa puas dengan menjilati salju. Dikulumnya salju yang dingin, sampai
mencair dan mengalir ke dalam kerongkongan!
Bu Jones kaget sekali melihat anak-anak datang beramai-ramai. Ia menjadi cemas,
sewaktu Julian meminta izin untuk menelepon polisi.
"Anda tak perlu cemas, Bu Jones," kata Julian menenangkan. "Aku hanya
menyampaikan pesan Pak Morgan pada mereka. Segala-galanya sudah beres sekarang!
Nanti saja kami ceritakan, apabila anak Anda itu sudah kembali. Mungkin dia
tidak senang, jika sebelumnya kami sudah bercerita."
Ternyata polisi sama sekali tidak heran menerima pesan yang disampaikan Julian.
Mereka bahkan sudah menunggu-nunggu kabar itu datang.
"Kami akan mengurusnya lebih lanjut," kata petugas polisi yang menerima telepon.
"Terima kasih!"
Julian ingin sekali mengetahui, tindakan apakah yang akan diambil selanjutnya"
Apakah yang sudah diatur oleh Morgan"
Saat itu Bu Jones masuk, membawa sebuah basi besar berisi sop ayam.
"Wah! Memang inilah yang kami perlukan sekarang!" seru Anne dengan gembira. "Aku
masih saja merasa haus - kau juga, George" Dan Timmy - lihatlah, kau mendapat
tulang besar, yang masih ada dagingnya! Anda baik hati, Bu Jones!"
"Aku agak merasa bersalah sekarang," kata Julian kemudian. "Kenapa kita tetap
mencampuri urusan ini, walau sebenarnya sudah dilarang oleh Pak Morgan! Pasti ia
tidak suka pada kita sekarang!" .
"Kalau begitu, sebaiknya kita minta maaf padanya," kata Dick. "Aneh - kenapa
justru dia yang semula kita kira penjahat" Memang, Pak Morgan tidak banyak
bicara, dan selalu masam mukanya - tapi dia tidak jahat, atau kejam!"
"Bagusnya kita menunggu saja dulu di sini, sampai Pak Morgan datang," kata
George. "Kecuali untuk meminta maaf padanya, aku juga ingin tahu apa yang
terjadi selanjutnya!"
"Aku juga," kata Anne. "Sedang Aily harus menunggu kedatangan ayahnya. Pak
Gembala pasti ingin tahu bahwa anaknya yang bandel itu selamat."
Mereka lantas menanyakan pada Bu Jones, apakah mereka boleh menunggu sampai
Morgan pulang. Wanita tua itu langsung menyetujui dengan gembira.
"Tentu saja boleh," katanya. "Kebetulan hari ini aku memasak kalkun panggang.
Kalian ikut makan dengan kami ya - sekali-sekali!"
Anak-anak tidak menolak ajakan itu. Sambil menunggu, mereka duduk di depan
pendiangan sambil mengobrol. George mengelus-elus kepala Timmy yang tertumpang
di pangkuannya. "Nyaris saja Timmy mati dicekik orang tadi," katanya. "Aduh - lihatlah, Julian -
lehernya sampai memar!"
"Sudahlah, jangan berkeluh-kesah lagi tentang leher Timmy!" kata Dick. "Kurasa
dia sendiri tidak begitu mempedulikannya. Lihatlah - dia tenang-tenang saja!
Timmy memang berani! Asyik sekali dia tadi, ketika ketujuh anjing itu menyerbu
ke dalam gua. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung ikut berkelahi!"
"Aku ingin tahu, apa yang terjadi sekarang dengan Bu Thomas," kata Anne. "Dia
pasti gembira, mendengar bahwa anaknya masih hidup! Tapi di pihak lain kasihan
juga - tentu terkejut setelah mengetahui bahwa anaknya itu berbohong padanya.
Bayangkan - ada anak yang begitu jahat, menjual harta milik ibunya sendiri!"
"Maksudmu logam aneh itu?" tanya Julian.
Anne mengangguk. "Yah - kurasa kini takkan boleh dijual lagi! Hebat sekali
rencana para penjahat! Menambang logam dengan sembunyi-sembunyi, lalu
mengangkutnya lewat sungai bawah tanah ke laut, di mana beberapa buah kapal
sudah menunggu di balik salah satu teluk. Aku kepingin melihat tempat itu. Pasti
menarik! Letaknya kurasa tersembunyi di bawah tebing yang tinggi."
"Ya - besok kita ke sana," kata George bersemangat. "Bagaimana jika kita
menginap saja malam ini di sini" Aku sudah capek sekarang, sehabis mengalami
petualangan seru tadi!"
"Aku juga capek!" kata Julian. Setelah diam sebentar, ia berkata lagi, "Yah! -
kurasa mulai sekarang di bukit takkan sering kali terjadi getaran yang diiringi
bunyi gemuruh, serta nampak sinar berpendar-pendar! Pasti yang menyebabkan
segala kejadian itu semacam besi yang mengandung kekuatan magnet. Bajak yang
tidak bisa dipakai untuk membajak, dan cangkul yang tidak bisa mencangkul. Ah -
soal itu terlalu rumit untuk bisa kumengerti!"
Hari sudah gelap, ketika akhirnya Pak Morgan datang bersama Pak Gembala. Dengan
segera Julian menghampiri.
"Pak Morgan," kata anak itu dengan sopan, "kami ingin minta maaf atas ketololan
kami! Memang, kami sebetulnya tidak boleh mencampuri urusan ini, setelah Anda
melarang:" Pak Morgan tersenyum lebar. Kelihatannya ia sedang berperasaan gembira.
"Ah, sudahlah," katanya, "semuanya toh sudah beres sekarang! Para penjahat sudah
dipenjarakan oleh polisi, termasuk Llewellyn Thomas. Aku cuma merasa kasihan
pada ibunya. Wanita 'tua itu memang malang nasibnya. Ia sama sekali tidak
mengerti, apa sebetulnya yang terjadi. Mungkin lebih baik begitu bagi dia!"
"Sekarang makan dulu, Morgan - dan Anda juga, Pak," kata Bu Jones pada anaknya
dan pada Pak Gembala. "Anak-anak ikut makan bersama kita. Aku memanggang kalkun!
Hari ini kan ulang tahunmu, Morgan!"
"0 ya" Aduh, aku sendiri tidak ingat," kata Pak Morgan tercengang. Dipeluknya
ibunya dengan mesra. "Terima kasih, Bu! Yuk, kita makan beramai-ramai. Perutku
lapar sekali rasanya. Habis - seharian belum makan!"
Tak lama kemudian mereka sudah duduk mengelilingi meja besar. Di situ tersaji
seekor kalkun panggang yang besar sekali! Dengan cekatan Pak Morgan mengiris-
iris dagingnya. Kemudian ia mengatakan sesuatu pada ibunya, dalam bahasa Wales.
Bu Jones tersenyum, lalu mengangguk.
"Ya - boleh saja," kata wanita tua itu. Pak Morgan meletakkan beberapa iris
daging ke atas sebuah piring kaleng yang besar. Piring itu dibawanya ke pintu,
yang menuju ke luar. Ia berdiri di ambang pintu, lalu berseru dengan lantang.
Anak-anak terlompat dari kursi masing-masing, karena kaget mendengar suara yang
begitu nyaring! "DAI! TANG! BOB! DOON! RAFE! JOLL! HAL!"
"Ah - rupanya daging itu untuk mereka," kata Anne. "Ya - memang sudah
sepantasnya anjing-anjing itu menerima hadiah!"
Ketujuh anjing yang dipanggil datang. Mereka berdesak-desakan di ambang pintu,
sambil menggonggong-gonggong. Daging kalkun yang dilemparkan oleh Pak Morgan ke
arah mereka, diperebutkan dengan ramai.
Timmy menghampiri Pak Morgan dari belakang, lalu menggonggong sekali dengan
sopan. Pak Morgan berpaling, lalu mengiriskan daging masing-masing sepotong
untuk Timmy dan Dave. "Nih!" katanya sambil memberikan kedua potong daging itu. "Kalian juga sudah
bekerja keras tadi. Sekarang makanlah!"
"Wah - kini tidak banyak lagi daging yang tersisa," kata Bu Jones dengan geli
bercampur jengkel. "Sekarang kita minum saja dulu, anak-anak - demi keselamatan
Morgan, anak yang paling berbakti pada orang tuanya!"
"Selamat ulang tahun!" seru semuanya dengan serempak, sambil mengangkat gelas
masing-masing. Dan Julian sempat menambahkan komentarnya.
"Selamat ulang tahun, Pak - dan semoga tetap nyaring untuk selama-lamanya!"
Pak Morgan duduk sambil tersenyum. Di luar terdengar ketujuh anjingnya
menggonggong beramai-ramai.
TAMAT http://tagtag.com/tamanbacaan
Ratu Kembang Mayat 3 Candika Dewi Penyebar Maut V I I I Kecapi Perak Dari Selatan 1
^