Domba Domba Telah Membisu 2
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris Bagian 2
"Raspail sendiri yang menceritakan ini?"
"Oh ya, dalam pertemuan-pertemuan terapi yang bersifat rahasia. Kukira dia
bohong. Raspail suka melebih-lebihkan segala sesuatu. Dia ingin menimbulkan
kesan berbahaya dan romantis.
Kemungkinan besar orang Swedia itu mati lemas ketika mengadakan hubungan seks
yang konyol. Raspail terlalu lemah untuk mencekiknya.
Kau melihat sendiri bahwa kepala Klaus dipenggal tepat di bawah rahang, bukan"
Tampaknya ini disengaja untuk menghilangkan bekas lilitan tali pada lehernya."
"Hmm, begitu." "Impian Raspail mengenai kebahagiaan telah hancur. Dia memasukkan kepala Klaus
ke tas boling dan kembali ke daerah Timur." .
"Apa yang dilakukannya dengan sisa tubuhnya?"
"Dikubur di perbukitan."
"Dia pernah memperlihatkan kepala di mobil itu pada Anda?"
"Oh ya. Setelah berkali-kali mendatangiku untuk terapi, dia merasa bisa
menceritakan apa saja padaku. Dia sering mengunjungi Klaus dan memamerkan kartu-
kartu Valentine." "Lalu Raspail sendiri... tewas. Kenapa?"
"Terus terang, aku akhirnya muak mendengar keluhan-keluhannya. Ini memang yang
terbaik baginya. Terapinya tidak menunjukkan kemajuan. Kuharap sebagian besar
psikiater mempunyai satu atau dua pasien yang hendak mereka oper padaku. Aku
belum pernah membicarakan ini, dan sekarang aku mulai bosan."
"Dan jamuan makan malam yang Anda adakan bagi para pimpinan orkestra?"
"Kau tidak pernah didatangi tamu tanpa sempat berbelanja" Mau tak mau
kumanfaatkan isi lemari es Clarice. Bolehkah aku memanggilmu Clarice?"
"Ya. Dan aku akan memanggil Anda... "
"Dr. Lecter - kukira itu yang paling pantas, mengingat usia dan posisimu," Lecter
memotong. "Ya." "Bagaimana perasaanmu ketika masuk ke garasi itu?"
"Waswas." "Kenapa?" "Tikus dan serangga."
"Adakah resep khusus yang kaugunakan untuk membangkitkan keberanianmu?" tanya
Dr. Lecter. "Setahuku tidak ada cara yang ampuh, kecuali tekad untuk mencapai tujuan."
"Barangkali kau teringat kejadian-kejadian tertentu pada saat seperti itu, baik
disengaja maupun tidak?"
"Mungkin. Aku tak pernah memperhatikannya."
"Hal-hal dari masa kecilmu, barangkali?"
"Aku tidak bisa memastikannya."
"Bagaimana perasaanmu ketika kau mendapat kabar mengenai bekas tetanggaku,
Miggs" Kau belum bertanya tentang itu."
"Aku baru mau menanyakannya."
"Kau gembira ketika mendengar beritanya?"
"Tidak." "Kau sedih?" "Tidak juga. Apakah Anda mempengaruhi dia?"
Dr. Lecter tertawa pelan. "Maksudnya, apakah aku mendesak Mr. Miggs untuk
melakukan tindak pidana bunuh diri" Jangan mengada-ada. Tapi aku melihat simetri
yang menyenangkan dalam tindakannya menelan lidahnya yang lancang. Kau
sependapat, bukan"' "Tidak." "Officer Starling, kali ini kau berbohong. Ini pertama kali kau berbohong
padaku. Mengutip ucapan Truman, kejadian yang menyedihkan."
"Presiden Truman?"
"Lupakan saja. Menurutmu, kenapa aku membantumu?"
"Entahlah." "Jack Crawford menyukaimu, bukan?"
"Aku tidak tahu."
"Kurasa itu tidak benar. Apakah kau berharap dia menyukaimu"
Coba katakan padaku, apakah kau merasakan dorongan untuk membuatnya suka padamu,
dan apakah dorongan itu membuatmu kuatir" Apakah kau cemas karena merasa harus
membuat dia senang?"
"Semua orang ingin disukai, Dr. Lecter."
"Tidak semuanya. Apakah kau merasa Jack Crawford menginginkanmu secara seksual"
Aku yakin dia sudah frustrasi berat sekarang. Menurutmu, apakah dia
membayangkan... skenario, adegan... sanggama denganmu?"
"Aku tak pernah memikirkan hal-hal seperti itu, Dr. Lecter, dan pertanyaan-
pertanyaan semacam ini pantasnya dilontarkan oleh Miggs."
"Sekarang tidak lagi."
"Apakah Anda menyarankan pada Miggs untuk menelan lidahnya?" Lecter tidak
menanggapi pertanyaan itu.
"Crawford jelas-jelas menyukaimu, dan dia yakin kau mampu,"
kata Lecter. "Tentunya keunikan situasi lni tidak terlepas dari perhatianmu,
Clarice - kau telah memperoleh bantuan dari Crawford dan dariku. Kau mengaku tidak
mengetahui alasan Crawford membantu, mu - barangkali kau tahu alasanku?"
"Tidak." "Apakah karena aku suka memandangmu dan berharap dapat menyantapmu?"
"Itukah alasan Anda?"
"Tidak. Aku menginginkan sesuatu yang bisa diberikan Crawford, dan aku bersedia
mengadakan barter. Tapi dia tidak mau menemuiku.
Dia tidak mau minta bantuanku dalam kasus Buffalo Bill, padahal dia tahu itu
berarti akan lebih banyak lagi wanita muda yang tewas."
"Aku tidak percaya, Dr. Lecter."
"Aku menginginkan sesuatu yang sangat sederhana, dan dia bisa mengupayakannya."
Lecter memutar tombol pengendali lampu di selnya. Buku-buku dan lukisan-
lukisannya sudah tak ada. WC-nya pun dicabut. Chilton telah mengosongkan selnya
sebagai hukuman atas kematian Miggs.
"Sudah delapan tahun aku berada di ruangan ini, Clarice. Aku tahu aku takkan
keluar dari sini selama aku hidup. Yang kuinginkan adalah pemandangan. Aku
menginginkan jendela agar bisa melihat pohon, atau bahkan air."
"Apakah pengacara Anda pernah mengajukan permohonan... "
"Chilton menaruh TV itu di koridor, disetel pada saluran keagamaan. Begitu kau
pergi, penjaganya akan mengeraskan suaranya, dan pengacaraku tak bisa
mencegahnya, mengingat pandangan pengadilan terhadapku sekarang. Aku ingin
dipindahkan ke institusi federal, ingin buku-bukuku dikembalikan, dan ingin
pemandangan. Aku berani membayar mahal untuk itu. Crawford sanggup
mengusahakannya. Coba tanya dia.'
"Aku bisa menyampaikan permintaan Anda padanya-"
"Permintaanku takkan digubris. Dan Buffalo Bill akan terus beraksi. Tunggu saja
sampai dia mengambil kulit kepala korbannya, dan lihatlah apakah kau suka atau
tidak. Hmmm... aku bisa memberitahukan sesuatu mengenai Buffalo Bill tanpa perlu
melihat berkas kasusnya, dan bertahun-tahun dari sekarang, pada waktu dia
ditangkap, kalau dia bisa ditangkap, kau akan sadar bahwa aku benar dan
seharusnya aku bisa membantu. Seharusnya aku bisa menyelamatkan beberapa nyawa.
Clarice?" "Ya?" "Buffalo Bill tinggal di rumah berlantai dua," kata Dr. Lecter, lalu memadamkan
lampunya. Ia tidak mau bicara lagi.
Bab Sepuluh CLARICE STARLING bersandar pada meja judi dadu di kasino FBI dan berusaha
menyimak kuliah mengenai pemutihan uang lewat perjudian.
Tiga puluh enam jam telah berlalu sejak kepolisian Baltimore County mencatat
keterangannya (melalui juru tulis yang merokok tanpa henti dan mengetik dengan
dua jari: "Coba buka jendela itu kalau asap rokok
saya mengganggu Anda.") dan mempersilakannya meninggalkan wilayah hukum mereka, disertai peringatan bahwa pembunuhan bukan
tindak pidana federal. Pertengkaran Starling dengan juru kamera TV ditayangkan
dalam siaran berita Minggu malam, dan ia yakin ia berada dalam kesulitan besar.
Sementara itu, baik Crawford maupun kantor perwakilan Baltimore tidak memberi
komentar sedikit pun. Laporan Starling sama sekali tidak ditanggapi.
Kasino tempat ia berdiri sekarang berukuran kecil - semula kasino tersebut
beroperasi dalam truk kontainer yang terus berpindah-pindah sampai disita FBI
dan ditempatkan di akademi sebagai alat bantu belajar. Ruang sempit itu dipenuhi
petugas-petugas polisi dari berbagai wilayah hukum; Starling telah menolak
tawaran tempat duduk dari dua Texas Ranger dan seorang detektif Scotland Yard.
Rekan-rekan sekelasnya sedang berada di gedung Academy, sibuk mencari rambut di
karpet motel "Sex-Crime Bedroom" dan mengamankan sidik jari di "Anytown Bank."
Starling sudah begitu sering terlibat pencarian barang bukti dan sidik jari
sebagai Forensic Fellow, sehingga ia disuruh mengikuti kuliah ini, yang
merupakan bagian kurikulum siswa tamu.
Dalam hati ia bertanya, apakah ada alasan lain ia dipisahkan dari kelasnya:
barangkali kita diisolasi dulu sebelum digantung.
Sambil bertopang dagu, Starling berusaha memusatkan pikiran pada teknik-teknik
pemutihan uang melalui perjudian. Namun yang terlintas dalam benaknya adalah
betapa FBI tidak suka melihat agen-agennya muncul di TV, kecuali untuk jumpa
pers resmi. Dr. Hannibal Lecter dan media massa bagaikan gula dan semut, dan pihak
kepolisian Baltimore pun dengan senang hati memberikan nama Starling kepada para
wartawan. Berulang-ulang Starling menyaksikan dirinya dalam siaran-siaran berita
Minggu malam. Ada "Starling dari FBI" di Baltimore, yang menggedor-gedor pintu garasi sementara
juru kamera berusaha menyusup masuk lewat bawah pintu.
Lalu "Agen Federal Starling," yang menyerang asisten juru kamera sambil
menggenggam gagang dongkrak.
Stasiun TV lain, WPIK, yang tidak memiliki rekaman sendiri, mengumumkan bahwa
baik "Starling dari FBI" maupun FBI sendiri akan dituntut karena mata Juru
kamera itu kemasukan debu dan serpihan-serpihan karat ketika Starling menggebrak
pintu. Jonetta Johnson dari WPIK mengungkapkan dalam siaran berita nasional bahwa
Starling menemukan kepala terpenggal di dalam garasi tersebut berkat "hubungan
khusus dengan seseorang yang oleh pihak berwajib dijuluki... monster! Tampaknya
sudah jelas bahwa WPIK mempunyai sumber di rumah sakit jiwa.
KEKASIH FRANKENSTEIN!! demikian judul berita utama National Tattler menghadang
para pengunjung toko swalayan yang mengantre di kasa.
Pihak FBI tidak memberikan komentar resmi, namun Starling yakin kemunculannya di
TV telah menimbulkan perdebatan intern: Pada waktu sarapan, salah satu rekan
sekelasnya, seorang pria muda yang memakai Canoe aftershave, menyebut Starling
sebagai "Melvin Pelvis," plesetan dari Melvin Purvis, agen FBI nomor satu zaman Hoover
di tahun tiga puluhan. Balasan Ardelia Mapp kepada rekan mereka itu membuat
wajah si pria pucat pasi, dan ia meninggalkan ruang makan tanpa menyentuh
sarapannya. Starling kini mendapati dirinya tak bisa terkejut lagi. Selama sehari-semalam ia
serasa diselubungi keheningan, bagaikan penyelam di dasar laut. Ia bertekad akan
membela diri, kalau ada kesempatan.
Instrukturnya memutar roda rolet sambil bicara, namun tidak menggulirkan
bolanya. Starling menatapnya, dan ia yakin orang itu belum pernah membiarkan
bolanya bergulir. Instrukturnya sedang mengatakan sesuatu: "Clarice Starling."
Kenapa ia berkata "Clarice Starling?" Itu aku.
"Ya," Starling menyahut..
Si instruktur memberi isyarat ke arah pintu. Nah, ini dia, Starting berkata
dalam hati sambil membalik dengan waswas. Tapi yang melongok dari pintu ternyata
Brigham, si instruktur menembak.
Ia segera memanggil dengan lambaian tangan ketika Starling melihatnya.
Sekilas Starling yakin ia akan dipecat, tapi itu bukan tugas Brigham.
"Bersiaplah, Starling. Di mana perlengkapan lapanganmu?"
Brigham bertanya setelah mereka berada di koridor. "Di kamarku -
Sayap C." Starling terpaksa mempercepat langkahnya agar tidak ketinggalan.
Brigham membawa koper berisi peralatan sidik jari - koper yang besar, bukan yang
untuk latihan - serta tas kanvas kecil.
"Kau ikut Jack Crawford hari ini. Bawa perlengkapan untuk menginap. Bisa jadi
kalian akan pulang malam ini juga, tapi bawa sajalah."
"Ke mana?" "Rombongan pemburu bebek menemukan mayat di Sungai Elk subuh tadi. Kemungkinan
korban Buffalo Bill. Kasusnya sudah ditangani kepolisian setempat, tapi Jack
tidak mau menunggu hasil penyidikan mereka." Brigham berhenti di pintu Sayap C.
"Dia butuh orang yang bisa mengambil sidik jari mayat terapung. Kau punya
pengalaman di lab - kau pasti sanggup, bukan?"
"Coba kulihat dulu perlengkapannya."
Brigham membuka koper, dan Starling memeriksa isinya.
Semuanya ada, kecuali kamera.
"Aku perlu Polaroid CU-5 untuk pemotretan skala satu-satu, Mr.
Brigham, juga film dan baterai."
"Beres." Brigham menyerahkan tas kanvas, dan ketika Starling merasakan berat tas itu, ia
langsung mengerti kenapa Brigham yang ditugaskan memanggilnya.
"Kau belum punya pistol dinas, bukan?"
"Belum." "Kau harus bawa senjata lengkap. Perlengkapan ini sama seperti yang kaugunakan
di lapangan tembak. Pistolnya milikku. Modelnya sama seperti yang kau pakai
berlatih, tapi gerak picunya sudah dibuat lebih lancar. Coba kau tarik-tarik
picunya tanpa peluru di kamarmu nanti malam, kalau ada waktu. Kutunggu di mobil
di belakang Sayap C dalam sepuluh menit, sekalian dengan kameranya. Dan satu lagi, di Blue Canoe
tidak ada WC, jadi sebaiknya kau ke kamar kecil dulu.
Cepatlah." Starling hendak menanyakan sesuatu, tapi Brigham sudah membalik dan pergi.
Pasti Buffalo Bill, kalau Crawford sendiri yang berangkat, kata Starling dalam
hati. Apa yang dimaksud Brigham dengan Blue Canoe"
Tapi jangan pikirkan hal-hal lain kalau sedang berkemas. Starling berkemas
dengan cepat dan rapi. "Apakah...?" "Tenang saja," Brigham memotong ketika Starling masuk ke mobil. "Gagangnya
memang membayang di balik jaketmu, tapi untuk sementara cukuplah." Starling
memakai sarung pistol yang menempel pada rusuk, sementara sebuah speedloader
menggantung pada ikat pinggangnya.
Brigham mengarahkan mobil ke landasan pacu Quantico. Ia mengemudi dengan
kecepatan tepat pada batas maksimum.
Ia berdeham. "Ada satu hal yang perlu kau ketahui tentang tugas lapangan,
Starling. Di luar sana kau tidak perlu memikirkan urusan politik."
"Oh?" "Tindakanmu mengamankan garasi di Baltimore itu sudah tepat.
Kau kuatir soal liputan TV?"
"Perlukah aku kuatir?"
"Ini antara kita saja, ya?"
"Oke." Brigham membalas salam marinir yang sedang mengatur lalu lintas.
"Dengan mengajakmu hari ini, Jack terang-terangan menunjukkan dia percaya pada kemampuanmu," kata Brigham. "Siapa tahu ada orang
di Office of Professional Responsibility yang sedang tidak enak perut. Mengerti
maksudku?" "Hmmm." "Crawford tak pernah menelantarkan anak buah. Dia sudah bicara dengan orang-
orang di atas, dan dia menegaskan bahwa kau memang harus mengamankan tempat itu.
Dia membiarkanmu bergerak telanjang - tanpa atribut kedinasan, dan itu pun sudah
dikatakannya. Kepolisian Baltimore juga agak lamban datang ke lokasi. Selain
itu, Crawford butuh bantuan hari ini, dan dia harus menunggu paling tidak satu
jam sebelum Jimmy Price bisa mengirim orang dari lab. Jadi, inilah kesempatanmu,
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Starling. Tapi asal tahu saja, mayat terapung bukan pekerjaan mudah, ini bukan
hukuman untukmu, tapi orang luar bisa saja mengartikannya begitu, kalau mereka
mau. Begini, Crawford selalu punya pertimbangan tersendiri kalau bertindak, tapi
dia tidak suka memberi penjelasan panjang-lebar, itulah sebabnya aku yang
memberitahumu. Kalau kau mau bekerja sama dengan Crawford kau harus tahu betul
siapa dia." "Aku belum seberapa kenal dengannya."
"Dia sedang banyak pikiran, selain Buffalo Bill. Istrinya, Bella, sakit keras-
Dia... tidak mungkin sembuh. Crawford merawatnya di rumah. Kalau bukan karena
Buffalo Bill, dia pasti sudah minta cuti."
"Aku baru tahu."
"Memang tidak dibicarakan. Jangan katakan padanya bahwa kau turut prihatin atau
sebagainya. itu tidak membantu... mereka sempat hidup bahagia."
"Terima kasih Anda memberitahuku."
Wajah Brigham kembali cerah ketika mereka tiba di landasan.
"Ada beberapa hal penting yang akan kukatakan pada akhir kursus menembak,
Starling. Usahakan kau bisa hadir." Ia mengambil jalan pintas di antara dua
hanggar. "Oke." "Keterampilan yang kuajarkan kemungkinan besar takkan pernah terpakai di
lapangan. Aku berharap kau takkan perlu menggunakannya. Tapi kau punya bakat,
Starling. Kalau terpaksa menembak, kau bisa menembak. Lakukanlah latihanmu
dengan sebaik-baiknya."
"Oke." "Jangan sekali-sekali simpan pistol di dalam tas."
"Oke." "Berlatihlah di kamar sebelum tidur. Simpan pistolnya di tempat yang mudah
dijangkau." "Akan kulakukan."
Pesawat Beechcraft tua bermesin ganda menunggu apron.
Pintunya terbuka dan lampu di kedua ujung yap berkedap-kedip.
Sebelah baling-baling berputar kencang, menyabet-nyabet rumput di sisi landasan.
"Ini yang Anda maksud dengan Blue Canoe?" tanya Starling.
"Yap." "Kelihatannya agak kecil dan tua."
"Memang tua," ujar Brigham riang. "Pesawat ini disita Drug Enforcement waktu
jatuh di 'Glades' bertahun-tahun lalu. Tapi sekarang kondisinya sudah prima
lagi. Moga-moga Gramm dan Rudman takkan tahu kita memakainya - seharusnya kita
naik bus." Ia berhenti di samping pesawat dan mengambil bagasi Starling dari
bangku belakang. Lalu ia menyerahkan tas itu dan sekaligus bersalaman.
Dan kemudian, tanpa sengaja, Brigham berkata, "Semoga Tuhan melindungimu,
Starling." Kata-kata itu terasa janggal bagi lidah marinirnya. Ia sendiri tidak
tahu kenapa ia berkata demikian, dan wajahnya mendadak terasa panas.
"Thanks... thanks, Mr. Brigham."
Crawford sudah duduk di kursi kopilot. Ia telah membuka jas dan memakai kacamata
hitam. Ia berpaling pada Starling ketika mendengar pilot menutup pintu.
Starling tak dapat melihat mata di balik kacamata hitam itu, dan ia seperti
berhadapan dengan orang asing. Crawford tampak pucat dan keras, bagaikan akar
yang harus didorong dengan buldoser. "Duduk dan bacalah," ia berkata singkat.
Di kursi di belakangnya ada berkas kasus tebal. Sampulnya bertulisan BUFFALO
BILL. Staring menggenggamnya erat-erat ketika Blue Canoe berderit dan bergetar
dan mulai menggelinding. Bab Sebelas Tepi landasan tampak kabur, lalu tertinggal di bawah. Di sebelah timur, Teluk
Chesapeake terlihat bermandikan cahaya matahari pagi ketika pesawat kecil itu
membelok. Clarice Starling melihat gedung Academy serta pangkalan marinir yang
mengelilinginya di Quantico. Sejumlah pasukan marinir tampak berlari-lari di
lapangan latihan. Beginilah pemandangan dari atas. Suatu malam, seusai latihan
menembak, ketika Starling berjalan seorang diri sambil merenung di Hogan's Alley
yang telah sepi, ia mendengar gemuruh pesawat terbang di atasnya dan kemudian,
dalam keheningan yang menyusul, suara-suara berseru-seru di langit yang gelap -
pasukan para yang sedang berlatih terjun malam, saling memanggil sambil meluncur
dalam kejapan. Dalam hati ia bertanya, bagaimana rasanya, menunggu aba-aba di
pintu pesawat, bagaimana rasanya menerjang kegelapan pekat. Barangkali seperti
inilah rasanya. Starling membuka berkas di pangkuannya. Buffalo Bill diketahui telah membunuh
lima kali. Paling tidak lima kali, dan mungkin lebih. Dalam sepuluh bulan terakhir ia telah
menculik seorang wanita, membunuhnya, lalu mengulitinya. (Mata Starling segera
beralih ke tes histamin bebas pada laporan autopsi, yang mengkonfirmasikan bahwa
korban dibunuh lebih dulu sebelum Buffalo Bill melanjutkan aksinya.) Masing-
masing mayat dibuang di sungai yang berbeda-beda, di sebelah hulu jembatan jalan
raya antar negara bagian, di negara bagian yang berbeda-beda pula. Semua orang
tahu Buffalo Bill selalu berpindah tempat. Tapi selain itu tak ada lagi yang
diketahui pihak berwajib, kecuali bahwa ia memiliki paling tidak satu senjata
api, kemungkinan revolver Colt atau tiruannya. Penyelidikan terhadap selongsong-
selongsong kosong yang ditemukan menunjukkan ia lebih menyukai peluru .38
special daripada peluru .357 yang lebih panjang.
Aliran sungai tidak meninggalkan sidik jari, rambut, maupun serat kain.
Hampir dapat dipastikan ia pria kulit putih: kulit putih karena pembunuh
berantai pada umumnya memilih korban dari kelompok etnik sendiri dan semua
korban berkulit putih; pria karena di zaman kita nyaris tak pernah ada wanita
yang menjadi pembunuh berantai.
Dua kolumnis suatu harian besar mengambil judul berita dalam sajak E.e. cummings
berjudul "Buffalo Bill": ...HOW DO YOU LIKE YOUR BLUEEYED BOY
MISTER DEATH. Seseorang, mungkin Crawford, telah menempelku"
kutipan tersebut pada sisi sebelah dalam sampul berkas kasus itu.
Tak ada korelasi nyata antara tempat Bill menculik para wanita muda dan tempat
ia membuang mayat-mayat mereka. Kasus-kasus di mana mayat ditemukan cukup cepat
sehingga waktu kematian dapat ditaksir secara akurat, pihak kepolisian
mengetahui satu hal lagi: Bill tidak langsung membunuh korban-korbannya,
melainkan membiarkan mereka hidup selama beberapa saat. Para korban baru tewas
antara satu minggu sampai sepuluh hari setelah mereka diculik. Itu berarti Bill
mempunyai tempat untuk menawan mereka serta tempat untuk beraksi tanpa
terganggu. Dan ini berarti ia bukan pengembara. Ia lebih tepat dikatakan
pemangsa yang bersembunyi di tempat aman.
Entah di mana. Itulah yang paling mengerikan bagi masyarakat umum - kebiasaan Bill menawan para
korbannya dalam keadaan hidup selama seminggu atau lebih, sementara mereka tahu
mereka akan dibunuh. Dua korban mati digantung, tiga ditembak. Tak ada petunjuk mengenai pemerkosaan
atau penganiayaan fisik sebelum mereka tewas, dan laporan-laporan autopsi pun
tidak menyebutkan "kerusakan khusus pada alat kelamin", meskipun para ahli patologi berpendapat
hal seperti itu sukar ditentukan pada jenazah yang sudah mulai rusak.
Semua korban ditemukan dalam keadaan telanjang. Dalam dua kasus, baju luar
korban ditemukan di tepi jalan di dekat rumah masing-masing, terbelah di
punggung bagaikan baju untuk pemakaman.
Ekspresi Starling tidak berubah ketika mengamati foto-foto yang terlampir. Dari
segi penampilan fisik, mayat yang sempat terapung di air paling menguji
ketahanan mental. Kondisinya sungguh menyedihkan seperti lazimnya korban
pembunuhan di luar ruangan Martabat korban yang terinjak-injak menimbulkan
kemarahan yang harus dipendam agar penyidikan berjalan lancar.
Pada kasus-kasus pembunuhan di dalam rumah sering kali ditemui petunjuk-petunjuk
mengenai tingkah laku korban yang tidak menyenangkan, dan para korban sang
korban - istri yang babak belur, anak-anak yang dianiaya - berkerumun dan berbisik-
bisik bahwa korban telah mendapat ganjaran setimpal atas perbuatannya, dan
sering kali memang demikian halnya.
Namun tak seorang pun patut mengalami nasib seperti para korban Buffalo Bill.
Kulit mereka pun tak utuh lagi ketika mereka tergeletak di tepi sungai, di
antara kaleng-kaleng oli dan sampah lainnya. Wajah para korban yang ditemukan
saat cuaca dingin pada umumnya masih dapat dikenali. Starling sadar mereka
tampak meringis bukan karena menahan sakit, melainkan karena digerogoti ikan dan
bulus yang mencari makan.
Ia takkan seberapa terusik oleh foto-foto itu kalau saja udara di kabin tidak
begitu pengap dan kalau saja pesawatnya tidak oleng karena sebelah baling-
balingnya lebih "menggigit", dan kalau saja matahari tidak begitu terik menusuk-
nusuk. Buffalo Bill bisa diringkus. Starling berpegang pada keyakinan tersebut agar
dapat duduk tenang kabin pesawat yang semakin lama terasa semak-sempit, dengan
setumpuk informasi mengerikan di genggamannya. Ia bisa membantu menghentikan
orang. Kemudian mereka bisa memasukkan berkas kasus ini ke dalam laci arsip dan
melupakannya. Ia menatap bagian belakang kepala Crawford. Kalau hendak memburu Buffalo Bill,
ia berada bersama orang yang tepat. Crawford telah berhasil melacak tiga
pembunuh berantai, namun bukan tanpa korban. Will Graham, pemburu paling hebat
yang pernah bertugas di bawah Crawford, merupakan legenda di Academy; kini ia
menjadi pemabuk di Florida, dengan wajah yang membuat orang enggan memandangnya,
demikian kabar burung yang didengar Starling.
Barangkali Crawford sadar diperhatikan dari belakang. Ia bangkit dari tempat
duduknya. Si pilot menyesuaikan posisi kemudi untuk menyeimbangkan pesawat
ketika Crawford pindah ke belakang dan duduk di samping Starling. Crawford
melepaskan kacamata hitamnya menggantinya dengan kacamata bifokal, dan Starling
langsung merasa kembali mengenalnya.
"Aku kepanasan, kau kepanasan?" tanya Crawford. "Bobby, di sini terlalu panas,"
serunya kepada pilot di depan. Bobby memutar tombol, dan seketika udara dingin
mengalir. Embusannya di kabin yang lembap menghasilkan beberapa butir salju yang
kemudian menempel di rambut Starling.
Lalu Jack Crawford mulai berburu. Matanya menyerupai langit musim dingin yang
cerah. Ia membuka peta Amerika Serikat bagian Tengah dan Timur yang terlampir pada
berkas kasus. Lokasi masing-masing korban ditemukan telah ditandai dengan titik-
titik: yang tampak tersebar secara acak, saling berjauhan.
Crawford mengambil bolpoin dari kantong dan menandai lokasi terbaru, tujuan
mereka. "Sungai Elk, enam mil dari U.S. 79," katanya, "Kali ini kita beruntung. Mayatnya
tersangkut tali pancingan. Polisi setempat menduga mayat itu belum lama dibuang.
Mereka membawanya ke Potter, ibu kota COUNTY. Aku ingin secepatnya
mengidentifikasi korban, agar kita bisa mencari orang-orang yang mungkin
menyaksikan penculikan. Sidik jarinya akan kita kirim lewat saluran darat."
Crawford mengangkat dagu dan menatap Starling. "Jimmy Price bilang kau mampu
menangani mayat terapung."
"Sebenarnya, aku belum pernah menangani mayat terapung utuh," sahut Starling.
"Aku sekadar mengambil sidik jari dari tangan-tangan yang diterima Mr. Price
lewat pos setiap hari. Tapi cukup banyak di antaranya berasal dari mayat
terapung." Orang-orang yang belum pernah bertugas di bawah pengawasan Jimmy Price cenderung
menganggapnya orang tua yang suka menggerutu, namun pada dasarnya baik hati.
Tapi sesungguhnya, Jimmy Price memang bertabiat buruk. Ia penyelia Latent Prints
di lab Washington, dan Starling sempat bekerja di bawah bimbingannya sebagai
Forensic Fellow. "Si Jimmy," kata Crawford sambil tersenyum sendiri. "Apa sebutan untuk
pekerjaannya?" "Posisi itu disebut 'lab wretch'. Ada juga yang menyebutnya Tgor' - itu yang
tertulis pada celemek karet yang harus kita pakai."
"Ya, itu dia." "Kita disuruh membayangkan bahwa kita sedang membedah katak."
"Hmm, begitu...."
"Lalu kita diberi paket dari UPS. Semuanya ikut penonton, bahkan ada yang buru-
buru kembali dari rehat kopi - mereka berharap kita muntah. Aku sanggup mengambil
sidik jari mayat terapung.
Malahan... " "Oke, sekarang coba lihat ini. Korban pertama yang kita ketahui ditemukan di
Sungai Blackwater di Missouri, di pinggiran Lone Jack, bulan Juni lalu. Korban
bernama Bimmel, dilaporkan hilang di Belvedere, Ohio, tanggal 15 April, dua
bulan sebelumnya. Tidak banyak petunjuk yang berhasil kita peroleh - kita butuh
waktu tiga bulan sekadar untuk mengidentifikasi dia. Korban berikut diculik di
Chicago pada minggu ketiga bulan April. Dia ditemukan di sungai Wabash di pusat
kota Lafayette, Indiana, hanya sepuluh hari setelah dia diculik, sehingga kita
masih sempat memastikan apa yang terjadi dengannya. Kemudian ada wanita kulit
putih, awal dua puluhan, dibuang ke sungai Rolling Fork di dekat 1-65, sekitar
tiga puluh delapan mil sebelah selatan Louisville, Kentucky. Sampai sekarang dia
belum diidentifikasi. Lalu korban yang bernama Varner. Dia diculik di
Evansville, Indiana, dan dibuang ke sungai Embarras di dekat Interstate 70 di
bagian timur Illinois. Setelah itu si pembunuh berpindah ke Selatan dan membuang satu korban ke sungai
Conasauga di Damascus, Georgia, tidak jauh dari Interstate 75. Namanya Kittridge
- ini foto wisudanya. Si pembunuh luar biasa mujur - sampai sekarang belum pernah
ada saksi yang melihatnya menculik korban-korbannya. Kita belum melihat pola
tertentu, kecuali bahwa semua korban hilang di dekat jalan raya antar negara
bagian." "Kalau jalur-jalur berlalu lintas paling padat dilacak mundur dari tempat-tempat
dia membuang korbannya apakah ada titik temunya?"
"Tidak." "Bagaimana kalau kita... MENGANDAIKAN... bahwa dia membuang korban dan menculik
yang berikut dengan sekali jalan?"
tanya Starling. Ia sengaja tidak menggunakan kata ASUMSI yang terlarang. "Korban
pertama tentu dibuang dulu, bukan, sebab siapa tahu ada masalah dengan
penculikan berikut" Jadi, kalaupun tertangkap basah, dia hanya bisa dikenakan
tuduhan penyerangan karena tak ada mayat di mobilnya. Nah, bagaimana kalau kita
tarik garis penghubung dari masing-masing lokasi penculikan ke lokasi pembuangan
sebelumnya?" "Ide bagus, tapi dia juga berpikir ke situ. Kalaupun dia MENGERJAKAN kedua hal
itu dengan sekali jalan, maka dia berputar-putar dulu. Kita sudah mengadakan
simulasi komputer, mula-mula dengan menganggap dia bergerak ke barat lewat
jalur-jalur Interstate, lalu sebaliknya. Kita juga sudah mencoba berbagai
kombinasi berdasarkan perkiraan tanggal masing-masing penculikan dan pembuangan.
Datanya dimasukkan ke komputer dan hasilnya cuma asap. Komputer kita
berkesimpulan dia tinggal di daerah Timur. Dia tidak mengikuti siklus peredaran
bulan. Tak ada korelasi dengan konvensi-konvensi di kota-kota yang bersangkutan.
Dia cerdik, Starling."
"Dan terlalu berhati-hati untuk orang yang tidak memedulikan nyawanya sendiri."
Crawford mengangguk. "Ya, terlalu berhati-hati. Dia sudah tahu cara mengadakan
hubungan yang bermakna, dan dia ingin terus menikmatinya. Kukira clia takkan
berbuat nekat." Crawford menuang air dari termos dan memberikannya pada pilot mereka. Setelah
memberikan segelas pada Starling, ia mencampurkan Alka-Seltzer untuk dirinya
sendiri. Perut Starling serasa diaduk-aduk ketika pesawat mereka mulai turun.
"Ada beberapa hal, Starling. Aku mengandalkanmu untuk urusan forensik, tapi aku
butuh lebih dari itu. Kau tidak banyak bicara, dan itu tidak apa-apa, aku pun
begitu. Tapi jangan pernah beranggapan kau harus punya fakta baru dulu sebelum
bisa membicarakan sesuatu.
Jangan ragu-ragu menanyakan apa pun.. Kau akan melihat hal-hal yang luput dari
perhatianku dan aku ingin tahu semuanya. Barangkali kau
memang berbakat. Dan inilah kesempatan untuk membuktikannya." Dalam hati Starling bertanya sudah berapa lama Crawford berniat melibatkannya
dalam kasus ini, sudah berapa lama ia memupuk hasrat Starling untuk membuktikan
kemampuan. Crawford memang pemimpin yang pandai menangani anak buah.
"Kalau kau cukup lama memikirkan dia dan melihat tempat-tempat yang
didatanginya, kau akan mengembangkan indra keenam tentang dia," Crawford
melanjutkan. "Percaya atau tidak, pada saat-saat tertentu kau bahkan tidak membencinya. Lalu,
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau kau beruntung, dari segala sesuatu yang telah kauketahui ada satu hal yang
tiba-tiba menarik perhatianmu.
Segera beritahu aku kalau itu terjadi, Starling. Tanpa campur tangan pihak luar
pun, kejahatan seperti ini sudah cukup membingungkan.
Jangan gugup karena serombongan petugas polisi. Bukalah matamu Dengarkan bisikan
hati nuranimu. Pisahkan kejahatan ini dari semua yang terjadi di sekelilingmu.
Jangan paksakan pola tertentu pada orang ini. Amati semuanya dengan pikiran
terbuka, dan biarkan dia yang menunjukkannya."
"Satu hal lagi: penyelidikan seperti ini tak ubahnya kebun binatang. Kita akan
bekerja di berbagai wilayah hukum, dan beberapa di antaranya dipimpin oleh
orang-orang yang tidak kompeten. Kita harus pandai-pandai membawa diri, agar
mereka mau bekerja sama. Sekarang ini kita ke Potter, West Virginia. Aku tidak tahu seperti apa orang-
orang yang akan kita temui di sana. Mungkin saja takkan ada masalah, tapi
mungkin juga kita akan disambut seperti petugas pajak."
Pilot di depan melepaskan EARPHONE dan menoleh sedikit. "Kita sudah siap
mendarat, Jack. Kau tetap di belakang?"
"Yeah," jawab Crawford. "Selamat bertugas, Starling."
Bab Dua Belas Potter funeral home menempati rumah paling besar di Potter Street di Potter,
West Virginia, dan sekaligus berfungsi sebagai kamar mayat untuk Rankin County.
Posisi petugas visum et repertum dipegang oleh seorang dokter umum bernama Dr.
Akin. Jika ia menilai kematian seseorang patut dipertanyakan, maka mayat
bersangkutan dikirim ke Claxton Regional Medical Centre di county tetangga, di
mana terdapat ahli patologi.
Clarice Starling duduk di bangku belakang mobil patroli yang menjemput mereka di
lapangan terbang. Ia terpaksa merapat ke kisi-kisi pemisah agar dapat mendengar
suara deputi yang sedang memberi penjelasan kepada Jack Crawford sambil
menyetir. Sebuah upacara pemakaman sudah siap dilangsungkan di Potter Funeral Home. Orang-
orang yang hendak melayat, masing-masing dengan pakaian terbaik mereka,
membentuk antrean tertib dari pintu sampai ke trotoar.
Di pelataran parkir pribadi di belakang gedung itu, tempat mobil jenazah
menunggu, ada dua deputi muda dan satu deputi tua yang berdiri di bawah pohon
elm bersama dua polisi negara bagian. Udara tidak terlalu dingin, sehingga
embusan napas mereka tidak berembun.
Starling mengamati para petugas itu ketika mobil patroli yang ditumpanginya
membelok ke pelataran parkir, dan saat itu juga ia tahu latar belakang orang-
orang tersebut. Ia tahu mereka tinggal di rumah-rumah yang mempunyai kabinet
berlaci sebagai pengganti lemari pakaian, dan ia pun dapat membayangkan isi
kabinet-kabinet itu. Ia tahu orang-orang itu mempunyai saudara yang menggantungkan baju pada dinding karavan yang mereka diami. Ia tahu bahwa deputi
tua itu menghabiskan masa kecilnya di rumah dengan pompa air di serambi depan
dan dulu menuju halte bus sekolah dengan menenteng sepatu agar tidak kotor
terkena lumpur, persis seperti yang dilakukan ayahnya sendiri. Ia tahu mereka
membawa makan siang dalam kantong-kantong kertas penuh noda minyak karena telah
digunakan berulang-ulang, dan bahwa kantong-kantong kertas itu dilipat lagi
setelah makan siang dan diselipkan ke kantong belakang celana -jeans masing-
masing. Starling ragu apakah Jack Crawford mengenal dunia orang-orang itu.
Sisi dalam pintu belakang mobil patroli tidak dilengkapi gagang.
Hal ini diketahui Starling ketika Crawford dan penjemput mereka turun dan mulai
menuju bagian belakang rumah mayat. Ia terpaksa menggedor-gedor kaca sampai
salah satu deputi di bawah pohon melihatnya, dan si pengemudi tergopoh-gopoh
kembali dan membukakan pintu dengan wajah merah padam. Ketiga deputi
memperhatikannya sambil melirik ketika ia berjalan melewati mereka.
Salah seorang menyapa dengan, "Ma'am." Starling mengangguk singkat dan tersenyum
sekadarnya, lalu menyusul Crawford ke serambi belakang.
Setelah Starling cukup jauh, salah satu deputi muda, seorang pengantin baru,
menggaruk-garuk dagu dan berkomentar, "Dia tidak secantik yang dia pikir."
"Hmm, kalaupun dia menganggap dirinya cantik minta ampun, aku terpaksa
mendukungnya," sahut rekannya yang sebaya. "Aku takkan keberatan berkencan
dengan dia." "Aku mendingan makan semangka, meskipun udara lagi dingin,"
gumam si deputi tua. Crawford sedang bicara dengan chief deputy, seorang pria kecil yang kaku, dengan
kacamata berbingkai tipis dan sepatu bot berpinggiran elastis yang tercantum
dengan nama "Romeos" dalam katalog-katalog.
Mereka sudah pindah ke koridor belakang yang remang-remang, tempat sebuah mesin
Coke berdengung dan berbagai barang dirapatkan ke dinding - mesin jahit, sepeda
roda tiga, segulung rumput tiruan, serta tenda kanvas bermotif garis yang
terlilit pada tiang-tiangnya. Di dinding ada gambar Saint Cecilia pada keyboard.
Rambutnya dikepang mengelilingi kepala, dan keyboard-nya bertaburan mawar.
"Terima kasih atas pemberitahuan Anda yang begitu cepat, Sheriff," ujar
Crawford. Si chief deputy tidak meladeni basa-basi itu.
"Bukan kami yang menghubungi Anda, tapi orang dari kejaksaan," katanya.
"Sheriff Perkins sedang mengikuti tur ke Hawaii bersama Mrs.
Perkins. Saya sempat interlokal ke sana jam delapan tadi pagj berarti jam tiga
dini hari waktu Hawaii. Dia akan menghubungi saya lagi hari ini, tapi dia
berpesan bahwa Tugas Nomor Satu adalah mencari tahu apakah korban warga sini.
Bisa jadi kami sekadar terkena getah perbuatan orang luar. Kami pernah
mendapatkan mayat yang dibawa dari Phenix City, Alabama."
"Di sinilah kami bisa membantu Anda, Sheriff Kalau..."
"Saya sudah menghubungi markas komando polisi negara bagian di Charleston.
Komandannya akan mengirim beberapa petugas dari Criminal Investigation Section,
atau lebih umum dikenal sebagai CIS. Mereka akan memberikan segala bantuan yang
kami perlukan." Koridor mulai dipenuhi deputi dan polisi.
"Saya minta Anda bersabar dulu. Kami bukannya tidak mau bekerja sama, tapi untuk
sementara... " "Sheriff, dalam kejahatan seks seperti ini, ada beberapa aspek yang lebih mudah
dibahas di antara kita berdua saja, sebagai sesama pria, Anda mengerti maksud
saya, bukan?" Crawford berkata sambil menyinggung kehadiran Starling dengan
gerakan dagu. Ia menggiring lawan bicaranya ke salah satu ruang kerja dan
menutup pintu. Starling terpaksa memendam kegusarannya di hadapan para deputi.
Sambil mengertakkan gigi, ia menatap Saint Cecilia dan membalas senyum orang
suci itu sambil menguping pembicaraan di balik pintu. Ia mendengar suara-suara
bernada sengit, lalu penggalan-penggalan percakapan telepon-tak sampai empat
menit kemudian, Crawford dan si chief deputy sudah keluar lagi.
Si chief deputy pasang tampang kencang. "Oscar panggil Dr.
Akin. Seharusnya dia memang ikut upacara, tapi rasanya mereka belum mulai.
Beritahu dia ada telepon dari Claxton." Dr. Akin, petugas visum setempat,
memasuki ruang kerja yang sempit. Ia berdiri dengan sebelah kaki diangkat ke
atas kursi dan berbicara sebentar dengan ahli patologi di Claxton. Kemudian ia
memberi lampu hijau kepada Crawford.
Jadi, di ruang pembalseman dengan wallpaper bermotif mawar dan langit-langit
tinggi itulah Clarice Starling untuk pertama kali menghadapi secara langsung
bukti perbuatan Buffalo Bill. Kantong jenazah berwarna hijau terang yang
tertutup rapat merupakan satu-satunya benda modern di ruangan tersebut. Kantong
itu terbaring di meja pembalseman kuno, dan tercermin pada pintu kaca lemari-
lemari berisi berbagai perlengkapan dan peralatan.
Crawford kembali ke mobil untuk mengambil transmiter sidik jari, sementara
Starling membongkar peralatannya di tempat cuci tangan yang menempel di dinding.
Terlalu banyak orang di dalam ruangan itu. Beberapa deputi, si chief deputy,
semuanya ikut masuk dan sepertinya tidak berniat meninggalkan tempat tersebut.
Ini tidak benar. Kenapa Crawford tidak mengusir mereka"
Dr. Akin menyalakan kipas angin yang besar dan berdebu.
Clarice Starling masih berdiri di tempat cuci tangan. Ia kini membutuhkan
pegangan baru untuk membang-titkan keberaniannya.
Ia teringat sesuatu, dan kenangan saat itu terasa membantu namun sekaligus
menyayat: Ibunya berdiri di tempat cuci tangan, membilas topi ayahnya yang berlumuran
darah dengan air dingin sambil berkata, "Jangan kuatir, Clarice. Suruh adik-
adikmu cuci tangan, lalu datang ke meja makan. Kita harus bicara, setelah itu
kita siapkan makan malam.'"
Starling melepaskan syal dan mengikatnya seperti kerudung.
Dari tas peralatannya ia mengambil sepasang sarung tangan bedah.
Ketika ia angkat bicara, untuk pertama kali sejak kedatangannya di Potter,
suaranya lebih keras dari biasanya dan Crawford pun sampai melongok dari pintu.
"Gentlemen. Gentlemen. Saya minta perhatian Anda sejenak." Ia mengangkat tangan
untuk memasang sarung tangan.
"Anda telah melaksanakan tugas Anda. Saya yakin keluarga korban akan berterima
kasih pada Anda, tapi sekarang biarkan saya menangani urusan selanjutnya.
Silakan tunggu di luar saja."
Crawford melihat para petugas mendadak terdiam penuh hormat. Beberapa di
antaranya berbisik-bisik: "Ayo, Jess, kita keluar saja." Crawford sadar
suasananya telah berubah, di hadapan korban: siapa pun wanita itu, dari mana pun
ia berasal, ia telah terbawa ke sini oleh aliran sungai, dan dalam keadaan
terbaring tak berdaya di atas meja, ia mempunyai hubungan khusus dengan Clarice
Starling. Crawford melihat bahwa di tempat ini Starling dengan mudah memainkan peran
wanita tua yang menunggui jenazah dan memandikannya sebelum pemakaman, seperti
lazimnya di daerah pedesaan. Kemudian tinggal Crawford, Starling, dan si dokter
bersama korban. Dr. Akin dan Starling berpandangan seakan-akan saling mengenal.
Keduanya merasa senang sekaligus kikuk. Crawford mengambil Vicks VapoRub dari
saku, menawarkannya kepada yang lain. Starling meniru untuk melihat apa yang
seharusnya ia lakukan. Ketika Crawford dan si dokter menggosokkan Vicks di sekeliling hidung, ia pun
mengikuti contoh mereka. Ia mengambil kamera dan tas peralatannya di tempat cuci tangan. Di belakangnya
ia mendengar ritsleting kantong jenazah dibuka.
Starling menatap motif mawar pada wallpaper. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu
mengembuskannya pelan-pelan. Setelah itu ia membalik dan menatap jenazah yang
telentang di meja. "Seharusnya tangannya dibungkus kantong kertas," ia berkomentar. "Aku akan
melakukannya nanti, kalau kita sudah selesai." Ia memindahkan tombol kamera dari
posisi otomatis ke posisi manual, kemudian mulai memotret.
Korban seorang wanita muda berpinggul lebar dengan tinggi 167
senti, menurut meteran Starling, bagian-bagian tubuh tempat kulitnya diambil
tampak kelabu terkena air, namun airnya dingin dan terlihat jelas bahwa korban
baru beberapa hari terendam. Jenazah itu dikuliti secara rapi dari bawah
payudara sampai ke lutut.
Payudaranya kecil dan di antara keduanya, tepat diatas tulang dada, terlihat
penyebab kematiannya, yaitu luka selebar telapak tangan berbentuk bintang.
Kepalanya yang bundar dikuliti dari atas alis dan telinga , sampai ke tengkuk.
"Dr. Lecter sudah meramalkan ini akan terjadi " ujar Starling.
Crawford berdiri sambil menyilangkan tangan mentara Starling memotret. "Ambil
foto telinganya," ujarnya singkat.
Ia mengerutkan bibir ketika berjalan mengelilingj jenazah.
Starling melepaskan sarung tangan untuk memeriksa kaki korban.
Sepotong tali pancingan dan kail bermata tiga yang melilit dan menahan korban di
sungai masih tersangkut pada betis. "Apa yang kaulihat, Starling?"
"Hmm, dia bukan orang sini - di masing-masing telinganya ada tiga lubang tindik,
dan dia memakai cat kuku berkilau. Sepertinya orang kota. Bulu di kakinya
berumur sekitar dua minggu dan tumbuhnya lembut sekali. Kukira dia biasa
menghilangkan bulu kaki dengan lilin. Bulu ketiaknya juga. Dia juga memutihkan
bulu halus pada bibir atasnya. Dia cukup rajin merawat diri, tapi sudah beberapa
waktu tidak dapat melakukannya."
"Bagaimana dengan luka di dada?"
"Entahlah," ujar Starling. "Sepintas lalu kelihatan seperti luka tempat peluru
keluar, hanya saja ada luka lecet dan bekas moncong pistol di bagian atas."
"Bagus, Starling. Luka ini disebabkan peluru yang menembus di atas tulang dada.
Gas yang tersembul pada waktu letusan mengembang di antara kulit dan tulang, dan
menghasilkan bentuk bintang di sekeliling luka."
Dari balik dinding terdengar suara organ yang menandakan upacara pemakaman di
depan telah dimulai tengkuk . 'Kematian akibat kekerasan," Dr. Akin berkomentar
sambil mengangguk-angguk. "Saya harus ke depan untuk mengikuti upacara, paling
tidak sebagian. Keluarga almarhum selalu mengharapkan kehadiran saya. Lamar akan membantu Anda
di sini setelah selesai memainkan organ. Saya percaya Anda akan mengamankan
semua petunjuk untuk ahli patologi di Claxton, Mr. Crawford."
"Dua kuku di tangan kirinya patah," Starling melanjutkan setelah Dr. Akin pergi.
"Kuku itu patah di dekat pangkal, dan di bawah beberapa kuku lain ada kotoran
seperti tanah. Bisa kita ambil sedikit untuk diperiksa?"
"Ambil contoh kotoran dan beberapa serpihan cat kuku," ujar Crawford. "Kita
beritahu mereka, sesudah ada hasilnya."
Lamar, asisten rumah mayat berbadan langsing dengan hidung merah karena wiski,
muncul ketika Starling sedang bekerja. "Anda pasti pernah jadi ahli merawat kuku
di salon kecantikan."
Mereka bersyukur tidak menemukan bekas kuku pada telapak tangan korban - suatu
tanda bahwa sama seperti para korban lain, ia pun telah tewas sebelum dikuliti.
"Bagaimana, Starling, kita balikkan dia untuk mengambil sidik jari?" tanya
Crawford," begitu lebih mudah."
"Kalau begitu, kita mulai dengan gigi, setelah itu antar bisa membantu kita
membalikkannya." "Foto saja, atau bagan?" Starling memasang perlengkapan tambahan pada kamera
sidik jari. "Foto saja," jawab Crawford.
"Bagan justru membingungkan kalau tidak disertai foto sinar-X.
Foto foto itu sudah memadai untuk memperpendek daftar wanita hilang yang masuk
hitungan." Lamar membuka mulut korban sesuai pengarah Starling dan menarik bibir wanita
muda itu sementara. Starling menyisipkan kamera polaroid untuk memotret gigi depan. Bagian itu
mudah, tapi Starling juga harus memotret gigi geraham dengan bantuan cermin
sambil memperhatikan cahaya dari balik pipi untuk memastikan lampu kilat di sekeliling lensa memang menerangi
bagian dalam mulut. Sejauh ini, prosedur tersebut hanya ia saksikan dalam peragaan oleh instruktur
forensik. Starling memperhatikan gambar geraham muncul pada foto polaroid pertama.
Kemudian ia mengatur pencahayaan dan mencobanya sekali lagi. Kali ini hasilnya
lebih baik. Sangat baik, malah.
"Ada sesuatu di tenggorokannya," ujar Starling.
Crawford mengamati foto itu. Ia melihat benda gelap menyerupai selongsong, tepat
di belakang langit-langit lunak. "Coba ambilkan senter."
"Pada mayat terapung sering kali ada daun atau benda lainnya di dalam mulut,"
Lamar berkomentar. Starling mengambil tang dari tas perlengkapan. Ia menatap
Crawford, yang lalu mengangguk singkat.
Dalam sekejap Starling sudah berhasil mengeluarkan benda tersebut.
"Apa itu, semacam buah?" tanya Crawford.
"Bukan, Sir, ini kepompong," jawab Lamar, benar.
Starling menyimpannya dalam stoples.
"Ada baiknya kepompong ini Anda perlihatkan kepada Chief Deputy," ujar Lamar.
Starling tidak mengalami kesulitan dalam mengambil sidik jari.
Semula ia telah bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, namun ternyata ia
tidak perlu menggunakan berbagai teknik khusus yang rumit dan merepotkan. Sidik
jari korban diambilnya dengan kartu dpis yang dipegang oleh alat berbentuk tapal
kuda. Ia juga mengambil sidik telapak kaki, sebab ada kemungkinan satu-satunya
referensi mereka hanya sidik telapak kaki bayi dari sebuah rumah sakit. Pada
kedua bahu korban terdapat dua luka berbentuk segitiga, di tempat kulitnya
diambil. Starling segera memotret.
"Ukur sekalian," kata Crawford. "Gadis dari Akron juga terluka ketika Bill
mencopot bajunya. Sebenarnya hanya luka gores, tapi bentuknya cocok dengan
irisan di blusnya yang ditemukan di tepi jalan. Tapi ini sesuatu yang baru. Aku
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belum pernah melihatnya."
"Sepertinya ada luka bakar di bagian belakang betisnya," ujar Starling.
"Orang-orang tua sering mengalaminya," Lamar menimpali.
"Apa?" tanya Crawford.
"SAYA BILANG ORANG-ORANG TUA SERING MENGALAMINYA."
"Saya tidak tuli, saya minta penjelasan. Ada apa dengan orang-orang tua?"
"Kadang-kadang ada orang tua yang meninggal ketika sedang memakai bantal
pemanas, dan setelah "tereka mati, bantal itu menimbulkan luka bakar, padahal
tidak seberapa panas. Soalnya tak ada sirkulasi di bawah bantal."
"Kita minta ahli patologi di Claxton memeriksanya untuk melihat apakah ini luka
postmortem - setelah kematian," Crawford berkata kepada Starling.
"Kemungkinan besar gara-gara knalpot mobil," Lamar menambahkan.
"Apa?" "KNALPOT MOBIL - knalpot mobil. Seperti waktu Billy Petrie mati tertembak dan dia
ditaruh di bagasi mobilnya. Istrinya mencari dia selama dua atau tiga hari,
berputar-putar naik mobil itu. Waktu Billy akhirnya dibawa ke sini, knalpot
mobilnya yang panas sudah menimbulkan luka bakar persis seperti ini, tapi di
pinggang," Lamar menerangkan. "Saya sendiri tak pernah menaruh belanjaan di
bagasi, takut es krimnya meleleh."
"Pemikiran bagus, Lamar. Sayang kau tidak bekerja untuk saya,"
sahut Crawford. "Kau tahu siapa yang menemukan korban di sungai?"
"Jabbo Franklin dan saudaranya, Bubba."
"Apa pekerjaan mereka?"
"Berkelahi di the Moose, mengganggu orang-orang yang tidak punya urusan dengan
mereka - seseorang datang ke the Moose untuk cari minum setelah seharian berada
di tengah orang berduka, dan langsung 'Duduk di situ, Lamar, dan mainkan
Filipino Baby. Orang dipaksa memainkan Filipino Baby berulang-ulang di piano tua
yang lengket. Itu kesukaan Jabbo. 'Bikin saja lirik baru kalau kau tidak hafal.
Ia bilang, 'dan awas kalau kata-katanya tidak bersajak. Dia veteran perang.
Sudah lima belas tahun saya menunggu dia dibaringkan di meja ini."
"Kita perlu tes serotonin untuk luka bekas mata kail," ujar Crawford. "Saya akan
memberitahu ahli patologi di Claxton."
"Kail-kail ini terlalu rapat," Lamar berkomentar. "Bagaimana?"
"Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan dengan kail-kail terlalu dekat satu
sama lain. Ini melanggar hukum. Mungkin ini sebabnya mereka baru melapor tadi
pagi." "Sheriff mengatakan mereka pemburu bebek."
"Mereka pasti bilang begitu," balas Lamar.
"Dua-duanya pembohong kelas dunia."
"Menurutmu, apa yang terjadi, Lamar?"
"Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan dengan kail-kail yang rapat, dan
mereka mengangkatnya untuk melihat apa sudah ada yang tertangkap."
"Kenapa kau berpendapat begitu?"
"Melihat kondisi korban, belum waktunya dia mengapung."
"Memang." "Berarti mereka takkan menemukannya kalau mereka tidak mengangkat tali
pancingan. Mereka pasti ketakutan dan akhirnya melapor polisi. Rasanya Dinas
Kehutanan juga perlu diberitahu soal ini."
"Ya, rasanya begitu," sahut Crawford.
"Mereka sering bawa telepon engkol di balik jok Ramcharger mereka. Itu juga bisa
dihukum denda atau kurungan di sini."
Crawford mengerutkan alis. "Untuk menelepon ikan," ujar Starling. "Ikan-ikan
akan tersengat arus listrik kalau kabelnya dimasukkan ke air dan engkolnya
diputar. Ikannya mengambang dan tinggal diangkat."
"Betul," kata Lamar. "Anda dari daerah sini?"
"Cara itu dipakai di banyak tempat," jawab Starling.
Starling sebenarnya ingin mengatakan sesuatu sebelum kantong jenazah ditutup
kembali, untuk menunjukkan komitmen. Namun akhirnya ia hanya menggelengkan
kepala dan sibuk memasukkan semua sampel ke dalam tas.
Keadaannya langsung berubah setelah jenazah korban tak lagi di depan mata. Baru
sekarang Starling menyadari benar apa yang baru saja dikerjakannya. Ia
melepaskan sarung tangan dan membuka kran di tempat cuci tangan. Sambil
membelakangi ruangan, ia membiarkan airnya membasahi pergelangan tangan. Air
yang keluar dari kran tidak seberapa dingin. Lamar, yang memperhatikannya sejak
tadi, keluar ke koridor. Ia kembali dengan membawa sekaleng Coke dari mesin
otomat di luar. Kaleng yang belum dibuka dan terselubung bunga es itu
disodorkannya pada Starling. "Tidak, terima kasih," ujar Starling.
"Nanti saja." "Bukan, ini untuk ditaruh di tengkuk," balas Lamar, "di bawah tonjolan di
belakang kepala. Anda akan merasa lebih enak. Saya selalu begitu."
Ketika Starling selesai menempelkan memo untuk ahli patologi pada ritsleting
kantong jenazah, transmiter sidik jari Crawford sudah berdetik-detik di meja
tulis. Mereka beruntung korban ini ditemukan tak lama setelah kematiannya. Crawford
bertekad mengidentifikasi korban selekas mungkin, lalu mulai mencari saksi di
sekitar tempat tinggalnya.
Metode tersebut memang merepotkan bagi semua pihak yang terlibat, namun sangat
cepat. Crawford membawa transmiter sidik jari Litton policefax. Berbeda dengan
mesin faksimile FBI, policefax ini kompatibel dengan sebagian besar sistem yang
digunakan dinas kepolisian di kota-kota besar. Kartu sidik jari yang dibuat
Starling belum kering benar. "Kau saja yang masukkan kartunya, Starling.
Tanganmu lebih terampil."
Jangan sampai tercoreng, itu maksud sesungguhnya. Bukan pekerjaan mudah memasang
kartu komposit tersebut pada rol kecil, sementara enam operator di berbagai
penjuru telah menunggu, tapi Starling bisa melakukannya dengan baik.
Crawford sudah menghubungi operator telepon di markas FBI dan Washington.
"Dorothy, sudah siap semua" Oke, sekarang gambarnya kita perkecil sampai satu
banding dua puluh supaya tetap tajam - perhatikan, satu banding dua puluh.
Bagaimana Atlanta" Oke, tolong saluran gambar... sekarang." Kemudian rol mesin
faks di meja mulai berputar pelan dan serentak mengirimkan sidik jari korban ke
operator FBI dan markas-markas polisi di kota-kota utama di daerah Timur. Jika
Chicago, Detroit, Atlanta, atau kota-kota lain menemukan sidik jari yang cocok
dalam komputer mereka, pencarian saksi akan segera dimulai.
Setelah itu Crawford mengirim foto gigi dan wajah korban.
Kepala korban telah diselubungi handuk oleh Starling, untuk berjaga-jaga
seandainya foto tersebut jatuh ke tangan koran kuning. Tiga petugas dari West
Virginia State Police Criminal Investigation Section tiba dari Charleston ketika
mereka sudah mau pergi. Crawford sibuk bersalaman dan membagi-bagikan kartu nama
dengan nomor hot line National Crime Information Center. Starling terkagum-kagum
betapa cepat Crawford berhasil menjalin keakraban sebagai sesama pria.
Ketiga orang pasti akan menelepon jika mereka memperoleh sesuatu Sekian dan
terima kasih. Barangkali ini bukan soal kekompakan sesama pria, kata Starling
dalam hati; ia sendiri juga terpengaruh.
Lamar melambaikan tangan ketika Crawford dan Starling berangkat ke Sungai Elk
bersama deputi yang menjemput mereka tadi. Kaleng Coke di tangan Lamar masih
lumayan dingin. Ia masuk ke gudang dan menuangkan isi kaleng itu ke dalam gelas.
Bab Tiga Belas "ANTAR saya ke lab Jeff" Crawford berkata kepada pengemudi mobilnya. "Setelah
itu tunggu Officer Starling di Smithsonian. Dari sana dia langsung ke Quantico."
"Baik, Sir." Mereka sedang menyeberangi Sungai Potomac, berlawanan arah dengan arus lalu
lintas after-dinner, dalam perjalanan dari National Airport menuju pusat kota
Washington. Anak muda di belakang kemudi tampak penuh hormat kepada Crawford dan menyetir
dengan amat hati-hati. Starling tidak menyalahkannya; semua orang di Academy
tahu bahwa orang terakhir yang membuat kekacauan di bawah komando Crawford kini
ditugasi menyelidiki rangkaian kasus pencurian pada instalasi-instalasi DEW di
sepanjang Lingkar Kutub Utara.
Crawford sendiri tampak muram. Sembilan jam telah berlalu sejak ia mengirimkan
sidik jari dan foto korban, tapi korban belum juga berhasil diidentifikasi.
Bersama para polisi West Virginia, ia dan Starling telah memeriksa jembatan dan
tepi sungai sampai gelap, namun tanpa hasil.
Starling sempat mendengarnya menelepon dari pesawat untuk meminta juru rawat
bertugas malam di rumah. Sedan FBI tanpa tanda pengenal yang mereka tumpangi terasa tenang sekali
dibandingkan Blue Canoe, dan mereka tak lagi perlu berteriak-teriak.
"Aku akan menyiapkan hotline dan Latent Descriptor Index setelah membawa sidik
jarinya ke ID" ujar Crawford. "Siapkan sisipan untuk berkas kasus Sisipan, bukan
302 - kau tahu caranya?"
"Aku tahu." "Misalkan aku jadi Index, coba ceritakan apa yang baru."
Starling butuh beberapa detik untuk mengumpulkan informasi tersebut - ia bersyukur
Crawford tampak tertarik pada perancah-perancah di Jefferson Memorial yang
sedang mereka lewati. Latent Descriptor Index pada komputer Identification Section berfungsi
membandingkan ciri-ciri kejahatan yang tengah diusut dengan kebiasaan-kebiasaan
para penjahat yang tercantum dalam arsip. Jika terdapat kemiripan mencolok,
program tersebut akan menyusun daftar tersangka lengkap dengan sidik jari.
Operator komputer lalu membandingkan sidik jari dari arsip dengan sidik jari
yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Sampai sekarang FBI belum mendapatkan
sidik jari Buffalo Bill, tapi Crawford ingin berjaga-jaga.
Sistem itu membutuhkan informasi singkat dan jelas. Starling berusaha menyusun
keterangan yang memenuhi syarat.
"Wanita kulit putih, usia sekitar dua puluh, tewas tertembak, tubuh bagian bawah
dan paha dikuliti-"Starling, Index sudah tahu dia membunuh wanita muda berkulit
putih dan menguliti tubuh mereka.
Juga bahwa mayat korban dibuang ke sungai. Yang dibutuhkan adalah informasi
baru. Apa yang baru di sini, Starling?"
"Ini korban keenam, yang pertama dengan kepala dikuliti, yang pertama dengan
kulit terkelupas berbentuk segi tiga pada bagian belakang pundak, yang pertama
ditembak di dada, yang pertama dengan kepompong tersangkut di tenggorokan."
"Kau lupa kuku tangan yang patah."
"Tidak, Sir, dia korban kedua dengan kuku patah."
"Kau benar. Begini, dalam sisipanmu untuk berkas kasus, cantumkan bahwa
kepompong itu informasi rahasia. Kita akan menggunakannya untuk menangkal
pengakuan palsu." "Mungkinkah dia sudah pernah melakukannya sebelum ini - menaruh kepompong atau
serangga?" ujar Starling.
"Detail kecil seperti ini mudah terlewat dalam autopsi, terutama pada mayat
terapung. Maksudku, penyebab kematian sudah terlihat jelas, ruangannya panas,
petugas visum ingin secepatnya merampungkan pekerjaan... bisa kita cek itu?"
"Kalau perlu. Tapi para petugas visum tentu akan menyangkal bahwa ada yang luput
dari perhatian mereka. Mayat tak dikenal dari Kentucky masih di-titipkan dalam
lemari pendingin di sana. Aku akan minta dia diperiksa lagi, tapi keempat korban
lainnya sudah dikubur. Penggalian mayat selalu menimbulkan enebohan. Dulu langkah itu terpaksa diambil
terhadap pasien yang meninggal dalam perawatan Dr. Lecter, sekadar untuk
memastikan penyebab kematian mereka.
Asal tahu saja, ini sangat merepotkan dan pasti akan mengundang protes keras
dari sanak saudara korban.Aku akan melakukannya lagi kalau tak ada pilihan tapi
sebelumnya kita lihat dulu apa yang bisa kau peroleh di Smithsonian."
"Mengambil kulit kepala... itu agak janggal bukan?"
"Ya, itu memang tidak lazim," jawab Crawford. "Tapi Dr. Lecter sudah meramalkan
bahwa Buffalo Bill akan melakukannya. Dari mana dia tahu?"
"Sebenarnya dia tidak tahu."
"Tapi dia bilang begitu."
"Ini bukan sesuatu yang mengejutkan, Starling. Aku tidak kaget waktu
mendengarnya. Seharusnya tadi aku berkata bahwa mengambil kulit kepala jarang
dilakukan sebelum kasus Mengel, masih ingat"
Orang yang menguliti kepala para wanita yang menjadi korbannya.
Setelah itu ada dua atau tiga orang yang ikut-ikutan. Pihak pers, waktu mereka
bermain-main dengan julukan Buffalo Bill, menegaskan lebih dari satu kali bahwa
pembunuh ini tidak menguliti kepala korbannya. Itulah sebabnya aku tidak kaget -
Buffalo Bill tentu mengikuti pemberitaan mengenai dirinya. Lecter sekadar
menebak. Dia tidak menjelaskan kapan itu akan terjadi, sehingga dia tidak mungkin salah.
Seandainya kita berhasil menangkap si pembunuh dan ternyata tak ada korban yang
kepalanya dikuliti. Lecter bisa berdalih bahwa kita menangkap Bill sebelum dia
sempat melakukannya."
"Dr. Lecter juga menyinggung bahwa Buffalo Bill tinggal di rumah bertingkat. Aku
tak sempat membahasnya lebih lanjut. Kenapa dia bilang begitu?"
"Kalau yang ini bukan tebakan. Kemungkinan besar dia benar, dan sebetulnya dia
juga bisa menyebutkan alasannya, tapi dia ingin bermain-main denganmu. Ini satu-
satunya kelemahannya - dia harus kelihatan pandai, lebih pandai dari orang lain.
Sudah bertahun-tahun dia melakukannya."
"Anda pernah bilang aku harus bertanya kalau ada yang tidak aku mengerti - nah,
aku perlu penjelasan mengenai ini."
"Oke, dua korban mati digantung, bukan" Luka lecet bekas tali di sekeliling
leher, pergeseran tulang tengkuk, semuanya menunjukkan korban digantung. Dr.
Lecter tahu dari pengalaman bahwa menggantung orang secara paksa bukan pekerjaan
mudah. Orang sering gantung diri pada tombol pintu. Mereka gantung diri sambil duduk,
itu mudah. Menggantung orang lain jauh lebih sulit - biarpun diikat, mereka pasti
akan berdiri kalau ada tempat berpijak.
Tangga lipat membuat mereka curiga. Korban takkan mau memanjatnya dengan mata
tertutup, apalagi kalau bisa melihat jeratnya. Cara yang tepat adalah diajak ke
lantai atas. Orang takkan curiga kalau disuruh naik tangga. Katakan saja mereka
mau dibawa ke kamar mandi, misalnya, lalu giring mereka ke atas dengan mata
tertutup. Setelah sampai di atas, tinggal pasang jerat, kemudian tendang mereka
dari puncak tangga dengan tali terikat ke pagar bordes. Itu satu-satunya cara
ampuh di dalam rumah. Seseorang di California mempopulerkan cara ini. Seandainya
tidak ada tangga di rumah Bill, dia pasti akan menggunakan cara lain untuk
menghabisi korbannya. Sekarang tolong berikan nama deputi senior di Potter dan
petugas polisi yang pegang komando itu."
Starling membolak-balik halaman buku notesnya sambil menggigit senter kecil,
lalu menyebutkan nama-nama yang diminta.
"Oke," ujar Crawford. "Setiap kali kau pasang telepon, Starling, selalu sebutkan
nama petugas yang terlibat. Kalau mendengar nama sendiri, mereka jadi lebih
mudah diajak bekerja sama. Dengan cara itu, mereka takkan lupa menghubungi kita
kalau ada informasi baru.
Bagaimana kesimpulanmu tentang luka bakar itu?"
"Tergantung apakah lukanya postmortem atau tidak."
"Kalau ya?" "Berarti si pembunuh punya mobil boks atau van atau station wagon, pokoknya
kendaraan yang pancang"
"Kenapa?" "Karena lukanya melintang di bagian belakang betis korban."
Mereka berada di persimpangan Tenth dan Pennsylvania, di depan markas besar FBI
yang baru. Gedung itu sebenarnya diberi nama J. Edgar Hoover Building, namun nama tersebut
nyaris tak pernah digunakan dalam percakapan.
"Jeff, saya turun di sini saja," kata Crawford. "Tak perlu masuk ke basement.
Dan kau tak perlu turun, Jeff, tapi tolong bukakan bagasi. Ayo, Starling, coba
tunjukkan." Starling menunggu sementara Crawford mengeluarkan datafax dan tas kerja dari
bagasi. "Bill mengangkut korban dengan kendaraan cukup panjang untuk membaringkan
jenazahnya dalam posisi telentang dengan kaki lurus," kata Starling. "Hanya
dalam posisi itu bagian belakang betis bisa menempel di lantai, di atas pipa
knalpot. Dalam bagasi sedan seperti ini, jenazah terpaksa dibaringkan miring
dengan kaki tertekuk dan... "
"Yeah, kupikir juga begitu," Crawford memotong.
Starling mendadak sadar Crawford mengajaknya turun agar dapat bicara empat mata.
"Kau kesal, bukan, waktu aku memberitahu si deputi bahwa dia dan aku sebaiknya
jangan bicara di hadapan wanita?"
"Tentu saja." "Itu hanya siasat. Aku perlu bicara berdua saja dengannya."
"Aku tahu." "Oke." Crawford menutup bagasi dan membalikkan badan.
Starling belum puas. "Ini bukan persoalan sepele, Mr. Crawford."
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Crawford kembali berpaling, sambil membawa mesin fax dan tas kerja.
Ia menatap Starling. "Petugas-petugas itu tahu siapa Anda," Starling
menjelaskan. "Anda merupakan tokoh panutan bagi mereka." Tanpa berkedip ia membalas tatapan
Crawford. Ia telah mengeluarkan uneg-unegnya, dan apa yang dikatakannya memang
benar. "Komentarmu akan kuperhatikan, Starling. Sekarang lanjutkan penyelidikan."
Starling memperhatikannya menjauh - pria setengah baya dengan pakaian lusuh karena
lama duduk di pesawat dan ujung lengan baju kotor terkena lumpur sungai; pria
yang pulang sambil membawa tas-tas, siap menghadapi hal-hal yang menantinya di
rumah. Saat itulah Starling sadar ia bersedia melakukan apa saja demi orang itu, bahkan
membunuh sekali. Itulah salah satu kelebihan Crawford yang paling menonjol.
Bab Empat Belas The Smithsonian's National Museum of Natural History telah tutup beberapa jam
lalu, tapi sebelumnya Crawford sudah menelepon dan kini seorang penjaga menunggu
kedatangan Clarice Starling di pintu masuk di Constitution Avenue.
Lampu-lampu di museum diredupkan dan udaranya terasa pengap. Hanya patung kepala
suku Laut Selatan di dekat pintu masuk yang cukup tinggi, sehingga wajahnya
dapat diterangi cahaya lampu di langit-langit.
Orang yang mengantar Starling adalah pria kulit hitam berbadan besar yang
mengenakan seragam rapi Penjaga Smithsonian. Starling menyadari kemiripannya
dengan kepala patung tadi ketika orang itu mendongak dan mengamati lampu lift.
Tingkat dua terletak di atas gajah besar yang diawetkan, sebuah ruangan luas
yang tertutup untuk umum, ditempati bersama oleh departemen Antropologi &
Entomologi. Para ahli antropologi menyebutnya lantai empat. Para ahli entomologi
bersikeras lantai ltu lantai tiga. Beberapa ilmuwan dari departemen Arsitektur
mengaku bisa membuktikan lantai tersebut sesungguhnya lantai enam.
Mengingat bangunan tua itu telah berulang kali mengalami penambahan dan
pembagian ruangan, masing-masing pendapat ada benarnya.
Starling mengikuti penjaga yang mengantarnya menyusuri koridor-koridor yang
diapit tumpukan peti berisi spesimen antropologi di kedua sisi. Satu-satunya
cara mengetahui isi peti-peti tersebut adalah dengan membaca label yang
menempel. "Ribuan orang ada di dalam kotak-kotak ini," si penjaga berkata.
"Kami punya empat puluh ribu spesimen."
Dengan senternya ia menyoroti nomor yang menempel pada setiap pintu kantor yang
mereka lewati. Gendongan bayi dan tengkorak upacara suku Dayak digantikan oleh
Kutu, dan mereka meninggalkan bagian Manusia, memasuki dunia Serangga yang lebih
tua dan lebih teratur. Kini koridor diapit kotak-kotak logam berukuran besar
yang dicat hijau pucat. "Tiga puluh juta serangga - belum termasuk labah-labah. Jangan campur adukkan
labah-labah dengan serangga," si penjaga mewanti-wanti.
"Para ahli labah-labah bisa marah besar. Tuh, ruangan yang lampunya masih
menyala. Jangan pulang sendiri kalau sudah selesai nanti. Kalau Anda tidak
diantar keluar, hubungi saya di nomor ini. Ini nomor extension untuk pos jaga.
Saya akan menjemput Anda." Ia menyodorkan kartu nama, lalu meninggalkannya.
Starling berada di tengah-tengah departemen Entomologi, di ruang bundar jauh di
atas gajah besar tadi. Ada satu ruang kerja dengan lampu menyala dan pintu
terbuka. "Ayo, Pilch!" Suara laki-laki, melengking karena terlampau bersemangat.
"Ayo, cepat!" Starling berhenti di ambang pintu. Dua pria sedang bermain catur
di sebuah meja lab. Keduanya berusia sekitar tiga puluh, satunya langsing dan
berambut hitam, yang lainnya gemuk pendek dengan rambut merah menyerupai kawat
halus. Segenap perhatian mereka tertuju pada papan catur. Kedua-duanya tidak
menyadari kedatangan Starling.
Mereka pun seakan-akan tidak memedulikan kumbang badak raksasa yang pelan-pelan
melintasi papan sambil menyusup di antara buah catur. Kemudian kumbang itu
sampai di tepi papan. "Giliranmu, Roden," si langsing berkata seketika.
Rekannya yang gemuk pendek menjalankan gajah dan langsung memutar si kumbang
yang kemudian mulai menuju tepi seberang.
"Apakah giliran juga berganti kalau kumbangnya sekadar melintas di pojok?" tanya
Starling. "Tentu saja," si gemuk pendek menyahut keras-keras, tanpa menoleh.
"Dengan sendirinya. Bagaimana cara Anda bermain" Anda menunggu dia melintasi
seluruh papan" Memangnya siapa lawan Anda" Kung-kang?"
"Saya membawa spesimen yang diceritakan Agen Khusus Crawford."
"Aneh, kami tidak mendengar sirene Anda," ujar Si gemuk pendek.
"Sepanjang malam kami menunggu sini untuk mengidentifikasi kumbang untuk FBI.
Kumbang, itu pekerjaan kami. Kami tak tahu-menahu soal spesimen Agen Khusus
Crawford. Seharusnya spesimennya diperiksa oleh dokter pribadinya. Giliranmu,
Pilch" "Kapan-kapan saya mau mendengarkan seluruh lawakan Anda,"
kata Starling, "tapi masalah ini mendesak, jadi mari kita kerjakan sekarang juga
, Giliranmu, Pilch."
Si rambut hitam menoleh dan melihat Sterling bersandar ke kusen pintu sambil
membawa tas kerja Kumbang tadi ditaruhnya di kotak kayu dan ditutupi daun
selada. Ia bangkit dari kursi, dan ternyata ia berbadan jangkung.
"Saya Noble Pilcher," ia memperkenalkan diri. "Itu Albert Roden.
Anda bawa serangga yang perlu diidentifikasi" Kami dengan senang hati akan
membantu Anda." Wajah Pilcher yang panjang berkesan ramah, tapi matanya yang
hitam agak menyeramkan dan sedikit terlalu rapat. Ia tidak mengulurkan tangan
untuk bersalaman. "Anda...?" "Clarice Starling."
"Coba lihat apa yang Anda bawa."
Pilcher mengamati isi stoples kecil yang diserahkan Starling.
Roden menghampirinya. "Di mana Anda menemukannya" Anda menembaknya dengan
pistol" Anda melihat mamanya?"
Starling tergoda untuk menghantam rahang Roden dengan sikunya.
"Ssst," desis Pilcher. "Tolong ceritakan di mana Anda menemukannya. Barangkali
menempel pada sesuatu - ranting atau daun, misalnya - atau di dalam tanah?"
"Hmm," Starling bergumam. "Rupanya Anda belum mendapat penjelasan."
"Kami diminta bekerja lembur oleh pimpinan untuk mengidentifikasi kumbang untuk
FBI," sahut Pilcher.
"Disuruh" Roden menimpali. "Kami disuruh lembur."
"Kami sering membantu Bea Cukai dan Departemen pertanian,"
Pilcher menambahkan. "Tapi bukan di tengah malam buta," ujar Roden.
"Saya perlu memberitahukan beberapa hal yang berkaitan dengan suatu kasus
kejahatan," kata Starling. "Saya berwenang menyampaikan informasi tersebut, asal
Anda merahasiakannya sampai kasus ini selesai diusut. Ini sangat penting. Nyawa
orang lain taruhannya, dan ini bukan sekadar omong kosong. Dr. Roden, dapatkah
Anda menjamin akan menjaga rahasia ini?"
"Saya bukan dokter. Apakah ada yang perlu saya tanda tangani?"
"Tidak, kalau janji Anda bisa dipegang. Saya hanya minta tanda terima untuk
spesimen ini, seandainya Anda perlu menahannya di sini, itu saja."
"Tentu saja saya akan membantu. Saya bukan orang yang tidak pedulian."
"Dr. Pilcher?" "Benar," sahut Pilcher, "dia bukan orang yang tidak pedulian."
"Maksudnya, soal informasi rahasia itu?"
"Mulut saya terkunci rapat."
"Pilch juga belum meraih gelar dokter," ujar Roden. Tingkat pendidikan kami
setara. Tapi perhatikan, dia Membiarkan Anda menyapanya dengan gelar itu." Roden
menempelkan ujung jari telunjuk ke dagunya, seakan-akan hendak menegaskan roman
mukanya yang bijak. "Berikan semua detail yang Anda ketahui Sesuatu yang tidak relevan bagi Anda
mungkin justru petunjuk berharga bagi seorang ahli."
"Serangga ini ditemukan tersangkut di tenggorokan korban pembunuhan. Saya tidak
tahu bagaimana bisa masuk ke situ.
Mayatnya ditemukan di Sungai Elk di West Virginia dan diperkirakan tewas
beberapa hari sebelumnya."
"Ini perbuatan Buffalo Bill, saya mendengarnya di radio," kata Roden.
"Serangga ini tidak disinggung di radio, bukan?" Starling bertanya.
"Tidak, tapi penyiarnya menyebutkan Sungai Elk - Anda langsung dari sana, itu
sebabnya Anda datang malam-malam?"
"Ya," sahut Starling.
"Anda tentu lelah. Mau minum kopi?" Roden menawarkan.
"Tidak, terima kasih."
"Air putih?" "Tidak." "Coke?" "Juga tidak. Kami ingin tahu di mana korban disekap dan di mana dia dibunuh.
Kami berharap serangga ini mempunyai habitat khas, atau hidup hanya di wilayah
tertentu, atau tidur di satu jenis pohon saja - kami ingin tahu dari mana serangga
ini berasal. Saya minta Anda merahasiakan ini, sebab jika serangga ini memang
sengaja diselipkan, yang mengetahuinya hanya si pelaku, dan kami dapat
memanfaatkan ini untuk menangkal pengakuan palsu dan menghemat waktu. Dia sudah
enam kali membunuh, paling tidak.
Kami mulai kehabisan waktu."
"Jangan-jangan dia sedang menyekap wanita lain, sementara kita mengamati
serangga ini?" Roden bertanya kepada Starling.
Matanya terbelalak dan ia terbengong-bengong. Starling bisa melihat ke dalam
mulutnya, dan segera mengalihkan pandang.
"Entahlah." Nada suaranya sedikit terlalu melengking.
"Entahlah," ia berkata sekali lagi, kali ini lebih tenang.
"Dia akan mengulangi perbuatannya begitu ada kesempatan."
"Jadi, kami harus bekerja secepat mungkin," Pilcher menanggapinya.
"Jangan kuatir, kami memang ahlinya. Anda datang ke orang-orang yang tepat.
"Dengan tang kecil ia mengeluarkan benda cokelat itu dari dalam stoples, lalu
meletakkannya pada selembar kertas putih di bawah lampu. Kemudian ia menarik
kaca pembesar yang terpasang pada lengan fleksibel.
Serangga itu panjang dan menyerupai mumi. Tubuhnya terselubung lapisan semi
tembus pandang yang secara garis besar mengikuti bentuk tubuhnya, bagaikan
sarkofagus - peti mayat dari batu. Anggota badannya menempel rapat pada tubuhnya,
sehingga mirip ukiran menonjol. Wajahnya yang mungil tampak bijaksana.
"Pertama-tama, ini bukan jenis serangga yang biasa mengganggu manusia di alam
terbuka, dan serangga ini juga tidak hidup di air," ujar Pilcher. "Saya tidak
tahu seberapa dalam pengetahuan Anda mengenai serangga, atau seberapa banyak
yang ingin Anda dengar."
"Anggap saja saya tidak tahu apa-apa. Saya minta Anda menjelaskan semuanya."
"Oke, yang Anda temukan ini adalah pupa, serangga muda yang belum berkembang
sempurna, di dalam chrysalis - kepompong yang membungkusnya selam proses
metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan.
"Pupa berkulit keras, Pilch?" Roden mengerutkan hidung agar kacamatanya tidak
merosot. "Yeah, kelihatannya begitu. Coba ambilkan buku Chu tentang serangga
muda. Oke, ini tahap pupa dari serangga berukuran besar. Hampir semua serangga
golongan tinggi mengalami tahap pupa. Banyak yang melewatkan musim dingin dengan
cara ini." "Baca atau kaca, Pilch?" tanya Roden.
"Kaca." Pilcher membawa spesimen itu ke sebuah mikroskop, lalu mengintip melalui
lensa pembesar, la mengamati serangga tersebut sambil menggenggam batang logam
dengan ujung berbentuk kaitan, seperti yang biasa digunakan dokter gigi.
"Oke, kita mulai saja: tidak terlihat organ respirasi di daerah pertemuan kepala
dan badan, pada mesothorax ada lubang pernapasan dan sejumlah lempeng perut."
"Hmm," Roden bergumam sambil membalik-balik halaman sebuah manual kecil. "Rahang
jepit fungsional?" "Tidak." "Galeae of maxillae pada ventro mesori"
"Yap, yap." "Di mana letak sungutnya?"
"Berdekatan dengan mesal margin sayapnya. Dua pasang sayap, pasangan sebelah
dalam sepenuhnya tertutup. Hanya tiga lempeng perut paling belakang yang
terbuka. Pengait kecil dan runcing di bagian perut - sepertinya Lepidoptera."
"Di sini juga ditulis begitu," ujar Roden.
"Famili yang meliputi kupu-kupu dan ngengat. Banyak sekali kemungkinan," Pilcher
berkomentar. "Kita bakal menemui kesulitan kalau sayapnya jaket. Aku ambil buku referensi
dulu," kata Roden. "Rasanya aku tak mungkin mencegah kalian membicarakanku
selama aku pergi." "Kelihatannya begitu," sahut Pilcher. "Roden sebenarnya cukup menyenangkan,"
ia memberitahu Starling begitu rekannya meninggalkan ruangan. "Saya percaya."
"O ya?" Pilcher tersenyum sendiri. "Kami kuliah bersama-sama.
Setiap tawaran beasiswa yang ada langsung kami sambar. Roden dapat beasiswa yang
mengharuskannya duduk di tambang batubara sambil memantau peluruhan proton. Dia
terlalu lama duduk dalam gelap. Tapi dia cukup menyenangkan. Asal Anda tidak
menyinggung peluruhan proton."
"Saya akan berusaha."
Pilcher berpaling dari lampu yang terang. "Lepidoptera itu sebuah famili besar.
Kira-kira meliputi tiga puluh ribu jenis kupu-kupu dan seratus tiga puluh ribu
jenis ngengat. Serangga ini perlu dikeluarkan dari kepompong - tak ada cara lain
untuk memastikan jenisnya."
"Oke. Anda bisa mengeluarkannya dalam keadaan utuh?"
"Saya kira bisa. Lihat, yang ini sebenarnya sudah mau keluar sendiri, tapi
keburu mati. Kepompongnya Audah mulai retak di sini. Ini mungkin membutuhkan
waktu agak lama." Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatiga muda yang
belum berkembang sempurna, di dalam chrysalis - kepompong yang membungkusnya selam
proses metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan.
Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatihati ia menarik serangga di dalam
kepompong. Sayap sayap serangga tersebut saling menempel. Merentangkan sayap-
sayap itu tak ubahnya merentangkan jaringan kulit yang basah dan menggumpal.
Roden kembali dengan membawa sejumlah buku.
"Siap?" tanya Pilcher. "Oke, femur pada lempeng dada pertama tertutup."
"Tonjolan berbulu di kedua sisi mulut?"
"Tidak ada," jawab Pilcher. "Tolong matikan lampu, Officer Starling."
Starling menunggu di samping sakelar sampai Pilcher menyalakan senternya yang
kecil. Ilmuwan itu mundur dari meja dan menyorot spesimen yang sedang mereka
teliti. Mata serangga itu tampak berpendar dalam gelap, memantulkan berkas
cahaya senter. "Owlet," Roden menyimpulkan.
"Bisa jadi, tapi yang mana?" ujar Pilcher. "Lampunya tolong dinyalakan lagi. Ini
Noctuid, Officer Starling - ngengat malam. Ada berapa banyak Noctuid, Roden?"
"Dua ribu enam ratus... ehm... sampai saat ini dikenal sekitar dua ribu enam
ratus jenis." "Tapi tidak banyak yang sebesar ini. Oke, tunjukkan kehebatanmu."
Roden membungkuk dan mengintip lewat mikroskop.
"Kita masuk ke chaetaxy sekarang - kita teliti kulitnya untuk menentukan
spesiesnya," Pilcher menjelaskan. "Rodenlah yang terbaik dalam bidang ini."
Starling mendapat kesan ucapan itu merupakan pujian tulus.
Roden menanggapinya dengan mengajak Pilcher berdebat apakah larval warts
spesimen itu tersusun melingkar atau tidak.
Perdebatan mereka yang sengit lalu berlanjut ke pola pertumbuhan bulu pada
perut. "Erebus odora," Roden akhirnya berkata.
"Coba kita lihat," ujar Pilcher.
Mereka membawa spesimen itu ke lift, turun ke tingkat di atas gajah besar, lalu
masuk ke ruangan luas yang penuh kotak-kotak berwarna hijau pucat. Ruangan yang
semula berupa bangsal besar itu kini telah dibagi menjadi dua tingkat untuk
menampung koleksi serangga Smithsonian. Mereka ada di bagian Neo-Tropis
sekarang, dan beralih ke bagian Noctuid. Pilcher mengamati catatannya dan
berhenti di hadapan peti setinggi dada.
"Anda harus berhati-hati," katanya sambil melepaskan tutup logam yang berat dan
menaruhnya di lantai. "Kalau kaki Anda sampai tertimpa, Anda bakal pincang selama seminggu." Dengan
jari telunjuk ia menyusuri tumpukan laci, memilih salah satu, dan menariknya
keluar. Pada baki di dalam laci terdapat telur-telur mungil yang telah
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diawetkan, ulat di dalam tabung kaca berisi alkohol, kepompong yang telah
dikelupas dari spesimen yang mirip sekali dengan spesimen Starling, serta
serangga yang sudah dewasa - ngengat berwarna cokelat-hitam dengan rentang sayap
hampir lima belas senti, tubuh berbulu, dan sungut langsing.
"Erebus odora," Pilcher berkata sekali lagi. "Ngengat Black Witch."
Roden sudah membuka buku. '"Spesies tropis, yang kadang-kadang bisa mencapai
Kanada pada musim gugur,'" ia membaca.
"Larvanya makan daun akasia, catclaw, dan tumbuh-tumbuhan sejenis. Daerah
penyebaran meliputi Hindia. Barat, Amerika Serikat bagian selatan, dan dianggap
hama di Hawaii." Brengsek, Starling mengumpat dalam hati. "Serangga ini hidup di mana-mana."
"Tapi tidak terus-menerus." Pilcher menundukkan kepala. Ia menarik-narik dagu.
"Roden, ngengat ini bertelur dua kali setahun, bukan?"
"Tunggu sebentar... yeah, di ujung selatan Florida dan Texas bagian selatan."
"Kapan?" "Mei dan Agustus."
"Hmm," Pilcher bergumam. "Spesimen Anda sudah mencapai tahap perkembangan yang
lebih lanjut dibandingkan spesimen kami, dan masih segar. Dia sudah mulai
berusaha keluar dari kepompong. Di kawasan Hindia Barat atau Hawaii, saya takkan
heran, tapi di sini sedang musim dingin. Dia pasti akan menunggu tiga bulan lagi
sebelum keluar. Kecuali kalau dia kebetulan tumbuh di rumah kaca, atau sengaja
dikembangbiakkan." "Dikembangbiakkan bagaimana?"
"Dalam kandang, di tempat hangat, dengan beberapa daun akasia sebagai makanan,
sampai larvanya siap membuat kepompong.
Tidak terlalu sulit."
"Apakah ini hobi yang populer" Apakah banyak orang yang melakukannya, selain
untuk keperluan penelitian?"
"Tidak. Pada umumnya hanya para ahli entomologi yang ingin memperoleh spesimen
sempurna, mungkin beberapa kolektor. Lalu ada industri sutra, mereka juga
mengembangbiakkan ngengat, tapi bukan jenis ini."
"Para ahli entomologi tentu punya majalah khusus, mal profesi, atau orang-orang
yang menjual perlengkapan," ujar Starling.
"Tentu, dan sebagian besar terbitan dikirim kesini."
"Saya akan menyusun catatan untuk Anda," kata Roden.
"Beberapa orang di sini juga berlangganan laporan berkala, tapi disimpan dalam
lemari terkunci. Itu baru bisa saya dapatkan besok pagi."
"Saya akan mengirim orang untuk mengambil semuanya, terima kasih, Mr. Roden."
Pilcher membuat fotokopi referensi mengenai Erebus odora dan memberikannya
kepada Starling, berikut serangganya. "Saya akan mengantar Anda ke bawah,"
katanya. Mereka menunggu lift. "Hampir semua orang menyukai kupu-kupu, tapi membenci
ngengat," ujarnya. "Tapi ngengat lebih...
menarik, memancing rasa ingin tahu."
"Ngengat berperilaku merusak."
"Memang ada yang begitu, banyak malah, tapi mereka hidup dengan aneka macam
cara. Seperti kita." Hening sejenak. "Ada satu jenis ngengat, lebih dari satu
malah, yang hidup hanya dari air mata,"
Pilcher menjelaskan. "Hanya itu yang dimakan atau diminum."
"Air mata siapa?"
"Air mata mamalia darat besar, kurang-lebih sebesar manusia.
Dulu ngengat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang secara berangsur-angsur
dan tatipa suara makan, mengkonsumsi, atau merusak barang lain. Inikah kesibukan
Anda sepanjang waktu - Memburu Buffalo Bill?"
"Saya berusaha sekuat tenaga." Pilcher memoles giginya dengan lidah. "Anda tidak
keluar untuk makan cheeseburger dan bir?"
"Belakangan ini tidak."
"Maukah Anda menemani saya sekarang" Tempatnya tidak terlalu jauh."
"Tidak, tapi saya akan mentraktir Anda kalau urusan ini sudah selesai - Mr. Roden
tentu saja juga boleh ikut."
"Bertiga terlalu ramai," ujar Pilcher. Lalu, di pintu ia menyambung, "Mudah-
mudahan Anda bisa segera menyelesaikan kasus ini, Officer Starling." Starling
bergegas ke mobil yang sudah menunggunya.
Ardelia Mapp telah menaruh surat-surat untuk Starling di tempat tidurnya,
berikut permen Mounds yang tinggal setengah. Mapp sudah tidur.
Starling membawa mesin tiknya ke ruang cuci, menaruhnya di meja untuk melipat
pakaian, lalu memasukkan kertas berkarbon.
Laporan mengenai Erebus odora telah ia susun di luar kepala dalam perjalanan
pulang ke Quantico, dan kini ia mengetikkannya dengan cepat. Kemudian ia
menghabiskan sisa Mounds dan menulis memo kepada Crawford, berisi saran untuk
mengadakan cek silang antara daftar langganan terbitan entomologi dan berkas FBI
mengenai pelaku kejahatan serta arsip di kota-kota yang terdekat dengan lokasi-
lokasi penculikan, ditambah arsip narapidana dan pelaku kejahatan seks di Metro
Dade, San Antonio, dan Houston, daerah-daerah yang merupakan wilayah penyebaran
utama ngengat itu. Lalu ada satu hal lagi yang perlu ia kemukakan untuk kedua kali: Dr. Lecter
perlu ditanya kenapa ia berpendapat si pelaku akan mulai mengambil kulit kepala
korban-korbannya. Starling menyerahkan memo itu kepada penjaga yang berdinas
malam, kemudian menjatuhkan diri ke tempat tidur. Berbagai suara masih
terngiang-ngiang di telinganya, lebih pelan dibandingkan suara napas Mapp di
seberang ruangan. Di tengah kegelapan ia melihat wajah ngengat yang mungil dan
berkesan bijak. Matanya yang berpendar itu pernah menatap Buffalo Bill.
Dan hal terakhir yang terlintas dalam benaknya adalah: Di dunia yang aneh ini,
di belahan dunia yang kini gelap, aku harus memburu makhluk yang hidup dari air
mata. Bab Lima Belas Di Memphis Timur, Tennessee, Catherine Baker Martin sedang berkunjung ke
apartemen pacarnya. Malam telah larut, dan mereka menonton TV sambil bergantian
mengisap pipa berisi hasyis. Film yang tengah diputar semakin sering diselingi
iklan, dan selingan-selingan itu pun semakin panjang.
"Aku lapar, kau mau popcorn?" tanya Catherine. "Biar aku saja yang ambil. Mana
kuncimu?" "Kau di sini saja. Aku sekalian mau lihat apakah ibuku menelepon."
Ia bangkit dari sofa. Ia wanita muda yang jangkung, dengan tubuh sintal menjurus
gemuk dan rambut terawat rapi. Ia mengambil sepatunya di bawah meja dan keluar
dari apartemen. Udara malam bulan Februari tidak terlalu dingin. Kabut tipis
dari Sungai Mississippi menyelubungi pelataran parkir yang luas. Tepat di atas
ia melihat bulan yang pucat dan melengkung setipis tulang ikan. Kepalanya agak
pusing ketika mendongak. Ia mulai melintasi pelataran parkir, menuju
apartemennya sendiri yang berjarak sekitar seratus meter.
Sebuah mobil boks berwarna cokelat berhenti di dekat pintu apartemennya, di
antara sejumlah karavan dan trailer yang mengangkut perahu. Ia memperhatikannya
karena kendaraan tersebut menyerupai mobil pengantar bingkisan yang sering
membawakan hadiah dari ibunya. Sebuah lampu dinyalakan di tengah kabut ketika ia
melintas di samping mobil itu. Lampu itu lampu berdiri yang ditaruh di aspal di
belakang mobil. Di bawahnya ada kursi santai dengan jok tebal berwarna merah.
Kedua barang tersebut tampak seperti susunan perabot di etalase toko mebel.
Catherine Baker Martin berkedip beberapa kali dan terus berjalan. Kata surreal
muncul dalam benaknya, dan ia menyalahkan hasyis yang diisapnya tadi. Namun ia
baik-baik saja. Seseorang baru pindah. Selalu saja ada orang pindah di
Stonehinge Villas. Tirai di apartemennya bergoyang, dan ia melihat kucingnya
duduk di ambang jendela sambil membungkuk dan menempelkan badan ke kaca. Ia
mengeluarkan kunci, tapi sebelum membuka pintu, ia menoleh ke belakang. Seorang
pria turun dari pintu belakang mobil boks. Dalam cahaya lampu, tangannya tampak
dibalut gips dan disangga kain yang dikalungkan ke leher.
Catherine Martin Baker masuk ke apartemennya dan mengunci pintu, lalu mengintip
dari balik tirai. Pria di luar sedang berusaha menaikkan kursi tadi. Dipegangnya
kursi itu dengan tangannya yang sehat, lalu didorong dengan lututnya, namun
kemudian terbalik. Pria itu mengangkatnya lagi. Setelah membasahi ujung jarinya
dengan ludah, ia menggosok noda pada jok. Catherine keluar.
"Mari saya bantu." Nada suaranya ramah, tapi tidak berlebihan.
"Oh. Thanks." Suara pria itu aneh dan tegang. Bukan logat setempat.
Lampu di aspal menerangi wajahnya dari bawah sehingga menimbulkan distorsi, tapi
badannya kelihatan jelas. Pria itu mengenakan celana khaki dan kemeja dari bahan
kulit tipis, dibiarkan terbuka di dada. Dagu dan pipinya tak berbulu, selicin
dagu dan pipi wanita, sementara matanya tampak gelap.
Ia membalas tatapan Catherine, dan Catherine merasa kurang senang. Kaum pria
sering kali terkejut setelah menyadari ukuran tubuhnya yang besar; ada yang
sanggup menutup-nutupinya, ada pula yang hanya terbengong-bengong.
"Bagus," kata pria itu singkat. Catherine mencium bau tidak menyenangkan dari
tubuh pria itu, dan dengan jijik ia memperhatikan bahwa kemeja kulitnya masih
berbulu di sana-sini, pada pundak dan di ketiak.
Keduanya dengan mudah mengangkat kursi tadi ke mobil boks.
"Bisa bantu menggesernya ke depan sekalian?" Pria itu memanjat dan memindahkan
sejumlah barang, antara lain bejana pipih untuk menguras oli mesin, dan katrol
kecil yang diputar dengan tangan.
Kursi itu mereka dorong sampai ke belakang tempat duduk pengemudi. "Ukuran Anda
sekitar empat belas?" pria itu bertanya.
"Apa?" "Tolong tali itu, yang di dekat kaki Anda."
Ketika Catherine membungkuk, pria itu mengangkat tangannya yang terbalut gips,
lalu menghantam kepala Catherine dari belakang.
Catherine menyangka kepalanya terbentur, dan ia baru hendak mengusapnya ketika
pria itu memukul lagi, kali ini di belakang telinga, dan lagi, berulang-ulang,
namun tidak terlalu keras, sampai Catherine roboh dan tergeletak menyamping di
lantai. Pria itu mengamatinya sejenak, lalu melepaskan gips dan kain pengikat
lengan. Cepat-cepat ia memasukkan lampu dan menutup pintu belakang kendaraannya.
Kemudian ia menarik kerah blus Catherine dan menyorot label ukurannya dengan
senter. "Bagus," komentarnya.
Punggung blus dibelahnya dengan gunting, lalu dibuka. Tangan Catherine diborgol
di belakang. Setelah menggelar alas di lantai, pria itu membalikkannya.
Catherine tidak memakai bra. Pria itu menekan-nekan payudaranya yang besar,
memeriksa berat dan kekenyalannya.
"Bagus," ia kembali berkata.
Pada payudara kiri ada noda pink bekas isapan. Pria itu menjilat jari dan
menggosok-gosok noda itu seperti dilakukannya pada jok kursi tadi. Ia
mengangguk-angguk ketika melihat noda itu lenyap waktu ditekan. Kemudian ia
menelungkupkan Catherine dan memeriksa kepalanya. Hantaman gips tadi tidak
menimbulkan luka. Ia menempelkan dua jari pada sisi leher untuk memeriksa denyut nadi, yang
ternyata kuat dan berirama.
"Baguus," katanya. Perjalanan ke rumahnya yang bertingkat dua cukup jauh, dan ia
lebih suka bekerja di rumah.
Kucing Catherine Baker Martin masih menonton di jendela ketika mobil boks itu
berangkat. Pesawat telepon di belakang kucing itu berdering. Mesin penerima telepon di
kamar tidur menyala secara otomatis, lampunya yang merah kerkedip-kedip dalam
gelap. Penelepon itu ibu Catherine, senator yunior dari Tennesse.
Bab Enam Belas Pada tahun 1980-an, zaman Keemasan Terorisme, pihak berwajib memberlakukan
prosedur standar untuk menangani penculikan yang menimpa anggota Kongres:
Pukul 02.45 dini hari, agen khusus yang memimpin perwakilan FBI di Memphis
melaporkan ke markas besar di Washington bahwa putri tunggal Senator Ruth Martin
menghilang. Pukul 03.00 dini hari, dua van tanpa tanda khusus keluar dari garasi
bawah tanah perwakilan Washington, Buzzard's Point. Sam menuju Senate Office
Building, di mana teknisi sedang menyambungkan alat-alat pantau dan rekam pada
pesawat-pesawat telepon di ruang kerja Senator Martin dan memasang alat penyadap
Title 3 pada telepon-telepon umum yang berdekatan. Pihak Departemen Kehakiman
membangunkan anggota paling junior dari Senate Select Intelligence Committee
untuk menyampaikan pemberitahuan wajib mengenai penyadapan tersebut.
Kendaraan yang satu lagi, yang dilengkapi kaca satu arah dan perlengkapan
pengintaian, diparkir di Virginia Avenue untuk mengawasi bagian depan Water gate
West, kediaman Senator Martin di Washington Dua penumpang van masuk ke dalam
bangunan untuk menyambungkan alat-alat pantau pada telepon pribadi sang senator.
Pihak Bell Atlantic memperkirakan waktu yang diperlukan untuk melacak telepon
dari domestic digital switching system sekitar tujuh puluh detik.
Reactive Squad di Buzzard's Point disiagakan dua puluh empat jam sehari, guna
mengantisipasi pembayaran uang tebusan di wilayah Washington. Setiap komunikasi
dilakukan dengan menggunakan sandi rahasia, untuk mengamankan proses penukaran
sandera dari gangguan helikopter pers - tindakan tak bertanggung jawab semacam itu
memang jarang terjadi, tapi bukannya tidak mungkin.
Hostage Rescue Team pun siap bergerak setiap saat.
Semua orang berharap menghilangnya Catherine Baker Martin berkaitan dengan
penculikan profesional untuk minta uang tebusan; jika memang itu yang terjadi,
peluangnya untuk selamat cukup besar.
Tak seorang pun menyinggung kemungkinan terburuk.
Kemudian, beberapa saat sebelum tengah hari di Memphis, seorang petugas polisi
yang tengah menyelidiki laporan pencurian di Winchester
Avenue mencegat laki-laki tua yang sedang mengumpulkan kaleng bekas. Di dalam kereta dorong orang tua itu ia menemukan
blus wanita yang masih terkancing. Bagian belakangnya terbelah bagaikan baju
untuk pemakaman. Nama yang tercantum pada label binatu adalah Catherine Baker
Martin. Pukul 06.30 pagi, Jack Crawford sedang menuju ke selatan dari rumahnya di
Arlington ketika telepon di mobilnya berdering untuk kedua kali dalam dua menit.
"Sembilan dua dua empat puluh."
"Empat puluh stand by untuk Alpha 4." Crawford melihat tempat istirahat di
pinggir jalan raya, menepi, lalu berhenti untuk memusatkan perhatian pada
pesawat teleponnya. Alpha 4 adalah sandi untuk direktur FBI.
"Jack, sudah dengar soal Catherine Martin?"
"Baru saja ada telepon dari petugas piket malam."
"Kalau begitu, kau sudah tahu soal blusnya. Bagaimana perkembangannya?"
"Buzzard's Point sudah disiagakan," ujar Crawford.
"Semua pesawat telepon sudah dipasangi alat pantau dan rekam. Kita belum tahu
pasti apakah ini perbuatan Buffalo Bill atau bukan. Kalau ini ulah orang yang
ikut-ikutan, dia mungkin menelepon untuk minta tebusan. Siapa yang memantau dan
melacak telepon di Tennessee, kita atau mereka?"
"Mereka. Polisi negara bagian. Mereka cukup berpengalaman.
Phil Adler menelepon dari Gedung Putih. Dia bilang Presiden terus mengikuti
perkembangan. Ada baiknya kalau kita berhasil, Jack."
"Sebaiknya memang begitu. Di mana Senator Martin sekarang?"
"Dalam perjalanan ke Memphis. Dia meneleponku & rumah semenit yang lalu. Tahu
sendirilah." "Ya." Crawford mengenal Senator Martin dari rapat-rapat penyusunan anggaran.
"Dia menggunakan segenap kekuasaannya."
"Tak bisa disalahkan."
"Memang," ujar atasannya.
"Aku memberitahunya bahwa kita akan berusaha sekuat tenaga.
Dia... dia memahami situasi pribadimu dan menawarkan pesawat untukmu, supaya kau
bisa pulang malam." "Oke. Tapi Senator Martin terkenal keras, Tommy. Kalau dia mau mengambil alih
kendali, kita bakal beradu kepala."
"Aku tahu. Kalau perlu, bilang saja kau dapat perintah langsung dariku. Berapa
banyak waktu yang kita punya, Jack---enam, tujuh hari?"
"Entahlah. Kalau penculiknya panik setelah tahu siapa korbannya, bisa jadi dia
langsung menghabisinya."
"Di mana kau sekarang?"
"Dua mil dari Quantico."
"Pesawat Lear bisa mendarat di sana?"
"Ya." "Dua puluh menit."
"Ya, Sir." Crawford menekan beberapa angka pada teleponnya, lalu kembali bergabung dengan
lalu lintas.
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BAB TUJUH BELAS Seluruh tubuh Starling terasa pegal akibat tidur tidak tenang. Ia berdiri dengan
kimono dan sandal kelinci, handuk tersampir di bahu, menunggu giliran memakai
kamar mandi yang digunakannya bersama Mapp dan kedua siswa di kamar sebelah.
Berita dari Memphis yang ia dengar di radio membuatnya menahan napas sejenak.
"Ya Tuhan," ia bergumam.
"Gawat. OKE! SIAPA PUN YANG ADA DI DALAM! KAMAR MANDI INI DISITA. KELUARLAH
DENGAN MEMAKAI CELANA. INI BUKAN
LATIHAN!" Ia masuk ke shower tanpa menghiraukan protes tetangganya yang kaget.
"Geser sedikit. Gracie, dan tolong sabunnya."
Sambil menjepitkan gagang telepon ke telinga dengan bahu. ia berkemas untuk
bermalam dan menaruh tas berisi peralatan forensik di dekat pintu. Ia memastikan
operator telepon tahu ia berada di kamarnya, dan tidak ikut sarapan agar dapat
menunggui pesawat telepon. Namun sepuluh menit menjelang jam pelajaran dimulai
belum juga ada kabar, dan ia bergegas ke seksi Ilmu Perilaku sambil membawa
perlengkapannya. ; "Mr. Crawford berangkat ke Memphis empat puluh lima menit lalu," kata sekretaris
yang ditemuinya dengan manis. "Burroughs ikut, dan Stafford dari lab berangkat
dari National." "Semalam saya menaruh laporan untuk Mr Crawford di sini.
Apakah dia meninggalkan pesan untuk saya" Saya Clarice Starling."
"Ya, saya tahu siapa Anda. Saya punya tiga copy nomor telepon Anda di sini, dan
di meja Mr. Crawford ada beberapa lagi, kalau saya tidak salah. Tapi dia tidak
meninggalkan apa pun untuk Anda, Clarice."
Wanita itu menatap barang bawaan Starling. "Barangkali ada pesan yang bisa saya
sampaikan kalau Mr. Crawford menelepon?"
"Apakah dia meninggalkan nomor telepon di Memphis, tempat dia bisa dihubungi?"
"Tidak. Dia yang akan menelepon ke sini. Bukankah Anda ada pelajaran hari ini,
Clarice" Anda sedang mengikuti pendidikan, bukan?"
"Ya." Starling terlambat sampai di ruang kelas. Kedatangannya disambut wajah cemberut
Gracie Pitman, wanita muda yang diusirnya dari shower tadi. Gracie Pitman duduk
persis di belakang Starling, dan ia terus mengerutkan kening ketika Starling
menuju kursinya. Tanpa sarapan Starling duduk selama dua jam, mengikuti kuliah
"The Good-Faith Warrant Exception to the Exclusionary Rule in Search and
Seizure.' Baru setelah itu ia bisa pergi ke mesin otomat untuk membeli segelas
Coke. Pada jam istirahat siang ia memeriksa kotak suratnya, tapi ternyata tak ada
pesan apa pun. Saat itulah ia kembali menyadari bahwa rasa frustrasi mirip
sekali dengan rasa obat paten bernama Fleet's yang harus diminumnya ketika ia
masih kecil. Pada hari tertentu kita bangun sebagai orang yang berbeda. Hari ini seperti
itulah rasanya bagi Starling. Apa yang kemarin dilihatnya di Potter Funeral Home
telah menyebabkan perubahan kecil namun mendasar dalam dirinya.
Starling mempelajari psikologi dan kriminologi di sekolah bermutu. Sudah
berkali-kali ia menyaksikan hal-hal mengerikan yang terjadi di dunia ini. Tapi
baru sekarang ia benar-benar tahu: sesekali muncul makhluk yang berlindung di
balik wajah manusia, yang mendapatkan kesenangan dari tubuh yang kini tergolek
di meja autopsi di Potter, West Virginia, di ruangan dengan wallpaper bermotif
bunga mawar. Starling tahu ia akan terus dihantui oleh pengetahuan itu, dan ia
perlu membuat dirinya kebal jika ingin bertahan.
Kesibukan belajar tak dapat mengalihkan pikirannya. Sepanjang hari ia merasa
hal-hal penting sedang terjadi di luar jangkauannya. Ia seolah-olah dikelilingi
gemuruh yang terdengar sayup-sayup, bagaikan suara dari stadion di kejaiman.
Hal-hal kecil, seperti orang berjalan di koridor, awan melintas di langit, atau
suara kapal terbang, membuatnya tersentak.
Seusai jam pelajaran, Starling berlari terlalu lama, kemudian berenang. Ia
berenang sampai teringat mayat-mayat terapung, dan setelah itu ia tak mau lagi
berada di dalam air. Bersama Mapp dan selusin siswa ia menonton siaran berita jam tujuh di ruang
rekreasi. Penculikan Putri Senator Martin bukan berita utama, namun ditayangkan
pertama sesudah liputan mengenai pembicaraan pengurangan senjata yang
berlangsung di Jenewa. Ada film dari Memphis, dimulai dengan papan nama Stonehinge Villas, yang diambil
dari balik lampu mobil patroli yang berkedap-kedip. Media massa memberikan
perhatian besar pada kasus tersebut, tapi karena tak ada berita baru, para
wartawan saling mewawancara di pelataran parkir di Stonehinge. Pihak berwajib
Memphis dan Shelby County tampil di hadapan jajaran mikrofon. Di tengah
kegaduhan, mereka menyebutkan hal-hal yang belum diketahui. Para juru foto
kalang-kabut setiap kali ada petugas yang masuk atau keluar apartemen Catherine
Baker Martin. Sorak-sorai ironis sempat menghangatkan ruang rekreasi ketika
wajah Crawford muncul sejenak di jendela apartemen. Starling tersenyum tipis.
Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Buffalo Bill sedang menonton. Ia bertanya-
tanya, bagaimana kesan orang itu mengenai wajah Crawford, atau apakah ia tahu
siapa Crawford sebenarnya.
Beberapa rekan Starling tampaknya menyimpan pertanyaan serupa.
Lalu Senator Martin muncul di TV dalam siaran langsung bersama Peter Jennings.
Ia berdiri di kamar putrinya, dengan poster-poster yang menampilkan Wile E.
Coyote dan Equal Rights Amendment pada dinding di belakangnya. Ia wanita
jangkung dengan wajah berkesan keras.
"Saya ingin mengimbau orang yang menyekap putri saya,"
ujarnya. Ia berjalan mendekati kamera, memaksa juru kamera mengadakan perubahan
fokus di luar rencana. Apa yang dikatakannya tak akan ia ucapkan kepada seorang
teroris. "Anda mempunyai kekuasaan untuk melepaskan putri saya dalam keadaan selamat.
Namanya Catherine, ia sangat lembut dan penuh pengertian. Saya mohon lepaskan
putri saya, lepaskan dia dalam keadaan selamat. Anda yang mengendalikan situasi.
Anda mempunyai kekuatan. Anda yang berkuasa. Saya tahu Anda mengenal cinta dan
kasih sayang. Anda bisa melindungi dia dari apa pun yang mungkin ingin
mencelakakannya. Anda kini berkesempatan membuktikan kepada dunia bahwa Anda
dapat bermurah hati, bahwa Anda berjiwa besar dan tidak membalas perlakuan orang
lain terhadap Anda dengan cara yang sama. Namanya Catherine."
Pandangan Senator Martin beralih dari kamera, dan layar TV
menampilkan rekaman gadis cilik yang berjalan tertatih-tatih sambil berpegangan
pada bulu leher seekor anjing collie.
Suara Senator Martin kembali terdengar, "Ini Catherine ketika masih kecil. Saya
mohon, lepaskan dia. Lepaskan dia di mana pun di negeri ini, dan Anda akan
memperoleh bantuan dan persahabatan saya."
Kini serangkaian foto - Catherine pada usia delapan tahun, memegang batang kemudi
perahu layar. Perahu itu berada di dok, dan ayah Catherine sedang mencat
lambungnya. Dua foto baru setelah ia tumbuh menjadi seorang wanita muda, satu
foto seluruh badan dan satu close up wajahnya. Kamera beralih kembali pada
Senator Martin, "Saya berjanji di hadapan seluruh negeri, Anda akan memperoleh segala bantuan
yang Anda butuhkan. Saya dapat membantu Anda.
Saya senator Amerika Serikat Saya bertugas pada Armed Services Committee. Saya
terlibat dalam Strategic Defense Initiative, sistem persenjataan ruang angkasa
yang lazim disebut 'Star Wars'. Jika Anda mempunyai musuh, saya akan melawan
mereka. Kalau ada yang mengganggu Anda saya akan menghentikannya. Anda bisa
menelepon saya kapan saja, siang atau malam. Catherine nama anak saya. Saya
mohon, tunjukkanlah kekuatan Anda." Senator Martin berkata sebagai penutup,
Pengorbanan Sacrifice 2 Pendekar Gila 40 Empat Bidadari Lembah Neraka Pisau Tanduk Hantu 3
"Raspail sendiri yang menceritakan ini?"
"Oh ya, dalam pertemuan-pertemuan terapi yang bersifat rahasia. Kukira dia
bohong. Raspail suka melebih-lebihkan segala sesuatu. Dia ingin menimbulkan
kesan berbahaya dan romantis.
Kemungkinan besar orang Swedia itu mati lemas ketika mengadakan hubungan seks
yang konyol. Raspail terlalu lemah untuk mencekiknya.
Kau melihat sendiri bahwa kepala Klaus dipenggal tepat di bawah rahang, bukan"
Tampaknya ini disengaja untuk menghilangkan bekas lilitan tali pada lehernya."
"Hmm, begitu." "Impian Raspail mengenai kebahagiaan telah hancur. Dia memasukkan kepala Klaus
ke tas boling dan kembali ke daerah Timur." .
"Apa yang dilakukannya dengan sisa tubuhnya?"
"Dikubur di perbukitan."
"Dia pernah memperlihatkan kepala di mobil itu pada Anda?"
"Oh ya. Setelah berkali-kali mendatangiku untuk terapi, dia merasa bisa
menceritakan apa saja padaku. Dia sering mengunjungi Klaus dan memamerkan kartu-
kartu Valentine." "Lalu Raspail sendiri... tewas. Kenapa?"
"Terus terang, aku akhirnya muak mendengar keluhan-keluhannya. Ini memang yang
terbaik baginya. Terapinya tidak menunjukkan kemajuan. Kuharap sebagian besar
psikiater mempunyai satu atau dua pasien yang hendak mereka oper padaku. Aku
belum pernah membicarakan ini, dan sekarang aku mulai bosan."
"Dan jamuan makan malam yang Anda adakan bagi para pimpinan orkestra?"
"Kau tidak pernah didatangi tamu tanpa sempat berbelanja" Mau tak mau
kumanfaatkan isi lemari es Clarice. Bolehkah aku memanggilmu Clarice?"
"Ya. Dan aku akan memanggil Anda... "
"Dr. Lecter - kukira itu yang paling pantas, mengingat usia dan posisimu," Lecter
memotong. "Ya." "Bagaimana perasaanmu ketika masuk ke garasi itu?"
"Waswas." "Kenapa?" "Tikus dan serangga."
"Adakah resep khusus yang kaugunakan untuk membangkitkan keberanianmu?" tanya
Dr. Lecter. "Setahuku tidak ada cara yang ampuh, kecuali tekad untuk mencapai tujuan."
"Barangkali kau teringat kejadian-kejadian tertentu pada saat seperti itu, baik
disengaja maupun tidak?"
"Mungkin. Aku tak pernah memperhatikannya."
"Hal-hal dari masa kecilmu, barangkali?"
"Aku tidak bisa memastikannya."
"Bagaimana perasaanmu ketika kau mendapat kabar mengenai bekas tetanggaku,
Miggs" Kau belum bertanya tentang itu."
"Aku baru mau menanyakannya."
"Kau gembira ketika mendengar beritanya?"
"Tidak." "Kau sedih?" "Tidak juga. Apakah Anda mempengaruhi dia?"
Dr. Lecter tertawa pelan. "Maksudnya, apakah aku mendesak Mr. Miggs untuk
melakukan tindak pidana bunuh diri" Jangan mengada-ada. Tapi aku melihat simetri
yang menyenangkan dalam tindakannya menelan lidahnya yang lancang. Kau
sependapat, bukan"' "Tidak." "Officer Starling, kali ini kau berbohong. Ini pertama kali kau berbohong
padaku. Mengutip ucapan Truman, kejadian yang menyedihkan."
"Presiden Truman?"
"Lupakan saja. Menurutmu, kenapa aku membantumu?"
"Entahlah." "Jack Crawford menyukaimu, bukan?"
"Aku tidak tahu."
"Kurasa itu tidak benar. Apakah kau berharap dia menyukaimu"
Coba katakan padaku, apakah kau merasakan dorongan untuk membuatnya suka padamu,
dan apakah dorongan itu membuatmu kuatir" Apakah kau cemas karena merasa harus
membuat dia senang?"
"Semua orang ingin disukai, Dr. Lecter."
"Tidak semuanya. Apakah kau merasa Jack Crawford menginginkanmu secara seksual"
Aku yakin dia sudah frustrasi berat sekarang. Menurutmu, apakah dia
membayangkan... skenario, adegan... sanggama denganmu?"
"Aku tak pernah memikirkan hal-hal seperti itu, Dr. Lecter, dan pertanyaan-
pertanyaan semacam ini pantasnya dilontarkan oleh Miggs."
"Sekarang tidak lagi."
"Apakah Anda menyarankan pada Miggs untuk menelan lidahnya?" Lecter tidak
menanggapi pertanyaan itu.
"Crawford jelas-jelas menyukaimu, dan dia yakin kau mampu,"
kata Lecter. "Tentunya keunikan situasi lni tidak terlepas dari perhatianmu,
Clarice - kau telah memperoleh bantuan dari Crawford dan dariku. Kau mengaku tidak
mengetahui alasan Crawford membantu, mu - barangkali kau tahu alasanku?"
"Tidak." "Apakah karena aku suka memandangmu dan berharap dapat menyantapmu?"
"Itukah alasan Anda?"
"Tidak. Aku menginginkan sesuatu yang bisa diberikan Crawford, dan aku bersedia
mengadakan barter. Tapi dia tidak mau menemuiku.
Dia tidak mau minta bantuanku dalam kasus Buffalo Bill, padahal dia tahu itu
berarti akan lebih banyak lagi wanita muda yang tewas."
"Aku tidak percaya, Dr. Lecter."
"Aku menginginkan sesuatu yang sangat sederhana, dan dia bisa mengupayakannya."
Lecter memutar tombol pengendali lampu di selnya. Buku-buku dan lukisan-
lukisannya sudah tak ada. WC-nya pun dicabut. Chilton telah mengosongkan selnya
sebagai hukuman atas kematian Miggs.
"Sudah delapan tahun aku berada di ruangan ini, Clarice. Aku tahu aku takkan
keluar dari sini selama aku hidup. Yang kuinginkan adalah pemandangan. Aku
menginginkan jendela agar bisa melihat pohon, atau bahkan air."
"Apakah pengacara Anda pernah mengajukan permohonan... "
"Chilton menaruh TV itu di koridor, disetel pada saluran keagamaan. Begitu kau
pergi, penjaganya akan mengeraskan suaranya, dan pengacaraku tak bisa
mencegahnya, mengingat pandangan pengadilan terhadapku sekarang. Aku ingin
dipindahkan ke institusi federal, ingin buku-bukuku dikembalikan, dan ingin
pemandangan. Aku berani membayar mahal untuk itu. Crawford sanggup
mengusahakannya. Coba tanya dia.'
"Aku bisa menyampaikan permintaan Anda padanya-"
"Permintaanku takkan digubris. Dan Buffalo Bill akan terus beraksi. Tunggu saja
sampai dia mengambil kulit kepala korbannya, dan lihatlah apakah kau suka atau
tidak. Hmmm... aku bisa memberitahukan sesuatu mengenai Buffalo Bill tanpa perlu
melihat berkas kasusnya, dan bertahun-tahun dari sekarang, pada waktu dia
ditangkap, kalau dia bisa ditangkap, kau akan sadar bahwa aku benar dan
seharusnya aku bisa membantu. Seharusnya aku bisa menyelamatkan beberapa nyawa.
Clarice?" "Ya?" "Buffalo Bill tinggal di rumah berlantai dua," kata Dr. Lecter, lalu memadamkan
lampunya. Ia tidak mau bicara lagi.
Bab Sepuluh CLARICE STARLING bersandar pada meja judi dadu di kasino FBI dan berusaha
menyimak kuliah mengenai pemutihan uang lewat perjudian.
Tiga puluh enam jam telah berlalu sejak kepolisian Baltimore County mencatat
keterangannya (melalui juru tulis yang merokok tanpa henti dan mengetik dengan
dua jari: "Coba buka jendela itu kalau asap rokok
saya mengganggu Anda.") dan mempersilakannya meninggalkan wilayah hukum mereka, disertai peringatan bahwa pembunuhan bukan
tindak pidana federal. Pertengkaran Starling dengan juru kamera TV ditayangkan
dalam siaran berita Minggu malam, dan ia yakin ia berada dalam kesulitan besar.
Sementara itu, baik Crawford maupun kantor perwakilan Baltimore tidak memberi
komentar sedikit pun. Laporan Starling sama sekali tidak ditanggapi.
Kasino tempat ia berdiri sekarang berukuran kecil - semula kasino tersebut
beroperasi dalam truk kontainer yang terus berpindah-pindah sampai disita FBI
dan ditempatkan di akademi sebagai alat bantu belajar. Ruang sempit itu dipenuhi
petugas-petugas polisi dari berbagai wilayah hukum; Starling telah menolak
tawaran tempat duduk dari dua Texas Ranger dan seorang detektif Scotland Yard.
Rekan-rekan sekelasnya sedang berada di gedung Academy, sibuk mencari rambut di
karpet motel "Sex-Crime Bedroom" dan mengamankan sidik jari di "Anytown Bank."
Starling sudah begitu sering terlibat pencarian barang bukti dan sidik jari
sebagai Forensic Fellow, sehingga ia disuruh mengikuti kuliah ini, yang
merupakan bagian kurikulum siswa tamu.
Dalam hati ia bertanya, apakah ada alasan lain ia dipisahkan dari kelasnya:
barangkali kita diisolasi dulu sebelum digantung.
Sambil bertopang dagu, Starling berusaha memusatkan pikiran pada teknik-teknik
pemutihan uang melalui perjudian. Namun yang terlintas dalam benaknya adalah
betapa FBI tidak suka melihat agen-agennya muncul di TV, kecuali untuk jumpa
pers resmi. Dr. Hannibal Lecter dan media massa bagaikan gula dan semut, dan pihak
kepolisian Baltimore pun dengan senang hati memberikan nama Starling kepada para
wartawan. Berulang-ulang Starling menyaksikan dirinya dalam siaran-siaran berita
Minggu malam. Ada "Starling dari FBI" di Baltimore, yang menggedor-gedor pintu garasi sementara
juru kamera berusaha menyusup masuk lewat bawah pintu.
Lalu "Agen Federal Starling," yang menyerang asisten juru kamera sambil
menggenggam gagang dongkrak.
Stasiun TV lain, WPIK, yang tidak memiliki rekaman sendiri, mengumumkan bahwa
baik "Starling dari FBI" maupun FBI sendiri akan dituntut karena mata Juru
kamera itu kemasukan debu dan serpihan-serpihan karat ketika Starling menggebrak
pintu. Jonetta Johnson dari WPIK mengungkapkan dalam siaran berita nasional bahwa
Starling menemukan kepala terpenggal di dalam garasi tersebut berkat "hubungan
khusus dengan seseorang yang oleh pihak berwajib dijuluki... monster! Tampaknya
sudah jelas bahwa WPIK mempunyai sumber di rumah sakit jiwa.
KEKASIH FRANKENSTEIN!! demikian judul berita utama National Tattler menghadang
para pengunjung toko swalayan yang mengantre di kasa.
Pihak FBI tidak memberikan komentar resmi, namun Starling yakin kemunculannya di
TV telah menimbulkan perdebatan intern: Pada waktu sarapan, salah satu rekan
sekelasnya, seorang pria muda yang memakai Canoe aftershave, menyebut Starling
sebagai "Melvin Pelvis," plesetan dari Melvin Purvis, agen FBI nomor satu zaman Hoover
di tahun tiga puluhan. Balasan Ardelia Mapp kepada rekan mereka itu membuat
wajah si pria pucat pasi, dan ia meninggalkan ruang makan tanpa menyentuh
sarapannya. Starling kini mendapati dirinya tak bisa terkejut lagi. Selama sehari-semalam ia
serasa diselubungi keheningan, bagaikan penyelam di dasar laut. Ia bertekad akan
membela diri, kalau ada kesempatan.
Instrukturnya memutar roda rolet sambil bicara, namun tidak menggulirkan
bolanya. Starling menatapnya, dan ia yakin orang itu belum pernah membiarkan
bolanya bergulir. Instrukturnya sedang mengatakan sesuatu: "Clarice Starling."
Kenapa ia berkata "Clarice Starling?" Itu aku.
"Ya," Starling menyahut..
Si instruktur memberi isyarat ke arah pintu. Nah, ini dia, Starting berkata
dalam hati sambil membalik dengan waswas. Tapi yang melongok dari pintu ternyata
Brigham, si instruktur menembak.
Ia segera memanggil dengan lambaian tangan ketika Starling melihatnya.
Sekilas Starling yakin ia akan dipecat, tapi itu bukan tugas Brigham.
"Bersiaplah, Starling. Di mana perlengkapan lapanganmu?"
Brigham bertanya setelah mereka berada di koridor. "Di kamarku -
Sayap C." Starling terpaksa mempercepat langkahnya agar tidak ketinggalan.
Brigham membawa koper berisi peralatan sidik jari - koper yang besar, bukan yang
untuk latihan - serta tas kanvas kecil.
"Kau ikut Jack Crawford hari ini. Bawa perlengkapan untuk menginap. Bisa jadi
kalian akan pulang malam ini juga, tapi bawa sajalah."
"Ke mana?" "Rombongan pemburu bebek menemukan mayat di Sungai Elk subuh tadi. Kemungkinan
korban Buffalo Bill. Kasusnya sudah ditangani kepolisian setempat, tapi Jack
tidak mau menunggu hasil penyidikan mereka." Brigham berhenti di pintu Sayap C.
"Dia butuh orang yang bisa mengambil sidik jari mayat terapung. Kau punya
pengalaman di lab - kau pasti sanggup, bukan?"
"Coba kulihat dulu perlengkapannya."
Brigham membuka koper, dan Starling memeriksa isinya.
Semuanya ada, kecuali kamera.
"Aku perlu Polaroid CU-5 untuk pemotretan skala satu-satu, Mr.
Brigham, juga film dan baterai."
"Beres." Brigham menyerahkan tas kanvas, dan ketika Starling merasakan berat tas itu, ia
langsung mengerti kenapa Brigham yang ditugaskan memanggilnya.
"Kau belum punya pistol dinas, bukan?"
"Belum." "Kau harus bawa senjata lengkap. Perlengkapan ini sama seperti yang kaugunakan
di lapangan tembak. Pistolnya milikku. Modelnya sama seperti yang kau pakai
berlatih, tapi gerak picunya sudah dibuat lebih lancar. Coba kau tarik-tarik
picunya tanpa peluru di kamarmu nanti malam, kalau ada waktu. Kutunggu di mobil
di belakang Sayap C dalam sepuluh menit, sekalian dengan kameranya. Dan satu lagi, di Blue Canoe
tidak ada WC, jadi sebaiknya kau ke kamar kecil dulu.
Cepatlah." Starling hendak menanyakan sesuatu, tapi Brigham sudah membalik dan pergi.
Pasti Buffalo Bill, kalau Crawford sendiri yang berangkat, kata Starling dalam
hati. Apa yang dimaksud Brigham dengan Blue Canoe"
Tapi jangan pikirkan hal-hal lain kalau sedang berkemas. Starling berkemas
dengan cepat dan rapi. "Apakah...?" "Tenang saja," Brigham memotong ketika Starling masuk ke mobil. "Gagangnya
memang membayang di balik jaketmu, tapi untuk sementara cukuplah." Starling
memakai sarung pistol yang menempel pada rusuk, sementara sebuah speedloader
menggantung pada ikat pinggangnya.
Brigham mengarahkan mobil ke landasan pacu Quantico. Ia mengemudi dengan
kecepatan tepat pada batas maksimum.
Ia berdeham. "Ada satu hal yang perlu kau ketahui tentang tugas lapangan,
Starling. Di luar sana kau tidak perlu memikirkan urusan politik."
"Oh?" "Tindakanmu mengamankan garasi di Baltimore itu sudah tepat.
Kau kuatir soal liputan TV?"
"Perlukah aku kuatir?"
"Ini antara kita saja, ya?"
"Oke." Brigham membalas salam marinir yang sedang mengatur lalu lintas.
"Dengan mengajakmu hari ini, Jack terang-terangan menunjukkan dia percaya pada kemampuanmu," kata Brigham. "Siapa tahu ada orang
di Office of Professional Responsibility yang sedang tidak enak perut. Mengerti
maksudku?" "Hmmm." "Crawford tak pernah menelantarkan anak buah. Dia sudah bicara dengan orang-
orang di atas, dan dia menegaskan bahwa kau memang harus mengamankan tempat itu.
Dia membiarkanmu bergerak telanjang - tanpa atribut kedinasan, dan itu pun sudah
dikatakannya. Kepolisian Baltimore juga agak lamban datang ke lokasi. Selain
itu, Crawford butuh bantuan hari ini, dan dia harus menunggu paling tidak satu
jam sebelum Jimmy Price bisa mengirim orang dari lab. Jadi, inilah kesempatanmu,
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Starling. Tapi asal tahu saja, mayat terapung bukan pekerjaan mudah, ini bukan
hukuman untukmu, tapi orang luar bisa saja mengartikannya begitu, kalau mereka
mau. Begini, Crawford selalu punya pertimbangan tersendiri kalau bertindak, tapi
dia tidak suka memberi penjelasan panjang-lebar, itulah sebabnya aku yang
memberitahumu. Kalau kau mau bekerja sama dengan Crawford kau harus tahu betul
siapa dia." "Aku belum seberapa kenal dengannya."
"Dia sedang banyak pikiran, selain Buffalo Bill. Istrinya, Bella, sakit keras-
Dia... tidak mungkin sembuh. Crawford merawatnya di rumah. Kalau bukan karena
Buffalo Bill, dia pasti sudah minta cuti."
"Aku baru tahu."
"Memang tidak dibicarakan. Jangan katakan padanya bahwa kau turut prihatin atau
sebagainya. itu tidak membantu... mereka sempat hidup bahagia."
"Terima kasih Anda memberitahuku."
Wajah Brigham kembali cerah ketika mereka tiba di landasan.
"Ada beberapa hal penting yang akan kukatakan pada akhir kursus menembak,
Starling. Usahakan kau bisa hadir." Ia mengambil jalan pintas di antara dua
hanggar. "Oke." "Keterampilan yang kuajarkan kemungkinan besar takkan pernah terpakai di
lapangan. Aku berharap kau takkan perlu menggunakannya. Tapi kau punya bakat,
Starling. Kalau terpaksa menembak, kau bisa menembak. Lakukanlah latihanmu
dengan sebaik-baiknya."
"Oke." "Jangan sekali-sekali simpan pistol di dalam tas."
"Oke." "Berlatihlah di kamar sebelum tidur. Simpan pistolnya di tempat yang mudah
dijangkau." "Akan kulakukan."
Pesawat Beechcraft tua bermesin ganda menunggu apron.
Pintunya terbuka dan lampu di kedua ujung yap berkedap-kedip.
Sebelah baling-baling berputar kencang, menyabet-nyabet rumput di sisi landasan.
"Ini yang Anda maksud dengan Blue Canoe?" tanya Starling.
"Yap." "Kelihatannya agak kecil dan tua."
"Memang tua," ujar Brigham riang. "Pesawat ini disita Drug Enforcement waktu
jatuh di 'Glades' bertahun-tahun lalu. Tapi sekarang kondisinya sudah prima
lagi. Moga-moga Gramm dan Rudman takkan tahu kita memakainya - seharusnya kita
naik bus." Ia berhenti di samping pesawat dan mengambil bagasi Starling dari
bangku belakang. Lalu ia menyerahkan tas itu dan sekaligus bersalaman.
Dan kemudian, tanpa sengaja, Brigham berkata, "Semoga Tuhan melindungimu,
Starling." Kata-kata itu terasa janggal bagi lidah marinirnya. Ia sendiri tidak
tahu kenapa ia berkata demikian, dan wajahnya mendadak terasa panas.
"Thanks... thanks, Mr. Brigham."
Crawford sudah duduk di kursi kopilot. Ia telah membuka jas dan memakai kacamata
hitam. Ia berpaling pada Starling ketika mendengar pilot menutup pintu.
Starling tak dapat melihat mata di balik kacamata hitam itu, dan ia seperti
berhadapan dengan orang asing. Crawford tampak pucat dan keras, bagaikan akar
yang harus didorong dengan buldoser. "Duduk dan bacalah," ia berkata singkat.
Di kursi di belakangnya ada berkas kasus tebal. Sampulnya bertulisan BUFFALO
BILL. Staring menggenggamnya erat-erat ketika Blue Canoe berderit dan bergetar
dan mulai menggelinding. Bab Sebelas Tepi landasan tampak kabur, lalu tertinggal di bawah. Di sebelah timur, Teluk
Chesapeake terlihat bermandikan cahaya matahari pagi ketika pesawat kecil itu
membelok. Clarice Starling melihat gedung Academy serta pangkalan marinir yang
mengelilinginya di Quantico. Sejumlah pasukan marinir tampak berlari-lari di
lapangan latihan. Beginilah pemandangan dari atas. Suatu malam, seusai latihan
menembak, ketika Starling berjalan seorang diri sambil merenung di Hogan's Alley
yang telah sepi, ia mendengar gemuruh pesawat terbang di atasnya dan kemudian,
dalam keheningan yang menyusul, suara-suara berseru-seru di langit yang gelap -
pasukan para yang sedang berlatih terjun malam, saling memanggil sambil meluncur
dalam kejapan. Dalam hati ia bertanya, bagaimana rasanya, menunggu aba-aba di
pintu pesawat, bagaimana rasanya menerjang kegelapan pekat. Barangkali seperti
inilah rasanya. Starling membuka berkas di pangkuannya. Buffalo Bill diketahui telah membunuh
lima kali. Paling tidak lima kali, dan mungkin lebih. Dalam sepuluh bulan terakhir ia telah
menculik seorang wanita, membunuhnya, lalu mengulitinya. (Mata Starling segera
beralih ke tes histamin bebas pada laporan autopsi, yang mengkonfirmasikan bahwa
korban dibunuh lebih dulu sebelum Buffalo Bill melanjutkan aksinya.) Masing-
masing mayat dibuang di sungai yang berbeda-beda, di sebelah hulu jembatan jalan
raya antar negara bagian, di negara bagian yang berbeda-beda pula. Semua orang
tahu Buffalo Bill selalu berpindah tempat. Tapi selain itu tak ada lagi yang
diketahui pihak berwajib, kecuali bahwa ia memiliki paling tidak satu senjata
api, kemungkinan revolver Colt atau tiruannya. Penyelidikan terhadap selongsong-
selongsong kosong yang ditemukan menunjukkan ia lebih menyukai peluru .38
special daripada peluru .357 yang lebih panjang.
Aliran sungai tidak meninggalkan sidik jari, rambut, maupun serat kain.
Hampir dapat dipastikan ia pria kulit putih: kulit putih karena pembunuh
berantai pada umumnya memilih korban dari kelompok etnik sendiri dan semua
korban berkulit putih; pria karena di zaman kita nyaris tak pernah ada wanita
yang menjadi pembunuh berantai.
Dua kolumnis suatu harian besar mengambil judul berita dalam sajak E.e. cummings
berjudul "Buffalo Bill": ...HOW DO YOU LIKE YOUR BLUEEYED BOY
MISTER DEATH. Seseorang, mungkin Crawford, telah menempelku"
kutipan tersebut pada sisi sebelah dalam sampul berkas kasus itu.
Tak ada korelasi nyata antara tempat Bill menculik para wanita muda dan tempat
ia membuang mayat-mayat mereka. Kasus-kasus di mana mayat ditemukan cukup cepat
sehingga waktu kematian dapat ditaksir secara akurat, pihak kepolisian
mengetahui satu hal lagi: Bill tidak langsung membunuh korban-korbannya,
melainkan membiarkan mereka hidup selama beberapa saat. Para korban baru tewas
antara satu minggu sampai sepuluh hari setelah mereka diculik. Itu berarti Bill
mempunyai tempat untuk menawan mereka serta tempat untuk beraksi tanpa
terganggu. Dan ini berarti ia bukan pengembara. Ia lebih tepat dikatakan
pemangsa yang bersembunyi di tempat aman.
Entah di mana. Itulah yang paling mengerikan bagi masyarakat umum - kebiasaan Bill menawan para
korbannya dalam keadaan hidup selama seminggu atau lebih, sementara mereka tahu
mereka akan dibunuh. Dua korban mati digantung, tiga ditembak. Tak ada petunjuk mengenai pemerkosaan
atau penganiayaan fisik sebelum mereka tewas, dan laporan-laporan autopsi pun
tidak menyebutkan "kerusakan khusus pada alat kelamin", meskipun para ahli patologi berpendapat
hal seperti itu sukar ditentukan pada jenazah yang sudah mulai rusak.
Semua korban ditemukan dalam keadaan telanjang. Dalam dua kasus, baju luar
korban ditemukan di tepi jalan di dekat rumah masing-masing, terbelah di
punggung bagaikan baju untuk pemakaman.
Ekspresi Starling tidak berubah ketika mengamati foto-foto yang terlampir. Dari
segi penampilan fisik, mayat yang sempat terapung di air paling menguji
ketahanan mental. Kondisinya sungguh menyedihkan seperti lazimnya korban
pembunuhan di luar ruangan Martabat korban yang terinjak-injak menimbulkan
kemarahan yang harus dipendam agar penyidikan berjalan lancar.
Pada kasus-kasus pembunuhan di dalam rumah sering kali ditemui petunjuk-petunjuk
mengenai tingkah laku korban yang tidak menyenangkan, dan para korban sang
korban - istri yang babak belur, anak-anak yang dianiaya - berkerumun dan berbisik-
bisik bahwa korban telah mendapat ganjaran setimpal atas perbuatannya, dan
sering kali memang demikian halnya.
Namun tak seorang pun patut mengalami nasib seperti para korban Buffalo Bill.
Kulit mereka pun tak utuh lagi ketika mereka tergeletak di tepi sungai, di
antara kaleng-kaleng oli dan sampah lainnya. Wajah para korban yang ditemukan
saat cuaca dingin pada umumnya masih dapat dikenali. Starling sadar mereka
tampak meringis bukan karena menahan sakit, melainkan karena digerogoti ikan dan
bulus yang mencari makan.
Ia takkan seberapa terusik oleh foto-foto itu kalau saja udara di kabin tidak
begitu pengap dan kalau saja pesawatnya tidak oleng karena sebelah baling-
balingnya lebih "menggigit", dan kalau saja matahari tidak begitu terik menusuk-
nusuk. Buffalo Bill bisa diringkus. Starling berpegang pada keyakinan tersebut agar
dapat duduk tenang kabin pesawat yang semakin lama terasa semak-sempit, dengan
setumpuk informasi mengerikan di genggamannya. Ia bisa membantu menghentikan
orang. Kemudian mereka bisa memasukkan berkas kasus ini ke dalam laci arsip dan
melupakannya. Ia menatap bagian belakang kepala Crawford. Kalau hendak memburu Buffalo Bill,
ia berada bersama orang yang tepat. Crawford telah berhasil melacak tiga
pembunuh berantai, namun bukan tanpa korban. Will Graham, pemburu paling hebat
yang pernah bertugas di bawah Crawford, merupakan legenda di Academy; kini ia
menjadi pemabuk di Florida, dengan wajah yang membuat orang enggan memandangnya,
demikian kabar burung yang didengar Starling.
Barangkali Crawford sadar diperhatikan dari belakang. Ia bangkit dari tempat
duduknya. Si pilot menyesuaikan posisi kemudi untuk menyeimbangkan pesawat
ketika Crawford pindah ke belakang dan duduk di samping Starling. Crawford
melepaskan kacamata hitamnya menggantinya dengan kacamata bifokal, dan Starling
langsung merasa kembali mengenalnya.
"Aku kepanasan, kau kepanasan?" tanya Crawford. "Bobby, di sini terlalu panas,"
serunya kepada pilot di depan. Bobby memutar tombol, dan seketika udara dingin
mengalir. Embusannya di kabin yang lembap menghasilkan beberapa butir salju yang
kemudian menempel di rambut Starling.
Lalu Jack Crawford mulai berburu. Matanya menyerupai langit musim dingin yang
cerah. Ia membuka peta Amerika Serikat bagian Tengah dan Timur yang terlampir pada
berkas kasus. Lokasi masing-masing korban ditemukan telah ditandai dengan titik-
titik: yang tampak tersebar secara acak, saling berjauhan.
Crawford mengambil bolpoin dari kantong dan menandai lokasi terbaru, tujuan
mereka. "Sungai Elk, enam mil dari U.S. 79," katanya, "Kali ini kita beruntung. Mayatnya
tersangkut tali pancingan. Polisi setempat menduga mayat itu belum lama dibuang.
Mereka membawanya ke Potter, ibu kota COUNTY. Aku ingin secepatnya
mengidentifikasi korban, agar kita bisa mencari orang-orang yang mungkin
menyaksikan penculikan. Sidik jarinya akan kita kirim lewat saluran darat."
Crawford mengangkat dagu dan menatap Starling. "Jimmy Price bilang kau mampu
menangani mayat terapung."
"Sebenarnya, aku belum pernah menangani mayat terapung utuh," sahut Starling.
"Aku sekadar mengambil sidik jari dari tangan-tangan yang diterima Mr. Price
lewat pos setiap hari. Tapi cukup banyak di antaranya berasal dari mayat
terapung." Orang-orang yang belum pernah bertugas di bawah pengawasan Jimmy Price cenderung
menganggapnya orang tua yang suka menggerutu, namun pada dasarnya baik hati.
Tapi sesungguhnya, Jimmy Price memang bertabiat buruk. Ia penyelia Latent Prints
di lab Washington, dan Starling sempat bekerja di bawah bimbingannya sebagai
Forensic Fellow. "Si Jimmy," kata Crawford sambil tersenyum sendiri. "Apa sebutan untuk
pekerjaannya?" "Posisi itu disebut 'lab wretch'. Ada juga yang menyebutnya Tgor' - itu yang
tertulis pada celemek karet yang harus kita pakai."
"Ya, itu dia." "Kita disuruh membayangkan bahwa kita sedang membedah katak."
"Hmm, begitu...."
"Lalu kita diberi paket dari UPS. Semuanya ikut penonton, bahkan ada yang buru-
buru kembali dari rehat kopi - mereka berharap kita muntah. Aku sanggup mengambil
sidik jari mayat terapung.
Malahan... " "Oke, sekarang coba lihat ini. Korban pertama yang kita ketahui ditemukan di
Sungai Blackwater di Missouri, di pinggiran Lone Jack, bulan Juni lalu. Korban
bernama Bimmel, dilaporkan hilang di Belvedere, Ohio, tanggal 15 April, dua
bulan sebelumnya. Tidak banyak petunjuk yang berhasil kita peroleh - kita butuh
waktu tiga bulan sekadar untuk mengidentifikasi dia. Korban berikut diculik di
Chicago pada minggu ketiga bulan April. Dia ditemukan di sungai Wabash di pusat
kota Lafayette, Indiana, hanya sepuluh hari setelah dia diculik, sehingga kita
masih sempat memastikan apa yang terjadi dengannya. Kemudian ada wanita kulit
putih, awal dua puluhan, dibuang ke sungai Rolling Fork di dekat 1-65, sekitar
tiga puluh delapan mil sebelah selatan Louisville, Kentucky. Sampai sekarang dia
belum diidentifikasi. Lalu korban yang bernama Varner. Dia diculik di
Evansville, Indiana, dan dibuang ke sungai Embarras di dekat Interstate 70 di
bagian timur Illinois. Setelah itu si pembunuh berpindah ke Selatan dan membuang satu korban ke sungai
Conasauga di Damascus, Georgia, tidak jauh dari Interstate 75. Namanya Kittridge
- ini foto wisudanya. Si pembunuh luar biasa mujur - sampai sekarang belum pernah
ada saksi yang melihatnya menculik korban-korbannya. Kita belum melihat pola
tertentu, kecuali bahwa semua korban hilang di dekat jalan raya antar negara
bagian." "Kalau jalur-jalur berlalu lintas paling padat dilacak mundur dari tempat-tempat
dia membuang korbannya apakah ada titik temunya?"
"Tidak." "Bagaimana kalau kita... MENGANDAIKAN... bahwa dia membuang korban dan menculik
yang berikut dengan sekali jalan?"
tanya Starling. Ia sengaja tidak menggunakan kata ASUMSI yang terlarang. "Korban
pertama tentu dibuang dulu, bukan, sebab siapa tahu ada masalah dengan
penculikan berikut" Jadi, kalaupun tertangkap basah, dia hanya bisa dikenakan
tuduhan penyerangan karena tak ada mayat di mobilnya. Nah, bagaimana kalau kita
tarik garis penghubung dari masing-masing lokasi penculikan ke lokasi pembuangan
sebelumnya?" "Ide bagus, tapi dia juga berpikir ke situ. Kalaupun dia MENGERJAKAN kedua hal
itu dengan sekali jalan, maka dia berputar-putar dulu. Kita sudah mengadakan
simulasi komputer, mula-mula dengan menganggap dia bergerak ke barat lewat
jalur-jalur Interstate, lalu sebaliknya. Kita juga sudah mencoba berbagai
kombinasi berdasarkan perkiraan tanggal masing-masing penculikan dan pembuangan.
Datanya dimasukkan ke komputer dan hasilnya cuma asap. Komputer kita
berkesimpulan dia tinggal di daerah Timur. Dia tidak mengikuti siklus peredaran
bulan. Tak ada korelasi dengan konvensi-konvensi di kota-kota yang bersangkutan.
Dia cerdik, Starling."
"Dan terlalu berhati-hati untuk orang yang tidak memedulikan nyawanya sendiri."
Crawford mengangguk. "Ya, terlalu berhati-hati. Dia sudah tahu cara mengadakan
hubungan yang bermakna, dan dia ingin terus menikmatinya. Kukira clia takkan
berbuat nekat." Crawford menuang air dari termos dan memberikannya pada pilot mereka. Setelah
memberikan segelas pada Starling, ia mencampurkan Alka-Seltzer untuk dirinya
sendiri. Perut Starling serasa diaduk-aduk ketika pesawat mereka mulai turun.
"Ada beberapa hal, Starling. Aku mengandalkanmu untuk urusan forensik, tapi aku
butuh lebih dari itu. Kau tidak banyak bicara, dan itu tidak apa-apa, aku pun
begitu. Tapi jangan pernah beranggapan kau harus punya fakta baru dulu sebelum
bisa membicarakan sesuatu.
Jangan ragu-ragu menanyakan apa pun.. Kau akan melihat hal-hal yang luput dari
perhatianku dan aku ingin tahu semuanya. Barangkali kau
memang berbakat. Dan inilah kesempatan untuk membuktikannya." Dalam hati Starling bertanya sudah berapa lama Crawford berniat melibatkannya
dalam kasus ini, sudah berapa lama ia memupuk hasrat Starling untuk membuktikan
kemampuan. Crawford memang pemimpin yang pandai menangani anak buah.
"Kalau kau cukup lama memikirkan dia dan melihat tempat-tempat yang
didatanginya, kau akan mengembangkan indra keenam tentang dia," Crawford
melanjutkan. "Percaya atau tidak, pada saat-saat tertentu kau bahkan tidak membencinya. Lalu,
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau kau beruntung, dari segala sesuatu yang telah kauketahui ada satu hal yang
tiba-tiba menarik perhatianmu.
Segera beritahu aku kalau itu terjadi, Starling. Tanpa campur tangan pihak luar
pun, kejahatan seperti ini sudah cukup membingungkan.
Jangan gugup karena serombongan petugas polisi. Bukalah matamu Dengarkan bisikan
hati nuranimu. Pisahkan kejahatan ini dari semua yang terjadi di sekelilingmu.
Jangan paksakan pola tertentu pada orang ini. Amati semuanya dengan pikiran
terbuka, dan biarkan dia yang menunjukkannya."
"Satu hal lagi: penyelidikan seperti ini tak ubahnya kebun binatang. Kita akan
bekerja di berbagai wilayah hukum, dan beberapa di antaranya dipimpin oleh
orang-orang yang tidak kompeten. Kita harus pandai-pandai membawa diri, agar
mereka mau bekerja sama. Sekarang ini kita ke Potter, West Virginia. Aku tidak tahu seperti apa orang-
orang yang akan kita temui di sana. Mungkin saja takkan ada masalah, tapi
mungkin juga kita akan disambut seperti petugas pajak."
Pilot di depan melepaskan EARPHONE dan menoleh sedikit. "Kita sudah siap
mendarat, Jack. Kau tetap di belakang?"
"Yeah," jawab Crawford. "Selamat bertugas, Starling."
Bab Dua Belas Potter funeral home menempati rumah paling besar di Potter Street di Potter,
West Virginia, dan sekaligus berfungsi sebagai kamar mayat untuk Rankin County.
Posisi petugas visum et repertum dipegang oleh seorang dokter umum bernama Dr.
Akin. Jika ia menilai kematian seseorang patut dipertanyakan, maka mayat
bersangkutan dikirim ke Claxton Regional Medical Centre di county tetangga, di
mana terdapat ahli patologi.
Clarice Starling duduk di bangku belakang mobil patroli yang menjemput mereka di
lapangan terbang. Ia terpaksa merapat ke kisi-kisi pemisah agar dapat mendengar
suara deputi yang sedang memberi penjelasan kepada Jack Crawford sambil
menyetir. Sebuah upacara pemakaman sudah siap dilangsungkan di Potter Funeral Home. Orang-
orang yang hendak melayat, masing-masing dengan pakaian terbaik mereka,
membentuk antrean tertib dari pintu sampai ke trotoar.
Di pelataran parkir pribadi di belakang gedung itu, tempat mobil jenazah
menunggu, ada dua deputi muda dan satu deputi tua yang berdiri di bawah pohon
elm bersama dua polisi negara bagian. Udara tidak terlalu dingin, sehingga
embusan napas mereka tidak berembun.
Starling mengamati para petugas itu ketika mobil patroli yang ditumpanginya
membelok ke pelataran parkir, dan saat itu juga ia tahu latar belakang orang-
orang tersebut. Ia tahu mereka tinggal di rumah-rumah yang mempunyai kabinet
berlaci sebagai pengganti lemari pakaian, dan ia pun dapat membayangkan isi
kabinet-kabinet itu. Ia tahu orang-orang itu mempunyai saudara yang menggantungkan baju pada dinding karavan yang mereka diami. Ia tahu bahwa deputi
tua itu menghabiskan masa kecilnya di rumah dengan pompa air di serambi depan
dan dulu menuju halte bus sekolah dengan menenteng sepatu agar tidak kotor
terkena lumpur, persis seperti yang dilakukan ayahnya sendiri. Ia tahu mereka
membawa makan siang dalam kantong-kantong kertas penuh noda minyak karena telah
digunakan berulang-ulang, dan bahwa kantong-kantong kertas itu dilipat lagi
setelah makan siang dan diselipkan ke kantong belakang celana -jeans masing-
masing. Starling ragu apakah Jack Crawford mengenal dunia orang-orang itu.
Sisi dalam pintu belakang mobil patroli tidak dilengkapi gagang.
Hal ini diketahui Starling ketika Crawford dan penjemput mereka turun dan mulai
menuju bagian belakang rumah mayat. Ia terpaksa menggedor-gedor kaca sampai
salah satu deputi di bawah pohon melihatnya, dan si pengemudi tergopoh-gopoh
kembali dan membukakan pintu dengan wajah merah padam. Ketiga deputi
memperhatikannya sambil melirik ketika ia berjalan melewati mereka.
Salah seorang menyapa dengan, "Ma'am." Starling mengangguk singkat dan tersenyum
sekadarnya, lalu menyusul Crawford ke serambi belakang.
Setelah Starling cukup jauh, salah satu deputi muda, seorang pengantin baru,
menggaruk-garuk dagu dan berkomentar, "Dia tidak secantik yang dia pikir."
"Hmm, kalaupun dia menganggap dirinya cantik minta ampun, aku terpaksa
mendukungnya," sahut rekannya yang sebaya. "Aku takkan keberatan berkencan
dengan dia." "Aku mendingan makan semangka, meskipun udara lagi dingin,"
gumam si deputi tua. Crawford sedang bicara dengan chief deputy, seorang pria kecil yang kaku, dengan
kacamata berbingkai tipis dan sepatu bot berpinggiran elastis yang tercantum
dengan nama "Romeos" dalam katalog-katalog.
Mereka sudah pindah ke koridor belakang yang remang-remang, tempat sebuah mesin
Coke berdengung dan berbagai barang dirapatkan ke dinding - mesin jahit, sepeda
roda tiga, segulung rumput tiruan, serta tenda kanvas bermotif garis yang
terlilit pada tiang-tiangnya. Di dinding ada gambar Saint Cecilia pada keyboard.
Rambutnya dikepang mengelilingi kepala, dan keyboard-nya bertaburan mawar.
"Terima kasih atas pemberitahuan Anda yang begitu cepat, Sheriff," ujar
Crawford. Si chief deputy tidak meladeni basa-basi itu.
"Bukan kami yang menghubungi Anda, tapi orang dari kejaksaan," katanya.
"Sheriff Perkins sedang mengikuti tur ke Hawaii bersama Mrs.
Perkins. Saya sempat interlokal ke sana jam delapan tadi pagj berarti jam tiga
dini hari waktu Hawaii. Dia akan menghubungi saya lagi hari ini, tapi dia
berpesan bahwa Tugas Nomor Satu adalah mencari tahu apakah korban warga sini.
Bisa jadi kami sekadar terkena getah perbuatan orang luar. Kami pernah
mendapatkan mayat yang dibawa dari Phenix City, Alabama."
"Di sinilah kami bisa membantu Anda, Sheriff Kalau..."
"Saya sudah menghubungi markas komando polisi negara bagian di Charleston.
Komandannya akan mengirim beberapa petugas dari Criminal Investigation Section,
atau lebih umum dikenal sebagai CIS. Mereka akan memberikan segala bantuan yang
kami perlukan." Koridor mulai dipenuhi deputi dan polisi.
"Saya minta Anda bersabar dulu. Kami bukannya tidak mau bekerja sama, tapi untuk
sementara... " "Sheriff, dalam kejahatan seks seperti ini, ada beberapa aspek yang lebih mudah
dibahas di antara kita berdua saja, sebagai sesama pria, Anda mengerti maksud
saya, bukan?" Crawford berkata sambil menyinggung kehadiran Starling dengan
gerakan dagu. Ia menggiring lawan bicaranya ke salah satu ruang kerja dan
menutup pintu. Starling terpaksa memendam kegusarannya di hadapan para deputi.
Sambil mengertakkan gigi, ia menatap Saint Cecilia dan membalas senyum orang
suci itu sambil menguping pembicaraan di balik pintu. Ia mendengar suara-suara
bernada sengit, lalu penggalan-penggalan percakapan telepon-tak sampai empat
menit kemudian, Crawford dan si chief deputy sudah keluar lagi.
Si chief deputy pasang tampang kencang. "Oscar panggil Dr.
Akin. Seharusnya dia memang ikut upacara, tapi rasanya mereka belum mulai.
Beritahu dia ada telepon dari Claxton." Dr. Akin, petugas visum setempat,
memasuki ruang kerja yang sempit. Ia berdiri dengan sebelah kaki diangkat ke
atas kursi dan berbicara sebentar dengan ahli patologi di Claxton. Kemudian ia
memberi lampu hijau kepada Crawford.
Jadi, di ruang pembalseman dengan wallpaper bermotif mawar dan langit-langit
tinggi itulah Clarice Starling untuk pertama kali menghadapi secara langsung
bukti perbuatan Buffalo Bill. Kantong jenazah berwarna hijau terang yang
tertutup rapat merupakan satu-satunya benda modern di ruangan tersebut. Kantong
itu terbaring di meja pembalseman kuno, dan tercermin pada pintu kaca lemari-
lemari berisi berbagai perlengkapan dan peralatan.
Crawford kembali ke mobil untuk mengambil transmiter sidik jari, sementara
Starling membongkar peralatannya di tempat cuci tangan yang menempel di dinding.
Terlalu banyak orang di dalam ruangan itu. Beberapa deputi, si chief deputy,
semuanya ikut masuk dan sepertinya tidak berniat meninggalkan tempat tersebut.
Ini tidak benar. Kenapa Crawford tidak mengusir mereka"
Dr. Akin menyalakan kipas angin yang besar dan berdebu.
Clarice Starling masih berdiri di tempat cuci tangan. Ia kini membutuhkan
pegangan baru untuk membang-titkan keberaniannya.
Ia teringat sesuatu, dan kenangan saat itu terasa membantu namun sekaligus
menyayat: Ibunya berdiri di tempat cuci tangan, membilas topi ayahnya yang berlumuran
darah dengan air dingin sambil berkata, "Jangan kuatir, Clarice. Suruh adik-
adikmu cuci tangan, lalu datang ke meja makan. Kita harus bicara, setelah itu
kita siapkan makan malam.'"
Starling melepaskan syal dan mengikatnya seperti kerudung.
Dari tas peralatannya ia mengambil sepasang sarung tangan bedah.
Ketika ia angkat bicara, untuk pertama kali sejak kedatangannya di Potter,
suaranya lebih keras dari biasanya dan Crawford pun sampai melongok dari pintu.
"Gentlemen. Gentlemen. Saya minta perhatian Anda sejenak." Ia mengangkat tangan
untuk memasang sarung tangan.
"Anda telah melaksanakan tugas Anda. Saya yakin keluarga korban akan berterima
kasih pada Anda, tapi sekarang biarkan saya menangani urusan selanjutnya.
Silakan tunggu di luar saja."
Crawford melihat para petugas mendadak terdiam penuh hormat. Beberapa di
antaranya berbisik-bisik: "Ayo, Jess, kita keluar saja." Crawford sadar
suasananya telah berubah, di hadapan korban: siapa pun wanita itu, dari mana pun
ia berasal, ia telah terbawa ke sini oleh aliran sungai, dan dalam keadaan
terbaring tak berdaya di atas meja, ia mempunyai hubungan khusus dengan Clarice
Starling. Crawford melihat bahwa di tempat ini Starling dengan mudah memainkan peran
wanita tua yang menunggui jenazah dan memandikannya sebelum pemakaman, seperti
lazimnya di daerah pedesaan. Kemudian tinggal Crawford, Starling, dan si dokter
bersama korban. Dr. Akin dan Starling berpandangan seakan-akan saling mengenal.
Keduanya merasa senang sekaligus kikuk. Crawford mengambil Vicks VapoRub dari
saku, menawarkannya kepada yang lain. Starling meniru untuk melihat apa yang
seharusnya ia lakukan. Ketika Crawford dan si dokter menggosokkan Vicks di sekeliling hidung, ia pun
mengikuti contoh mereka. Ia mengambil kamera dan tas peralatannya di tempat cuci tangan. Di belakangnya
ia mendengar ritsleting kantong jenazah dibuka.
Starling menatap motif mawar pada wallpaper. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu
mengembuskannya pelan-pelan. Setelah itu ia membalik dan menatap jenazah yang
telentang di meja. "Seharusnya tangannya dibungkus kantong kertas," ia berkomentar. "Aku akan
melakukannya nanti, kalau kita sudah selesai." Ia memindahkan tombol kamera dari
posisi otomatis ke posisi manual, kemudian mulai memotret.
Korban seorang wanita muda berpinggul lebar dengan tinggi 167
senti, menurut meteran Starling, bagian-bagian tubuh tempat kulitnya diambil
tampak kelabu terkena air, namun airnya dingin dan terlihat jelas bahwa korban
baru beberapa hari terendam. Jenazah itu dikuliti secara rapi dari bawah
payudara sampai ke lutut.
Payudaranya kecil dan di antara keduanya, tepat diatas tulang dada, terlihat
penyebab kematiannya, yaitu luka selebar telapak tangan berbentuk bintang.
Kepalanya yang bundar dikuliti dari atas alis dan telinga , sampai ke tengkuk.
"Dr. Lecter sudah meramalkan ini akan terjadi " ujar Starling.
Crawford berdiri sambil menyilangkan tangan mentara Starling memotret. "Ambil
foto telinganya," ujarnya singkat.
Ia mengerutkan bibir ketika berjalan mengelilingj jenazah.
Starling melepaskan sarung tangan untuk memeriksa kaki korban.
Sepotong tali pancingan dan kail bermata tiga yang melilit dan menahan korban di
sungai masih tersangkut pada betis. "Apa yang kaulihat, Starling?"
"Hmm, dia bukan orang sini - di masing-masing telinganya ada tiga lubang tindik,
dan dia memakai cat kuku berkilau. Sepertinya orang kota. Bulu di kakinya
berumur sekitar dua minggu dan tumbuhnya lembut sekali. Kukira dia biasa
menghilangkan bulu kaki dengan lilin. Bulu ketiaknya juga. Dia juga memutihkan
bulu halus pada bibir atasnya. Dia cukup rajin merawat diri, tapi sudah beberapa
waktu tidak dapat melakukannya."
"Bagaimana dengan luka di dada?"
"Entahlah," ujar Starling. "Sepintas lalu kelihatan seperti luka tempat peluru
keluar, hanya saja ada luka lecet dan bekas moncong pistol di bagian atas."
"Bagus, Starling. Luka ini disebabkan peluru yang menembus di atas tulang dada.
Gas yang tersembul pada waktu letusan mengembang di antara kulit dan tulang, dan
menghasilkan bentuk bintang di sekeliling luka."
Dari balik dinding terdengar suara organ yang menandakan upacara pemakaman di
depan telah dimulai tengkuk . 'Kematian akibat kekerasan," Dr. Akin berkomentar
sambil mengangguk-angguk. "Saya harus ke depan untuk mengikuti upacara, paling
tidak sebagian. Keluarga almarhum selalu mengharapkan kehadiran saya. Lamar akan membantu Anda
di sini setelah selesai memainkan organ. Saya percaya Anda akan mengamankan
semua petunjuk untuk ahli patologi di Claxton, Mr. Crawford."
"Dua kuku di tangan kirinya patah," Starling melanjutkan setelah Dr. Akin pergi.
"Kuku itu patah di dekat pangkal, dan di bawah beberapa kuku lain ada kotoran
seperti tanah. Bisa kita ambil sedikit untuk diperiksa?"
"Ambil contoh kotoran dan beberapa serpihan cat kuku," ujar Crawford. "Kita
beritahu mereka, sesudah ada hasilnya."
Lamar, asisten rumah mayat berbadan langsing dengan hidung merah karena wiski,
muncul ketika Starling sedang bekerja. "Anda pasti pernah jadi ahli merawat kuku
di salon kecantikan."
Mereka bersyukur tidak menemukan bekas kuku pada telapak tangan korban - suatu
tanda bahwa sama seperti para korban lain, ia pun telah tewas sebelum dikuliti.
"Bagaimana, Starling, kita balikkan dia untuk mengambil sidik jari?" tanya
Crawford," begitu lebih mudah."
"Kalau begitu, kita mulai dengan gigi, setelah itu antar bisa membantu kita
membalikkannya." "Foto saja, atau bagan?" Starling memasang perlengkapan tambahan pada kamera
sidik jari. "Foto saja," jawab Crawford.
"Bagan justru membingungkan kalau tidak disertai foto sinar-X.
Foto foto itu sudah memadai untuk memperpendek daftar wanita hilang yang masuk
hitungan." Lamar membuka mulut korban sesuai pengarah Starling dan menarik bibir wanita
muda itu sementara. Starling menyisipkan kamera polaroid untuk memotret gigi depan. Bagian itu
mudah, tapi Starling juga harus memotret gigi geraham dengan bantuan cermin
sambil memperhatikan cahaya dari balik pipi untuk memastikan lampu kilat di sekeliling lensa memang menerangi
bagian dalam mulut. Sejauh ini, prosedur tersebut hanya ia saksikan dalam peragaan oleh instruktur
forensik. Starling memperhatikan gambar geraham muncul pada foto polaroid pertama.
Kemudian ia mengatur pencahayaan dan mencobanya sekali lagi. Kali ini hasilnya
lebih baik. Sangat baik, malah.
"Ada sesuatu di tenggorokannya," ujar Starling.
Crawford mengamati foto itu. Ia melihat benda gelap menyerupai selongsong, tepat
di belakang langit-langit lunak. "Coba ambilkan senter."
"Pada mayat terapung sering kali ada daun atau benda lainnya di dalam mulut,"
Lamar berkomentar. Starling mengambil tang dari tas perlengkapan. Ia menatap
Crawford, yang lalu mengangguk singkat.
Dalam sekejap Starling sudah berhasil mengeluarkan benda tersebut.
"Apa itu, semacam buah?" tanya Crawford.
"Bukan, Sir, ini kepompong," jawab Lamar, benar.
Starling menyimpannya dalam stoples.
"Ada baiknya kepompong ini Anda perlihatkan kepada Chief Deputy," ujar Lamar.
Starling tidak mengalami kesulitan dalam mengambil sidik jari.
Semula ia telah bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, namun ternyata ia
tidak perlu menggunakan berbagai teknik khusus yang rumit dan merepotkan. Sidik
jari korban diambilnya dengan kartu dpis yang dipegang oleh alat berbentuk tapal
kuda. Ia juga mengambil sidik telapak kaki, sebab ada kemungkinan satu-satunya
referensi mereka hanya sidik telapak kaki bayi dari sebuah rumah sakit. Pada
kedua bahu korban terdapat dua luka berbentuk segitiga, di tempat kulitnya
diambil. Starling segera memotret.
"Ukur sekalian," kata Crawford. "Gadis dari Akron juga terluka ketika Bill
mencopot bajunya. Sebenarnya hanya luka gores, tapi bentuknya cocok dengan
irisan di blusnya yang ditemukan di tepi jalan. Tapi ini sesuatu yang baru. Aku
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belum pernah melihatnya."
"Sepertinya ada luka bakar di bagian belakang betisnya," ujar Starling.
"Orang-orang tua sering mengalaminya," Lamar menimpali.
"Apa?" tanya Crawford.
"SAYA BILANG ORANG-ORANG TUA SERING MENGALAMINYA."
"Saya tidak tuli, saya minta penjelasan. Ada apa dengan orang-orang tua?"
"Kadang-kadang ada orang tua yang meninggal ketika sedang memakai bantal
pemanas, dan setelah "tereka mati, bantal itu menimbulkan luka bakar, padahal
tidak seberapa panas. Soalnya tak ada sirkulasi di bawah bantal."
"Kita minta ahli patologi di Claxton memeriksanya untuk melihat apakah ini luka
postmortem - setelah kematian," Crawford berkata kepada Starling.
"Kemungkinan besar gara-gara knalpot mobil," Lamar menambahkan.
"Apa?" "KNALPOT MOBIL - knalpot mobil. Seperti waktu Billy Petrie mati tertembak dan dia
ditaruh di bagasi mobilnya. Istrinya mencari dia selama dua atau tiga hari,
berputar-putar naik mobil itu. Waktu Billy akhirnya dibawa ke sini, knalpot
mobilnya yang panas sudah menimbulkan luka bakar persis seperti ini, tapi di
pinggang," Lamar menerangkan. "Saya sendiri tak pernah menaruh belanjaan di
bagasi, takut es krimnya meleleh."
"Pemikiran bagus, Lamar. Sayang kau tidak bekerja untuk saya,"
sahut Crawford. "Kau tahu siapa yang menemukan korban di sungai?"
"Jabbo Franklin dan saudaranya, Bubba."
"Apa pekerjaan mereka?"
"Berkelahi di the Moose, mengganggu orang-orang yang tidak punya urusan dengan
mereka - seseorang datang ke the Moose untuk cari minum setelah seharian berada
di tengah orang berduka, dan langsung 'Duduk di situ, Lamar, dan mainkan
Filipino Baby. Orang dipaksa memainkan Filipino Baby berulang-ulang di piano tua
yang lengket. Itu kesukaan Jabbo. 'Bikin saja lirik baru kalau kau tidak hafal.
Ia bilang, 'dan awas kalau kata-katanya tidak bersajak. Dia veteran perang.
Sudah lima belas tahun saya menunggu dia dibaringkan di meja ini."
"Kita perlu tes serotonin untuk luka bekas mata kail," ujar Crawford. "Saya akan
memberitahu ahli patologi di Claxton."
"Kail-kail ini terlalu rapat," Lamar berkomentar. "Bagaimana?"
"Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan dengan kail-kail terlalu dekat satu
sama lain. Ini melanggar hukum. Mungkin ini sebabnya mereka baru melapor tadi
pagi." "Sheriff mengatakan mereka pemburu bebek."
"Mereka pasti bilang begitu," balas Lamar.
"Dua-duanya pembohong kelas dunia."
"Menurutmu, apa yang terjadi, Lamar?"
"Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan dengan kail-kail yang rapat, dan
mereka mengangkatnya untuk melihat apa sudah ada yang tertangkap."
"Kenapa kau berpendapat begitu?"
"Melihat kondisi korban, belum waktunya dia mengapung."
"Memang." "Berarti mereka takkan menemukannya kalau mereka tidak mengangkat tali
pancingan. Mereka pasti ketakutan dan akhirnya melapor polisi. Rasanya Dinas
Kehutanan juga perlu diberitahu soal ini."
"Ya, rasanya begitu," sahut Crawford.
"Mereka sering bawa telepon engkol di balik jok Ramcharger mereka. Itu juga bisa
dihukum denda atau kurungan di sini."
Crawford mengerutkan alis. "Untuk menelepon ikan," ujar Starling. "Ikan-ikan
akan tersengat arus listrik kalau kabelnya dimasukkan ke air dan engkolnya
diputar. Ikannya mengambang dan tinggal diangkat."
"Betul," kata Lamar. "Anda dari daerah sini?"
"Cara itu dipakai di banyak tempat," jawab Starling.
Starling sebenarnya ingin mengatakan sesuatu sebelum kantong jenazah ditutup
kembali, untuk menunjukkan komitmen. Namun akhirnya ia hanya menggelengkan
kepala dan sibuk memasukkan semua sampel ke dalam tas.
Keadaannya langsung berubah setelah jenazah korban tak lagi di depan mata. Baru
sekarang Starling menyadari benar apa yang baru saja dikerjakannya. Ia
melepaskan sarung tangan dan membuka kran di tempat cuci tangan. Sambil
membelakangi ruangan, ia membiarkan airnya membasahi pergelangan tangan. Air
yang keluar dari kran tidak seberapa dingin. Lamar, yang memperhatikannya sejak
tadi, keluar ke koridor. Ia kembali dengan membawa sekaleng Coke dari mesin
otomat di luar. Kaleng yang belum dibuka dan terselubung bunga es itu
disodorkannya pada Starling. "Tidak, terima kasih," ujar Starling.
"Nanti saja." "Bukan, ini untuk ditaruh di tengkuk," balas Lamar, "di bawah tonjolan di
belakang kepala. Anda akan merasa lebih enak. Saya selalu begitu."
Ketika Starling selesai menempelkan memo untuk ahli patologi pada ritsleting
kantong jenazah, transmiter sidik jari Crawford sudah berdetik-detik di meja
tulis. Mereka beruntung korban ini ditemukan tak lama setelah kematiannya. Crawford
bertekad mengidentifikasi korban selekas mungkin, lalu mulai mencari saksi di
sekitar tempat tinggalnya.
Metode tersebut memang merepotkan bagi semua pihak yang terlibat, namun sangat
cepat. Crawford membawa transmiter sidik jari Litton policefax. Berbeda dengan
mesin faksimile FBI, policefax ini kompatibel dengan sebagian besar sistem yang
digunakan dinas kepolisian di kota-kota besar. Kartu sidik jari yang dibuat
Starling belum kering benar. "Kau saja yang masukkan kartunya, Starling.
Tanganmu lebih terampil."
Jangan sampai tercoreng, itu maksud sesungguhnya. Bukan pekerjaan mudah memasang
kartu komposit tersebut pada rol kecil, sementara enam operator di berbagai
penjuru telah menunggu, tapi Starling bisa melakukannya dengan baik.
Crawford sudah menghubungi operator telepon di markas FBI dan Washington.
"Dorothy, sudah siap semua" Oke, sekarang gambarnya kita perkecil sampai satu
banding dua puluh supaya tetap tajam - perhatikan, satu banding dua puluh.
Bagaimana Atlanta" Oke, tolong saluran gambar... sekarang." Kemudian rol mesin
faks di meja mulai berputar pelan dan serentak mengirimkan sidik jari korban ke
operator FBI dan markas-markas polisi di kota-kota utama di daerah Timur. Jika
Chicago, Detroit, Atlanta, atau kota-kota lain menemukan sidik jari yang cocok
dalam komputer mereka, pencarian saksi akan segera dimulai.
Setelah itu Crawford mengirim foto gigi dan wajah korban.
Kepala korban telah diselubungi handuk oleh Starling, untuk berjaga-jaga
seandainya foto tersebut jatuh ke tangan koran kuning. Tiga petugas dari West
Virginia State Police Criminal Investigation Section tiba dari Charleston ketika
mereka sudah mau pergi. Crawford sibuk bersalaman dan membagi-bagikan kartu nama
dengan nomor hot line National Crime Information Center. Starling terkagum-kagum
betapa cepat Crawford berhasil menjalin keakraban sebagai sesama pria.
Ketiga orang pasti akan menelepon jika mereka memperoleh sesuatu Sekian dan
terima kasih. Barangkali ini bukan soal kekompakan sesama pria, kata Starling
dalam hati; ia sendiri juga terpengaruh.
Lamar melambaikan tangan ketika Crawford dan Starling berangkat ke Sungai Elk
bersama deputi yang menjemput mereka tadi. Kaleng Coke di tangan Lamar masih
lumayan dingin. Ia masuk ke gudang dan menuangkan isi kaleng itu ke dalam gelas.
Bab Tiga Belas "ANTAR saya ke lab Jeff" Crawford berkata kepada pengemudi mobilnya. "Setelah
itu tunggu Officer Starling di Smithsonian. Dari sana dia langsung ke Quantico."
"Baik, Sir." Mereka sedang menyeberangi Sungai Potomac, berlawanan arah dengan arus lalu
lintas after-dinner, dalam perjalanan dari National Airport menuju pusat kota
Washington. Anak muda di belakang kemudi tampak penuh hormat kepada Crawford dan menyetir
dengan amat hati-hati. Starling tidak menyalahkannya; semua orang di Academy
tahu bahwa orang terakhir yang membuat kekacauan di bawah komando Crawford kini
ditugasi menyelidiki rangkaian kasus pencurian pada instalasi-instalasi DEW di
sepanjang Lingkar Kutub Utara.
Crawford sendiri tampak muram. Sembilan jam telah berlalu sejak ia mengirimkan
sidik jari dan foto korban, tapi korban belum juga berhasil diidentifikasi.
Bersama para polisi West Virginia, ia dan Starling telah memeriksa jembatan dan
tepi sungai sampai gelap, namun tanpa hasil.
Starling sempat mendengarnya menelepon dari pesawat untuk meminta juru rawat
bertugas malam di rumah. Sedan FBI tanpa tanda pengenal yang mereka tumpangi terasa tenang sekali
dibandingkan Blue Canoe, dan mereka tak lagi perlu berteriak-teriak.
"Aku akan menyiapkan hotline dan Latent Descriptor Index setelah membawa sidik
jarinya ke ID" ujar Crawford. "Siapkan sisipan untuk berkas kasus Sisipan, bukan
302 - kau tahu caranya?"
"Aku tahu." "Misalkan aku jadi Index, coba ceritakan apa yang baru."
Starling butuh beberapa detik untuk mengumpulkan informasi tersebut - ia bersyukur
Crawford tampak tertarik pada perancah-perancah di Jefferson Memorial yang
sedang mereka lewati. Latent Descriptor Index pada komputer Identification Section berfungsi
membandingkan ciri-ciri kejahatan yang tengah diusut dengan kebiasaan-kebiasaan
para penjahat yang tercantum dalam arsip. Jika terdapat kemiripan mencolok,
program tersebut akan menyusun daftar tersangka lengkap dengan sidik jari.
Operator komputer lalu membandingkan sidik jari dari arsip dengan sidik jari
yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Sampai sekarang FBI belum mendapatkan
sidik jari Buffalo Bill, tapi Crawford ingin berjaga-jaga.
Sistem itu membutuhkan informasi singkat dan jelas. Starling berusaha menyusun
keterangan yang memenuhi syarat.
"Wanita kulit putih, usia sekitar dua puluh, tewas tertembak, tubuh bagian bawah
dan paha dikuliti-"Starling, Index sudah tahu dia membunuh wanita muda berkulit
putih dan menguliti tubuh mereka.
Juga bahwa mayat korban dibuang ke sungai. Yang dibutuhkan adalah informasi
baru. Apa yang baru di sini, Starling?"
"Ini korban keenam, yang pertama dengan kepala dikuliti, yang pertama dengan
kulit terkelupas berbentuk segi tiga pada bagian belakang pundak, yang pertama
ditembak di dada, yang pertama dengan kepompong tersangkut di tenggorokan."
"Kau lupa kuku tangan yang patah."
"Tidak, Sir, dia korban kedua dengan kuku patah."
"Kau benar. Begini, dalam sisipanmu untuk berkas kasus, cantumkan bahwa
kepompong itu informasi rahasia. Kita akan menggunakannya untuk menangkal
pengakuan palsu." "Mungkinkah dia sudah pernah melakukannya sebelum ini - menaruh kepompong atau
serangga?" ujar Starling.
"Detail kecil seperti ini mudah terlewat dalam autopsi, terutama pada mayat
terapung. Maksudku, penyebab kematian sudah terlihat jelas, ruangannya panas,
petugas visum ingin secepatnya merampungkan pekerjaan... bisa kita cek itu?"
"Kalau perlu. Tapi para petugas visum tentu akan menyangkal bahwa ada yang luput
dari perhatian mereka. Mayat tak dikenal dari Kentucky masih di-titipkan dalam
lemari pendingin di sana. Aku akan minta dia diperiksa lagi, tapi keempat korban
lainnya sudah dikubur. Penggalian mayat selalu menimbulkan enebohan. Dulu langkah itu terpaksa diambil
terhadap pasien yang meninggal dalam perawatan Dr. Lecter, sekadar untuk
memastikan penyebab kematian mereka.
Asal tahu saja, ini sangat merepotkan dan pasti akan mengundang protes keras
dari sanak saudara korban.Aku akan melakukannya lagi kalau tak ada pilihan tapi
sebelumnya kita lihat dulu apa yang bisa kau peroleh di Smithsonian."
"Mengambil kulit kepala... itu agak janggal bukan?"
"Ya, itu memang tidak lazim," jawab Crawford. "Tapi Dr. Lecter sudah meramalkan
bahwa Buffalo Bill akan melakukannya. Dari mana dia tahu?"
"Sebenarnya dia tidak tahu."
"Tapi dia bilang begitu."
"Ini bukan sesuatu yang mengejutkan, Starling. Aku tidak kaget waktu
mendengarnya. Seharusnya tadi aku berkata bahwa mengambil kulit kepala jarang
dilakukan sebelum kasus Mengel, masih ingat"
Orang yang menguliti kepala para wanita yang menjadi korbannya.
Setelah itu ada dua atau tiga orang yang ikut-ikutan. Pihak pers, waktu mereka
bermain-main dengan julukan Buffalo Bill, menegaskan lebih dari satu kali bahwa
pembunuh ini tidak menguliti kepala korbannya. Itulah sebabnya aku tidak kaget -
Buffalo Bill tentu mengikuti pemberitaan mengenai dirinya. Lecter sekadar
menebak. Dia tidak menjelaskan kapan itu akan terjadi, sehingga dia tidak mungkin salah.
Seandainya kita berhasil menangkap si pembunuh dan ternyata tak ada korban yang
kepalanya dikuliti. Lecter bisa berdalih bahwa kita menangkap Bill sebelum dia
sempat melakukannya."
"Dr. Lecter juga menyinggung bahwa Buffalo Bill tinggal di rumah bertingkat. Aku
tak sempat membahasnya lebih lanjut. Kenapa dia bilang begitu?"
"Kalau yang ini bukan tebakan. Kemungkinan besar dia benar, dan sebetulnya dia
juga bisa menyebutkan alasannya, tapi dia ingin bermain-main denganmu. Ini satu-
satunya kelemahannya - dia harus kelihatan pandai, lebih pandai dari orang lain.
Sudah bertahun-tahun dia melakukannya."
"Anda pernah bilang aku harus bertanya kalau ada yang tidak aku mengerti - nah,
aku perlu penjelasan mengenai ini."
"Oke, dua korban mati digantung, bukan" Luka lecet bekas tali di sekeliling
leher, pergeseran tulang tengkuk, semuanya menunjukkan korban digantung. Dr.
Lecter tahu dari pengalaman bahwa menggantung orang secara paksa bukan pekerjaan
mudah. Orang sering gantung diri pada tombol pintu. Mereka gantung diri sambil duduk,
itu mudah. Menggantung orang lain jauh lebih sulit - biarpun diikat, mereka pasti
akan berdiri kalau ada tempat berpijak.
Tangga lipat membuat mereka curiga. Korban takkan mau memanjatnya dengan mata
tertutup, apalagi kalau bisa melihat jeratnya. Cara yang tepat adalah diajak ke
lantai atas. Orang takkan curiga kalau disuruh naik tangga. Katakan saja mereka
mau dibawa ke kamar mandi, misalnya, lalu giring mereka ke atas dengan mata
tertutup. Setelah sampai di atas, tinggal pasang jerat, kemudian tendang mereka
dari puncak tangga dengan tali terikat ke pagar bordes. Itu satu-satunya cara
ampuh di dalam rumah. Seseorang di California mempopulerkan cara ini. Seandainya
tidak ada tangga di rumah Bill, dia pasti akan menggunakan cara lain untuk
menghabisi korbannya. Sekarang tolong berikan nama deputi senior di Potter dan
petugas polisi yang pegang komando itu."
Starling membolak-balik halaman buku notesnya sambil menggigit senter kecil,
lalu menyebutkan nama-nama yang diminta.
"Oke," ujar Crawford. "Setiap kali kau pasang telepon, Starling, selalu sebutkan
nama petugas yang terlibat. Kalau mendengar nama sendiri, mereka jadi lebih
mudah diajak bekerja sama. Dengan cara itu, mereka takkan lupa menghubungi kita
kalau ada informasi baru.
Bagaimana kesimpulanmu tentang luka bakar itu?"
"Tergantung apakah lukanya postmortem atau tidak."
"Kalau ya?" "Berarti si pembunuh punya mobil boks atau van atau station wagon, pokoknya
kendaraan yang pancang"
"Kenapa?" "Karena lukanya melintang di bagian belakang betis korban."
Mereka berada di persimpangan Tenth dan Pennsylvania, di depan markas besar FBI
yang baru. Gedung itu sebenarnya diberi nama J. Edgar Hoover Building, namun nama tersebut
nyaris tak pernah digunakan dalam percakapan.
"Jeff, saya turun di sini saja," kata Crawford. "Tak perlu masuk ke basement.
Dan kau tak perlu turun, Jeff, tapi tolong bukakan bagasi. Ayo, Starling, coba
tunjukkan." Starling menunggu sementara Crawford mengeluarkan datafax dan tas kerja dari
bagasi. "Bill mengangkut korban dengan kendaraan cukup panjang untuk membaringkan
jenazahnya dalam posisi telentang dengan kaki lurus," kata Starling. "Hanya
dalam posisi itu bagian belakang betis bisa menempel di lantai, di atas pipa
knalpot. Dalam bagasi sedan seperti ini, jenazah terpaksa dibaringkan miring
dengan kaki tertekuk dan... "
"Yeah, kupikir juga begitu," Crawford memotong.
Starling mendadak sadar Crawford mengajaknya turun agar dapat bicara empat mata.
"Kau kesal, bukan, waktu aku memberitahu si deputi bahwa dia dan aku sebaiknya
jangan bicara di hadapan wanita?"
"Tentu saja." "Itu hanya siasat. Aku perlu bicara berdua saja dengannya."
"Aku tahu." "Oke." Crawford menutup bagasi dan membalikkan badan.
Starling belum puas. "Ini bukan persoalan sepele, Mr. Crawford."
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Crawford kembali berpaling, sambil membawa mesin fax dan tas kerja.
Ia menatap Starling. "Petugas-petugas itu tahu siapa Anda," Starling
menjelaskan. "Anda merupakan tokoh panutan bagi mereka." Tanpa berkedip ia membalas tatapan
Crawford. Ia telah mengeluarkan uneg-unegnya, dan apa yang dikatakannya memang
benar. "Komentarmu akan kuperhatikan, Starling. Sekarang lanjutkan penyelidikan."
Starling memperhatikannya menjauh - pria setengah baya dengan pakaian lusuh karena
lama duduk di pesawat dan ujung lengan baju kotor terkena lumpur sungai; pria
yang pulang sambil membawa tas-tas, siap menghadapi hal-hal yang menantinya di
rumah. Saat itulah Starling sadar ia bersedia melakukan apa saja demi orang itu, bahkan
membunuh sekali. Itulah salah satu kelebihan Crawford yang paling menonjol.
Bab Empat Belas The Smithsonian's National Museum of Natural History telah tutup beberapa jam
lalu, tapi sebelumnya Crawford sudah menelepon dan kini seorang penjaga menunggu
kedatangan Clarice Starling di pintu masuk di Constitution Avenue.
Lampu-lampu di museum diredupkan dan udaranya terasa pengap. Hanya patung kepala
suku Laut Selatan di dekat pintu masuk yang cukup tinggi, sehingga wajahnya
dapat diterangi cahaya lampu di langit-langit.
Orang yang mengantar Starling adalah pria kulit hitam berbadan besar yang
mengenakan seragam rapi Penjaga Smithsonian. Starling menyadari kemiripannya
dengan kepala patung tadi ketika orang itu mendongak dan mengamati lampu lift.
Tingkat dua terletak di atas gajah besar yang diawetkan, sebuah ruangan luas
yang tertutup untuk umum, ditempati bersama oleh departemen Antropologi &
Entomologi. Para ahli antropologi menyebutnya lantai empat. Para ahli entomologi
bersikeras lantai ltu lantai tiga. Beberapa ilmuwan dari departemen Arsitektur
mengaku bisa membuktikan lantai tersebut sesungguhnya lantai enam.
Mengingat bangunan tua itu telah berulang kali mengalami penambahan dan
pembagian ruangan, masing-masing pendapat ada benarnya.
Starling mengikuti penjaga yang mengantarnya menyusuri koridor-koridor yang
diapit tumpukan peti berisi spesimen antropologi di kedua sisi. Satu-satunya
cara mengetahui isi peti-peti tersebut adalah dengan membaca label yang
menempel. "Ribuan orang ada di dalam kotak-kotak ini," si penjaga berkata.
"Kami punya empat puluh ribu spesimen."
Dengan senternya ia menyoroti nomor yang menempel pada setiap pintu kantor yang
mereka lewati. Gendongan bayi dan tengkorak upacara suku Dayak digantikan oleh
Kutu, dan mereka meninggalkan bagian Manusia, memasuki dunia Serangga yang lebih
tua dan lebih teratur. Kini koridor diapit kotak-kotak logam berukuran besar
yang dicat hijau pucat. "Tiga puluh juta serangga - belum termasuk labah-labah. Jangan campur adukkan
labah-labah dengan serangga," si penjaga mewanti-wanti.
"Para ahli labah-labah bisa marah besar. Tuh, ruangan yang lampunya masih
menyala. Jangan pulang sendiri kalau sudah selesai nanti. Kalau Anda tidak
diantar keluar, hubungi saya di nomor ini. Ini nomor extension untuk pos jaga.
Saya akan menjemput Anda." Ia menyodorkan kartu nama, lalu meninggalkannya.
Starling berada di tengah-tengah departemen Entomologi, di ruang bundar jauh di
atas gajah besar tadi. Ada satu ruang kerja dengan lampu menyala dan pintu
terbuka. "Ayo, Pilch!" Suara laki-laki, melengking karena terlampau bersemangat.
"Ayo, cepat!" Starling berhenti di ambang pintu. Dua pria sedang bermain catur
di sebuah meja lab. Keduanya berusia sekitar tiga puluh, satunya langsing dan
berambut hitam, yang lainnya gemuk pendek dengan rambut merah menyerupai kawat
halus. Segenap perhatian mereka tertuju pada papan catur. Kedua-duanya tidak
menyadari kedatangan Starling.
Mereka pun seakan-akan tidak memedulikan kumbang badak raksasa yang pelan-pelan
melintasi papan sambil menyusup di antara buah catur. Kemudian kumbang itu
sampai di tepi papan. "Giliranmu, Roden," si langsing berkata seketika.
Rekannya yang gemuk pendek menjalankan gajah dan langsung memutar si kumbang
yang kemudian mulai menuju tepi seberang.
"Apakah giliran juga berganti kalau kumbangnya sekadar melintas di pojok?" tanya
Starling. "Tentu saja," si gemuk pendek menyahut keras-keras, tanpa menoleh.
"Dengan sendirinya. Bagaimana cara Anda bermain" Anda menunggu dia melintasi
seluruh papan" Memangnya siapa lawan Anda" Kung-kang?"
"Saya membawa spesimen yang diceritakan Agen Khusus Crawford."
"Aneh, kami tidak mendengar sirene Anda," ujar Si gemuk pendek.
"Sepanjang malam kami menunggu sini untuk mengidentifikasi kumbang untuk FBI.
Kumbang, itu pekerjaan kami. Kami tak tahu-menahu soal spesimen Agen Khusus
Crawford. Seharusnya spesimennya diperiksa oleh dokter pribadinya. Giliranmu,
Pilch" "Kapan-kapan saya mau mendengarkan seluruh lawakan Anda,"
kata Starling, "tapi masalah ini mendesak, jadi mari kita kerjakan sekarang juga
, Giliranmu, Pilch."
Si rambut hitam menoleh dan melihat Sterling bersandar ke kusen pintu sambil
membawa tas kerja Kumbang tadi ditaruhnya di kotak kayu dan ditutupi daun
selada. Ia bangkit dari kursi, dan ternyata ia berbadan jangkung.
"Saya Noble Pilcher," ia memperkenalkan diri. "Itu Albert Roden.
Anda bawa serangga yang perlu diidentifikasi" Kami dengan senang hati akan
membantu Anda." Wajah Pilcher yang panjang berkesan ramah, tapi matanya yang
hitam agak menyeramkan dan sedikit terlalu rapat. Ia tidak mengulurkan tangan
untuk bersalaman. "Anda...?" "Clarice Starling."
"Coba lihat apa yang Anda bawa."
Pilcher mengamati isi stoples kecil yang diserahkan Starling.
Roden menghampirinya. "Di mana Anda menemukannya" Anda menembaknya dengan
pistol" Anda melihat mamanya?"
Starling tergoda untuk menghantam rahang Roden dengan sikunya.
"Ssst," desis Pilcher. "Tolong ceritakan di mana Anda menemukannya. Barangkali
menempel pada sesuatu - ranting atau daun, misalnya - atau di dalam tanah?"
"Hmm," Starling bergumam. "Rupanya Anda belum mendapat penjelasan."
"Kami diminta bekerja lembur oleh pimpinan untuk mengidentifikasi kumbang untuk
FBI," sahut Pilcher.
"Disuruh" Roden menimpali. "Kami disuruh lembur."
"Kami sering membantu Bea Cukai dan Departemen pertanian,"
Pilcher menambahkan. "Tapi bukan di tengah malam buta," ujar Roden.
"Saya perlu memberitahukan beberapa hal yang berkaitan dengan suatu kasus
kejahatan," kata Starling. "Saya berwenang menyampaikan informasi tersebut, asal
Anda merahasiakannya sampai kasus ini selesai diusut. Ini sangat penting. Nyawa
orang lain taruhannya, dan ini bukan sekadar omong kosong. Dr. Roden, dapatkah
Anda menjamin akan menjaga rahasia ini?"
"Saya bukan dokter. Apakah ada yang perlu saya tanda tangani?"
"Tidak, kalau janji Anda bisa dipegang. Saya hanya minta tanda terima untuk
spesimen ini, seandainya Anda perlu menahannya di sini, itu saja."
"Tentu saja saya akan membantu. Saya bukan orang yang tidak pedulian."
"Dr. Pilcher?" "Benar," sahut Pilcher, "dia bukan orang yang tidak pedulian."
"Maksudnya, soal informasi rahasia itu?"
"Mulut saya terkunci rapat."
"Pilch juga belum meraih gelar dokter," ujar Roden. Tingkat pendidikan kami
setara. Tapi perhatikan, dia Membiarkan Anda menyapanya dengan gelar itu." Roden
menempelkan ujung jari telunjuk ke dagunya, seakan-akan hendak menegaskan roman
mukanya yang bijak. "Berikan semua detail yang Anda ketahui Sesuatu yang tidak relevan bagi Anda
mungkin justru petunjuk berharga bagi seorang ahli."
"Serangga ini ditemukan tersangkut di tenggorokan korban pembunuhan. Saya tidak
tahu bagaimana bisa masuk ke situ.
Mayatnya ditemukan di Sungai Elk di West Virginia dan diperkirakan tewas
beberapa hari sebelumnya."
"Ini perbuatan Buffalo Bill, saya mendengarnya di radio," kata Roden.
"Serangga ini tidak disinggung di radio, bukan?" Starling bertanya.
"Tidak, tapi penyiarnya menyebutkan Sungai Elk - Anda langsung dari sana, itu
sebabnya Anda datang malam-malam?"
"Ya," sahut Starling.
"Anda tentu lelah. Mau minum kopi?" Roden menawarkan.
"Tidak, terima kasih."
"Air putih?" "Tidak." "Coke?" "Juga tidak. Kami ingin tahu di mana korban disekap dan di mana dia dibunuh.
Kami berharap serangga ini mempunyai habitat khas, atau hidup hanya di wilayah
tertentu, atau tidur di satu jenis pohon saja - kami ingin tahu dari mana serangga
ini berasal. Saya minta Anda merahasiakan ini, sebab jika serangga ini memang
sengaja diselipkan, yang mengetahuinya hanya si pelaku, dan kami dapat
memanfaatkan ini untuk menangkal pengakuan palsu dan menghemat waktu. Dia sudah
enam kali membunuh, paling tidak.
Kami mulai kehabisan waktu."
"Jangan-jangan dia sedang menyekap wanita lain, sementara kita mengamati
serangga ini?" Roden bertanya kepada Starling.
Matanya terbelalak dan ia terbengong-bengong. Starling bisa melihat ke dalam
mulutnya, dan segera mengalihkan pandang.
"Entahlah." Nada suaranya sedikit terlalu melengking.
"Entahlah," ia berkata sekali lagi, kali ini lebih tenang.
"Dia akan mengulangi perbuatannya begitu ada kesempatan."
"Jadi, kami harus bekerja secepat mungkin," Pilcher menanggapinya.
"Jangan kuatir, kami memang ahlinya. Anda datang ke orang-orang yang tepat.
"Dengan tang kecil ia mengeluarkan benda cokelat itu dari dalam stoples, lalu
meletakkannya pada selembar kertas putih di bawah lampu. Kemudian ia menarik
kaca pembesar yang terpasang pada lengan fleksibel.
Serangga itu panjang dan menyerupai mumi. Tubuhnya terselubung lapisan semi
tembus pandang yang secara garis besar mengikuti bentuk tubuhnya, bagaikan
sarkofagus - peti mayat dari batu. Anggota badannya menempel rapat pada tubuhnya,
sehingga mirip ukiran menonjol. Wajahnya yang mungil tampak bijaksana.
"Pertama-tama, ini bukan jenis serangga yang biasa mengganggu manusia di alam
terbuka, dan serangga ini juga tidak hidup di air," ujar Pilcher. "Saya tidak
tahu seberapa dalam pengetahuan Anda mengenai serangga, atau seberapa banyak
yang ingin Anda dengar."
"Anggap saja saya tidak tahu apa-apa. Saya minta Anda menjelaskan semuanya."
"Oke, yang Anda temukan ini adalah pupa, serangga muda yang belum berkembang
sempurna, di dalam chrysalis - kepompong yang membungkusnya selam proses
metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan.
"Pupa berkulit keras, Pilch?" Roden mengerutkan hidung agar kacamatanya tidak
merosot. "Yeah, kelihatannya begitu. Coba ambilkan buku Chu tentang serangga
muda. Oke, ini tahap pupa dari serangga berukuran besar. Hampir semua serangga
golongan tinggi mengalami tahap pupa. Banyak yang melewatkan musim dingin dengan
cara ini." "Baca atau kaca, Pilch?" tanya Roden.
"Kaca." Pilcher membawa spesimen itu ke sebuah mikroskop, lalu mengintip melalui
lensa pembesar, la mengamati serangga tersebut sambil menggenggam batang logam
dengan ujung berbentuk kaitan, seperti yang biasa digunakan dokter gigi.
"Oke, kita mulai saja: tidak terlihat organ respirasi di daerah pertemuan kepala
dan badan, pada mesothorax ada lubang pernapasan dan sejumlah lempeng perut."
"Hmm," Roden bergumam sambil membalik-balik halaman sebuah manual kecil. "Rahang
jepit fungsional?" "Tidak." "Galeae of maxillae pada ventro mesori"
"Yap, yap." "Di mana letak sungutnya?"
"Berdekatan dengan mesal margin sayapnya. Dua pasang sayap, pasangan sebelah
dalam sepenuhnya tertutup. Hanya tiga lempeng perut paling belakang yang
terbuka. Pengait kecil dan runcing di bagian perut - sepertinya Lepidoptera."
"Di sini juga ditulis begitu," ujar Roden.
"Famili yang meliputi kupu-kupu dan ngengat. Banyak sekali kemungkinan," Pilcher
berkomentar. "Kita bakal menemui kesulitan kalau sayapnya jaket. Aku ambil buku referensi
dulu," kata Roden. "Rasanya aku tak mungkin mencegah kalian membicarakanku
selama aku pergi." "Kelihatannya begitu," sahut Pilcher. "Roden sebenarnya cukup menyenangkan,"
ia memberitahu Starling begitu rekannya meninggalkan ruangan. "Saya percaya."
"O ya?" Pilcher tersenyum sendiri. "Kami kuliah bersama-sama.
Setiap tawaran beasiswa yang ada langsung kami sambar. Roden dapat beasiswa yang
mengharuskannya duduk di tambang batubara sambil memantau peluruhan proton. Dia
terlalu lama duduk dalam gelap. Tapi dia cukup menyenangkan. Asal Anda tidak
menyinggung peluruhan proton."
"Saya akan berusaha."
Pilcher berpaling dari lampu yang terang. "Lepidoptera itu sebuah famili besar.
Kira-kira meliputi tiga puluh ribu jenis kupu-kupu dan seratus tiga puluh ribu
jenis ngengat. Serangga ini perlu dikeluarkan dari kepompong - tak ada cara lain
untuk memastikan jenisnya."
"Oke. Anda bisa mengeluarkannya dalam keadaan utuh?"
"Saya kira bisa. Lihat, yang ini sebenarnya sudah mau keluar sendiri, tapi
keburu mati. Kepompongnya Audah mulai retak di sini. Ini mungkin membutuhkan
waktu agak lama." Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatiga muda yang
belum berkembang sempurna, di dalam chrysalis - kepompong yang membungkusnya selam
proses metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan.
Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatihati ia menarik serangga di dalam
kepompong. Sayap sayap serangga tersebut saling menempel. Merentangkan sayap-
sayap itu tak ubahnya merentangkan jaringan kulit yang basah dan menggumpal.
Roden kembali dengan membawa sejumlah buku.
"Siap?" tanya Pilcher. "Oke, femur pada lempeng dada pertama tertutup."
"Tonjolan berbulu di kedua sisi mulut?"
"Tidak ada," jawab Pilcher. "Tolong matikan lampu, Officer Starling."
Starling menunggu di samping sakelar sampai Pilcher menyalakan senternya yang
kecil. Ilmuwan itu mundur dari meja dan menyorot spesimen yang sedang mereka
teliti. Mata serangga itu tampak berpendar dalam gelap, memantulkan berkas
cahaya senter. "Owlet," Roden menyimpulkan.
"Bisa jadi, tapi yang mana?" ujar Pilcher. "Lampunya tolong dinyalakan lagi. Ini
Noctuid, Officer Starling - ngengat malam. Ada berapa banyak Noctuid, Roden?"
"Dua ribu enam ratus... ehm... sampai saat ini dikenal sekitar dua ribu enam
ratus jenis." "Tapi tidak banyak yang sebesar ini. Oke, tunjukkan kehebatanmu."
Roden membungkuk dan mengintip lewat mikroskop.
"Kita masuk ke chaetaxy sekarang - kita teliti kulitnya untuk menentukan
spesiesnya," Pilcher menjelaskan. "Rodenlah yang terbaik dalam bidang ini."
Starling mendapat kesan ucapan itu merupakan pujian tulus.
Roden menanggapinya dengan mengajak Pilcher berdebat apakah larval warts
spesimen itu tersusun melingkar atau tidak.
Perdebatan mereka yang sengit lalu berlanjut ke pola pertumbuhan bulu pada
perut. "Erebus odora," Roden akhirnya berkata.
"Coba kita lihat," ujar Pilcher.
Mereka membawa spesimen itu ke lift, turun ke tingkat di atas gajah besar, lalu
masuk ke ruangan luas yang penuh kotak-kotak berwarna hijau pucat. Ruangan yang
semula berupa bangsal besar itu kini telah dibagi menjadi dua tingkat untuk
menampung koleksi serangga Smithsonian. Mereka ada di bagian Neo-Tropis
sekarang, dan beralih ke bagian Noctuid. Pilcher mengamati catatannya dan
berhenti di hadapan peti setinggi dada.
"Anda harus berhati-hati," katanya sambil melepaskan tutup logam yang berat dan
menaruhnya di lantai. "Kalau kaki Anda sampai tertimpa, Anda bakal pincang selama seminggu." Dengan
jari telunjuk ia menyusuri tumpukan laci, memilih salah satu, dan menariknya
keluar. Pada baki di dalam laci terdapat telur-telur mungil yang telah
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diawetkan, ulat di dalam tabung kaca berisi alkohol, kepompong yang telah
dikelupas dari spesimen yang mirip sekali dengan spesimen Starling, serta
serangga yang sudah dewasa - ngengat berwarna cokelat-hitam dengan rentang sayap
hampir lima belas senti, tubuh berbulu, dan sungut langsing.
"Erebus odora," Pilcher berkata sekali lagi. "Ngengat Black Witch."
Roden sudah membuka buku. '"Spesies tropis, yang kadang-kadang bisa mencapai
Kanada pada musim gugur,'" ia membaca.
"Larvanya makan daun akasia, catclaw, dan tumbuh-tumbuhan sejenis. Daerah
penyebaran meliputi Hindia. Barat, Amerika Serikat bagian selatan, dan dianggap
hama di Hawaii." Brengsek, Starling mengumpat dalam hati. "Serangga ini hidup di mana-mana."
"Tapi tidak terus-menerus." Pilcher menundukkan kepala. Ia menarik-narik dagu.
"Roden, ngengat ini bertelur dua kali setahun, bukan?"
"Tunggu sebentar... yeah, di ujung selatan Florida dan Texas bagian selatan."
"Kapan?" "Mei dan Agustus."
"Hmm," Pilcher bergumam. "Spesimen Anda sudah mencapai tahap perkembangan yang
lebih lanjut dibandingkan spesimen kami, dan masih segar. Dia sudah mulai
berusaha keluar dari kepompong. Di kawasan Hindia Barat atau Hawaii, saya takkan
heran, tapi di sini sedang musim dingin. Dia pasti akan menunggu tiga bulan lagi
sebelum keluar. Kecuali kalau dia kebetulan tumbuh di rumah kaca, atau sengaja
dikembangbiakkan." "Dikembangbiakkan bagaimana?"
"Dalam kandang, di tempat hangat, dengan beberapa daun akasia sebagai makanan,
sampai larvanya siap membuat kepompong.
Tidak terlalu sulit."
"Apakah ini hobi yang populer" Apakah banyak orang yang melakukannya, selain
untuk keperluan penelitian?"
"Tidak. Pada umumnya hanya para ahli entomologi yang ingin memperoleh spesimen
sempurna, mungkin beberapa kolektor. Lalu ada industri sutra, mereka juga
mengembangbiakkan ngengat, tapi bukan jenis ini."
"Para ahli entomologi tentu punya majalah khusus, mal profesi, atau orang-orang
yang menjual perlengkapan," ujar Starling.
"Tentu, dan sebagian besar terbitan dikirim kesini."
"Saya akan menyusun catatan untuk Anda," kata Roden.
"Beberapa orang di sini juga berlangganan laporan berkala, tapi disimpan dalam
lemari terkunci. Itu baru bisa saya dapatkan besok pagi."
"Saya akan mengirim orang untuk mengambil semuanya, terima kasih, Mr. Roden."
Pilcher membuat fotokopi referensi mengenai Erebus odora dan memberikannya
kepada Starling, berikut serangganya. "Saya akan mengantar Anda ke bawah,"
katanya. Mereka menunggu lift. "Hampir semua orang menyukai kupu-kupu, tapi membenci
ngengat," ujarnya. "Tapi ngengat lebih...
menarik, memancing rasa ingin tahu."
"Ngengat berperilaku merusak."
"Memang ada yang begitu, banyak malah, tapi mereka hidup dengan aneka macam
cara. Seperti kita." Hening sejenak. "Ada satu jenis ngengat, lebih dari satu
malah, yang hidup hanya dari air mata,"
Pilcher menjelaskan. "Hanya itu yang dimakan atau diminum."
"Air mata siapa?"
"Air mata mamalia darat besar, kurang-lebih sebesar manusia.
Dulu ngengat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang secara berangsur-angsur
dan tatipa suara makan, mengkonsumsi, atau merusak barang lain. Inikah kesibukan
Anda sepanjang waktu - Memburu Buffalo Bill?"
"Saya berusaha sekuat tenaga." Pilcher memoles giginya dengan lidah. "Anda tidak
keluar untuk makan cheeseburger dan bir?"
"Belakangan ini tidak."
"Maukah Anda menemani saya sekarang" Tempatnya tidak terlalu jauh."
"Tidak, tapi saya akan mentraktir Anda kalau urusan ini sudah selesai - Mr. Roden
tentu saja juga boleh ikut."
"Bertiga terlalu ramai," ujar Pilcher. Lalu, di pintu ia menyambung, "Mudah-
mudahan Anda bisa segera menyelesaikan kasus ini, Officer Starling." Starling
bergegas ke mobil yang sudah menunggunya.
Ardelia Mapp telah menaruh surat-surat untuk Starling di tempat tidurnya,
berikut permen Mounds yang tinggal setengah. Mapp sudah tidur.
Starling membawa mesin tiknya ke ruang cuci, menaruhnya di meja untuk melipat
pakaian, lalu memasukkan kertas berkarbon.
Laporan mengenai Erebus odora telah ia susun di luar kepala dalam perjalanan
pulang ke Quantico, dan kini ia mengetikkannya dengan cepat. Kemudian ia
menghabiskan sisa Mounds dan menulis memo kepada Crawford, berisi saran untuk
mengadakan cek silang antara daftar langganan terbitan entomologi dan berkas FBI
mengenai pelaku kejahatan serta arsip di kota-kota yang terdekat dengan lokasi-
lokasi penculikan, ditambah arsip narapidana dan pelaku kejahatan seks di Metro
Dade, San Antonio, dan Houston, daerah-daerah yang merupakan wilayah penyebaran
utama ngengat itu. Lalu ada satu hal lagi yang perlu ia kemukakan untuk kedua kali: Dr. Lecter
perlu ditanya kenapa ia berpendapat si pelaku akan mulai mengambil kulit kepala
korban-korbannya. Starling menyerahkan memo itu kepada penjaga yang berdinas
malam, kemudian menjatuhkan diri ke tempat tidur. Berbagai suara masih
terngiang-ngiang di telinganya, lebih pelan dibandingkan suara napas Mapp di
seberang ruangan. Di tengah kegelapan ia melihat wajah ngengat yang mungil dan
berkesan bijak. Matanya yang berpendar itu pernah menatap Buffalo Bill.
Dan hal terakhir yang terlintas dalam benaknya adalah: Di dunia yang aneh ini,
di belahan dunia yang kini gelap, aku harus memburu makhluk yang hidup dari air
mata. Bab Lima Belas Di Memphis Timur, Tennessee, Catherine Baker Martin sedang berkunjung ke
apartemen pacarnya. Malam telah larut, dan mereka menonton TV sambil bergantian
mengisap pipa berisi hasyis. Film yang tengah diputar semakin sering diselingi
iklan, dan selingan-selingan itu pun semakin panjang.
"Aku lapar, kau mau popcorn?" tanya Catherine. "Biar aku saja yang ambil. Mana
kuncimu?" "Kau di sini saja. Aku sekalian mau lihat apakah ibuku menelepon."
Ia bangkit dari sofa. Ia wanita muda yang jangkung, dengan tubuh sintal menjurus
gemuk dan rambut terawat rapi. Ia mengambil sepatunya di bawah meja dan keluar
dari apartemen. Udara malam bulan Februari tidak terlalu dingin. Kabut tipis
dari Sungai Mississippi menyelubungi pelataran parkir yang luas. Tepat di atas
ia melihat bulan yang pucat dan melengkung setipis tulang ikan. Kepalanya agak
pusing ketika mendongak. Ia mulai melintasi pelataran parkir, menuju
apartemennya sendiri yang berjarak sekitar seratus meter.
Sebuah mobil boks berwarna cokelat berhenti di dekat pintu apartemennya, di
antara sejumlah karavan dan trailer yang mengangkut perahu. Ia memperhatikannya
karena kendaraan tersebut menyerupai mobil pengantar bingkisan yang sering
membawakan hadiah dari ibunya. Sebuah lampu dinyalakan di tengah kabut ketika ia
melintas di samping mobil itu. Lampu itu lampu berdiri yang ditaruh di aspal di
belakang mobil. Di bawahnya ada kursi santai dengan jok tebal berwarna merah.
Kedua barang tersebut tampak seperti susunan perabot di etalase toko mebel.
Catherine Baker Martin berkedip beberapa kali dan terus berjalan. Kata surreal
muncul dalam benaknya, dan ia menyalahkan hasyis yang diisapnya tadi. Namun ia
baik-baik saja. Seseorang baru pindah. Selalu saja ada orang pindah di
Stonehinge Villas. Tirai di apartemennya bergoyang, dan ia melihat kucingnya
duduk di ambang jendela sambil membungkuk dan menempelkan badan ke kaca. Ia
mengeluarkan kunci, tapi sebelum membuka pintu, ia menoleh ke belakang. Seorang
pria turun dari pintu belakang mobil boks. Dalam cahaya lampu, tangannya tampak
dibalut gips dan disangga kain yang dikalungkan ke leher.
Catherine Martin Baker masuk ke apartemennya dan mengunci pintu, lalu mengintip
dari balik tirai. Pria di luar sedang berusaha menaikkan kursi tadi. Dipegangnya
kursi itu dengan tangannya yang sehat, lalu didorong dengan lututnya, namun
kemudian terbalik. Pria itu mengangkatnya lagi. Setelah membasahi ujung jarinya
dengan ludah, ia menggosok noda pada jok. Catherine keluar.
"Mari saya bantu." Nada suaranya ramah, tapi tidak berlebihan.
"Oh. Thanks." Suara pria itu aneh dan tegang. Bukan logat setempat.
Lampu di aspal menerangi wajahnya dari bawah sehingga menimbulkan distorsi, tapi
badannya kelihatan jelas. Pria itu mengenakan celana khaki dan kemeja dari bahan
kulit tipis, dibiarkan terbuka di dada. Dagu dan pipinya tak berbulu, selicin
dagu dan pipi wanita, sementara matanya tampak gelap.
Ia membalas tatapan Catherine, dan Catherine merasa kurang senang. Kaum pria
sering kali terkejut setelah menyadari ukuran tubuhnya yang besar; ada yang
sanggup menutup-nutupinya, ada pula yang hanya terbengong-bengong.
"Bagus," kata pria itu singkat. Catherine mencium bau tidak menyenangkan dari
tubuh pria itu, dan dengan jijik ia memperhatikan bahwa kemeja kulitnya masih
berbulu di sana-sini, pada pundak dan di ketiak.
Keduanya dengan mudah mengangkat kursi tadi ke mobil boks.
"Bisa bantu menggesernya ke depan sekalian?" Pria itu memanjat dan memindahkan
sejumlah barang, antara lain bejana pipih untuk menguras oli mesin, dan katrol
kecil yang diputar dengan tangan.
Kursi itu mereka dorong sampai ke belakang tempat duduk pengemudi. "Ukuran Anda
sekitar empat belas?" pria itu bertanya.
"Apa?" "Tolong tali itu, yang di dekat kaki Anda."
Ketika Catherine membungkuk, pria itu mengangkat tangannya yang terbalut gips,
lalu menghantam kepala Catherine dari belakang.
Catherine menyangka kepalanya terbentur, dan ia baru hendak mengusapnya ketika
pria itu memukul lagi, kali ini di belakang telinga, dan lagi, berulang-ulang,
namun tidak terlalu keras, sampai Catherine roboh dan tergeletak menyamping di
lantai. Pria itu mengamatinya sejenak, lalu melepaskan gips dan kain pengikat
lengan. Cepat-cepat ia memasukkan lampu dan menutup pintu belakang kendaraannya.
Kemudian ia menarik kerah blus Catherine dan menyorot label ukurannya dengan
senter. "Bagus," komentarnya.
Punggung blus dibelahnya dengan gunting, lalu dibuka. Tangan Catherine diborgol
di belakang. Setelah menggelar alas di lantai, pria itu membalikkannya.
Catherine tidak memakai bra. Pria itu menekan-nekan payudaranya yang besar,
memeriksa berat dan kekenyalannya.
"Bagus," ia kembali berkata.
Pada payudara kiri ada noda pink bekas isapan. Pria itu menjilat jari dan
menggosok-gosok noda itu seperti dilakukannya pada jok kursi tadi. Ia
mengangguk-angguk ketika melihat noda itu lenyap waktu ditekan. Kemudian ia
menelungkupkan Catherine dan memeriksa kepalanya. Hantaman gips tadi tidak
menimbulkan luka. Ia menempelkan dua jari pada sisi leher untuk memeriksa denyut nadi, yang
ternyata kuat dan berirama.
"Baguus," katanya. Perjalanan ke rumahnya yang bertingkat dua cukup jauh, dan ia
lebih suka bekerja di rumah.
Kucing Catherine Baker Martin masih menonton di jendela ketika mobil boks itu
berangkat. Pesawat telepon di belakang kucing itu berdering. Mesin penerima telepon di
kamar tidur menyala secara otomatis, lampunya yang merah kerkedip-kedip dalam
gelap. Penelepon itu ibu Catherine, senator yunior dari Tennesse.
Bab Enam Belas Pada tahun 1980-an, zaman Keemasan Terorisme, pihak berwajib memberlakukan
prosedur standar untuk menangani penculikan yang menimpa anggota Kongres:
Pukul 02.45 dini hari, agen khusus yang memimpin perwakilan FBI di Memphis
melaporkan ke markas besar di Washington bahwa putri tunggal Senator Ruth Martin
menghilang. Pukul 03.00 dini hari, dua van tanpa tanda khusus keluar dari garasi
bawah tanah perwakilan Washington, Buzzard's Point. Sam menuju Senate Office
Building, di mana teknisi sedang menyambungkan alat-alat pantau dan rekam pada
pesawat-pesawat telepon di ruang kerja Senator Martin dan memasang alat penyadap
Title 3 pada telepon-telepon umum yang berdekatan. Pihak Departemen Kehakiman
membangunkan anggota paling junior dari Senate Select Intelligence Committee
untuk menyampaikan pemberitahuan wajib mengenai penyadapan tersebut.
Kendaraan yang satu lagi, yang dilengkapi kaca satu arah dan perlengkapan
pengintaian, diparkir di Virginia Avenue untuk mengawasi bagian depan Water gate
West, kediaman Senator Martin di Washington Dua penumpang van masuk ke dalam
bangunan untuk menyambungkan alat-alat pantau pada telepon pribadi sang senator.
Pihak Bell Atlantic memperkirakan waktu yang diperlukan untuk melacak telepon
dari domestic digital switching system sekitar tujuh puluh detik.
Reactive Squad di Buzzard's Point disiagakan dua puluh empat jam sehari, guna
mengantisipasi pembayaran uang tebusan di wilayah Washington. Setiap komunikasi
dilakukan dengan menggunakan sandi rahasia, untuk mengamankan proses penukaran
sandera dari gangguan helikopter pers - tindakan tak bertanggung jawab semacam itu
memang jarang terjadi, tapi bukannya tidak mungkin.
Hostage Rescue Team pun siap bergerak setiap saat.
Semua orang berharap menghilangnya Catherine Baker Martin berkaitan dengan
penculikan profesional untuk minta uang tebusan; jika memang itu yang terjadi,
peluangnya untuk selamat cukup besar.
Tak seorang pun menyinggung kemungkinan terburuk.
Kemudian, beberapa saat sebelum tengah hari di Memphis, seorang petugas polisi
yang tengah menyelidiki laporan pencurian di Winchester
Avenue mencegat laki-laki tua yang sedang mengumpulkan kaleng bekas. Di dalam kereta dorong orang tua itu ia menemukan
blus wanita yang masih terkancing. Bagian belakangnya terbelah bagaikan baju
untuk pemakaman. Nama yang tercantum pada label binatu adalah Catherine Baker
Martin. Pukul 06.30 pagi, Jack Crawford sedang menuju ke selatan dari rumahnya di
Arlington ketika telepon di mobilnya berdering untuk kedua kali dalam dua menit.
"Sembilan dua dua empat puluh."
"Empat puluh stand by untuk Alpha 4." Crawford melihat tempat istirahat di
pinggir jalan raya, menepi, lalu berhenti untuk memusatkan perhatian pada
pesawat teleponnya. Alpha 4 adalah sandi untuk direktur FBI.
"Jack, sudah dengar soal Catherine Martin?"
"Baru saja ada telepon dari petugas piket malam."
"Kalau begitu, kau sudah tahu soal blusnya. Bagaimana perkembangannya?"
"Buzzard's Point sudah disiagakan," ujar Crawford.
"Semua pesawat telepon sudah dipasangi alat pantau dan rekam. Kita belum tahu
pasti apakah ini perbuatan Buffalo Bill atau bukan. Kalau ini ulah orang yang
ikut-ikutan, dia mungkin menelepon untuk minta tebusan. Siapa yang memantau dan
melacak telepon di Tennessee, kita atau mereka?"
"Mereka. Polisi negara bagian. Mereka cukup berpengalaman.
Phil Adler menelepon dari Gedung Putih. Dia bilang Presiden terus mengikuti
perkembangan. Ada baiknya kalau kita berhasil, Jack."
"Sebaiknya memang begitu. Di mana Senator Martin sekarang?"
"Dalam perjalanan ke Memphis. Dia meneleponku & rumah semenit yang lalu. Tahu
sendirilah." "Ya." Crawford mengenal Senator Martin dari rapat-rapat penyusunan anggaran.
"Dia menggunakan segenap kekuasaannya."
"Tak bisa disalahkan."
"Memang," ujar atasannya.
"Aku memberitahunya bahwa kita akan berusaha sekuat tenaga.
Dia... dia memahami situasi pribadimu dan menawarkan pesawat untukmu, supaya kau
bisa pulang malam." "Oke. Tapi Senator Martin terkenal keras, Tommy. Kalau dia mau mengambil alih
kendali, kita bakal beradu kepala."
"Aku tahu. Kalau perlu, bilang saja kau dapat perintah langsung dariku. Berapa
banyak waktu yang kita punya, Jack---enam, tujuh hari?"
"Entahlah. Kalau penculiknya panik setelah tahu siapa korbannya, bisa jadi dia
langsung menghabisinya."
"Di mana kau sekarang?"
"Dua mil dari Quantico."
"Pesawat Lear bisa mendarat di sana?"
"Ya." "Dua puluh menit."
"Ya, Sir." Crawford menekan beberapa angka pada teleponnya, lalu kembali bergabung dengan
lalu lintas.
Domba Domba Telah Membisu The Silence Of The Lambs Karya Thomas Haris di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BAB TUJUH BELAS Seluruh tubuh Starling terasa pegal akibat tidur tidak tenang. Ia berdiri dengan
kimono dan sandal kelinci, handuk tersampir di bahu, menunggu giliran memakai
kamar mandi yang digunakannya bersama Mapp dan kedua siswa di kamar sebelah.
Berita dari Memphis yang ia dengar di radio membuatnya menahan napas sejenak.
"Ya Tuhan," ia bergumam.
"Gawat. OKE! SIAPA PUN YANG ADA DI DALAM! KAMAR MANDI INI DISITA. KELUARLAH
DENGAN MEMAKAI CELANA. INI BUKAN
LATIHAN!" Ia masuk ke shower tanpa menghiraukan protes tetangganya yang kaget.
"Geser sedikit. Gracie, dan tolong sabunnya."
Sambil menjepitkan gagang telepon ke telinga dengan bahu. ia berkemas untuk
bermalam dan menaruh tas berisi peralatan forensik di dekat pintu. Ia memastikan
operator telepon tahu ia berada di kamarnya, dan tidak ikut sarapan agar dapat
menunggui pesawat telepon. Namun sepuluh menit menjelang jam pelajaran dimulai
belum juga ada kabar, dan ia bergegas ke seksi Ilmu Perilaku sambil membawa
perlengkapannya. ; "Mr. Crawford berangkat ke Memphis empat puluh lima menit lalu," kata sekretaris
yang ditemuinya dengan manis. "Burroughs ikut, dan Stafford dari lab berangkat
dari National." "Semalam saya menaruh laporan untuk Mr Crawford di sini.
Apakah dia meninggalkan pesan untuk saya" Saya Clarice Starling."
"Ya, saya tahu siapa Anda. Saya punya tiga copy nomor telepon Anda di sini, dan
di meja Mr. Crawford ada beberapa lagi, kalau saya tidak salah. Tapi dia tidak
meninggalkan apa pun untuk Anda, Clarice."
Wanita itu menatap barang bawaan Starling. "Barangkali ada pesan yang bisa saya
sampaikan kalau Mr. Crawford menelepon?"
"Apakah dia meninggalkan nomor telepon di Memphis, tempat dia bisa dihubungi?"
"Tidak. Dia yang akan menelepon ke sini. Bukankah Anda ada pelajaran hari ini,
Clarice" Anda sedang mengikuti pendidikan, bukan?"
"Ya." Starling terlambat sampai di ruang kelas. Kedatangannya disambut wajah cemberut
Gracie Pitman, wanita muda yang diusirnya dari shower tadi. Gracie Pitman duduk
persis di belakang Starling, dan ia terus mengerutkan kening ketika Starling
menuju kursinya. Tanpa sarapan Starling duduk selama dua jam, mengikuti kuliah
"The Good-Faith Warrant Exception to the Exclusionary Rule in Search and
Seizure.' Baru setelah itu ia bisa pergi ke mesin otomat untuk membeli segelas
Coke. Pada jam istirahat siang ia memeriksa kotak suratnya, tapi ternyata tak ada
pesan apa pun. Saat itulah ia kembali menyadari bahwa rasa frustrasi mirip
sekali dengan rasa obat paten bernama Fleet's yang harus diminumnya ketika ia
masih kecil. Pada hari tertentu kita bangun sebagai orang yang berbeda. Hari ini seperti
itulah rasanya bagi Starling. Apa yang kemarin dilihatnya di Potter Funeral Home
telah menyebabkan perubahan kecil namun mendasar dalam dirinya.
Starling mempelajari psikologi dan kriminologi di sekolah bermutu. Sudah
berkali-kali ia menyaksikan hal-hal mengerikan yang terjadi di dunia ini. Tapi
baru sekarang ia benar-benar tahu: sesekali muncul makhluk yang berlindung di
balik wajah manusia, yang mendapatkan kesenangan dari tubuh yang kini tergolek
di meja autopsi di Potter, West Virginia, di ruangan dengan wallpaper bermotif
bunga mawar. Starling tahu ia akan terus dihantui oleh pengetahuan itu, dan ia
perlu membuat dirinya kebal jika ingin bertahan.
Kesibukan belajar tak dapat mengalihkan pikirannya. Sepanjang hari ia merasa
hal-hal penting sedang terjadi di luar jangkauannya. Ia seolah-olah dikelilingi
gemuruh yang terdengar sayup-sayup, bagaikan suara dari stadion di kejaiman.
Hal-hal kecil, seperti orang berjalan di koridor, awan melintas di langit, atau
suara kapal terbang, membuatnya tersentak.
Seusai jam pelajaran, Starling berlari terlalu lama, kemudian berenang. Ia
berenang sampai teringat mayat-mayat terapung, dan setelah itu ia tak mau lagi
berada di dalam air. Bersama Mapp dan selusin siswa ia menonton siaran berita jam tujuh di ruang
rekreasi. Penculikan Putri Senator Martin bukan berita utama, namun ditayangkan
pertama sesudah liputan mengenai pembicaraan pengurangan senjata yang
berlangsung di Jenewa. Ada film dari Memphis, dimulai dengan papan nama Stonehinge Villas, yang diambil
dari balik lampu mobil patroli yang berkedap-kedip. Media massa memberikan
perhatian besar pada kasus tersebut, tapi karena tak ada berita baru, para
wartawan saling mewawancara di pelataran parkir di Stonehinge. Pihak berwajib
Memphis dan Shelby County tampil di hadapan jajaran mikrofon. Di tengah
kegaduhan, mereka menyebutkan hal-hal yang belum diketahui. Para juru foto
kalang-kabut setiap kali ada petugas yang masuk atau keluar apartemen Catherine
Baker Martin. Sorak-sorai ironis sempat menghangatkan ruang rekreasi ketika
wajah Crawford muncul sejenak di jendela apartemen. Starling tersenyum tipis.
Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Buffalo Bill sedang menonton. Ia bertanya-
tanya, bagaimana kesan orang itu mengenai wajah Crawford, atau apakah ia tahu
siapa Crawford sebenarnya.
Beberapa rekan Starling tampaknya menyimpan pertanyaan serupa.
Lalu Senator Martin muncul di TV dalam siaran langsung bersama Peter Jennings.
Ia berdiri di kamar putrinya, dengan poster-poster yang menampilkan Wile E.
Coyote dan Equal Rights Amendment pada dinding di belakangnya. Ia wanita
jangkung dengan wajah berkesan keras.
"Saya ingin mengimbau orang yang menyekap putri saya,"
ujarnya. Ia berjalan mendekati kamera, memaksa juru kamera mengadakan perubahan
fokus di luar rencana. Apa yang dikatakannya tak akan ia ucapkan kepada seorang
teroris. "Anda mempunyai kekuasaan untuk melepaskan putri saya dalam keadaan selamat.
Namanya Catherine, ia sangat lembut dan penuh pengertian. Saya mohon lepaskan
putri saya, lepaskan dia dalam keadaan selamat. Anda yang mengendalikan situasi.
Anda mempunyai kekuatan. Anda yang berkuasa. Saya tahu Anda mengenal cinta dan
kasih sayang. Anda bisa melindungi dia dari apa pun yang mungkin ingin
mencelakakannya. Anda kini berkesempatan membuktikan kepada dunia bahwa Anda
dapat bermurah hati, bahwa Anda berjiwa besar dan tidak membalas perlakuan orang
lain terhadap Anda dengan cara yang sama. Namanya Catherine."
Pandangan Senator Martin beralih dari kamera, dan layar TV
menampilkan rekaman gadis cilik yang berjalan tertatih-tatih sambil berpegangan
pada bulu leher seekor anjing collie.
Suara Senator Martin kembali terdengar, "Ini Catherine ketika masih kecil. Saya
mohon, lepaskan dia. Lepaskan dia di mana pun di negeri ini, dan Anda akan
memperoleh bantuan dan persahabatan saya."
Kini serangkaian foto - Catherine pada usia delapan tahun, memegang batang kemudi
perahu layar. Perahu itu berada di dok, dan ayah Catherine sedang mencat
lambungnya. Dua foto baru setelah ia tumbuh menjadi seorang wanita muda, satu
foto seluruh badan dan satu close up wajahnya. Kamera beralih kembali pada
Senator Martin, "Saya berjanji di hadapan seluruh negeri, Anda akan memperoleh segala bantuan
yang Anda butuhkan. Saya dapat membantu Anda.
Saya senator Amerika Serikat Saya bertugas pada Armed Services Committee. Saya
terlibat dalam Strategic Defense Initiative, sistem persenjataan ruang angkasa
yang lazim disebut 'Star Wars'. Jika Anda mempunyai musuh, saya akan melawan
mereka. Kalau ada yang mengganggu Anda saya akan menghentikannya. Anda bisa
menelepon saya kapan saja, siang atau malam. Catherine nama anak saya. Saya
mohon, tunjukkanlah kekuatan Anda." Senator Martin berkata sebagai penutup,
Pengorbanan Sacrifice 2 Pendekar Gila 40 Empat Bidadari Lembah Neraka Pisau Tanduk Hantu 3