Pencarian

Pagi Siang Dan Malam 5

Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon Bagian 5


"Panggil Steve saja. Ya. Kukira memang begitu. Tapi hanya untuk sementara. Pada waktu surat wasiat disahkan, kita pasti sudah tahu siapa orang yang berada di balik semuanya ini. Dan sementara itu, aku akan memastikan bahwa kau aman."
"Terima kasih. Saya" aku sangat menghargai bantuanmu."
Mereka berpandangan, dan ketika pelayan yang menghampiri meja melihat roman muka mereka, ia memutuskan sebaiknya mereka tidak diganggu.
353 m Di dalam mobil, Steve bertanya, "Ini pertama kali kau berkunjung ke Boston?" "Ya."
"Boston kota yang menarik." Mereka sedang melewati John Hancock Building yang lama. Steve menunjuk puncak menara. "Kaulihat lampu itu?"
"Ya." "Lampu itu melaporkan cuaca."
"Bagaimana mungkin sebuah lampu?""
"Untung kau bertanya. Jika lampunya bersinar biru, langit pun berwarna itu. Sinar biru berkelap-kelip, pertanda awan akan datang mengimpit. Jika sinarnya merah, hujan akan mengguyur kota, sedangkan merah berkelap-kelip berarti salju pun sudah mengintip."
Julia tertawa. Mereka sampai di Harvard Bridge. Steve mengurangi kecepatan. "Jembatan ini menghubungkan Boston dan Cambridge. Panjangnya tepat 364,4 Smoot dan satu telinga."
Julia menoleh dan menatapnya sambil mengerutkan kening. "Maaf?"
Steve tersenyum lebar. "Betul."
"Apa itu Smoot?"
"Satu Smoot adalah ukuran panjang berdasarkan tubuh Ohver Reed Smoot, yaitu 167,5 senti. Mula-mula hanya lelucon, tapi waktu jembatan ini di*
354 bangun kembali oleh pemerintah kota, mereka mempertahankan ukuran tersebut. Dan sejak 1958, Smoot dijadikan ukflran standar."
Julia tertawa. "Ada-ada saja."
Ketika mereka melewati Bunker Hill Monument, Julia berseru, "Oh! Di situ berlangsung pertempuran Bunker Hill, bukan?"
"Bukan," ujar Steve.
"Maksudmu?" "Pertempuran Bunker Hill berlangsung di Breed"s Hill."
Steve tinggal di kawasan Newbury Street, di sebuah rumah bertingkat dua dengan perabot yang nyaman. Berbagai lukisan berwarna-warni menghiasi dinding.
"Kau tinggal sendiri di sini?" tanya Julia.
"Ya. Ada pengurus rumah yang datang dua kali seminggu. Tapi untuk sementara aku akan me-liburkannya. Aku tidak ingin orang lain tahu kau ada di sini."
Julia menatap Steve dan berkata dengan hangat, "Aku betul-betul menghargai segala sesuatu yang kaulakukan untukku."
"Dengan senang hati. Mari, kutunjukkan kamar tidurmu."
Ia mengajak Julia ke kamar tidur tamu di lantai atas. "Ini dia. Mudah-mudahan memadai untukmu."
"Oh ya. Kamar ini nyaman sekali," balas Julia.
355 "Aku akan berbelanja nanti. Biasanya aku makan di luar."
"Biar aku saja?" Julia berhenti: "Di pihak lain, lebih baik jangan. Menurut teman seapartemenku, masakanku bisa membahayakan kesehatan."
"Aku cukup terampil di dapur," ujar Steve. "Aku akan memasak untuk kita." Ia menatap Julia dan berkata pelan-pelan, "Sudah lama aku tidak memasak untuk orang lain."
Jangan macam-macam, ia segera menegur dirinya sendiri. Jangan cari perkara.
"Anggap saja seperti di rumah sendiri. Kau akan aman di sini."
Julia menatapnya, lalu tersenyum. "Terima kasih."
Mereka kembali ke bawah. Steve menunjukkan berbagai perlengkapan di rumahnya. "Pesawat TV, video, radio, CD player". Kau akan cukup nyaman di sini."
"Menyenangkan sekali." Hampir saja Julia menambahkan, "Sama seperti kehadiranmu."
"Earn, kalau tak ada lagi yang ingin kautanya-kau"," Steve berkata dengan kikuk.
JuKa tersenyum hangat. "Kukira tidak ada." Kalau begitu aku akan kembali ke kantor. Masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab."
"Stevermperhatikaftnya Pmtu"
Ia membalik. "Ya?"
"Apakah aku boleh menelepon teman sekamarku di Kansas City" Dia pasti cemas sekali."
Steve menggelengkan kepala. "Tidak. Kau tidak boleh menelepon siapa pun atau meninggalkan ru-"oah ini. Jangan pertaruhkan keselamatanmu."
l"7 Bab 28 "Saya Dr. Westin. Anda tahu percakapan ini akan direkam?" "Ya, Dokter."
"Anda sudah lebih tenang sekarang?"
"Saya tenang, tapi marah."
"Apa yang membuat Anda marah?"
"Tidak seharusnya saya berada di tempat ini. Saya tidak gila. Saya dijebak." "Oh" Siapa yang menjebak Anda?" "Tyler Stanford." "Hakim Tyler Stanford?" "Betul."
"Untuk apa dia menjebak Anda?" "Karena uang." "Anda punya uang?"
Tidak. Maksud saya, ya" ehm" seharusnya saya punya uang. Dia menjanjikan satu juta dolar, mantel bulu, dan perhiasan."
"Kenapa Hakim Stanford menjanjikan semua itu?"
"Lebih baik saya mulai dari awal saja. Sesungguhnya saya bukan Julia Stanford. Nama saya Margo Posner."
"Waktu Anda tiba di sini, Anda berkeras bahwa Anda Julia Stanford."
"Lupakan saja itu. Saya bukan Julia Stanford". Begini ceritanya. Hakim Stanford menyewa saya untuk berperan sebagai adiknya." "Kenapa dia berbuat begitu?" "Supaya saya mendapat bagian dari warisan Stanford dan menyerahkannya kepadanya."
"Dan untuk itu dia menjanjikan satu juta dolar, mantel bulu, dan perhiasan?"
"Anda tidak percaya, ya, Dok" Hmm, saya bisa membuktikannya. Dia membawa saya ke Rose Hill, tempat tinggal keluarga Stanford di Boston. Saya bisa menggambarkan rumah itu, dan saya bisa menceritakan segala sesuatu mengenai keluarga Stanford."
"Anda sadar Anda mengemukakan tuduhan yang sangat serius?"
"Tentu saja. Tapi saya rasa Anda takkan melakukan apa-apa, karena dia kebetulan hakim."
"Anda keliru. Saya jamin tuduhan Anda akan diselidiki secara saksama."
"Bagus! Saya ingin bajingan itu dikurung seperti dia mengurung saya. Saya mau keluar dari sini!"
"Anda paham bahwa selain saya masih ada dua rekan saya yang harus mengevaluasi keadaan mental Anda?"
"Tidak apa-apa. Saya sewaras Anda."
"Dr. Gifford akan datang siang ini, dan setelah itu kami akan memutuskan langkah selanjurnya."
"Makin cepat, makin baik. Saya tidak tahan di tempat brengsek ini!"
Seorang perawat mengantarkan makan siang untuk Margo. Perawat itu memberitahunya, "Saya baru saja bicara dengan Dr. Gifford. Dia akan datang satu jam lagi."
"Terima kasih." Margo sudah siap menghadapinya. Ia sudah siap menghadapi mereka semua. Ia akan menceritakan segala sesuatu yang diketahuinya, mulai dari awal. Dan kalau aku sudah selesai, ia berkata dalam hati, aku akan dilepaskan dan dia yang akan dikurung. Ia merasa sangat puas. Aku bakal bebas/ Kemudian ia bertanya pada dirinya sendiri, Tapi bagaimana setelah itu" Masa aku harus kembali ke jalanan" Jangan-jangan keringanan hukumanku malah dibatalkan dan aku harus masuk penjara lagi!
Ia melemparkan baki berisi makan siangnya ke tembok. Persetan dengan mereka! Mereka tidak bisa berbuat begini! Kemarin aku bernilai sejuta dolar, dan hari ini" Tunggu dulu! Tunggu dulu! Sebuah gagasan terlintas dalam benaknya dan membuatnya merinding. Ya Tuhan! Apa-apaan aku ini" Aku sudah membuktikan bahwa aku Julia Stanford. Aku punya saksi. Seluruh keluarga mendengar Frank Ttmmons mengatakan bahwa sidik
jariku membuktikan aku memang Julia Stanford. Untuk apa aku kembali jadi Margo Posner kalau aku bisa jadi Julia Stanford" Pantas saja aku dikurung di sini. Aku memang sudah gila! Ia menekan bel untuk memanggil perawat.
Ketika perawatnya datang, Margo berkata dengan berapi-api, "Saya perlu bicara dengan dokter itu. Sekarang juga!"
"Saya tahu. Sebentar lagi Dr. Gifford akan?"
"Sekarang. Sekarang juga!"
Perawat itu mengamati roman muka Margo dan berkata, "Tenang saja. Saya akan memanggilnya."
Sepuluh menit kemudian Dr. Franz Gifford memasuki kamar Margo.
"Anda ingin bicara dengan saya?"
"Ya." Margo tersenyum seakan-akan hendak minta maaf. "Saya sedikit bersandiwara tadi, Dok."
"Oh ya?" "Ya. Saya jadi malu sendiri. Sebenarnya, saya kesal sekali terhadap kakak saya, Tyler, dan saya bermaksud menghukumnya. Tapi sekarang saya sadar bahwa tindakan saya keliru. Saya ingin pulang ke Rose Hill."
"Saya membaca transkrip wawancara Anda tadi pagi. Anda menyatakan Anda bernama Margo Posner dan Anda dijebak"."
Margo tertawa. "Saya tahu. Seharusnya saya tidak boleh berbuat begitu. Tapi -saya kan sudah
bilang, saya melakukannya untuk membalas dendam kepada Tyler. Saya memang Julia Stanford"
Dr. Gifford menatap Margo. "Anda bisa membuktikannya?"
Pertanyaan itulah yang ditunggu-tunggu oleh Margo. "Oh, ya!" ia berkata dengan yakin. "Tyler sendiri yang membuktikannya. Dia menyewa detektif swasta bernama Frank Timmons, yang membandingkan sidik jari saya dengan sidik jari yang diambil ketika saya membuat SIM dulu. Hasilnya sama persis. Tak ada yang perlu diragukan."
"Detektif Frank Timmons?"
"Betul. Dia sering membantu kantor kejaksaan di sini, di Chicago."
Dr. Gifford menatapnya sejenak. "Ehm, Anda serius" Anda bukan Margo Posner?Anda Julia Stanford?"
"Tentu saja saya serius."
"Dan detektif swasta itu, Frank Timmons, bisa membuktikannya?"
Margo tersenyum. "Dia sudah membuktikannya. Anda tinggal menelepon kantor kejaksaan dan bicara dengan dia."
Dr. Gifford mengangguk. "Baiklah. Saya akan menghubunginya."
K*e*okan paginya pukul sepuluh, Dr. Gifford keoAaft ke kamar Margo. Ia ditemani perawat yang kemarin. "Selamat pagi."
"Selamat pagi, Dok." Margo menatapnya penuh harap. "Anda sudah bicara dengan Frank Timmons?"
"Sudah. Tapi sebelum kita melanjutkan pembicaraan ini, saya perlu penegasan dari Anda. Cerita Anda bahwa Hakim Stanford melibatkan Anda dalam suatu persekongkolan sesungguhnya tidak berdasar?"
"Ya. Cerita itu saya karang untuk menghukum kakak saya. Tapi sekarang semuanya sudah beres, dan saya mau pulang."
"Frank Timmons bisa membuktikan Anda Julia Stanford?"
"Tentu saja." Dr. Gifford berpaling kepada si perawat dan menganggukkan kepala. Wanita itu memberi isyarat kepada seseorang. Seorang pria hitam yang jangkung dan langsing memasuki ruangan.
Ia menatap Margo dan berkata, "Saya Frank Timmons. Ada yang bisa saya bantu?"
Margo belum pernah melihatnya.
Bab 29 PERAGAAN busana itu berjalan lancar. Para peragawati melenggak-lenggok di runway, dan setiap rancangan baru disambut tepuk tangan meriah. Seluruh ruangan dipadati pengunjung. Tak ada satu tempat duduk pun yang kosong, dan di bagian belakang sejumlah orang terpaksa berdiri.
Tiba-tiba suasana di belakang panggung menjadi riuh, dan Kendali menoleh untuk melihat apa yang terjadi. Dua petugas polisi berseragam menghampirinya.
Jantung Kendali mulai berdegup-degup. Salah satu petugas bertanya, "Anda Kendali Stanford Renaud?" "Ya."
"Anda kami tahan karena pembunuhan terhadap Martha Ryan."
"Jangan!" pekik Kendali. "Saya tidak sengaja! Itu kecelakaan! Saya mohon jangan! Jangan! Jangan dengan"!"
Ia terbangun. Seluruh tubuhnya gemetaran.
Mimpi buruk itu sudah berulang kali dialaminya. Aku tidak tahan kalau terus begitu, pikir Kendali. Aku tidak sanggup! Aku harus melakukan sesuatu.
Ia ingin sekali bicara dengan Marc, namun suaminya itu telah kembali ke New York. "Pekerjaanku tidak bisa ditinggal terlalu lama, Sayang. Atasanku tidak mengizinkanku tinggal lebih lama di sini."
"Aku mengerti, Marc. Aku akan pulang dalam beberapa hari. Aku harus menyiapkan peragaan busana."
Sore itu Kendali akan berangkat ke New York, tapi sebelumnya masih ada sesuatu yang perlu dilakukannya. Percakapannya dengan Woody terus menghantuinya. Dia menyalahkan Peggy atas masalahnya.
Kendali menemukan Peggy di teras.
"Selamat pagi," ia menyapanya,
"Selamat pagi."
Kendali duduk berseberangan. "Aku perlu bicara denganmu." "Ya."
Suasananya serba kikuk. "Aku sudah bicara de-
365 ngan Woody. Keadaannya cukup parah. Dia" dia pikir kaulah yang menyediakan heroin untuknya."
"Dia bilang begitu?"
"Ya." Peggy terdiam cukup lama. "Ehm, memang benar."
Kendali menatapnya seakan-akan tidak percaya. "Apa" Aku" aku tidak mengerti. Kau bilang kau berusaha agar dia berhenti memakai obat bius. Kenapa kau menginginkan dia tetap kecanduan?"
"Kau memang tidak mengerti, ya?" Nada suaranya getir. "Kau hidup di duniamu sendiri. Jadi dengarkan aku baik-baik, Miss Perancang Terkenal! Aku cuma pelayan restoran waktu aku hamil karena Woody. Aku tak pernah menyangka Woodrow Stanford sudi menikah denganku. Dan kau tahu kenapa dia melakukannya" Supaya dia bisa merasa lebih baik dari ayahnya. Hah, Woody memang menikahiku. Dan semua orang memperlaku-kanku seperti sampah. Waktu kakakku, Hoop, datang untuk pernikahan kami, dia juga diperlakukan begitu." "Peggy?"
"Terus terang, aku kaget setengah mati waktu kakakmu bilang mau menikahiku. Aku bahkan tidak tahu apakah bayi di kandunganku memang anaknya. Seharusnya aku bisa jadi istri yang baik bagi Woody, tapi aku tak pernah diberi kesempatan. Di mata orang-orang, aku tetap si Pelayan. Aku tidak keguguran, aku sengaja menjalani aborsi. Kupikir Woody akan menceraikanku, tapi ternyata tidak. Bagi dia, aku adalah lambang betapa demokratisnya dia. Hah, asal tahu saja, aku tidak butuh itu. Aku setara dengan kau atau siapa pun juga."
Setiap kata terasa bagaikan cambukan bagi Kendali. "Kau mencintai Woody?"
Peggy angkat bahu. "Dia tampan dan menyenangkan, tapi kemudian dia jatuh dari kuda dalam pertandingan polo, dan semuanya berubah. Di rumah sakit dia diberi obat bius, dan waktu dia keluar, mereka mengharapkan dia langsung berhenti pakai obat-obatan. Suatu malam dia kesakitan sekali, dan aku bilang, "Aku punya sesuatu untukmu." Dan setelah itu, setiap kali dia kesakitan, dia kuberi lagi. Tak lama sesudah itu dia mulai membutuhkannya, tak peduli apakah dia kesakitan atau tidak. Kakakku pengedar obat bius, dan aku bisa mendapatkan heroin kapan saja kuperlukan. Aku menyuruh Woody mengemis-emis. Dan kadang-kadang aku bilang persediaanku sudah habis, sekadar untuk melihat dia menangis dan berkeringat dingin?oh, Mr. Woodrow Stanford sangat membutuhkanku! Kalau sudah begitu, dia bertekuk lutut di hadapanku! Aku memancing-mancing supaya dia memukulku, dan setiap kali dia menyesal sekali, dan dia mendatangiku sambil merangkak dan membawakan hadiah. Kalau Woody tidak pakai obat bius, aku bukan apa-apa. Tapi kalau dia pakai, akulah yang berkuasa.
Dia memang keturunan Stanford, dan aku cuma bekas pelayan, tapi akulah yang mengendalikan dia."
Kendali menatapnya dengan ngeri.
"Kakakmu memang berusaha berhenti. Setiap kali keadaannya benar-benar parah, dia dimasukkan ke pusat rehabilitasi oleh teman-temannya, dan aku mengunjunginya dan menyaksikannya menderita. Dan setiap kali dia keluar, aku sudah siap dengan hadiah kecil untuknya."
Kendali nyaris tidak sanggup menarik napas. "Kau bukan manusia," ia berkata pelan-pelan, "kau monster. Aku minta kau angkat kaki dari sini."
"Boleh saja! Aku juga sudah tidak sabar untuk pergi dari sini." Peggy menyeringai. "Tapi tentu saja aku tidak akan pergi dengan tangan kosong. Kira-kira berapa banyak uang yang akan kuperoleh?"
"Berapa pun jumlahnya," ujar Kendali, "tetap saja terlalu banyak. Sekarang pergi."
"Oke." Kemudian Peggy menambahkan dengan nada congkak, "Pengacaraku akan menghubungi pengacara kalian."
"Dia betul-betul meninggalkanku?" "Ya."
"Itu berarti?" "Ako tahu apa artinya, Woody. Kau sanggup mengatasinya?"
Woody menatap adiknya dan tersenyum. "Rasanya aku sanggup. Ya. Kurasa aku. sanggup."
"Aku yakin kau bisa."
Woody meraih tangan Kendali. "Thanks, Kendall. Aku sendiri takkan pernah berani melepaskan diri dari dia."
Kendali membalas senyumnya. "Itulah gunanya saudara."
Sore itu, Kendali berangkat ke New York. Ia masih punya waktu satu minggu untuk menyiapkan peragaan busananya.
Industri garmen merupakan bisnis besar di New York. Seorang perancang busana yang sukses mempunyai dampak terhadap perekonomian di seluruh dunia. Banyak orang yang dipengaruhi oleh hasil kreativitasnya, mulai dari para pemetik kapas di India sampai ke para penenun di Skotiandia, dan para peternak ulat sutra di Cina dan Jepang. Kreasinya berpengaruh terhadap industri wol dan industri sutra. Para perancang sekaliber Donna Karan, Calvin Klein, dan Ralph Lauren memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian dunia, dan Kendali kini telah termasuk kelompok itu. Menurut desas-desus yang beredar, ia akan dinobatkan sebagai Woman"s Wear Designer of the Year oleh Council of Fashion Designers of America, penghargaan tertinggi yang dapat diraih oleh seorang perancang.
Kendall Stanford Renaud menjalani kehidupan yang serba sibuk. Bulan September ia mulai memeriksa contoh-contoh bahan yang dikirimkan kepadanya, dan bulan Oktober ia memilih bahan-bahan yang akan ia gunakan untuk rancangannya yang baru. Bulan Desember dan Januari dihabiskan dengan mencintakan kreasi-kreasi baru, dan bulan Februari dusi dengan kegiatan penyempurnaan. Bulan April ia sudah siap memamerkan koleksi musim gugur.
Kendall Stanford Designs berkantor di 550 Seventh Avenue, di sebuah gedung yang ditempatinya bersama Bill Blass dan Oscar de la Renta. Peragaan busananya yang berikut akan diadakan di Bryant Park, yang bisa menampung seribu orang.
Ketika Kendali tiba di kantornya, Nadine berkata, "Saya punya kabar gembira. Semua tempat duduk untuk peragaan nanti sudah habis dipesan?"
"Terima kasih f" ujar Kendali sambil lalu. Ia sedang sibuk memikirkan hal-hal lain.
"Oh ya, ada surat bertanda PENTING di meja Anda. Tadi ada kurir yang mengantarkannya."
Kendali terenyak. Ia menghampiri mejanya dan menatap amplop itu. Alamat pengirimnya adalah Wild Animal Protection Association, 3000 Park Avenue, New York, New York. Lama Kendall mengamati amplop itu. Di New York tidak ada 3000 Park Avenue.
Tangan Kendall gemetaran ketika ia membuka surat tersebut.
Dear Mrs. Renaud, Kami telah mendapat pemberitahuan dari bankir kami di Swiss bahwa $1,000,000 yang diharapkan oleh asosiasi kami sampai saat ini belum diterima. Sehubungan dengan kelalaian Anda, saya perlu memberitaku Anda bahwa kebutuhan kami kini meningkat menjadi $5,000,000. Jika pembayaran ini dilakukan dengan segera, saya menjamin Anda takkan diganggu lagi. Anda punya lima belas hari untuk mentransfer uang itu ke rekening kami. Jika tidak, dengan sangat menyesal kami terpaksa menghubungi pihak berwajib.
Surat itu tidak ditandatangani.
Kendali dicekam panik. Berulang-ulang ia membaca surat itu. Lima juta dolar! Tidak mungkin, ia berkata dalam hati. Aku tidak mungkin mengumpulkan $5,000,000 dalam waktu sesingkat itu. Betapa bodohnya aku!
Ketika Marc pulang malam itu, Kendali segera memperlihatkan surat yang diterimanya.
"Lima juta dolar!" seru Marc gusar. "Ini tidak masuk akal! Barangkali kau bisa mengira-ngira siapa mereka?"
"Mereka tahu siapa aku," balas Kendali. "Itulah masalahnya. Aku harus bisa mendapatkan uang itu. Tapi bagaimana caranya?"
"Entahlah" Mungkin ada bank yang mau meminjamkan uang ku dengan jaminan warisanmu, tapi aku kurang setuju kalau?"
"Marc, yang kita bicarakan sekarang adalah hidupku. Hidup kita. Aku akan mencoba mencari pinjaman."
George Meriwether adalah pimpinan New York Union Bank. Ia berusia empat puluhan dan memulai kariernya sebagai teller. Ia sangat ambisius. Suatu kari aku akan duduk dalam direksi, ia berangan-angan, dan setelah itu" siapa tahu" Lamunannya dibuyarkan oleh sekretarisnya. "Miss Kendall Stanford ingin menemui Anda." Meriwether langsung bersemangat. Sebagai perancang sukses pun Kendali dipandang sebagai nasabah yang baik, tapi sekarang ia salah satu wanita terkaya di dunia. Bertahun-tahun Meriwether berusaha menjaring Harry Stanford sebagai nasabahnya, namun sia-sia. Dan sekarang"
"Suruh dia masuk," Meriwether berkata kepada sekretarisnya.
Ketika Kendali memasuki ruang kerjanya, Meriwether bangkit dan menyambutnya dengan senyum dan jabat tangan yang hangat.
"Terima kasih atas kunjungan Anda," katanya. : "Silakan duduk. Mau minum kopi, atau sesuatu yang lebih keras?"
"Tidak, terima kasih," sahut Kendali. "Perkenankan saya menyampaikan belasungkawa
atas kematian ayah Anda," ujar Meriwether dengan nada suara yang sengaja dibuat prihatin. "Terima kasih."
"Apa yang dapat saya lakukan untuk Anda?" Ia sudah tahu apa yang akan didengarnya. Wanita itu ingin menyerahkan jutaan dolar untuk diinvestasi-kan".
"Saya ingin meminjam uang." Meriwether mengedipkan mata. "Maaf?" "Saya butuh lima juta dolar." Meriwether segera memutar otak. Menurut koran-koran, bagian dia dari warisan ayahnya bernilai lebih dari satu miliar dolar. Setelah dipotong pajak pun" Ia tersenyum. "Oh, saya kira takkan ada masalah. Anda tahu, bukan, sejak dulu Anda salah satu nasabah favorit kami. Agunan apa yang ingin Anda berikan?"
"Saya tercantum sebagai ahli waris dalam surat wasiat ayah saya."
Meriwether mengangguk. "Ya. Saya membacanya di koran."
"Saya ingin meminjam uang dengan menggunakan bagian saya dari warisan itu sebagai jaminan."
"Hmm, begitu. Apakah surat wasiat ayah Anda sudah disahkan oleh pengadilan?"
"Belum, tapi saya yakin takkan lama lagi." "Baiklah." Ia mencondongkan badan ke depan. "Tentu saja, kami perlu mendapatkan salinan surat wasiat tersebut." "Ya," Kendali segera berkata. "Itu bisa diatur."
i 373 "Dan kami juga pertu mengetahui jumlah bagian Anda dari warisan itu."
"Saya tidak tahu jumlah yang tepat."
"Anda tentu mengerti bahwa undang-undang perbankan sangat ketat. Prosedur pengesahan surat wasiat bisa makan waktu. Bagaimana kalau Anda kembali setelah itu, dan saya akan dengan senang hati me m?"
"Saya butuh uang sekarang," Kendali mendesak. Hampir saja ia meneriakkannya.
"Oh. Tentu saja kami ingin melakukan segalanya untuk membantu Anda." Ia mengangkat tangan seakan-akan tak berdaya. "Tapi sayangnya, kami tidak dapat berbuat apa-apa sampai?"
Kendali bangkit "Terima kasih."
"Begitu ada?" Kendali sudah meninggalkan ruangan.
Ketika Kendali kembali ke ruang kerjanya, Nadine berkata dengan nada mendesak, "Saya ingin bicara dengan Anda,"
Kendali sedang tidak berminat mendengarkan masalah-masalah sekretarisnya.
"Ada apa"* ta bertanya.
"Saya baru saja ditelepon suami saya. Perusahaan tempat ia bekerja menugaskannya ke Paris. Jadi, saya akan ikut dengannya."
"Kau" kau akan ke Pari?""
Nadine tampak berseri-seri. "Ya! Luar biasa, bukan" Saya menyesal karena terpaksa minta berhenti. Tapi jangan kuatir. Kita akan terus berhubungan."
Ternyata memang Nadine. Tapi aku takkan bisa membuktikannya. Mula-mula mantel bulu dan sekarang Paris. Dengan $5,000,000 dia bisa hidup di mana pun di dunia. Aduh, bagaimana sekarang" Kalau aku bilang aku tahu perbuatannya, dia pasti akan menyangkal. Mungkin dia malah menuntut lebih banyak lagi. Marc pasti tahu apa yang harus kulakukan.
"Nadine?" Salah satu asisten Kendali masuk. "Kendali! Kita harus bicara soal bridge collection. Sepertinya rancangan kita belum cukup untuk?"
Kendali tidak tahan lagi. "Maaf. Aku kurang enak badan. Aku mau pulang saja."
Asistennya menatapnya dengan heran. "Tapi kita sedang sibuk menyiapkan"!"
"Sori?" Dan Kendali langsung meninggalkannya.
Apartemen Kendali ternyata kosong ketika ia tiba di sana. Marc rupanya bekerja lembur. Kendali menatap barang-barang indah di sekelilingnya, dan berkata dalam hati, Mereka takkan berhenti sampai semuanya sudah mereka ambil. Mereka akan tirus memerasku. Marc benar. Seharusnya aku langsung ke polisi malam itu. Sekarang aku dianggap penjahat. Aku harus mengaku. Sekarang, mumpung aku masih punya keberanian. Ia duduk
sambil membayangkan nasib yang menimpa dirinya, Marc, dan keluarganya. Pers takkan menyia-nyiakan berita seperti ini. Ia akan diadili, dan kemungkinan besar akan masuk penjara. Itu berarti akhir dari kariernya Tapi aku tidak bisa hidup terus seperti ini, pikir Kendali. Aku bisa gila.
Dalam keadaan setengah linglung ia berdiri dan berjalan ke ruang kerja Marc. Ia ingat suaminya menyimpan mesin tik di lemari. Ia mengeluarkannya dan meletakkannya di meja. Kemudian ia memasukkan selembar kertas dan mulai mengetik.
Kepada yang Berkepentingan: Nama saya Kendali
Ia berhenti. Huruf E-nya ternyata tidak sempurna.
Bab 30 "KENAPA, Marc" Demi Tuhan, kenapa?" Suara Kendali sarat dengan kekecewaan. "Itu salahmu sendiri."
"Tidak! Aku sudah bilang" itu kecelakaan" Aku?"
"Bukan itu yang kumaksud, tapi kaul Istri yang sukses, yang terlalu sibuk untuk mencari waktu bagi suaminya."
Kendali seakan-akan ditampar. "Itu tidak benar. Aku?"
"Selama ini kau hanya memikirkan dirimu sendiri, Kendali. Ke mana piin kita pergi, kaulah yang jadi bintang. Kau membiarkan aku ikut seperti anjing piaraan."
"Itu tidak adil!" ujar Kendali.
"Oh ya" Kau menghadiri peragaan busana di seluruh dunia, supaya fotomu bisa masuk koran, sementara aku duduk di sini dan menunggu sampai kau pulang. Kaupikir aku suka jadi "Mr. Kendall?" Aku menginginkan seorang istri. Tapi ja-177
ngan kuatir, Kendall sayang. Selama kau pergi, aku menghibur diri dengan wanita-wanita lain."
Wajah Kendali pucat pasi.
"Mereka wanita-wanita sungguhan, yang punya waktu untukku. Bukan sekadar topeng."
"Hentikan!" teriak Kendali.
"Waktu kau bercerita tentang kecelakaan itu, aku langsung melihat kesempatan untuk membebaskan diri darimu. Kau tahu tidak, Sayang" Aku menikmati penderitaan di wajahmu setiap kali kau membaca surat-surat itu. Itulah pembalasanku atas segala penghinaan yang kualami."
"Cukup! Bereskan barang-barangmu dan keluar dari sini. Aku tidak mau melihatmu lagi!"
Marc tersenyum lebar. "Jangan kuatir soal itu. Oh ya, kau tetap akan menghubungi polisi?"
"Pergi!" kata Kendali. "Sekarang juga!"
"Oke, oke. Aku pergi. Sepertinya aku akan pulang ke Paris. Dan, Sayang, aku takkan cerita kalau kau tidak cerita. Kau aman."
Satu jam kemudian, ia sudah pergi.
Pukul sembilan pagi Kendali menelepon Steve Sloane.
"Selamat pagi, Mrs. Renaud. Apa yang dapat saya lakukan untuk Anda?"
"Sore ini saya akan kembali ke Boston," Kendali memberitahunya. "Saya ingin memberikan pengakuan."
*** Ia duduk berseberangan dengan Steve. Tampangnya pucat dan letih. Ia duduk seperti patung, dan tidak tahu harus mulai dari mana.
Steve memancingnya, "Anda bilang Anda hendak memberikan pengakuan."
"Ya. Saya" saya membunuh seseorang." Ia mulai menangis. "Sebenarnya itu kecelakaan, tapi" saya melarikan diri." Wajahnya memancarkan ke-putusasaan yang mendalam. "Saya melarikan diri" dan meninggalkan dia di sana."
"Tenang saja," ujar Steve. "Sebaiknya mulai dari awal saja."
Kendali mulai bercerita. Tiga puluh menit kemudian, Steve memandang ke luar jendela sambil merenungkan apa yang baru saja didengarnya.
"Dan Anda ingin melapor ke polisi?"
"Ya. Seharusnya dari pertama saya sudah menghubungi mereka. Saya" saya sudah tidak peduli lagi apa yang , akan mereka lakukan terhadap saya."
Steve berkata dengan serius, "Karena Anda menyerahkan diri secara sukarela dan kejadian tersebut memang kecelakaan, saya kira pengadilan akan bersikap lunak terhadap Anda."
Kendali berjuang untuk mengendalikan diri. "Saya ingin menyelesaikan masalah ini." "Bagaimana deqgan suami Anda?" Kendali menoleh. "Maksud Anda?" "Pemerasan melanggar hukum. Anda tahu nomor rekeningnya di Swiss. Anda tinggal mengadukannya dan?"
"Tidak!" Kendali menolak dengan tegas. "Saya tidak mau berurusan lagi dengan dia. Biarkan dia menjalani hidupnya sendiri. Saya hanya ingin melanjutkan hidup saya."
Steve mengangguk. "Terserah Anda. Saya akan membawa Anda ke kantor polisi. Anda mungkin hams bermalam di sana, tapi saya akan secepatnya membayar uang jaminan agar Anda dibebaskan untuk sementara."
Kendali memaksakan senyum. "Sekarang saya bisa melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan." "Apa itu?"
"Merancang baju dengan motif garis-garis."
Ketika Steve pulang malam itu, ia menceritakan kejadian tersebut kepada Julia.
Julia terpukul sekali. "Dia diperas suaminya sendiri" Ya Tuhan!" Sejenak ia mengamati Steve. "Aku bersyukur masih ada orang seperti kau, yang mau menghabiskan hidupnya dengan membantu orang yang mengalami masalah."
Steve membalas tatapannya sambil berkata dalam hati. Justru aku yang punya masalah.
Steve Sloane terbangun karena aroma kopi panas dan bau bacon yang sedang dipanggang. Dengan heran ia duduk di tempat tidur. Apakah pengurus -rumahnya datang hari ini" Steve sebenarnya sudah meliburkan wanita itu selama beberapa hari. Cepat-cepat ia berpakaian dan bergegas ke dapur.
Julia sudah ada di sana. Ia sedang menyiapkan sarapan. Ia menoleh ketika Steve masuk.
"Selamat pagi," ia berkata dengan riang. "Telur mata sapi atau telur dadar?"
"Ehm" dadar saja."
"Oke. Telur dadar dan bacon adalah keahlianku. Lebih tepatnya, satu-satunya keahlianku. Aku sudah bilang, aku bukan juru masak yang baik."
Steve tersenyum. "Kau tidak perlu memasak. Kalau mau, kau bisa menyewa seratus juru masak."
"Apakah uang yang akan ku warisi memang sebanyak itu, Steve?"
"Ya. Bagianmu dari warisan Harry Stanford bernilai lebih dari satu miliar dolar."


Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Julia tercengang-cengang. "Satu miliar?" Tidak mungkin!"
"Memang benar."
"Di seluruh dunia tidak ada uang sebanyak itu, Steve."
"Hmm, ayahmu memiliki sebagian besar dari yang ada."
"Aku" aku tidak tahu harus bilang apa." "Kalau begitu, bolehkah aku mengatakan sesuatu?" Tentu saja."
Telurnya mulai hangus." "Oh! Maaf." Cepat-cepat Julia mengangkat penggorengan dari kompor. "Aku bikin lagi saja" Tidak perlu. Bacon gosong itu sudah cukup." Julia tertawa. "Sori."
Steve menghampiri lemari dan mengambil sebungkus sereal. "Bagaimana kalau kita sarapan
dingin saja?" "Setuju," ujar Julia.
Steve menuangkan sereal ke dua mangkuk, mengambil susu dari lemari es, lalu mengajak Julia duduk
di meja dapur. "Apakah ada orang yang suka memasak untukmu?" tanya Julia.
"Maksudmu, apakah aku menjalin hubungan dengan seseorang?"
Julia tersipu-sipu. "Kira-kira begitu."
Tidak. Aku sempat menjalin hubungan dengan seorang wanita selama dua tahun, tapi ternyata tidak berhasil,"
"Sayang sekali."
"Bagaimana denganmu?" Steve balik bertanya. Julia teringat Henry Wesson. "Rasanya tidak."
Steve menatapnya dengan heran. "Kau tidak yakin?"
"Ini agak sulit dijelaskan. Salah satu dari kami ingin menikah," ujar Julia, "yang satu lagi tidak."
"Hmm, begitu. Setelah urusan ini selesai, apakah kau akan kembali ke Kansas?"
"Terus terang, aku belum tahu. Rasanya janggal berada di sini. Ibuku begitu sering bercerita tentang Boston. Dia lahir di sini, dan dia mencintai kota ini. Jadi, bisa dibilang aku pulang ke tempat asalku. Sayang sekali aku tidak sempat mengenal ayahku."
Seharusnya kau justru bersyukur, pikir Steve. "Kau sempat mengenalnya?" "Tidak. Dia hanya mau berurusan dengan Simon Fitzgerald."
Lebih dari satu jam mereka duduk sambil mengobrol, dan keduanya merasa saling cocok. Steve menceritakan semua yang telah terjadi sebelumnya?kedatangan wanita yang mengaku sebagai Julia Stanford, peti jenazah yang kosong, dan menghilangnya Dmitri Kaminsky.
"Ada-ada saja," Julia berkomentar. "Siapa yang mendalangi semuanya ini?"
"Aku tidak tahu, tapi aku sedang berusaha mencari jawabannya," Steve meyakinkannya. "Sementara itu, kau akan aman di sini. Sangat aman."
Julia tersenyum, lalu berkata, "Aku memang merasa aman di sini. Terima kasih."
101 Steve hendak mengatakan sesuatu, namun kemudian ia memilih diam. Ia menatap arlojinya. "Sebaiknya aku segera berpakaian dan berangkat ke kantor. Banyak sekali yang harus kukerjakan."
Steve berdiskusi dengan Fitzgerald. "Sudah ada kemajuan?" Fitzgerald bertanya. Steve menggelengkan kepala. "Semuanya masih serba kabur. Orang yang merencanakan ini pasti jenius. Aku sedang berusaha melacak Dmitri Kaminsky. Dia terbang dari Corsica ke Paris, dan dari sana ke Australia. Aku sudah menghubungi Kepolisian Sidney. Mereka kaget waktu kuberitahu bahwa Kaminsky ada di negara mereka. Interpol mengeluarkan edaran, dan mereka juga sedang mencarinya. Kelihatannya Harry Stanford telah memutuskan nasibnya sendiri waktu dia menelepon ke sini karena ingin mengubah surat wasiatnya. Seseorang memutuskan bahwa dia harus dicegah. Satu-satunya saksi mata atas kejadian di yacht malam itu adalah Dmitri Kaminsky. Kalau dia bisa ditemukan, kita akan tahu jauh lebih banyak."
"Barangkali kita perlu melibatkan polisi di sini?" Fitzgerald mengusulkan.
Steve menggelengkan kepala. "Kita belum punya bukti kuat, Simon. Satu-satunya kejahatan yang bisa kita buktikan adalah penggalian kembali jenazah Harry Stanford?dan itu pun kita tidak tahu siapa pelakunya"
"Bagaimana dengan detektif yang mereka sewa, orang yang memeriksa sidik jari wanita itu?"
"Frank Timmons. Aku sudah meninggalkan tiga pesan untuknya. Kalau sampai pukul enam sore nanti belum ada kabar darinya, aku akan terbang ke Chicago. Aku yakin dia terlibat dalam urusan ini."
"Menurutmu, apa yang mereka rencanakan dengan bagian warisan yang akan diperoleh penipu, itu?"
"Firasatku mengatakan bahwa siapa pun yang merencanakan ini telah mengatur agar bagian wanita tersebut jatuh ke tangannya. Orang itu pasti memakai semacam lembaga perwalian palsu untuk menump-nutupi jejaknya. Aku yakin dia anggota keluarga". Tapi kurasa kita bisa mencoret Kendali dari daftar tersangka." Steve melaporkan pembicaraannya dengan Kendali. "Seandainya dia yang berada di balik ini, dia tidak akan memberikan pengakuan, temtama sekarang. Dia akan menunggu sampai urusan warisan selesai dan dia telah memperoleh uangnya. Mengenai suaminya, kukira Marc juga tidak masuk hitungan. Dia hanya pemeras kecil-kecilan. Dia takkan sanggup menyusun rencana secanggih ini."
"Bagaimana dengan yang lain?" "Hakim Stanford. Aku sempat bicara dengan temanku di Chicago Bar Association. Temanku mengatakan semua orang menghormati Stanford. Dia bahkan baru saja ditunjuk sebagai hakim ke-
385 pala di sana. Satu hal lagi yang meringankan baginya: Hakim Stanford-lah yang pertama menuduh Julia sebagai penipu, dan dia juga yang menuntut tes DNA. Aku sangsi dia terlibat. Lain balnya dengan Woody. Aku yakin dia kecanduan narkotika, dan itu kebiasaan yang mahal. Aku sudah memeriksa istrinya, Peggy. Dia tidak cukup cerdas untuk mendalangi semuanya ini. Tapi kabarnya dia punya kakak laki-laki dengan reputasi meragukan. Aku akan menyelidikinya."
Steve memanggil sekretarisnya melalui interkom. "Tolong hubungkan saya dengan Letnan Michael Kennedy di Kepolisian Boston."
Beberapa menit kemudian, sekretarisnya melaporkan, "Letnan Kennedy sudah menunggu." Steve mengangkat gagang telepon. "Letnan. Terima kasih Anda mau menerima telepon saya. Saya Steve Sloane dari Renquist, Renquist, dan Fitzgerald. Kami sedang berupaya menemukan seseorang sehubungan dengan warisan Harry Stanford." "Mr. Sloane, saya siap membantu Anda." "Apakah Anda dapat menghubungi Kepolisian New York City untuk menanyakan apakah mereka mempunyai catatan mengenai kakak laki-laki Mrs. Woodrow Stanford" Namanya Hoop Malkovich. Dia bekerja di toko roti di Bronx." 1 "Tentu. Saya akan menghubungi A"rida nanti." "Terima kasih."
Sehabis makan siang, Simon Fitzgerald mampir di ruang kerja Steve.
"Bagaimana penyelidikannya?" ia bertanya.
"Terlalu lamban. Siapa pun yang merencanakan ini telah menutupi jejaknya dengan baik."
"Bagaimana kabar Julia?"
Steve tersenyum. "Dia luar biasa."
Nada suara Steve membuat Simon Fitzgerald menatapnya sambil mengerutkan kening.
"Dia wanita muda yang sangat menawan."
"Aku tahu," Steve menyahut sambil termenung-menung. "Aku tahu."
Satu jam kemudian ia menerima telepon dari Australia.
"Mr. Sloane?" "Ya." "Saya Inspektur Kepala McPhearson dari Sidney." "Ya, Inspektur."
"Kami menemukan orang yang Anda cari."
Jantung Steve langsung berdebar-debar. "Bagus sekali! Saya akan segera mengurus surat ekstradisi agar dia bisa dibawa ke?"
"Oh, saya kira Anda tidak perlu terburu-buru. Dmitri Kaminsky sudah mati."
Steve seakan-akan tidak percaya pada pendengarannya. "Apa?"
"Kami menemukan mayatnya beberapa waktu lalu. Semua jarinya dipotong, dan dia ditembak beberapa kali."
"Geng-geng di Rusia punya kebiasaan aneh. Mula-mula musuh mereka dipotong jarinya, lalu
dibiarkan berdarah, baru kemudian ditembak." "Hmm, begitu. Terima kasih, Inspektur."
Jalan buntu. Steve duduk di balik meja dan menatap dinding. Semua petunjuknya lenyap satu demi satu. Ia menyadari betapa ia mengandalkan kesaksian Dmitri Kaminsky.
Lamunannya dibuyarkan oleh sekretarisnya. "Ada Mr. Timmons untuk Anda di saluran tiga."
Steve menatap arlojinya. Pukul 17.55 sore. Ia mengangkat gagang telepon. "Mr. Timmons?"
"Ya"., maaf saya baru sekarang membalas telepon Anda. Saya ke luar kota selama dua hari terakhir. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?"
Banyak sekali, ujar Steve dalam hati. Kau bisa mulai dengan bercerita tentang sidik jari palsu itu. Steve memilih kata-katanya dengan hati-hati. "Saya menelepon mengenai Julia Stanford. Ketika Anda berada di Boston baru-baru ini, Anda memeriksa sidik jari Miss Stanford dan,.."
"Mr. Sloane,,,"
"Ya?" "Saya belum pernah ke Boston."
Steve menarik napas panjang. "Mr. Timmons,
menurut daftar tamu di Holiday Inn, Anda berada di sini tanggal?"
"Ada orang yang menggunakan nama saya."
Steve terenyak. Inilah jalan buntu yang terakhir, petunjuknya yang penghabisan. "Dan Anda tentu tidak tahu siapa orang itu?"
"Ehm, ini memang aneh, Mr. Sloane. Seorang wanita berkeras bahwa saya berada di Boston beberapa hari lalu, dan bahwa saya bisa mengidentifikasikannya sebagai Julia Stanford. Padahal saya belum pernah melihat wanita itu."
Harapan Steve mendadak bangkit kembali. "Anda tahu siapa namanya?"
"Ya. Namanya Posner. Margo Posner."
Steve segera meraih bolpoin. "Di mana saya bisa menghubungi dia?"
"Dia ada di Reed Mental Health Facility di Chicago."
"Terima kasih banyak. Saya sangat menghargai bantuan Anda."
"Sebaiknya kita terus berhubungan. Saya sendiri ingin tahu apa yang sedang terjadi. Saya tidak suka kalau ada orang lain yang menyalahgunakan nama saya."
"Oke." Steve meletakkan telepon. Margo Posner.
Julia sudah menunggu ketika Steve pulang malam itu.
"Aku menyiapkan makan malam," ia berkata.
"Ehm, sebenarnya bukan aku. Kau suka masakan Cina?"
Steve tersenyum. "Suka sekali!"
"Bagus. Aku pesan delapan bungkus."
Ketika Steve masuk ke ruang makan, meja makan ternyata telah dihias dengan bunga dan lilin.
"Ada berita baru?" tanya Julia.
Steve berkata dengan hati-hati, "Sepertinya sudah ada utik terang. Aku berhasil mendapatkan nama seorang wanita muda yang tampaknya terlibat dalam urusan ini. Besok pagi aku akan terbang ke Chicago untuk berbicara dengannya. Aku punya firasat bahwa besok semuanya akan terjawab."
"Syukurlah!" ujar Julia dengan gembira. "Aku akan.senang sekali kalau urusan ini akhirnya selesai."
"Aku juga," balas Steve. Betulkah" Dia akan menjadi bagian dari keluarga Stanford?jauh di luar jangkauanku.
Acara makan malam berlangsung selama dua jam, dan mereka bahkan tidak menyadari apa saja yang mereka makan. Mereka berbicara mengenai seribu satu hal, dan sepertinya mereka sudah lama saling mengenal. Mereka membahas masa lalu dan masa kini, dan mereka sengaja tidak menyinggung-nyinggung masa depan. Tidak ada masa depan bagi kita berdua, pikir Steve muram.
Akhirnya, dengan berat hati, Steve berkata, "Hmm, sudah waktunya kita tidur."
Julia menatapnya sambil mengangkat alis, dan keduanya tertawa berderai-derai.
"Maksudku?" "Aku tahu maksudmu. Sampai besok, Steve." "Sampai besok, Julia."
i sbook by Dtoy untuk koleksi pribadi.dilarang keras memperjual belikan ebbnk ini karena dilindungi (oleh undang undang lDttoys@yahDD.CDm
Bab 31 KEESOKAN painya, Steve terbang ke Chicago. Dari O"Hare Airport di Chicago, ia menggunakan taksi. fs&ife
"Ke mana?" pengemudinya bertanya.
"Reed Mental Health Facility."
Si pengemudi menoleh dan menatap Steve. "Anda sehat-sehat saja?"
"Ya. Kenapa?" "Sekadar tanya."
Setelah tiba di Reed, Steve menghampiri petugas keamanan berseragam di meja depan.
Petugas itu menoleh. "Bisa saya bantu?"
"Ya Saya ingin bertemu Margo Posner."
"Dia pegawai di sini?"
Hal itu belum terpikir oleh Steve. "Saya tidak tahu."
Si petugas mengamatinya dengan saksama. "Anda tidak tahu?" "Saya hanya tahu dia ada di sini." *
Si petugas membuka laci dan mengambil daftar nama. Sesaat kemudian ia berkata, "Dia tidak bekerja di sini. Mungkinkah dia pasien?"
"Saya" saya tidak tahu. Mungkin saja."
Si petugas kembali menatap Steve, lalu membuka laci lain dan mengambil printout komputer. Ia mengamatinya, dan di tengah-tengah, ia berhenti. "Posner. Margo."
"Betul." Steve agak terkejut. "Dia dirawat di sini?"
"Ya. Anda saudaranya?" "Bukan"."
"Kalau begitu Anda tidak bisa menemuinya."
"Saya harus bicara dengan dia," Steve mendesak. "Ini sangat penting."
"Maaf. Saya hanya menjalankan perintah. Kecuali jika Anda sudah memperoleh izin sebelumnya, Anda tidak bisa mengunjungi pasien."
"Siapa yang bertanggung jawab di sini?"
"Saya." "Maksud saya, bertanggung jawab atas rumah sakit ini?"
"Dr. Kingsley."
"Saya mau ketemu dia."
"Oke." Si petugas mengangkat gagang telepon dan menghubungi sebuah nomor. "Dr. Kingsley, ini Joe di meja depan. Ada tamu yang ingin menemui Anda." Ia menoleh ke arah Steve. "Nama Anda?"
"Steve Sloane. Saya pengacara."
"Steve Sloane. Dia pengacara" Oke." Ia meletakkan gagang telepon dan berpaling kepada Steve. "Silakan tunggu sebentar. Nanti Anda akan diantar ke ruang kerja Dr. Kingsley."
lima menit kemudian Steve dipersilakan masuk ke ruang kerja Dr. Kingsley. Dokter itu berusia lima puluhan, namun tampak lebih tua dan letih.
"Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda, Mr. Sloane?"
"Saya perlu bicara dengan salah satu pasien Anda di sini. Margo Posner."
"Ah, ya. Kasus yang menarik. Anda bersaudara dengannya?"
"Tidak, tapi saya sedang menyelidiki suatu kasus yang mungkin merupakan kasus pembunuhan, dan saya perlu bicara dengannya. Dia mungkin kunci masalah yang saya hadapi."
"Maaf, tapi saya tidak bisa membantu."
"Anda harus membantu," ujar Steve. "Ini?"
"Mr. Sloane, biarpun saya ingin membantu Anda, saya tidak bisa melakukannya."
"Kenapa tidak?"
"Karena Margo Posner berada dalam sel khusus. Dia menyerang semua orang yang mendekatinya.
? * tf8* dla berusaha membunuh seorang perawat dan dua dokter* "Apar
^n^aZ-^f ^entitasnya dan berteriak"
palnya Satu saL TyIer" dan awak ka"
unya cara untuk menanganinya
adalah dengan memberikan obat penenang dalam dosis tinggi."
"Oh, ya Tuhan," kata Steve. "Barangkali Anda bisa mengira-ngira kapan dia akan sadar lagi?"
Dr. Kingsley menggelengkan kepala. "Dia berada di bawah observasi ketat. Lambat laun dia mungkin akan lebih tenang, dan kami bisa mengevaluasi kembali kondisinya. Tapi sampai saat itu?"
Bab 32 kapal patroli pelabuhan itu sedang menyusuri Charles River pada pukul enam pagi, ketika salah satu polisi di kapal itu melihat sesuatu mengambang di air.
"Di sebelah kiri haluan!" serunya. "Kelihatannya seperti batang kayu. Ayo, kita angkat saja sebelum ada perahu yang celaka."
Batang kayu hu ternyata jenazah, dan yang lebih aneh lagi, jenazah yang telah diformalin.
Para polisi menatapnya dengan heran. "Bagaimana mungkin mayat yang sudah diformalin mengambang di sungai?"
Letnan Michael Kennedy sedang berbicara dengan petugas visum. "Anda yakin?"
Petugas itu menyahut, "Seratus persen. Ini Harry Stanford. Saya sendiri yang mengawetkan jenazahnya. Kemudian kami mendapat perintah penggalian kembali dan waktu peti jenazahnya dibuka" Anda sudah membaca laporan kami."
396 "Siapa yang mirfita jenazahnya digali kembali?"
"Keluarganya. Mereka mengajukan permohonan melalui pengacara mereka, Simon Fitzgerald."
"Tampaknya saya perlu bicara dengan Mr. Fitzgerald." +
Ketika Steve kembali ke Boston dari Chicago, ia langsung menemui Simon Fitzgerald di mang kerjanya.
"Kau kelihatan lelah," ujar Fitzgerald. "Bukan sekadar lelah?aku habis akal. Semuanya kacau-balau, Simon. Mula-mula kita punya tiga petunjuk: Dmitri Kaminsky, Frank Timmons, dan Margo Posner. Nah, Kaminsky sudah mati, Timmons yang ini bukan Timmons yang kita cari, dan Margo Posner dikurung di rumah sakit jiwa. Kita tidak punya apa-apa untuk?"
Suara sekretaris Fitzgerald terdengar melalui interkom, "Maaf. Letnan Kennedy ingin bertemu Anda, Mr. Fitzgerald." . "Suruh dia masuk."
Michael Kennedy tipe orang yang berpembawaan keras dan bermata tajam.
"Mr. Fitzgerald?"
"Ya. Ini rekan saya, Steve Sloane. Kalau tidak salah Anda sempat berbicara dengannya melalui telepon. Silakan duduk. Bagaimana kami bisa membantu Anda?"
"Kami baru saja menemukan jenazah Harry Stanford."
397 "Apa" Di mana?"
"Mengambang di Charles River. Anda yang memerintahkan jenazahnya digali lagiv bukan?" "Ya"
"Boleh saya tahu kenapa?"
Fitzgerald menceritakannya.
Ketika ia selesai, Kennedy berkata, "Dan Anda tidak tahu siapa yang tampil sebagai detektif Timmons itu?"
"Tidak," Steve yang menjawab. "Saya sudah bicara dengan Timmons. Dia sama bingungnya dengan kami."
Kennedy menghela napas. "Makin lama urusan ini makin aneh."
"Di mana jenazah Harry Stanford sekarang?" tanya Steve.
"Untuk sementara disimpan di kamar mayat. Mudah-mudahan saja tidak hilang lagi."
"Ya, mudah-mudahan saja," ujar Steve. "Kami akan minta Perry Winger melakukan tes DNA terhadap Julia."
Ketika Steve menelepon Tyler untuk memberi tahu bahwa jenazah ayahnya berhasil ditemukan, Tyler benar-benar kaget.
"Ya Tuhan!" ujarnya "Siapa yang tega melakukan hal seperti itu?" "Itulah yang sedang kami selidiki," sahut Steve. Tyler marah sekali. Baker ternyata lebih tolol dari yang kuduga! Dia akan menerima ganjaran"
nya. Tapi urusan ini harus segera dibereskan sebelum terlambat. "Mr. Sloane, Anda mungkin sudah mendengar kabar bahwa saya diangkat sebagai hakim kepala Cook County. Kasus-kasus yang hams saya tangani sudah menumpuk, dan saya terus didesak-desak untuk kembali secepat mungkin. Kunjungan saya ke Boston tidak bisa diperpanjang lebih lama lagi. Saya akan sangat berterima kasih jika Anda dapat melakukan sesuatu untuk mempercepat proses pengesahan surat wasiat."
"Tadi pagi saya sudah menghubungi pengadilan," jawab Steve, "dan menurut mereka prosesnya akan selesai dalam tiga hari."
"Bagus. Tolong kabari saya mengenai perkembangan selanjutnya."
"Tentu, Pak Hakim."
Steve duduk di ruang kerjanya sambil mempelajari kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir. Ia teringat percakapannya dengan Inspektur Kepala McPhearson.
"Kami menemukan mayatnya beberapa waktu lalu. Semua jarinya dipotong, dan dia ditembak beberapa kali."
Tapi tunggu dulu, pikir Steve. Ada sesuatu yang tidak diceritakannya padaku. Ia mengangkat gagang telepon dan kembali menelepon ke Australia.
Suara yang menyahut berkata, "Inspektur Kepala McPhearson.w
"Halo, Inspektur. Ini Steve Sloane. Ada satu hal
399 yang lupa saya tanyakan. Ketika Anda menemukan mayat Dmitri Kaminsky, apakah dia membawa surat-surat" "Hmm, begitu" Ya" Terima kasih banyak."
Ketika Steve meletakkan telepon, suara sekretarisnya terdengar melalui interkom, "Letnan Kennedy menunggu di saluran dua."
Steve menekan tombol. "Letnan. Maaf Anda terpaksa menunggu. Saya sedang mengadakan pembicaraan interlokal tadi."
"Saya memperoleh informasi menarik mengenai Hoop Malkovich dari NYPD. Tampaknya dia cukup terkenal di New York."
Tunggu sebentar." Steve meraih bolpoin. "Ya?"
"Kepolisian New York menduga bahwa toko roti tempat ia bekerja sekadar kedok untuk jaringan pengedar obat bius." Letnan Kennedy berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Kami yakin Malkovich pengedar narkotika. Tapi dia lihai. Sampai sekarang kami belum berhasil menangkapnya."
"Ada lagi?" tanya Steve.
"Pihak polisi menduga jaringan itu kaki tangan Mafia Prancis, dengan penghubung di Marseilles. Kalau ada kabar lagi, saya akan menghubungi Anda."
"Terima kasih, Letnan. Keterangan Anda sangat membantu."
Steve meletakkan telepon dan meninggalkan ruang kerjanya.
Ketika Steve tiba di rumah, ia segera memanggil, "Julia?" Tak ada jawaban.
Steve mulai panik. "Julia!" Dia diculik atau dibunuh, ia berkata dalam hati, dan tiba-tiba saja ia merasa cemas sekali.
Julia muncul di puncak tangga. "Steve?"
Steve menarik napas panjang. "Aku pikir?" Wajahnya pucat.
"Kau tidak apa-apa?"
"Ya." Julia menuruni tangga. "Bagaimana hasil kunjunganmu ke Chicago" Memuaskan?"
Steve menggelengkan kepala. "Sayangnya, ti-dak." Ia menceritakan semuanya. "Kamis besok surat wasiat ayahmu akan dibacakan. Berarti tinggal tiga hari lagi. Siapa pun yang merencanakan ini harus menyingkirkanmu sebelum itu, atau rencananya takkan berhasil."
Julia menelan ludah. "Oh, begitu. Sudah ada orang yang kaucurigai?"
"Sebenarnya?" Pesawat telepon berdering. "Maaf." Steve mengangkat telepon. "Halo?"
"Ini Dr. Tichner di Florida. Maaf saya baru menelepon sekarang, tapi saya bara pulang."
"Dr. Tichner. Terima kasih Anda membalas telepon saya. Kantor kami menangani warisan Stanford."
"Ada sesuatu yang dapat saya lakukan untuk Anda?"
"Saya ingin bertanya mengenai Woodrow Stanford. Setahu saya, dia pasien Anda." "Ya"
"Apakah dia mengalami masalah dengan narkotika, Dokter?"
"Mr. Sloane, saya tidak bisa membahas kondisi kesehatan pasien-pasien saya."
"Saya mengerti. Tapi pertanyaan saya berkaitan dengan urusan yang sangat penting"."
"Maaf, tapi saya tidak bisa"."
"Anda mendaftarkan dia untuk menjalani perawatan di Harbor Group Clinic di Jupiter, bukan?"
Dr. Tichner diam cukup lama. "Ya."
Terima kasih, Dokter. Hanya itu yang perlu saya ketahui."
Steve meletakkan telepon, dan sejenak ia termenung-menung. "Ini baru kejutan."
"Ada apa?" tanya Julia.
"Duduklah"."
Tiga puluh menit kemudian Steve sudah menuju Rose HAL Akhirnya ia berhasil menemukan kunci teka-teki yang dihadapinya. Dia memang hebat. Rencananya hampir berhasil Dan dia masih punya peluang seandainya terjadi apa-apa terhadap Julia, Steve berkata dalam hati.
Di Rose Hill, Clark membukakan pintu. "Selamat malam, Mr. Sloane."
"Selamat malam, Clark. Hakim Stanford ada di rumah?"
"Dia ada di ruang baca. Saya akan memberitahukan kedatangan Anda."
Semenit kemudian kepala pelayan itu kembali. "Hakim Stanford akan menemui Anda."
"Terima kasih."
Steve menuju mang baca. Tyler sedang duduk menghadapi papan catur, penuh konsentrasi. Ia menoleh ketika Steve masuk.
"Anda ingin bertemu dengan saya?"
"Ya. Saya yakin wanita muda yang datang beberapa hari lalu Julia yang asli. Julia yang satu lagi penipu."
"Tapi itu tidak mungkin."
"Kelihatannya memang benar, dan saya juga sudah tahu siapa yang mendalangi semuanya."
Hening sejenak. Kemudian Tyler berkata pelan-pelan, "Oh ya?"
"Ya. Anda pasti akan kaget. Pelakunya adik Anda, Woody."
Tyler menatap Steve sambil terbengong-bengong. "Maksud Anda, Woody yang bertanggung jawab atas semua yang telah terjadi?" "Betul."
"Saya" ini tidak masuk akal."
"Mula-mula saya sendiri tidak percaya, tapi semua petunjuk mengarah ke adik Anda itu. Anda tahu adik Anda kecanduan narkotika?" "Saya" saya sudah menduganya." "Obat bius cukup mahal. Woody tidak bekerja. Dia perlu uang, dan tampaknya dia mengharapkan bagian lebih besar dari warisan ayah Anda. Dialah yang menyewa Julia palsu, tapi ketika Anda menghubungi kami dan menuntut tes DNA, dia panik dan menyuruh orang mengeluarkan jenazah ayah Anda dari peti untuk mencegah tes tersebut. Itulah yang membuat saya curiga. Dan saya menduga dia juga mengirim seseorang ke Kansas City untuk membunuh Julia yang asli. Anda tahu Peggy mempunyai kakak yang berhubungan dengan Mafia" Selama Julia masih hidup dan ada dua Julia berkeliaran, rencananya tidak mungkin berhasil."
"Anda yakin tentang ini semua?"
"Seratus persen. Lalu ada satu hal lagi, Pak Hakim."
"Ya?" "Saya kira ayah Anda bukan sekadar terjatuh dari yocfe-nya. Saya percaya Woody memerintahkan ayah Anda dibunuh. Pembunuhan itu bisa saja diatur oleh kakak Peggy. Saya mendapat informasi bahwa dia mempunyai hubungan dengan Mafia Marseilles. Bisa saja mereka membayar salah satu awak kapal untuk melakukannya. Malam ini saya akan terbang ke Italia untuk berbicara dengan kapten kapal itu."
404 Tyler mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Kemudian ia berkata dengan nada menyetujui, "Itu ide bagus." Kapten Vacarro tidak tahu apa-apa.
"Saya akan berusaha kembali sebelum surat wasiat ayah Anda dibacakan Kamis besok."
Tyler berkata, "Bagaimana dengan Julia yang asli" Anda yakin dia aman?"
"Oh, ya," ujar Steve. "Dia tinggal di tempat yang tak mungkin diketahui orang. Dia di rumah saya."
shook by otoy untuk koleksi pribadi.dilarang keras memperjual belikan ebbok ini karena dilindungi oleh undang undang ottoys@yahoo.cDm
Bab 33 DEWA-DEWA bermurah hati padaku. Ia seakan-akan tidak bisa mempercayai nasib baiknya. Ia betul-betul beruntung. Semalam, Steve Sloane telah menyerahkan Julia ke tangannya. Hal Baker tidak bisa diandalkan, pikir Tyler. Julia harus kubereskan sendiri.
Ia menoleh ketika Clark memasuki ruangan. "Maaf, Hakim Stanford. Ada telepon untuk Anda."
Orang yang meneleponnya ternyata Keith Percy. Ty
ler?" "Ya, Keith."
"Aku hanya ingin memberitahukan perkembangan terakhir mengenai Margo Posner." "Ya?"


Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku baru saja ditelepon Dr. Gifford. Wanita itu tidak waras. Sikapnya begitu buruk sehingga dia harus dikurung di sel khusus."
Tyler amat lega. "Sayang sekali."
"Pokoknya, kau tak perlu kuatir lagi. Dia tak
bisa lagi membahayakan kau maupun keluargamu."
"Syukurlah," ujar Tyler. "Terima kasih, Keith."
Tyler naik ke kamarnya dan menelepon Lee. Ia harus menunggu agak lama sebelum Lee menyahut.
"Halo?" Tyler mendengar suara-suara di latar belakang. "Lee?" "Siapa ini?" "Tyler."
"Oh, yeah. Tyler."
Tyler mendengar gelas-gelas berdenting-denting. "Lagi ada pesta, Lee?" "Ya. Mau bergabung?"
Tyler bertanya-tanya siapa saja yang hadir. "Sayang aku tidak bisa. Aku menelepon supaya kau bersiap-siap untuk perjalanan yang kita bicarakan tempo hari."
Lee tertawa. "Maksudmu, perjalanan ke St.-Tro-pez naik yacht putih yang besar itu?" "Betul?"
"Oh, sudahlah, Tyler. Mana ada hakim yang punya kapal pesiar" Lain kali kita bicara lagi, oke" Tamu-tamuku sudah menunggu."
"Tunggu dulu!" seru Tyler. "Kau tahu siapa aku?"
"Tentu, kau?" "Aku Tyler Stanford. Ayahku Harry Stanford." Hening sejenak. "Kau bercanda, bukan?"
"Tidak. Aku lagi di Boston untuk mengurus masalah warisan."
"Ya Tuhan. Stanford yang itu. Aku tidak tahu. Sori. Aku" aku memang lihat beritanya di TV, tapi aku tidak terlalu memperhatikannya. Aku sama sekali tidak menyangka kau?"
Tidak apa-apa." "Kau serius soal mengajakku ke St.-Tropez, bukan?"
"Ya. Mulai sekarang kita akan melakukan banyak hal bersama-sama," ujar Tyler. "Maksudku, kalau kau berminat."
Tentu saja aku berminat!" Suara Lee mendadak penuh semangat "Wah, Tyler, ini benar-benar berita bagus"."
Tyler tersenyum lebar ketika meletakkan telepon. Urusan Lee sudah selesai. Sekarang, ia berkata dalam hati, aku tinggal membereskan adik ariku.
Tyler pergi ke ruang baca, tempat koleksi pistol Harry Stanford disimpan. Ia membuka lemari dan mengeluarkan kotak kayu mahoni. Setelah mengambil beberapa butir peluru dari laci di bagian bawah lemari, ia membawa kotak kayu itu ke kamarnya, mengunci pintu, lalu membuka kotak tersebut. Di dalamnya ada dua revolver Ruger, pistol kegemaran Harry Stanford. Tyler meraih salah satu, mengisi peluru, lalu menyimpan sisa amunisi serta kotak berisi revolver yang satu lagi
di dalam laci meja tulisnya. Satu tembakan sudah cukup, ia ?berkata dalam hati. Sekolah gaya militer tempat ia dikirim oleh ayahnya telah mendidiknya menjadi penembak jitu. Terima kasih, Ayah.
Kemudian Tyler meraih buku telepon dan mencari alamat rumah Steve Sloane.
280 Newbury Street, Boston.
Tyler menuju garasi yang berisi setengah lusin mobil. Ia memilih Mercedes hitam yang dianggapnya paling tidak mencolok. Ia membuka pintu garasi, lalu memasang telinga untuk mendengarkan apakah ada orang yang terganggu oleh suara itu. Suasananya tetap hening.
Dalam perjalanan ke rumah Steve Sloane, Tyler memikirkan tindakan yang akan diambilnya. Ia belum pernah membunuh, namun kali ini tidak ada pilihan lain. Julia Stanford merupakan rintangan terakhir. Kalau wanita itu sudah disingkirkan, semua masalahnya akan lenyap. Selama-lamanya, Tyler berkata dalam hati.
Mercedes itu dikemudikannya pelan-pelan, agar tidak menarik perhatian. Ketika sampai di Newbury Street, Tyler melewati alamat Steve. Beberapa mobil diparkir di tepi jalan, tapi tak seorang pun kelihatan.
Ia memarkir mobilnya satu blok lebih jauh, lalu berjalan kaki ke rumah Steve. Kemudian ia menekan bel pintu dan menunggu.
Suara Julia terdengar dari balik pintu, "Siapa itu?"
"Hakim Stanford."
Julia membuka pintu. Ia menatapnya dengan heran. "Kenapa kau ada di sini" Ada masalah?"
"Tidak," sahut Tyler tenang. "Steve Sloane minta aku ke sini untuk berbicara denganmu. Dia memberitahuku kau tinggal di rumahnya. Boleh aku masuk?"
"Ya, tentu saja."
Tyler melangkah masuk dan memperhatikan Julia menutup pintu. Julia mengajaknya ke ruang tamu.
"Steve tidak di ramah," ia berkata. "Dia sedang dalam perjalanan ke San Remo."
"Aku tahu." Tyler memandang berkeliling. "Kau sendirian di sini" Tidak ada pengurus rumah atau orang lain yang menemanimu?"
"Tidak. Aku aman di sini. Mau minum apa?"
"Tidak usah, terima kasih."
"Apa yang ingin kaubicarakan?"
"Kedatanganku menyangkut kau, Julia. Aku kecewa padamu;"
"Kecewa?""
"Seharusnya kau jangan datang ke sini. Kaupikir kau bisa begitu saja meraih harta yang bukan
milikmu?" Julia menatapnya sejenak. "Tapi aku berhak untuk?"
"Kau tidak berhak atas apa pun!" hardik Tyler.
410 "Di mana kau selama bertahun-tahun kami dihina dan dihukum Ayah" Dia tak pernah menyia-nyia-kan kesempatan untuk menyakiti kami. Dia membuat hidup kami serasa di neraka. Kau tidak mengalami semua itu. Nah, kami mengalaminya, dan kami berhak mendapatkan uangnya. Bukan kau."
"Aku" apa yang kauharapkan dariku?"
Tyler tertawa mengejek. "Apa yang kuharapkan" Aku tidak mengharapkan apa-apa. Kau tahu kau nyaris merusak semuanya?"
"Aku tidak mengerti."
"Sebenarnya mudah saja." Tyler mengeluarkan revolver. "Kau akan menghilang."
Julia mundur selangkah. "Tapi aku?" v "Sudahlah. Jangan buang-buang waktu. Kau dan aku akan berjalan-jalan sebentar."
Tubuh Julia menegang. "Bagaimana kalau aku tidak mau?"
"Oh, kau pasti akan ikut. Hidup atau mati. Terserah kau saja."
Sedetik kemudian Tyler mendengar suaranya menggelegar dari ruangan sebelah. "Oh, kau pasti akan ikut. Hidup atau mati. Terserah kau saja." Ia segera membalik. "Apa?""
Steve Sloane, Simon Fitzgerald, Letnan Kennedy, serta dua petugas polisi berseragam muncul di ruang tamu. Steve memegang alat perekam.
Letnan Kennedy berkata, "Serahkan pistol Anda, Hakim Stanford."
411 Sejenak Tyler berdiri seperti patung. Kemudian ia memaksakan senyum. "Tentu. Saya hanya bermaksud menggertak wanita ini agar pergi dari sini. Dia penipu." Ia menyerahkan pistolnya kepada Letnan Kennedy. "Dia berusaha merebut bagian dari warisan Stanford. Nah, saya tidak rela, jadi saya?"
"Permainan Anda sudah berakhir," ujar Steve.
"Apa maksud Anda" Anda mengatakan Woody yang bertanggung jawab atas?"
"Woody takkan sanggup menyusun rencana secanggih ini, dan Kendali sudah meraih sukses. Jadi saya mulai menyelidiki Anda. Dmitri Kaminsky tewas terbunuh di Australia, tapi polisi Australia menemukan nomor telepon Anda di sakunya.. Anda menggunakan dia untuk membunuh ayah Anda. Anda pula yang melibatkan Margo Posner lalu berkeras bahwa dia penipu untuk menghapus segala kecurigaan. Anda menuntut tes DNA dan mengatur agar jenazah ayah Anda digali lagi. Dan Anda yang berlagak menelepon Frank Timmons. Anda menyewa Margo Posner untuk berperan sebagai Julia, lalu menjebloskannya ke rumah sakit jiwa."
Tyler memandang berkeliling, dan ketika ia angkat bicara, suaranya bernada tenang. Terlalu tenang. "Nomor telepon yang ditemukan pada mayat seseorang Anda anggap sebagai buktil Yang benar saja! Anda memasang perangkap Anda yang menyedihkan berdasarkan itul Anda tidak mempunyai bukti apa pun. Nomor telepon saya ada di saku Dmitri karena saya menduga ayah saya terancam bahaya. Saya sudah mewanti-wanti Dmitri untuk berhati-hati. Rupanya dia tetap kurang waspada. Kemungkinan besar Dmitri dibunuh oleh orang yang membunuh ayah saya. Orang itulah yang seharusnya Anda cari. Dan sebelum Anda menemukan dia dan berhasil mengaitkannya dengan saya, Anda tidak punya apa-apa. Mengenai Margo Posner, saya benar-benar percaya dia adik kami. Waktu dia mulai berbelanja tanpa kendali dan mengancam akan membunuh kami semua, saya membujuknya pergi ke Chicago. Saya mengatur agar dia dijemput di bandara dan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Saya sengaja merahasiakan hal itu dari pers untuk melindungi keluarga saya."
Julia berkata, "Tapi kau datang ke sini untuk membunuhku."
Tyler menggelengkan kepala. "Aku tidak bermaksud membunuhmu. Kau penipu. Aku hanya ingin menakut-nakutimu."
"Kau bohong." Tyler berpaling kepada yang lain. "Ada hal lain yang perlu Anda pertimbangkan. Mungkin saja tak ada anggota keluarga yang terlibat. Mungkin saja semuanya ini didalangi oleh orang dalam, seseorang yang menyewa penipu untuk mengelabui para anggota keluarga, agar dia bisa memperoleh bagian dari warisan. Ini tidak terpikir oleh Anda, bukan?"
413 Ia berpaling kepada Simon Fitzgerald. "Saya akan menuntut Anda berdua karena Fitnah, dan saya akan merampas segala sesuatu yang Anda miliki. Orang-orang ini saksi saya. Anda akan menyesal karena telah berurusan dengan saya. Saya menguasai miliaran dolar, dan saya akan menggunakan uang itu untuk menghancurkan Anda." Ia menatap Steve. "Asal tahu saja, tindakan Anda yang terakhir sebagai pengacara adalah pembacaan surat wasiat Stanford. Nah, kecuali kalau Anda bermaksud menuntut saya karena membawa senjata tanpa izin, saya akan pergi sekarang."
Mereka berpandangan. "Tidak" Baiklah, selamat malam, kalau begitu." Tak berdaya mereka memperhatikannya keluar lewat pintu depan.
Letnan Kennedy yang pertama angkat bicara. "Ya Tuhan!" ia berkata. "Anda percaya itu?"
"Dia hanya menggertak," ujar Steve pelan-pelan. "Tapi kita tidak bisa membuktikannya. Tanpa Dmitri Kaminsky atau kesaksian Margo Posner, kita tidak mempunyai apa-apa untuk mendukung kecurigaan kita."
"Bagaimana dengan ancaman terhadap nyawaku?" Julia memprotes.
Steve menyahut, "Kaudengar sendiri apa yang dikatakannya. Dia hanya bermaksud menakut-nakutimu karena menyangka kau penipu."
"Dia bukan sekadar menakut-nakuti," Julia berkeras. "Dia memang berniat membunuhku."
"Aku tahu. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa" Kita terpaksa mulai dari nol lagi."
Fitzgerald mengerutkan kening. "Situasinya lebih parah dari itu, Steve. Tyler serius waktu berkata akan menuntut kita. Kalau kita tidak bisa membuktikan tuduhan kita, kita akan berada dalam kesulitan besar."
Setelah yang lain pergi, Julia berkata kepada Steve, "Aku menyesal tentang semuanya ini. Aku merasa bertanggung jawab. Kalau saja aku tidak datang?"
"Jangan bicara begitu," Steve menanggapinya.
"Tapi dia akan menghancurkanmu. Apakah dia bisa berbuat begitu?"
Steve angkat bahu. "Kita lihat saja nanti."
Julia terdiam sejenak. "Steve, aku ingin membantumu."
Steve menatapnya dengan heran. "Apa maksudmu?"
"Ehm, aku akan memperoleh banyak uang. Aku ingin memberikan sebagian supaya kau bisa?"
Steve menyentuh pundak Julia. "Terima kasih, Julia. Aku tidak bisa menerima uangmu. Jangan kuatir tentang aku."
"Tapi?" "Jangan kuatir."
Julia merinding. "Dia orang jahat." "Tindakanmu tadi sangat berani."
"Kau bilang tak ada cara untuk menangkapnya, jadi kupikir jika kau menyuruhnya ke sini, kita bisa menjebaknya."
"Kelihatannya justru kita sendiri yang terjebak."
Malam itu Julia berbaring di tempat tidur sambil memikirkan Steve dan mencari-cari cara melindunginya. Seharusnya aku tidak datang, ia berkata dalam hati, tapi kalau tidak datang, aku takkan bertemu dengannya.
Di kamar sebelah, Steve berbaring sambil memikirkan Julia. Ia frustrasi membayangkan wanita itu di tempat tidur, terpisah hanya oleh dinding tipis. Jangan menipu diri sendiri. Kau terpisah semiliar dolar dari dia.
Tyler riang gembira. Dalam perjalanan pulang, ia merenungkan kejadian yang baru saja dialaminya, dan bagaimana ia berhasil membungkam mereka. Mereka orang-orang kerdil yang berusaha menumbangkan raksasa, ia berkata dalam hati. Ia sama sekali tidak tahu bahwa kata-kata yang sama pernah terlintas dalam benak ayahnya.
Ketika Tyler tiba di Rose Hill, ia disambut oleh Clark. "Selamat malam, Hakim Stanford. Anda kelihatan cerah sekali malam ini."
"Aku belum pernah merasa lebih enak dari sekarang, Clark. Belum pernah."
"Ada sesuatu yang bisa saya ambilkan untuk Anda?"
"Ya. Aku minta segelas sampanye." "Segera, Sir."
Ia ingin merayakan kemenangannya. Besok aku akan bernilai dua miliar dolar. Angka itu diucapkannya berulang-ulang. "Dua miliar dolar" dua miliar dolar?" Ia memutuskan untuk menelepon Lee.
Kali ini Lee segera mengenali suaranya. "Tyler! Apa kabar?" Lee bertanya dengan hangat.
"Baik, Lee." "Aku sudah menunggu-nunggu kabar darimu."
Hati Tyler berbunga-bunga. "Oh ya" Bagaimana kalau kau ke Boston besok?"
"Boleh saja" tapi untuk apa?"
"Untuk menghadiri pembacaan surat wasiat. Aku akan mendapat dua miliar dolar."
"Dua" wow!"
"Aku ingin kau berada di sampingku. Kita akan memilih yacht bersama-sama." "Oh, Tyler! Aku sudah tak sabar." "Kalau begitu, kau bisa datang?" "Tentu saja."
Ketika Lee meletakkan telepon, ia mengulang-ulang dengan gembira, "Dua miliar dolar" dua miliar dolar?"
417 Bab 34 Sehari sebelum pembacaan surat wasiat, Kendali dan Woody duduk di ruang kerja Steve.
"Saya tidak mengerti kenapa kami harus kemari," ujar Woody. "Pembacaan surat wasiat itu kan baru besok."
"Ada seseorang yang ingin saya perkenalkan kepada Anda."
"Siapa?" "Adik perempuan Anda."
Kedua tamu Steve menatapnya dengan mata terbelalak. "Kami sudah bertemu dengannya," kata Kendali.
Steve menekan tombol pada pesawat interkom. "Tolong persilakan dia masuk."
Kendall dan Woody berpandangan dengan bingung.
Pintu membuka, dan Julia Stanford memasuki ruangan.
Steve berdiri. "Ini adik Anda, Julia."
"Apa-apaan ini?" Woody meledak. "Jangan main-main!"
"Izinkan saya memberi penjelasan," ujar Steve dengan tenang. Ia bicara selama lima belas menit, dan mengakhiri keterangannya dengan berkata, "Perry Winger telah memberi konfirmasi bahwa DNA Julia cocok dengan DNA ayah Anda."
Setelah ia selesai, Woody berseru, "Tyler! Tidak mungkin!"
"Nyatanya demikian."
"Saya tidak mengerti. Sidik jari wanita yang satu lagi membuktikan bahwa dia Julia," kata Woody. "Saya masih menyimpan kartu sidik jarinya."
Jantung Steve langsung berdegup kencang. "Oh ya?"
"Yeah. Saya menyimpannya sebagai kenang-kenangan."
"Saya ingin minta tolong pada Anda" ujar Steve.
Keesokan paginya pukul sepuluh, sekelompok orang berkumpul di ruang rapat Renquist, Renquist & Fitzgerald. Simon Fitzgerald duduk di kepala meja. Kecuali Kendall, Tyler, Woody, Steve, dan Julia masih ada sejumlah orang lain.
Fitzgerald memperkenalkan dua dari mereka. "Ini William Parker dan Patrick Evans. Mereka bekerja di biro-biro pengacara yang mewakili Stanford Enterprises. Mereka membawa laporan keuangan perusahaan tersebut. Saya akan mulai dengan membacakan surat wasiat, kemudian mereka akan mengambil alih pertemuan ini."
"Cepat sedikit," Tyler berkata dengan tidak sabar. Ia duduk terpisah dari yang lain. Aku bukan saja akan mendapatkan uang itu, aku juga akan menghancurkan kalian. Simon Fitzgerald mengangguk. "Baiklah." Di hadapan Fitzgerald ada berkas besar bertulisan HARRY STANFORD?KEHENDAK TERAKHIR DAN SURAT WASIAT. "Saya sudah menyiapkan salinan untuk semua pihak yang berkepentingan^ sehingga kita tidak perlu membahas segala detail teknis. Saya sudah memberitahu Anda bahwa anak-anak Harry Stanford akan memperoleh bagian yang sama dari warisannya." Sambil tersenyum Julia melirik ke arah Steve. Aku bersyukur untuknya, pikir Steve. Biarpun nanti dia akan berada jauh di luar jangkauanku.
Simon Fitzgerald melanjutkan, "Di sini tercantum sekitar selusin pemberian hadiah, namun tak ada yang mempengaruhi jumlah warisan secara keseluruhan."
Tyler sedang berkata dalam hati, Nanti siang Lee akan datang. Aku akan menjemputnya di bandara.
"Seperti yang telah Anda ketahui, Stanford Enterprises memiliki aset-aset bernilai sekitar enam miliar dolar." Fitzgerald mengangguk kepada William Parker. "Mr. Parker?"
420 William Parker membuka tas kerjanya dan mengeluarkan beberapa berkas. "Seperti yang dikatakan Mr. Fitzgerald, aset-aset Stanford Enterprises bernilai enam miliar dolar. Namun?" Parker berhenti dan memandang berkeliling. "Stanford Enterprises berutang lebih dari lima belas miliar dolar."
Woody langsung berdiri. "Astaga! Apa maksud Anda?"
Tyler tampak pucat. "Anda bergurau, bukan?" "Ini pasti lelucon!" seru Kendali dengan suara parau.
Mr. Parker berpaling kepada salah satu pria yang turut menghadiri pertemuan. "Mr. Leonard Redding bekerja untuk Securities and Exchange Commission. Dia akan menjelaskan semuanya."
Redding mengangguk. "Selama dua tahun terakhir, Harry Stanford yakin bahwa suku bunga akan turun. Di masa lampau, dia memperoleh jutaan dolar dengan berspekulasi atas suku bunga. Ketika suku bunga mulai meningkat, dia tetap percaya bahwa suku bunga akan turun kembali, dan dia terus menambah jumlah uang yang diper-taruhkannya. Dia meminjam uang dalam jumlah besar untuk membeli obligasi jangka panjang, tapi suku bunga ternyata terus naik dan biaya pinjamannya pun melonjak, sementara nilai obligasi yang dibelinya merosot tajam. Berkat reputasi dan hartanya yang luar biasa, bank-bank tetap bersedia melakukan bisnis dengan Harry Stanford, tapi ketika dia mencoba menutupi kerugiannya dengan
membeli high-risk securities, mereka mulai cemas. Dia melakukan serangkaian investasi berakibat fatal. Sebagian uang yang dia pinjam diperolehnya dengan jaminan securities yang dibeli dengan uang pinjaman sebagai agunan untuk peminjaman lebih lanjut."
"Dengan kata lain," Patrick Evans memotong, "Harry Stanford melakukan peminjaman bertingkat, sesuatu yang dilarang oleh undang-undang."
"Betul. Malang baginya, suku bunga mengalami peningkatan yang termasuk paling tajam dalam sejarah dunia keuangan. Dia terpaksa terus meminjam uang untuk menutupi utang sebelumnya. Dia terjebak lingkaran setan."
Semuanya mendengarkan penjelasan Redding dengan saksama.
"Ayah Anda memberikan jaminan pribadi kepada yayasan dana pensiun perusahaannya, dan menggunakan uang itu untuk membeli saham secara ilegal. Ketika bank-bank mulai mempertanyakan tindak-tanduknya, ia mendirikan sejumlah perusahaan tameng dan memberikan catatan palsu mengenai kemampuan membayar utang serta penjualan properti miliknya, guna mendongkrak nilai surat-surat berharga yang dipegangnya. Singkat kata, ia melakukan penipuan. Akhirnya ia menjadi tergantung pada konsorsium bank untuk mengatasi masalahnya. Mereka menolak. Ketika mereka melaporkannya kepada Securities and Exchange Commission, Interpol mulai dilibatkan."
Redding menoleh kepada pria yang duduk di sampingnya. "Ini Inspektur Patou, dari Surete Prancis. Inspektur, tolong jelaskan sisanya."
.Inspektur Patou berbahasa Inggris dengan logat Prancis. "Atas permintaan Interpol, kami melacak Harry Stanford ke St.-Paul-de-Vence, dan saya mengirim tiga detektif ke sana untuk mengikutinya. Dia berhasil meloloskan diri. Sementara itu, Interpol telah mengirim kode hijau kepada semua departemen kepolisian untuk memberitahu mereka bahwa Harry Stanford sedang dicurigai dan perlu diawasi. Seandainya saat itu Interpol telah menyadari lingkup kejahatannya, mereka akan mengirim kode merah, atau prioritas tertinggi, dan kami akan menangkapnya."
Woody tampak sangat terpukul. "Karena itu dia meninggalkan semuanya untuk kami. Karena dia tidak punya apa-apa lagi!"
William Parker berkata, "Anda benar. Nama-nama Anda tercantum dalam surat wasiat ayah Anda karena bank-bank menolak membantunya dan dia tahu bahwa pada dasarnya dia tidak meninggalkan apa-apa untuk Anda. Tapi kemudian dia berbicara dengan Ren6 Gautier di Cr?dit Lyonnais, yang. berjanji akan menolongnya. Begitu Harry Stanford menyangka sudah memiliki uang lagi, dia langsung berniat mencoret nama-nama Anda dari surat wasiatnya."
"Tapi bagaimana dengan yacht, pesawat, dan rumah-rumah pribadinya?" tanya Kendali.
"Maaf," ujar Parker. "Semuanya akan dijual untuk melunasi sebagian dari utangnya."
Tyler termangu-mangu. Kejadian ini bagaikan mimpi buruk. Ia tidak lagi Tyler Stanford, multijutawan. Ia hanya hakim biasa.
Tyler bangkit dengan lesu. "Saya" saya tidak tahu harus berkata apa. Kalau tidak ada lagi?" Ia harus segera ke bandara untuk menjemput Lee dan berusaha menjelaskan semua yang terjadi.
Steve angkat bicara, "Masih ada satu hal."
Tyler menoleh. "Ya?"
Steve mengangguk kepada pria yang berdiri di pintu. Pintunya membuka, dan Hal Baker melangkah masuk.
"Halo, Pak Hakim."
Titik terang itu timbul ketika Woody memberitahu Steve bahwa kartu sidik jari Julia palsu masih disimpannya.
"Boleh saya lihat?" tanya Steve.
Woody sempat heran. "Untuk apa" Yang ada di kartu itu hanya dua set sidik jari wanita tersebut, dan kedua-duanya sama. Kami semua sudah memeriksanya."
"Tapi yang mengambil sidik jari itu orang yang mengaku bernama Frank Timmons, bukan?"
"Ya." "Kalau dia menyentuh kartu tersebut, sidik jarinya juga ada di situ."
*** Dugaan Steve ternyata benar. Kartu itu penuh sidik jari Hal Baker, dan berkat bantuan komputer, Steve hanya memerlukan waktu kurang dari tiga puluh menit untuk mengetahui identitas orang tersebut. Steve lalu menelepon kantor kejaksaan di Chicago. Mereka segera mengeluarkan surat perintah penangkapan, dan dua detektif mendatangi Hal Baker di rumahnya.
Ia sedang bermain bola dengan Billy di pekarangan.
"Mr. Baker?" "Ya." Kedua detektif itu memperlihatkan lencana masing-masing. "Anda diminta datang ke kejaksaan."
"Saya tidak bisa pergi," Hal Baker menyahut dengan gusar.
"Boleh saya tahu kenapa?" salah satu detektif bertanya.
"Anda buta" Saya sedang bermain dengan anak saya."
Jaksa yang memeriksa Hal Baker telah membaca transkrip sidang pengadilannya. Ia menatap pria yang duduk di hadapannya, lalu berkata, "Tampaknya Anda sangat memperhatikan keluarga Anda."
425 "Betul," Hal Baker menyahut dengan bangga. "Itulah inti dari negeri ini. Kalau saja semua keluarga?"
"Mr. Baker." Jaksa itu mencondongkan badan ke depan. "Anda bekerja untuk Hakim Stanford."
"Saya tidak kenal orang itu."
"Kalau begitu, saya akan menyegarkan ingatan Anda. Dia memberikan hukuman percobaan kepada Anda. Dia menyuruh Anda mengaku sebagai detektif swasta bernama Frank Timmons, dan kami mempunyai alasan kuat untuk percaya bahwa dia juga minta Anda membunuh wanita bernama Julia Stanford-"
"Saya tidak tahu apa yang Anda maksud."
"Yang saya maksud adalah hukuman sepuluh sampai dua puluh tahun penjara. Saya akan mengusahakan dua puluh tahun."
Hal Baker mendadak pucat. "Anda tidak bisa berbuat begitu! Istri dan anak-anak saya akan?"
"Tepat sekali. Di pihak lain," si jaksa berkata, "jika Anda bersedia menjadi saksi bagi negara, saya bisa mengatur agar Anda memperoleh hukuman yang sangat ringan."
Hal Baker mulai berkeringat. "Apa" apa yang hams saya lakukan?"
"Bicaralah"."
Kini, di ruang rapat Renquist, Renquist & Fitzgerald, Hal Baker menatap Tyler dan berkata, "Apa kabar, Pak Hakim?"
Woody menoleh dan berseru, "Hei! Itu Frank Timmons!"
Steve berkata kepada Tyler, "Inilah orang yang Anda suruh ke kantor kami untuk mendapatkan salinan surat wasiat ayah Anda. Orang ini juga yang Anda suruh menggali jenazah ayah Anda, dan membunuh Julia Stanford."
Tyler sempat terbengong-bengong. Kemudian ia berkata dengan gusar, "Anda gila! Orang itu sudah dipidana. Mana mungkin ada orang yang lebih percaya pada ucapannya daripada pada ucapan saya!"
"Ini bukan masalah percaya atau tidak," balas Steve. "Anda sudah pernah melihat orang ini?"
"Tentu saja. Dia diadili di ruang sidang saya." - "Siapa namanya?"
"Namanya?" Tyler menyadari perangkap yang menganga di hadapannya. "Dia" dia pasti punya selusin nama s amar an."
"Ketika Anda menyidangkannya, namanya Hal Baker, bukan?"
"Itu" itu benar."
"Tapi ketika dia datang ke Boston, Anda memperkenalkannya sebagai Frank Timmons."
Tyler tergagap-gagap, "Ehm, sa" saya?"
"Anda telah mengatur pembebasannya, dan Anda menggunakan dia untuk membuktikan bahwa Margo Posner merupakan Julia yang asli."
"Tidak! Saya tidak ada sangkut paut dengan
urusan itu. Saya tidak pernah berjumpa dengan wanita itu sebelum dia muncul di sini."
Steve berpaling kepada Letnan Kennedy. "Anda dengar itu, Letnan?"
"Ya." Steve kembali berpaling kepada Tyler. "Kami sudah menyelidiki Margo Posner. Dia juga diadili di ruang sidang Anda dan dibebaskan dengan jaminan Anda. Tadi pagi Kantor Kejaksaan Chicago telah mengeluarkan surat perintah penggeledahan safe-deposit box Anda. Mereka menemukan dokumen yang menyatakan bahwa bagian warisan yang menjadi hak Julia Stanford akan diserahkan kepada Anda. Dokumen tersebut ditandatangani lima hari sebelum wanita yang mengaku sebagai Julia Stanford muncul di Boston."
Tyler berusaha keras mencari celah untuk meloloskan diri. "Saya" saya" Ini tidak masuk akal!"
Letnan Kennedy berkata, "Anda kami tahan, Hakim Stanford, dengan tuduhan bersekongkol untuk melakukan pembunuhan. Surat ekstradisi akan segera kami urus. Anda akan dipulangkan ke Chicago."
Tyler terbengong-bengong: Ia merasa seakan-akan seluruh dunia runtuh di sekelilingnya.
"Anda berhak membungkam. Jika Anda memilih untuk mengabaikan hak tersebut, semua yang Anda katakan dapat dan akari digunakan untuk memberatkan Anda di sidang pengadilan. Anda berhak didampingi pengacara saat menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Jika Anda tidak sanggup menyewa pengacara, kami akan menyediakan pengacara untuk mewakili Anda sebelum Anda mulai diperiksa, jh\a Anda menginginkan demikian. Anda mengerti?" Letnan Kennedy bertanya.
"Ya." Dan kemudian Tyler mengembangkan senyum kemenangan. Aku tahu bagaimana aku bisa mengalahkan mereka! ia berkata dalam hati.
"Anda sudah siap?"
Tyler mengangguk dan berkata dengan tenang, "Ya. Saya siap. Saya ingin kembali ke Rose Hill dulu untuk mengambil barang-barang saya."
"Boleh saja. Anda akan dikawal oleh kedua petugas polisi ini."
Tyler menoleh kepada Julia. Sorot matanya yang penuh kebencian membuat wanita itu merinding.
Tiga puluh menit kemudian, Tyler serta kedua petugas polisi yang menyertainya tiba di Rose Hill. Mereka masuk ke ruang depan.
"Saya hanya perlu beberapa menit untuk berkemas," ujar Tyler.
Kedua petugas memperhatikan Tyler menaiki tangga. Setelah berada di dalam kamar, Tyler membuka laci berisi revolver, lalu memasukkan peluru.
Gema letusan pistol itu seakan-akan berdengung terus.
Bab 35 WOODY dan Kendall duduk di ruang tamu di Rose Hill. Setengah lusin pria berseragam overall putih sedang menurunkan lukisan-lukisan dan mulai mengangkut perabot.
"Aklur sebuah zaman." Kendali menghela napas.
"Ini awal masa baru," ujar Woody. Ia tersenyum "Coba kalau aku bisa melihat wajah Peggy waktu dia mendengar berapa nilai setengah dari warisanku!" Ia meraih tangan adiknya. "Kau tidak apa-apa" Tentang Marc, maksudku."
"Aku pasti bisa melupakan dia. Lagi pula, aku akan sibuk sekali. Dua minggu lagi aku -harus mengikuti proses verbal. Dan setelah itu" kita lihat saja nanti."
"Aku yakin semuanya akan beres." Woody berdiri. "Aku hams menelepon seseorang/" ia memberitahu Kendali. Ia perlu bicara dengan Mimi Carson.
"Mimi," Woody berkata dengan nada menyesal. "Kelihatannya aku terpaksa membatalkan perjan-
430 jian kita. Perkembangannya ternyata tidak seperti yang kuharapkan."
"Kau tidak apa-apa, Woody?"
"Aku baik-baik saja. Banyak sekali yang terjadi di sini. Hubungan Peggy dengan aku sudah tamat."
Mimi terdiam lama. "Oh" Kau akan pulang ke Hobe Sound?"
"Terus terang, aku belum tahu apa yang akan kulakukan."-
"Woody?" "Ya?" Suara Mimi terdengar lembut. "Pulanglah."
Julia dan Steve berada di beranda.
"Sayang sekali hasilnya seperti ini," ujar Steve. "Maksudku, soal uang yang gagal kauperoleh."
Julia menatapnya sambil tersenyum. "Aku tidak butuh seratus juru masak."
"Kau tidak kecewa kunjunganmu ke sini ternyata sia-sia?"
Julia menatapnya. "Betulkah sia-sia?"
Mereka tidak tahu siapa yang memulainya. Tiba-tiba saja Julia sudah berada dalam pelukan Steve dan mereka berciuman.
"Inilah yang ingin kulakukan sejak pertama kali aku melihatmu."
Julia menggelengkan kepala. "Pertama kali kau melihatku, kau ingin mengusirku dari sini!"
Steve meringis. "Betul juga. Tapi sekarang aku ingin kau takkan pernah pergi lagi."
431 Dan Julia teringat ucapan Sally. "Kau tidak tahu apakah dia melamarmu?" "Kau melamarku?" tanyanya.
Steve memeluknya lebih erat. "Ya. Maukah kau menikah denganku?" "Oh, ya!"
Kendali keluar ke beranda. Ia membawa selembar kertas.
"Aku" aku baru saja dapat surat."
Steve menatapnya dengan cemas. "Jangan-jangan?""
"Bukan. Aku terpilih sebagai Women"s Wear Designer of the Year."
Woody dan Kendall serta Julia dan Steve duduk mengelilingi meja makan. Di sekeliling mereka, para pekerja sedang sibuk mengangkut kursi dan sofa.
Steve berpaling kepada Woody. "Apa yang akan kaulakukan sekarang?"


Pagi Siang Dan Malam Morning Noon Night Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku akan kembali ke Hobe Sound. Pertama-tama aku akan menemui Dr. Tichner. Lalu bermain polo dengan kuda temanku." -
Kendali menatap Julia. "Kau akan pulang ke Kansas City?"
Waktu aku masih kecil, pikir Julia, aku selalu berharap ada orang yang mengajakku pergi dari Kansas dan membawaku ke suatu tempat ajaib di mana aku akan menemukan pangeranku. Ia meraih
tangan Steve. "Tidak," ia berkata. "Aku tidak akan pulang ke Kansas."
Mereka memperhatikan dua pekerja menurunkan lukisan potret Harry Stanford.
"Aku tak pernah suka foto itu," kata Woody.
TENTANG PENGARANG Sidney sheldon adalah pengarang Lewat Tengah Malam, Sosok Asing dalam Cermin, Garis Darah, Malaikat Keadilan, Ratu Berlian, Bila Esok Tiba, Kincir Angin Para Dewa, Butir-butir Waktu, Padang Bayang Kelabu, Konspirasi Hari Kiamat, Kilau Bintang Menerangi Bumi, dan Tiada yang Abadi. Semuanya menjadi bestseller internasional. Buku pertamanya, Wajah sang Pembunuh, pernah dinyatakan sebagai the best first mystery novel of the year oleh The New York Times.
Sidney Sheldon telah menulis skenario 23 film layar lebar. Ia juga memproduksi, bahkan menyutradarai sendiri, film-film TV terkenal yang sempat bertahan lama, antara lain Hart to Hart dan / Dream of Jeannie. Kiprahnya di dunia film ditandai dengan penghargaan tertinggi yang pernah diraihnya, yaitu Academy Award.
Sidney Sheldon dan istrinya tinggal di California Selatan serta London.
Ya, catat nama saya sebagai anggota GRAMEDIA BOOK CLUB dan kirimi saya informasi setiap kali ada buku baru karya pengarang favorit saya yang terbit. Terlampir prangko balasan Rp 1000,-
Nama No. Anggota Usia Jabatan Alamat ?"?"?"..;?".(Isikan jika Anda pernah terdaftar)
?"?"?"?""tahun Pria/wanita*
Pelajar/mahasiswa/karyawan/wiraswastawan/
ibu rumah tangga* Kode pos : ?""..
* Coret yang tidak perlu Tandai pengarang yang Anda pilih
Telp.:?"?"?"?"?"".
(Pagi. Siang dan Malam) ( ) JohnGrisham ( ) PearlS. Buck
( ) Sidney Sheldon ( ) Jackie Collins
>" ( ) Alistair MacLean ( ) Rosamunde Pilcher
( ) JackHiggins ( ) Agatha Christie
( ) Jeffry Archer ( ) Danielle Steel
(. .) Michael Crichton ( ) Mary Higgins Clark
( ) Sir Arthur Conan Doyle ( ) James Patterson
( ) Sandra Brown ( ) Harold Robbins
( ) Steve Martini ( ) KenFoIlet
( ) Irving Wallace ( ) Mario Puzo
( ) Stephen King ( ) Joseph Finder
( ) Barbara Delinsky ( ) Carl Sagan
( ) Barbara Taylor Bradford ( ) R.L.Stine
( ) Erich Segal ( ) Thomas Harris
PT Gramedia Pustaka Utama Bagian Promosi Jl. Palmerah Selatan 24-26, Lt.6 Jakarta 10270
Tujuh Pembunuh 3 Suro Bodong 03 Pedang Kerak Neraka Renjana Pendekar 9
^