Pencarian

Pasangan Jadi Jadian 3

Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan Bagian 3


hampir menubrukku, tinggal satu dorongan...."
"Heh, kamu nggak berniat maksain kehendak, kan"!"
"Nggaklah!" sahut Jagad sewot. "Emang aku cowok brengsek, apa"!"
"Siapa yang brengsek?" sahut Priyayi berjalan menghampiri mereka. "Semoga bukan aku yang
kalian omongin." Danu berdeham keras sementara Jagad mengalihkan perhatian dengan permisi ke kamar mandi.
"Jagad bilang kamu sudah ngambil hati keluarga besarnya," ujar Danu saat Jagad ke kamar
mandi. "Oya" Aki nggak melakukan apa-apa lho," sahut Priyayi herab sendiri. Mulutnya penuh dengan
pizza, nyam, nyam, nyam....
"itu karena kamu menyenangkan."
"Ah, biasa aja, nyam, nyam, nyam....
"Kamu nggak sadar kalau kamu adalah orang yang menyenangkan?"
"Sadar sih, tapi aku nggak mungkin mengakui terang-terangan, he.... he...."
Danu tertawa. Barusan dia mengakui terang-terangan!
"Hooh.... Tidak...." celetuk Priyayi tiba-tiba dengan mulut menganga, padahal baru saja dia
nyuapin pizza ke dalam mulut dengan ukuran maksimal. Walhasil, Danu kehilangan setengah
dari selera makannya karean melihat Priyayi.
"Gimana kalau aku juga ngambil hati Jagad, sama kayak keluarganya itu" Gawat!"
Danu mengernyitkan membaca mimik muka Priyayi. "Kamu ini bercanda atau serius?"
Hahaha! Gelak Priyayi kembali membahana.
"Heh! Nggak sopan di depan orang tertawa keras dengan mulut penuh makanan! Malu-maluin
aja!! Jagad tiba-tiba berseru lantang tepat di belakang kursi Priyayi. Priyayi terkesiap kaget
sampai tersedak. Ia megap-megap kesulitan bernapas sehingga Jagad dan Danu jadi kelabakan.
"Air, air!" ujar Jagad meminta kepada Danu.
Setelah keadaan tenang, Jagad dan Danu baru tergelak menertawakan Priyayi. Hahaha!
"Kelakuan kalian ini...." Danu geleng-geleng kepala "Nggak heran kalian pernah melakukan
sesuatu yang jauh lebih heboh daripada ini...." Wajah Priyayi terasa panas. Ia berdeham. Eh,
tanpa dinyana Jagad yang berdiri di belakang Priyayi duduk, menunduk, merangkulkan tangan ke
leher Priyayi dan menempelkan dagunya ke ubun-ubun Priyayi lantas berujar, "Dia luar biasa...."
Haaah.... Mulut Priyayi menganga. Ia sontak berdiri melepaskan diri dari Jagad yang iseng
banget malam ini. Jagad sampai terhuyung ke belakang dan wajah Priyayi memerah.
"Huuh.... Kalian ngerjain aku! Sebal!"
Jagad terbahak dan mengedipkan sebelah matanya kepada Danu yang ikut tertawa.
Saat hendak berpisah, Danu melongok Priyayi dan Jagad yang berada di dalam mobil. "Kalian
harus bahagia... Dengan cara kalian masing-masing...."
Ucapan terakhir Danu menyentak Priyayi hingga kata-kata tersebut terngiang-ngiang terus
selama perjalanan. Kalian harus bahagia....
Rasanya sudah lama sekali nggak ada yang menyuruhnya untuk hidup bahagia. Seabad yang
lampau Priyayi pernaj membahas tentang kebahagiaan. Waktu itu ada yang bilang cinta yang
menciptakan kebahagiaan. Priyayi sendiri waktu itu berpendapat panjang lebar. Bahwa bahagia
dipisahkan menjadi dua jenis, bahafia yang dangkal dan kebahagiaan mendalam atau hakiki
kebahagiaan dangkal biasanya berkaitan dengan materi seperti bahagia dapat hadiah, dapat
barang bagus. Tapi nggak semua. Materi juga bisa memberikan kebahagiaan mendalam, seperti
uang banyak digunakan menolong kaum papa. Intinya materi sebagai tujuan kebahagiaan
berakhir dangkal. Materi sebagai alat untuk memperoleh kebahagiaan mendalam akan lebih baik.
Kebahagiaan mendalam lebih bersifat emosional dan spiritual, seperti terpenuhinya kebutuhan
akan mencintai dan dicintai, penemuan makna hidup, tercapainya tingkat spiritual yang
diharapkan. Masalahnya adalah karena manusia hidup di dunia, jadi kadang-kadang ada hal-hal duniawi yang
memengaruhi dan akhirnya kebahagiaan pun terusik. Contohnya, saat seseorang menemukan
apa yang disebut cinta sejati ternyata hanya bertahan beberapa tahun karena "cinta sejati" itu
berpaing kepada yang lain. Nah!
Dan waktu itu Kumala menganggap pendapat Priyayi cuma omong-kosong rumit.
"Bahagia itu ya happy, senang. Kamu senang berarti kamu bahagia."
Hehe. That's simple. Namanya juga Kumala.
Kata orang cinta yang bisa membuat bahagia.... Priyayi melirik Jagad. Jagad nggak bisa
menemukan cinta selama masih bersamaku. Priyayi dihinggapi rasa bersalah.
"Gad, kamu ingin apa?"
"Ha?" Jagad bengong.
"Ayo ngomong aja. Aku ingin bikin kamu bahagia malam ini." tentu saja yang di maksud Priyayi
adalah bahagia yang dangkal, karena itu yang bisa dia berikan sekarang.
Dengan tangan kanan tetap memegang kemudi, tangan kiri Jagad mengulur memegang dahi
Priyayi. "Nggak panas...., kok bisa ngomong aneh begini, ya?"
Priyayi cemberut dan menepis tangan Jagad. "Aaah! Aku cuma ingin berbuat sama setelah kamu
bikin aku happy di ulang tahunku."
"Kamu happy waktu itu?"
Priyayi mengangguk. Well, terlepas dari permasalahannya dengan Jimmy.
Jagad memandang Priyayi kurang yakin, ia hendak bertanya soal Jimmy, tapi... Sudahlah...
"Hmm.... Aku memang lagi ingin sesuatu...."ucap Jagad kemudian.
"Apa?" "Bisa kita melakukan.... Itu.... Lagi?"
Plakk! Priyayi memukul bagian belakang kepala Jagad dengan telapak tangannya.
"Aduhh! Kekerasan dalam rumah tangga!" seloroh Jagad. Priyayi mencibir dan menggosokkan
kedua telapak tangannya. Jagad mengarahkan mobil ke sebuah mall, lantas menggiring Priyayi menuju konter pakaian
khusus pria. "Dari beberapa hari yang lalu aku ingin beli kemeja itu..."
Jagad nunjuk sebuah model kemeja yang digantung, lalu noleh ke Priyayi." Aku bakalan bahagia
banget malam ini kalau bisa beli kemeja itu...."
Priyayi tertawa. "Ya udah, kamu ambil. Aku kan udah janji." keluar dari kamar pas untuk
menunjukkan kemejanya saat dikenakan, tahu-tahu Jagad sudah memadukannya dengan
suspender. "Pasti keren berdiri di depan murid seperti ini," celetuk Jagad seraya bergaya.
Priyayi mengacungkan dua jempol tangannya. Ada desahan samar keluar dari saluran
pernapasan Priyayi. Ini mengingatkannya pada satu hari menyenangkan yang dihabiskan berdua
dengan Jimmy. Ia ingin Jimmy seperti hari itu untuk seterusnya, bukan hanya sehari....
"Astag! Aku bikin kamu seterpesona itu ya, sampai terbengong-bengong?" seru Jagad keraskeras. Priyayi yang duduk bengong tersentak.
"Eh, aku mempraktikkan reaksi muridmu melihat kamu sekeren ini, hehe..."
Jagad terbahak. "Aku senang malam ini. Thanks," ucapnya dan mengulurkan tangan memegang
ubun Priyayi. Priyayi meringis, merasa kikuk kalau suasana mulai mengarah sentimentil seperti ini.... Perhatian
yang sama, tanggapan yang berbeda
"LOLITA Fun Tour and Travel. Ini kantornya," gumam Kumala sedikit mendongakkan kepala
membaca papan nama yang bertengger di atas kompleks tuko. Jagad mengangguk dan
mengajak Kumala masuk. Di memenuhi janjinya menemui Kumala pergi ke kantor agen
perjalanan tersebut. Di dalam kantor, Jagad celingukan mencari yang di harapkannya. Kumala memiringkan kepala,
heran melihat tingkah Jagad. Sadar diperhatikan Kumala dengan tanda tanya, Jagad meringis.
"Eee.... Cat ruangannya bagus...."
Kumala mengedarkan pandangan pada dinding ruangan. Bercat krem, cat standar sebuah
kantor. Apanya yang bagus" Lebih bagus cat rumahnya Yayi, pikir Kumala. Kumala kembali
memandang Jagad, kali ini dengan pandangan lebih heran. Jagad buru-buru ngalihin
pembicaraan. "Ada tur yang sesuai nggak?"
"Hemm... Aku udah baca sekilas...." Kumala berpaling pada customer service. "Mbak, bisa minta
info detail paket ini...."
Mumpung Kumala sibuk berbicara dengan salah satu pegawai di meja lobi, Jagad dengan sigap
bertanya pada salah satu front desk.
"Saya teman Syamila...., kok dia nggak kelihatan, ya?"
"Mila nggak masuk hari ini, izin sakit."
"Sakit" Sakit apa" Sudah berapa hari?"
"Baru hari ini. Katanya sih demam. Oya, kakak teman kampusnya?"
"Oh, bukan, teman.... Mmm....teman lama," jawab Jagad sekenanya.
Pikirannya jadi nggak tenang memperoleh kabar Syamila sakit. Dulu saat masih bersama, setiap
Syamila sakit, ia adalah satu-satunya orang yang menemani lantaran kakak satu-satunya yang
tinggal berdua saja dengan Syamila sering tugas berhari-hari meninggalkan Syamila sendirian.
Keluar dari kantor agen perjalanan itu, Jagad beralasan kepada Kumala bahwa dia masih punya
urusan lain, jadi nggak bisa pulang bareng. Dan tanpa pikir panjang dia langsung menuju rumah
Syamila. "Mas...." Syamila sangat terkejut dengan kedatangan Jagad. Dia nggak siap bertemu Jagad,
apalagi dengan penampilan kacau seperti ini, berpiama dan berwajah kuyu.
"Hai. Maaf, tapi aku dengar kamu sakit...., kakakmu sering nggak ada di rumah...., aku khawatir
kamu sendirian dalam keadaan sakit, jadi aku menjenguk kemari. Kamu sendirian sekarang?"
"Iya, tapi nggak apa-apa, demamnya sudah turun."
"Dari mana Mas tahu aku sakit?"
"Tadi aku nganter teman ke kantormu."
"Oh," gumam Syamila.
Mereka diam berdiri di ambang pintu.
Mungkin datang kemari adalah keputusan yang salah, batin Jagad.
"Eengg.... Maaf aku bikin kamu nggak nyaman," ucap Jagad memecah kebisuan. "Kulihat kamu
baik-baik saja...., kalau begitu aku permisi pulang. Banyak makan dan istirahat, oke." Jagad
membalikkan badan. "Jangan pergi."
Jagad menoleh. "Eh, maksudku.... Kamu udah jauh-jauh kemari, masuklah dulu, aku buatin minum," sambung
Syamila mengklarifikasi apa maksud "jangan pergi" yang terlontar tadi.
Jagad menceritakannya kunjungannya ke kantor Syamila, tapi Syamila hanya memberi jawaban
singkat. Dan Syamila nggak bertanya apa pun kepada Jagad.
Semua sudah berubah, batin Jagad sedih. Syamila udah memagari diri tinggi-tinggi darinya.
"Kepalamu sakit?" tanya Jagad melihat Syamila memijit-mijit keningnya.
"Nggak apa-apa. Minum obat juga hilang."
Jagad menatapnya saksama. Syamila jadi makin tak berdaya. Ia berdeham.
"Mas, makasih sudah jenguk kemari. Dan makasih sudah.... Mengkhawatirkanku. Aku
menghargai perhatiannya."
Jagad tersenyum. "Tapi.... Aku harap.... Jangan seperti ini lagi. Ini bisa...." Syamila ngambil jeda beberapa detik,"....
Membuatku kembali terluka. Maaf...."
Napas Jagad tertahan mendengar kata-kata Syamila.
"Begitu ya.... Aku jadi merasa bersalah dengan semua ini...." Jagad menimpali lemas.
"Nggak," seloroh Syamila. "Jangan merasa begitu. Akulah yang bersalah karena punya sikap
seperti itu.... Maafkan aku...."
Jagad mendesah. "Aku yang minta maaf. Aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu."
"Iya, aku tahu. Maafkan aku."
Sepulang Jagad, Syamila mendesah keras-keras. Matanya berkaca-kaca. Dadanya terasa mau
meledak. Otot-ototnya tegang selama Jagad berada di rumahnya karena berusaha keras
menahan luapan perasaannya yang belum bisa melupakan cowok pti. Tapi di satu sisi, dia juga
nggak bisa melupakan bagaimana Jagad melakukan kebohongan besar dan sangat pantas
dilakukannya. Syamila menuju kamarnya, mengambil paper bag super besar dari kolong tempat tidur. Isinya
adalah semua barang yang pernah diberikan Jagad untuknya. Keputusannya makin bulat untuk
mengembalikan isi paper bag itu. Balik kaca, asumsi
"Huuh.... Panas banget sore ini. Jam segini matahari masih terang aja."Kumala menggerutu.
Dikenakan topi lebarnya sebelum turun dari mboil. Kacamata gelapnya bertengger setia
melindungi matanya. Hari ini Kumala balik ke kantor Lolita Fun Tour and Travel. Ada satu kenalan yang mndadak ingin
berganti tujuan wisata karena baru menyadari bahwa dia pernah pergi ke sana beberapa tahun
lalu. "Huuh.... Cari kerjaan aja. Kalau nggak inget baiknya dia selama aku di negaranya, ogah banget
berpanas-panas dan bermacet-macet di jalan untuk mengurus hal begini." Kumala masih setia
menggerutu. Hampir setengah jam kemudian, sambil menunggu proses adminitrasi untuknya berlangsung,
Kumala duduk menunggu di kursi lobi menghadap ke jalan.
"Huuh.... Pemandangan yang membosankan," gerutu Kumala sekali lagi. Matanya memandang
tanpa semangat ke jalan yang dilewati kendaraan dan orang-orang berlalu-lalang. Lalu
pandangan terpaku pada satu orang yang sedang lewat.
"Jagad" Ngapain kemari"
Ternyata Jagad cuma lewat doang. Ngapain dia beredar di sini" Pikir Kumala. Tiba-tiba mulutnya
menganga dan matanya membesar.
"Jangan-jangan dia...." Kumala bergegas berdiri. Aku harus cari tahu. Ini menyangkut sahabat
baikku, putusnya menuju pintu keluar cepat-cepat, tak lupa menyambar topinya yang tergeletak
di meja. "Saya pergi sebentar," pesannya kepasa pegawai yang melayaninya.
"Ke mana, ya?" Kepala Kumala menoleh kanan-kiri sembari berjalan. Saat menoleh ke kanan ke
sebuah kafe, tampak jelas Jagad duduk berhadapan dengan seorang perempuan, karena meja
mereka tepat di sebelah jendela kaca.
Kumala menutup mulutnya yang membuka lebar. "Hoohh....!" dengan sigap dia berbalik.
Tapi.... Aku nggak bisa lihat kalau balik badan begini...., pikir Kumala menyadari ketololannya.
Dia lalu mengenakan topi dan membenamkan kepalanya dalam-dalam, tapi lantas mengangkat
topinya kembali sedikit, soalnya dia kesusahan melihat. Hehe, bodoh. Ditambah kacamata gelap
super lebar, Kumala berharap Jagad nggak mengenalinya saat masuk kafe tersebut.
Dan kayak di film-film, Kumala memilih meja di belakang Jagad dan duduk menghadap lawan
bicara Jaagd. Semua dilakukan hati-hati tanpa menarik perhatian. Saat harus pesan minuman,
dia hanya menunjukkan jari pada buku menu, tidak berani mengeluarkan suara, takut ketahuan.
Soalnya kafenya kecil dan lenggang.
"Untuk topping-nya apa, Kak" Kita ada almond, nuts, dan cokelat."
Aduh, batin Kumala. Ia menggelengkan kepala.
"Makanannya pesan apa?"
Lagi-lagi Kumala menggeleng. Si waiter mengernyitkan dahi.... Merasa janggal dengan kelakuan
wanita bertopi di depannya.
Kumala menyaksikan si perempuan menyerahkan paper bag berukuran besar kepada Jagad.
"Ini Mas, ini semua barang...."
Bersamaan dengan itu, ponsel Kumala berbunyi dengan volume keras. Kumala terlonjak.
Hah, Jagad menoleh! Kumala membalikkan badan dengan cepat sembari tangannya memegang
ponsel untuk dijawab. Posisi duduknya memang jadi aneh, tapi daripada ketahuan.....
Aduh, mampus. Restu telepon! Pasti soal keputusan lepas saham, harus dijawab nih.
"Halo" Mala?" Suara Restu di ujung telepon. Kumala berdiri, melempar uang ke meja untuk
minuman yang nggak sempat diminumnya___melihat wujudnya pun belum___dan melangkah
terburu-buru dengan kepal menunduk.
"Huuh.... Kacau deh!" omel Kumala saat membuka pintu mobil.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk yang didapatnya sejauh ini, Kumala berasumsi bahwa Jagad
selingkuh. Sekarang dia bingung bagaimana harus mengatakan ini ke Priyayi.
"Kasihan Yayi. Aku mereka kawin bukan karena keinginan mereka, tapi nggak bisa gini dong."
Kumala bersungut-sungut sambil menyetir. Sampai setengah perjalanan.....
"Hoohhh! Lolita! Tiket tur!" Kumala baru ingat dia belum menyelesaikan urusan di agen tur tadi.
Kacau memang..... part* 27 Serius, laporan pandangan mata
"Apanya yang jelas?"
"Semuanya." Kumala meloncat ke sofa bergabung dengan Yasmin yang bertengger nyaman.
Sesaat tubuh mereka berguncang dikarenakan dahsyatnya per sofa ditimpa oleh dahsyat pantat
Kumala. Mereka berdua ngobrol serius di apartemen Kumala. Lebih tepatnya, Kumala yang
serius. Yasmin sih berlagak serius,hehe.
"Jagad kasih referensi ke aku untuk pake tour agent itu karena ada ceweknya kerja di sana! Huh,
tahu begitu, aku mana mau, ih!"
Yasmin memainkan kumpulan rambut di tengkuknya. Ingin rasanya ia menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi antara Priyayi dan Jagad, bahwa sebenarnya nggak terjadi apa-apa, sehingga
kupingnya nggak perlu tersiksa mendengarkan ocehan Kumala ini.
"Dari mana kamu tahu cewek itu kerja di sana?"
"Seragamnya. Cewek itu ngasih hadiah gede banget ke Jagad, berarti mereka udah lama
berhubungan!" Kumala mengelus-elus dagunya. "Apa dia pacar lama Jagad, ya" Hhh.... Kasihan Yayi. Dia udah
susah payah berusaha agar perkawinannya berjalan baik, tapi Jagad malah.... Hhh...." Kumala
menghela napas dengan wajah muram, prihatin dengan hubungan temannya itu.
Yasmin menutupi wajahnya dengan bantal sofa. Duh, Yi, kamu udah menempatkan aku pada
posisi yang nggak enak nih....
Kumala menoleh ke arah Yasmin. "Menurutmu kita harus bagaimana?"
Yasmin menurunkan bantal dari wajah. "Ha...." Oh itu..... Eee.... Kita nggak usah mencampuri
urusan pribadi mereka deh...."
"Nggak bisa!" sergah Kumala berseru kencang, bikin Yasmin melonjak kaget dan mengelus
dada. "Aku nggak rela Yayi dibohongi terus-terusan."
Yasmin mendesah pasrah. Coba kalau kelak Kumala tahu rahasia itu dan dia tahu kalau aku tahu
tapi nggak memberitahu, dia pasti marah besar.... Tapi kalau aku memberitahu sekarang, Yayi
yang pasti marah.... Inikah rasanya makan buah simalakama...." Atau buahkumalakama...."
"Heh! Bengong melulu!" sentak Kumala kepasa temannya itu. "Pikiranmu lagi nggak di sini, ya"!"
"Iya," sahut Yasmin otomatis. "Eh, nggak! Maksudku, ya kalau gitu bilang aja ke Yayi."
"Tapi.... Aku nggak tega melihat Yayi jadi sedih."
Yasmin menepuk-nepuk bahu Kumala. "Dia nggak akan sedih."


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dahi Kumala berkerut-kerut. "Kamu yakin banget Yayi nggak sedih?"
Yasmin berdeham, nahan senyum, membayangkan gimana menggebu-gebunya Kumala
menyampaikan "laporan pandangan mata" ke Priyayi dan gimana reaksi Priyayi mendengarnya.
"Pasti seru...." gumam Yasmin tanda sadar.
"See....ruu.... Kamu bilang"!" celetuk Kumala, lalu menyentil kepala Yasmin gemas.
"Huuh, apa sih yang ada di otakmu ini"!"
Melabrak, mengaku Priyayi termangu lama setelah Kumala menyampaikan laporan padangan mata perihal Jagad.
Siapa ya, cewek itu" Apa pacarnya dulu" Pikir Priyayi sibul menebak-nebak.
"Kemarin dia pulang bawa bag jumbo?" tanya Kumala seraya merentangkan kedua tangannya
lebar-lebar, memvisualisasikan ukuran paper bag tersebut.
Priyayi mengangguk. "Hiih, keterlaluan," celetuk Kumala geram.
"Jagad nggak cerita apa-apa ya," gumam Priyayi kepasa dirinya sendiri tapi terdengar oleh
Kumala. "Bodoh! Nggak mungkinlah dia cerita, gimana sih!" timpal Kumala.
"Maksudku, aku bisa....." Priyayi menatap Kumala, kemudian mengibaskan tangannya. "Ah,
sudahlah....." ia baru sadar Kumala nggak tahu yang sebenarnya.
"Kok sudahlah"! Kamu harus bertindak dong."
"Iyaaa...." sahut Priyayi malas.
"Hei, ayo kita ke tempat cewek itu, kalau kamu penasaran wujudnya kayak apa," tantang Kumala.
Hati Priyayi tergerak juga, tapi maksudnya berbeda dengan yang dimiliki Kumala. Kalau benar
pacar lamanya, berarti Jagad benar-benar mencintai cewek itu....
Setelah menyelesaikan makan siang, mereka pergi ke kantor Lolita Fun Tour and Travel. Tepat
di depan kantor, Kumala mengajak masuk, tapi Priyayi teringat, kalau benar pacarnya Jagad,
berarti dia tahu aku, nggak enak ah!
Ia menoleh kepada Kumala. "Mal, kamu aja yang masuk, lalu kamu foto diam-diam dengan HPmu."
"Halah kamu ini, ngapain kamu repot-repot kemari kalau begitu"!" Kumala gemas dengan
Priyayi. "Kenapa sih nggak masuk aja?"
"Eeee... Aku terlalu gugup...." Priyayi mengarang alasan. Kumala memutar otak matanya, oh....
Please! Nggak sampai lima belas menit, Kumala nongol di hadapan Priyayi yang menunggu di dalam
mobil. Priyayi menyahut ponsel Kumala. Benar, ini pacar Jagad dulu!
"So....?" celetuk Kumala.
"Well... Eengg...." Priyayi termangu-mangu. Kumala mulai habis kesabaran
Priyayi bergerak kayak kriput, lamban!
"Hah, lihat! Itu dia!" pekik Kumala. Tangan kirinya memukul lengan Priyayi, tangan kanannya
menunjuk ke depan, ke arah seorang cewek yang sedang berjalan keluar.
"Kafe! Dia pasti janjian ama Jagad di sana! Ayo, sebelum terlambat." Kumala membuka pintu
mobil. Priyayi menarik lengan Kumala.
"Duh kamu ini, mau ngapain lagi"!
Kumala menatap Priyayi. "Hah" Masih nanya lagi mau ngapain!" Kumala keluar dari mobil dan
berlari kecil menuju kafe.
Priyayi buru-buru ikut turun dan berteriak "Mal! Ini sama sekali nggak seperti yang kamu kira!"
Percuma. Mau tak mau Priyayi harus masuk ke kafe itu juga, mulutnya komat-kamit berdoa,
"Tuhan, please jangan bikin skenario yang memalukan untuk diriku...."
Melewati pintu masuk, Priyayi mendapati cewek yang "diburu" Kumala duduk membelakangi
pintu masuk. Kumala duduk di depannya dengan wajah tegang.
"Kamu nggak usah hubungi Jagad lagi!"
Syamila terkejut ada orang asing yang tiba-tiba menyerobot dan yang lebih bikin terkejut adalah
orang itu menyebut nama Jagad. Apa dia.... Pacar baru Jagad"
"Saya nggak menghubungi Mas Jagad lagi."
"Halah, nggak usah berkelit! Kalian pernah bertemu di sini dan...."
"Mal, udah!" bentak Priyayi sembari mendekat dan berdiri di sisi Kumala duduk. "Hai, maaf...."
sapa Priyayi mengangguk kepada Syamila.
Syamila terperanjat kaget. Ini kan Priyayi....!
Kumala terus melabrak. "Heh, dengar baik-baik ya, itu pun kalau kamu belum tahu, Jagad itu
udah kawin!" "Mala!" seru Priyayi. Ia menoleh ke Syamila yang bertambah shock. "Nggak...."
Kumala memotong. "Iya. Dan ini istrinya." Kumala meraih lengan Priyayi.
"Mala! Sudah! Hentikan!" bentak Priyayi lantang.
Wajah Syamila sudah membeku, sampai-sampai matanya nggak berkedip.
"Maaf, ini semua salah paham....." terang Priyayi yang lagi-lagi disela Kumala.
"Salah paham apanya" Yi...."
"Diam aku bilang!" Priyayi menjerit. Beberapa orang menoleh denga kehebohan yang terjadi.
"Saya yang akan pergi," ujar Syamila berdiri.
"Jangan. Kumohon," cegah Priyayi. "Aku harus ngelurusin ini, Sarmila, please...."
"Syamila. Mila." suara Syamila sangat dingin.
Ups. Salah panggil.... "Mal, tinggalin kami berdua." tampang Priyayi tegang banget ke Kumala. Kumala mengedikkan
bahu lalu ngeloyor keluar.
"Maaf, Mila. Begini...."
Priyayi menuturkan semua dari awal. Eh, ralat, hampie semua, karena tentu saja dia nggak
bercerita tentang tidur bersama dengan Jagad. Priyayi bertekad membantu Jagad meluluhkan
Syamila, jadi menceritakan hal itu jelas nggak akan membuat hati Syamila luluh.
"Kami seperti teman kos. Dia bayar sewa kamarnya dan aku.... Aku tetap menjalin hubungan
dengan pacarky. Namanya Jimmy. Kami sudah pacaran selama dua tahun."
Syamila tertegun. Lama banget dalam posisi diam. Dia nggak menyangka hari ini bakal dapat
kejutan yang nggak pernah terlintad di benaknya dalam versi apa pun.
Priyayi merogoh ponsel dan meletakkannya di sisi meja dekat Syamila. "Bukalah. Yang ada
hanya foto-foto cowok lain, foto Jimmy...."
Syamila menatap Priyayi lekat-lekat. Priyayi meneruskan, "Kamu orang ketiga yang tahu semua
detail ini. Dan kuharap cukup tiga orang saja yang tahu."
Syamila mengigit-gigit bibir bawahnya. Ini semua masih di luar jangkauan otaknya yang
menggambarkan Jagad selama ini. Jagad melakukan ini semua?""
"Aku merasa bersalah karena udah nggak adil ke Jagad. Dia juga berhak memperoleh cintanya.
Dan kamu juga berhak memperoleh cintamu...."
Mata Syamila berkaca-kaca. Malam, kembali
Yayi, Yayi.... Jagad sibuk membatin di atas motor dalam perjalanan pulang malam ini. Dia baru
saja bertemu dengan Syamila. Syamila menghubunginya dan mereka terlibat pembicaraan
panjang dan menyentuh. Syamila bercerita soal insiden kecil di kafe dengan Kumala dan bagaimana akhirnya Priyayi
bercerita juga tentang rahasia besarnya agar Syamila nggak salah paham.
"Sekarang semuanya jelas. Aku memikirkan ini berhari-hari sebelum mengutarakannya. Aku
ingin.... Kembali ke kamu, Ma. Selama ini aku nggak pernah bisa melupakn dirimu."
Jagad memeluk Syamila erat. Hatinya sangat senang walaupun ada satu hal yang mengganjal.
Sesampainya di rumah, Jagad mendapati Priyayi tertidur di sofa di depan televisi yang menyala.
Remote control didekap di dadanya. Jagad membungkuk ke sofa dan dengan hati-hati
menggeser tangan Priyayi guna mengambil remote control. Tapi sedikit gerakan itu ternyata
mampu membangunkan Priyayi. Priyayi membuka mata. Karena terkejut ada satu sosok sangat
dekat dengan jangkauan pandangannya, reflekd dia bangun menegakkan punggung.
"Aduuh!" seru Jagad. Priyayi dengan sukses membenturkan jidatnya ke muka Jagad. Jagad
berdiri terhuyung menutupi mukanya, sementara Priyayi panik.
"Hoohh.... Sori nggak sengaja!" Priyayi bergegas menuju kulkas, mengambil es batu.
Dibungkusnya es itu dengan lap bersih dan didekatkan ke wajah Jagad yang duduk di sofa.
"Biar kukompres," cetus Priyayi merasa bersalah. Jagad menurut.
"Kenapa kamu hobi banget nyakitin aku?" keluh Jagad.
Priyayi nyengir, "Ya, ampun, aku nggak sengaja, tauu!"
"Kalau nggak sengaja, kenapa sering banget?"
Priyayi terkikik Jagd mengeluh dengan nada yang memelas.
"Suer nggak sengaja. Mungkin kosmikmu dan kosmikku nggar sejajar, jadi sering berbenturan."
Jagad tertawa, kemudian meraih kommpresan dari tangan Priyayi. "Yi, makasih kamu ngelurusn
masalah ke Mila." "Sama-sama. Gimana dia?"
"Kami berbaikan."
Mata Priyayi membesar. "Kalian balik?"
Jagad mengangguk. Priyayi tersenyum lebar, "Wah, selamat ya!"
"Thanks. Tapi Yi...." Jagad diam sejenak mencari kata-kata yang tepat.
Priyayi berubah cemas. "Oh, tidak... Dia nggak minta kamu pindah rumah sekarang, kan"!"
"Nggak, nggak. Hanya saja, Yi, aku tetap nggak jujur soal yang kita lakukan malam itu. Aku takut
membuat dia terluka kedua kali."
Priyayi mendesah. "Yaahh.... Kadang suatu kesalahan yang pernah kita lakukan cukup disimpan
untuk kita saja agar orang lain yang nggak ikut melakukan kesalahan nggak ikut menanggung
perasaan bersalah yang muncul sebagai dampaknya.
Kamu ngerti maksudku, kan?"
Jagad diam bersandar di sofa. Priyayi menoleh, "Aku yang nggak jujur, Gad, karena aku yang
cerita, bukan kamu." Priyayi berusaha mendapatkan optimisme Jagad. "Aku cuma nggak ingin
bahagia sendirian." Jagad mengangkat senyum, memegang ubun Priyayi seraya berujar dalam hati, semakin kamu
baik kepadaku, rasa bersalahku ke kamu makin nggak mau pergi, Yi.... Siangm dua pria
UH, dimatikan ponselnya dengan malas. Siang ini Priyayi janjian dengan Jimmy untuk makan
bareng di restoran ikan bakar langganan mereka. Sudah beberapa hari ini dia ingin
banget___tingkat keinginannya menyerupai ngidam___menu ikan bakar direstoran tersebut.
Namun Jimmy baru saja menelepon dan mengabarkan bahwa dia bakal datang telat menjemput
Priyayi karena mendadak dipanggil atasannya, padahal Priyayi sudah menunggu di lobi. Ia siap
berlari ke depan kala Jimmy datang (biasanya Jimmy menjemput di pintu masuk, nggak sampai
masuk depan lobi). Karena malas balik ke ruangannya, Priyayi memilih duduk ngelamun di lobi.
"Menunggu tamu, Mbak?" sapa seorang satpam kepada Priyayi yang duduk terpekur di lobi
kantor. Pak Ayub, satpam tertua di kantor ini___bahkan mungkin di dunia(")___dengan rambut
didominasi putih dan kulit sebentar lagi didominasi keriput. Dia selalu memanggil Priyayi dengan
mbak, panggilan sejak Priyayi magang. Dia ramah kepada siapa saja, terutama kepada Priyayi
yang merupakan keturunan sang pemilik usaha.
Priyayi tersenyum. "Nggak, Pak."
"Nggak makan siang?"
"Rencananya sih mau makan siang, nunggu dijemput.... Teman."
Jawaban yang serbasingkat dengan muka lesu membuat Pak Ayub ikut duduk di dekatnya.
"Maaf, boleh lihat tangan kirinya Mbak Yayi?"
Priyayi bengong. "Haa?" tapi diulurkannya juga.
Pak Ayub mengamati telapak tangan kiri Priyayi yang terbuka. Dimiringkannya sedikir, kemudian
bertutur, "Ada dua pria dalam hati Mbak Yayi sekarang." Dahi Pak Ayub mengernyit.
Mata Priyayi membelalak. Semula dia mengira itu cuma bercanda, tapi dilihatnya Pak Ayub
memasang mimik serius. "Pak Ayun bisa baca garis tangan, ya" Waaah.... Hebat, nggak nyangka!" ujar Priyayi antusias.
"Meski cuma jadi satpam tapi ilmu harus luas, dan saya tertarik untuk mendalami dan mencapai
tingkat spiritual yang tinggi."
Priyayi manggut-manggut. "Pokoknya buka mata dan hati lebar-lebar. Pak Ayub kembali membahas. "isi" Priyayi.
"Haa?" semula Priyayi belum nyambung. "Oooh... Saya...." Nah sambungan otaknya kembali
bekerja. "Salah satu dari mereka adalah pasangan sejati Mbak Yayi. Oleh karena itu, Mbak Yayi harus
buka lebih lebar mata dan hati. Jawabannya ada di sana."
Priyayi melongo, nggak yakin apa ramalan ini benar ditujukan untuknya. Dua pria" Pasangan
sejati" Jawaban...." Halooo...."
"Pikiran Mbak Yayi sedang nggak tenang. Hati-hati jangan sampai stres."
"Tapi...." Belum sempat Priyayi menyelesaikan kalimatnya, HT yang digenggam Pak Ayub
memanggilnya. "Maaf, Mbak, saya permisi dulu."
Priyayi mengangguk bingung, masih terkesima dengan apa yang baru saja didengar
"Pak Ayub...." panggil Priyayi kemudian. "Makasih ya. Lain kali boleh kan minta nasehatnya
lagi?" Pak Ayub tersenyum hangat. "Silahkan, kapan saja."
Priyayi termenung. Jimmy dan Jagad adalah dua pria yang dekat dengan dirinya. Tentu saja Kakek, Papa, dan
Restu juga dekat dengan dirinya namun dalam kasus ini mereka nggak dihitung, ini kan tentang
pencarian pasangan sejati.
"Pasanganku kan udah jelas," gumam Priyayi bingung.
Memang sih Priyayi makin sering memikirkan Jagad akhir-akhir ini, tepatnya sejak Jagad kembali
menjalin hubungan dengan pacarnya. Dia dan Jagad jadi jarang bertemu, makan bersama,
sekadar belanja bareng ke swalayan, apalagi ngobrol panjang. Priyayi sedikit merasa....
Kesepian, tapi dia merasa nggak menempatkan Jagad di hatinya dalam posisi yang sama
dengan Jimmy. Pikiran Priyayi terbelah sampai-sampai dia nggak sempat ngambek saat Jimmy akhirnya nggak
bisa memenuhu janji makan siang bersama. Kamar Yasmin, apa artinya
"Hah, bener kamu diramal seperti itu" Aneh....," kata Yasmin agak heran.
"Betul, aneh...." Priyayi menimpali setuju.
"Kamu kan cintanya untuk satu orang aja. Dan dinamakan pasangan sejati itu kan yang
keduanya saling cinta. Tapi kenapa di ramalannya ada dua" Berarti....." Yasmin mengacungkan
telunjuknya ke muka Priyayi sambil tersenyum geli. "Kamu cinta theother guy ini, ya" Hayooo....!"
Priyayi langsung menepis. "Ah, itu kan cuma ramalan, diragukan kebenarannya."
"Ih, katamu si pak satpam itu punya pencapaian spiritual yang tinggi, berarti jam terbangnya
sudah tinggi dan tingkat keampuhannya sudah diakui. Kamu kan yang bilang begitu. Iya, kan"
Gimana sih...." Sebelum Priyayi mulai membantah lagi, Yasmin nyerobot duluan. Dipegangnya pipi Priyayi. "Yi,
ini cuma Yasmin, ayo curahkan isi hatimu yang terdalam...."
Priyayi melengos. "Sumur kali, dalaaamm....!"
Yasmin terkikik dan meneruskan bujukannya. "Ayolah, mungkib membagi ceritamu yang
membagi cinta bisa membuatku merasa jadi wanita lebih baik...., lebih baik darimu, hehe...."
Priyayi memencet hidung temannya itu. "Sembarangan kalau ngomong, aku nggak membagi
cinta, tau! Cuma sesekali kepikiran Jagad, aku jarang ngobrol ama dia akhir-akhir ini....."
"Jadi.... Bener nih?" selidik Yasmin.
"Yasmin, pasang kuping baik-baik, ENG-GAK!"
Yasmin nyengir lebar. "Eh, waktu di ultahmu, aku lihat Jagad mesra banget cium kamu...."
Pipi Priyayi terasa panas diingatkan adegan itu. "Itu akting doang."
"Hmm.... Aku tahu salah tingkah waktu itu, hihihi."
Plukk! Priyayi melempar boneka ke jidat Yasmin. Yasmin makin semangat melanjutkan
ledekannya. "Maafkanlah.... Karena aku.... Cinta kau dan diaa...." Yasmin menyanyikan lagunya Dhani Ahmad
dengan lantang sambil menyeringai. Priyayi makin gemas dibuatnya dan menggempur Yasmin
dengan boneka, bantal, guling, sandal, sampai kotak makeup.
Malam, telaah Keakraban. Mungkin itu jawabannya. Aku dan Jagad cuma terlalu akrab aja, sudah tahu
kebiasaan masing-masing, sudah terbiasa berbagi ruang dan privasi. Itu kesimpulan pribadi
Priyayi, meluruskan apa yang telah "dituduhkan" Yasmin kemarin.
Priyayi duduk bersila di atas sofa, pandangannya menyapu langit-langit rumah, berlanjut ke
sudut-sudut di ruang tengah itu. Kalau lagi sendirian malam-malam begini, yang kerap melintas di
benak Priyayi adalh Jagad.
"Itu wajar. Jagad yang tinggal serumah denganku, visualisasiku lebih banyak merekam gambar
Jagad, jadi kalau dia nggak ada otomatis otakku mencari the missing picture, which is Jagad." itu
salah satu argumen dari sisi (sok) logis versi Priyayi yang diutarakan ke Yasmin waktu itu.
Tiba-tiba engsel pintu depan bergerak. Priyayi terperanjat. Jagad pulang! Kok nggak kedengaran
suara motornya.... Aduh gimana nih, aku nggak siap ngobrol sama dia sekarang!
Buru-buru Priyayi merebahkan badannya ke sofa, pura-pura tertidur. Sedetik kemudian, Jagad
nongo. Di ruang tengah. Perlahan Jagad mendekati Priyayi, mengambil remote control yang ada
di genggaman Priyayi. Aduh bodoh, remotenya ngapain kupegang, batin Priyayi. Ayo cepat pergi!
Sesudah televisi mati, Priyayi merasa lega. Tapi kok....
Bukannya beranjak pergi, Jagad kembali menatap Priyayi yang memejamkan mata sok pulas.
Cowok itu membungkuk, tangannya menjulur perlahan-lahan merapikan poni Priyayi yang
menutupi mata. Oh My God, mampus aku! Batin Priyayi berseru panik. Priyayi harus menahan diri untuk tidak
bergerak dan tanpa ekspresi sama sekali. Oke, tidur, tidur...., empat, lima, enam.... Priyayi
menghitung detik-detik Jagad memandangi dirinya. Waduh, kalau dia menciumku gimana nih"!
Jantungnya berdegup cepat.
Detik ke-16 Jagad baru beranjan berdiri dan pergi ke kamarnya. Priyayi mengembuskan napas
sangat-sangat lega. Nggak ada ciuman. Emangnya di film" Hehe....
Di kamar, Priyayi meloncat ke atad tempat tidur, menelungkupkan tubuhnya dan membenamkan
mukanya ke atad bantal. Ngapain Jagad begitu" Apa yang ada di benaknya, ya" Aduh, aku jadi keki.....
Priyayi membolak-balik badannya dengan pikiran sibuk menelaah. "Aku harus melakukan
sesuatu." Kalau dibiarkan, lama-lama aku dan dia jadi berperilaku kayak suami-istri beneran. Gawat.....
Tawaran, dua tahun "Tumben, jam segini sudah mongkrong di pantry. Mau berangkat lebih pagi?" sapa Jagad.
"Ada yang lagi kupikirin."
Jagad mendengarkan sambil bikin susu dan ngambil roti cokelat dari kulkas.
"Giman kamu ama pacarmu" So far so good, I hope." Priyayi belum berani menatap mata Jagad,
masih teringat kejadian "mendebarkan tanpa kata" semalam.
"Emm.... Yaa," sahut Jagad sambil ngunyah roti. Ben
aknya agak heran dengan Priyayi yang
tumben nanyain hubungan dengan pacarnya.


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hmm.... Hubungannya dengan pacar baik-baik aja, kenapa semalam dia.... Hhhh.... Priyayi
menahan pikirannya dan berkata,
"Emmm.... Jagad, aku mau ngajuin tawaran...."
"Tawaran?" "Iya. Aku mikirin yang dikatakan Danu....., bahwa kita harus bahagia...."
"Itu lagi. Kamu udah jadi peri kebahagiaan sekarang?" celetuk Jagad.
"Hei, nggak usah sesinis itu," protes Priyayi kemudian melanjutkan, "Danu benar. Aku berpikir
kita nggak akan selamanya begini, harus ada tenggat waktu untuk mengakhiri hidup bersama
seperti ini dan kembali menjalani hidup normal bersama pasangan kita."
Jagad diam, nggak memberikan reaksi apa-apa.
"Adik Kakek pernah bercerai, jadi kakek nggak tahu dengan hal itu. Mungkin kita tempuh itu
sebagai solusi." "Kamu yakin kakek nggak apa-apa" Nggak jatuh sakit lagi?"
Priyayi mengangguk. "Yang jelas kamu sudah menunjukkan pada beliau kamu bertanggung
jawab waktu itu. Untuk selanjutnya, kita berdua yang menjalaninya."
"Kapan?" "Aku memikirkan angka dua. Dua tahun. Gimana menurutmu?"
"Kamu yakin kakekmu bisa terima?"
"Mmmhh... Kita beri tandanya jauh-jauh sebelum berucap. "Kamu udah berpikir detail,
merencanakan semua dengan sebegitu sungguh-sungguh, ya?"
Priyayi menunduk. Jagad menepuk bahu Priyayi. "You'rw the director, I'm only the actor."
Sebuah pukulan, arti dua tahun
Petang ini hati Priyayi kacau-balau, antara terpukul dan marah. Kepada Jimmy. Yang bikin
dadanya pengap hingga megap-megap saat ini adalah kenyataan bahwa dia nggak berhak
marah kepada cowok itu. "Dua tahun" Aku belum berpikir sejauh itu," sahut Jimmy.
"Kamu hanya melihat kepentinganmu sendiri tanpa melihat kepentinganku. Kamu nggak tebersit
kan untuk menanyakan apa arit waktu dua tahun bagiku?"
Priyayi duduk termenung dalam kegelapan pantry. Tangannya memainkan kaleng root beer yang
sudah diminum setengahnya dalam hitungan detik. Well,kegelapan dan root beer bisa bikin dia
sedikit tenang. Priyayi terngiang-ngiang lontaran kalimat Jimmy tadi. Sebelumnya dia memang sudah menduga
Jimmy akan keberatan dengan keputusannya, tapi dia tidak menduga tanggapan Jimmy telak
memukulnya, membuatnya merasa jadi manusia paling egois sedunia.
"Itu sudah menjadi konsekuensimi, Yi, untuk menelan mentah-mentah semua kekecewaan dia.
Kamu sendiri yang memulai gara-gara, kan.... Gadis bodoh....," rutuk Priyayi getir. Dia lalu
melangkah gontai dan mengurung diri di kamar.
Lewat tengah malam, nggak tenang
Jagad bete. Mata dan otaknya enggan diajak untuk istirahat bersama. Bersama siapa" Ya
bersama pemiliknya dong. Jagad pun memutuskan bangun, meraih sebatang rokok dan lighter,
lantas keluar kamar, berjalan ke pojok belakang rumah. Tepatnya ke tempat jemuran.
Sambil jongkok, dia memainkan kepulan asap yang keluar dari hidung dan mulutnya.
Sebenarnya dia nggak merokok. Cuma akhir-akhir ini dia dikelilingi teman-teman perokok disaat
pikirannya suntuk dan perasaannya...., perasaannya seperti daun yang melayang-layang di
udara, tinggal menunggu satu angin kencang untuk membuatnya jatuh dan mendarat di suatu
tempat di bumi ini. Karena capek jongkok, Jagad ngambil bangku pantry, dibawa ke tempat jemuran dan
melanjutkan aksinya. Hmm.... Sampai di mana tadi" Oya, sampai melayang-layang. Hatinya
sedang nggak tenang, melayang nggak jelas. Ia memang gembira Syamila memberinya
kesempatan untuk bersama lagi. Namun tanpa bisa dia cegah, pikirannya kerap tertuju kepada
rumah. Kepada Priyayi. Bukan hanya saat dia sendiri, bahkan saat berdua dengan Syamila
sekalipun. Dia kan jadi merasa bersalah ke Syamila, meskipun pacarnya itu nggak
menyadarinya. "Bandel." Jahad terkesiap kaget mendengar satu suara tiba-tiba menyeruak didekatnya. Tak ayal dia
melonjak bangun dari duduknya dan menjatuhkan rokoknya, dia injak-injak, kepalanya tetap lurus
menghadap Priyayi. "Telat. Baunya udah ke mana-mana," lanjut Priyayi. Tangannya mengucek-ucek matanya.
"Bukan skenarionya kamu bangun dan celingukan kemari," celetuk Jagad.
"Idih, skenariomu doang! Skenarioku kan lain," kelit Priyayi.
"Selain karena skenariomu, ada apa bangun tengah malam begini?" tanya Jagad.
Priyayi menyandarkan kepala dan tubuhnya ke tembok.
"Tiba-tiba terbangun, terus nggak bisa tidur lagi. Lagi sedih...."
Priyayi menunduk, lagi-lagi mengucek matanya. Kemudian terdengar isakan. Tangan Jagad
menelangkup kedua telinga Priyayi, mendongakkan kepala cewek itu.
"Ya ampun, sampai nangis segala....," komentar Jagad. Isak Priyayi tambah keras
ia menubruk tubuh Jagad dan menangis di dadanya. Huuaaaaaa.....
Hati Jagad terenyuh. Terhadap Priyayi, terhadap dirinya sendiri, terhadap adegan ini. Karena
tangis Priyayi nggak reda juga, tangan Jagad akhirnya merengkuh tubuh dan mengelus kepala
Priyayi. Rambutnya harum sampo dan lembut sekali.
Perlahan Jagad membimbing Priyayi masuk. Lama mereka tidak mengucapkan sepatah kata
pun, Jagad membiarkan Priyayi menangis di sofa.
"Please, bilang sesuatu untuk bikin aku tenang," cetus Priyayi kemudian.
"Sesuatu." Hahaha.... Priyayi tak urung tertawa dengan air mata yang belum kering dan hidung merah.
Tampak lucu jadinya. "Udah tenang?" tanya Jagad.
"Bodoh," celetuk Priyayi nyengir.
"Oya, aku tadi beli ikan bakar di resto favoritmu, kamu pengin banget, kan?" ujar Jagad.
Kenapa Jagad yang berbuat hal manis ini" Kenapa bukan Jimmy" Mata Priyayi berkaca-kaca.
"Tadi pas aku datang, kamu udah masuk kamar, udah tidur.
Emm.... Kita makan sekarang aja yuk."
"Gad, kenapa kamu perhatian banget sih?"
"Itu karena aku sudah menganggap kamu bukan orang lain lagi."
Priyayi tertegun mendengar jawaban Jagad. Buru-buru Jagad menjelaskan, "Maksudku, kamu
adalah teman terbaik dan terdekat saat ini yang kutemui setiap hari. Otomatis aku nggak bisa
memalingkan muka dan menutup telinga darimu."
Huuaaaa..... Priyayi kembali menangis keras. Dia kesal kepada Jimmy yang terlalu cuek, kepada
Jagad yang terlalu perhatian.
Jagad jagi nggak enak sendiri. Waduh, apa aku salah jawab, ya.... Seharian, sesuatu yang lain
Priyayi menutup kepalanya dengan bantal. Tujuannya sih menutup telinga dari suara mesin dan
klontang-klonteng bunyi alat-alat yang mengusik tidurnya.
Tapi apa lacur, dia sudah kepalang bangun. Dan Priyayi takkan begitu saja melepad oknum yang
telah menyebabkan tidurnya tidak berjalan sebagaimana mestinya, meski oknum itu udah
memberikan bahu untuk mengangis dan membelikannya makanan yang sudah diidamkannya
sekian lama. Dengan menyeret kakinya malas, Priyayi membuka pintu depan. Jagad menyeringai
menyaksikan penampakan di hadapannya. Kaus kusut, rambut mencuat ke empat arah mata
angin, bibir cemberut maju, mata sembap, dan pasti belum gosok gigi!
"Emang nggak bisa siangin dikit, ya"! Orang tidur baru sebentar, diganggu, huuuhh!"
"Tuan Putri, lihat dulu jam berapa sekarang," balas Jagad.
Priyayi menjulurkan badan ke dalam menengok jam dinding.... Hehe.... Jam sepuluh. Tapi peduli
amat. "Pokoknya jangan berisik, oke, Teman Yang Baik"!" Priyayi beringsut ke dalam.
"Hei, pemalas, mau ke mana?"
"Ya tidurlah!" Jagad gemas ingin merapikan rambut empat arah mata angin Priyayi itu.
"Hei, aku dan anak-anak didikku mau ke tempat latihan skateboard. Kamu belum pernah ke
sana, kan?" Priyayi menggeleng. "Belum. Kamu bisa?"
"Belum, makanya kita rame-rame mau latihan ke sana. Mau ikut?"
Priyayi mengangguk antusias. "Naik motor ya!"
Jagad memiringkan kepala, raut mukanya heran. Tuan Putri merajuk naik motor" Nggak salah
tuh.... "Bosan setir mobil terus, lagian tarikannya lagi kurang enak, harus ke bengkel," tutur Priyayi
menjawab keheranan Jagad. Yang sebenarnya sih, Priyayi sedang bosan dengan hidupnya!
Bagi Priyayi, seharian itu menjadi hari Mencopot Sementara Segala Beban Pikiran. Naik motor,
menghirup polusi, ditempeli miliaran debu, disengat matahari, bergaul dengan anak-anak
permukiman padat yang menjadi murid jagad, jatuh-bangun dan berteriak-teriak skate, bertemu
para skater, melihat Jagad yang disegani anak didiknya.....
"Awaaass! Minggir semuaaa....!"
Terlambat. Teriakan Priyayi nggak mampu mencegahnya nabraj barisan anak-anak yang sedang
melakukan start. Tabrakan beruntun tak terelakkan.
Akhisah Priyayi berhasil juga memainkan skateboard dan dia langsung sok main di jalan
menurun dengan ngebut. Karena nggak sanggup menghentikan dirinya sendiri, kejadian
berikutnya seperti yang digambarkan tadi.
"Hahaha!" Gelak tawa riuh terdengar. Mereka pada terbaring bertumpuk-tumpuk dan tergelak senang.
Priyayi berada di antara tumpukan anak-anak. Ia satu-satunya manusia dewasa yang
berkelakuan anak-anak di sana. Jagad menundukkan kepala dengan tangan menutupi matanya,
menunjukkan dia malu mampus sudah mengajak Priyayi.
"Kalian nggak apa-apa"!" tanya Priyayi berseru kepada anak-anak.
"Tidak, Bu!" jawab mereka bersahutan.
"Wuiih.... Mendebarkan!" kata Priyayi menyeringai lebar.
"Asyik, Bu Jagad! Ayo lagi!" seru salah seorang anak yang diamini teman-temannya.
Jagad makin menutupi mukanya. Beberapa skater tertawa melihat. Sedangkan Priyayi tetap
nggak tahu malu. "Hah, Bu Jagad"! Gad, mereka panggil aku Bu Jagad! Lucu.... Hihihi!"
Jagad menghampiri Priyayi dan menyeretnya ke pinggir. "Ssst..... Kencang-kencang."
"Ups sori. Lupa. Aku lupa segalanya saking asyiknya, hehe....." timpal Priyayi, kemudian siap
beraksi lagi. "Heh, jangan malu-maluin lagi ya. Kamu membawa nama Jagad di sini."
"Siap, Pak!" sahut Priyayi menyeringai lebar dan berlari kembali ke area lintasan.
Dari tempatnya berdiri, Jagad kembali menikmati tingkah polah Priyayi. " Maann.... Kurasa aku
melakukan kesalahan besar....."
part* 28 Lain hari, lain sikap Jagad menggedor pintu kamar mandi.
"Yi, HP-mu bunyi! Mau diterima nggak?"
"Dari siapa?" seru Priyayi.
Jagad meraih ponsel Priyayi yang tergeletak di meja pantry. Ia mendesah membaca nama yang
di layar ponsel. "Dari Jimmy!" Priyayi membuka sedikit pintu kamar mandi dan menjulurkan tangan minta ponselnya. Tiga menit
kemudian, dia buru-buru keluar dari kamar mandi, menyudahi mandinya. Handuknya
membungkus rambutnya yang basah, lantas berlari keluar rumah. Mobil Jimmy sudah terparkir di
depan rumah. Priyayi membuka pintu mobil dan duduk di joki kiri. Jimmy menatap nanar pada
rambut Priyayi yang basah. Handuk dikalungkan di leher menutupi pundak.
"Aku harus bilang langsung....," tukas Jimmy membuat jantung Priyayi dag-dig-dug.
"Aku sudah pesen cottage di Pulau Ayer. Kita berangkat Sabtu depan."
Tak ayal mata Priyayi berbinar. "Maksudmu kita berlibur ke sana?"
Jimmy mengangguk. "Temanku sewa cottage di sana, dia bikin acara Hawaiian Night."
Senym Priyayi mengembang sangat lebar. Ternyata Jimmy nggak secuek itu. Dan Jimmy nggak
lagi kecewa perihal tenggat waktu itu. Buktinya, dia memberi Piyayi kejutan manis sepagi ini. Hati
Jimmy memang seluas lautan. Itu yang sangat disukai Priyayi dari pacarnya itu. Ia mencium bibir
Jimmy kemudian memeluk Jimmy erat sebagai ucapan terima kasih dan perasaan terharu.
Dan..... Sedetik Priyayi melepas pelukannya, sebuah mobil yang nggak asing lagi menuju ke
arahnya. Mata Priyayi melotot.
"Mati aku! Mama! Aduh...." Priyayi diserbu kepanikan dan meloncat keluar mobil.
Dari mobil si Mama, keluar Mama dan Kweni. Mamanya menatap tajam Priyayi dan Jimmy yang
masih di belakang kemudi. Apalagi Priyayi berkalungan handuk, rambut acak-acakan, kaus, dan
celana kolor kedodoran. "Ngapain di dalam situ" Kok nggak ke dalam rumah" Siapa dia?" tanya Mama menyelidik.
Jimmy keluar dari mobil dan menganggukkan kepala ke arah mama Priyayi. Kweni berusaha
mengingat di mana dan kapan permah bertemu cowok itu. Apa pemain sinetron, ya"
Oya, Kweni tadi sempat menangkap siluet tubuh Priyayi melepaskan pelukan dari cowok itu.
Untungg Mama lagi menoleh ke belakanga meraih kotak berisi makanan buat Priyayi di jok
belakang. Kweni bahkan sudah mengambil ancang-ancang mengalihkan perhatian Mama Priyayi
kalau Priyayi berbuat lebih jauh yang bisa bikin Mama mencak-mencak.
"Pagi Tante, saya cuma sebentar," tukas Jimmy.
"Mana suamimu?" tanya Mama.
Priyayi ngelirik Jimmy, melihat reaksinya tatkala dengar kata suamimu." Jimmy melengos.
"Di dalam." Kweni ingat! Mulutnya menganga lebar, untung nggak sampai keceplosan. Ini cowok yang makan
siang bareng Priyayi dulu! Ya ampun! Apa benar mereka ada apa-apa, batin Kweni penasaran.
Wah, Yayi harus diselamatkan dari situasi ini!
"Ma...." Kweni memanggil Mama Priyayi dengan sebutan Mama.".... Ke dalam yuk, biar mereka
beresin urusan penting mereka. Waktu kita juga mepet, sebentar lagi harus balik ke lokasi."
Kweni menarik___agak paksa___tangan Mama supaya masuk ke rumah. Tepat saat itu, Jagad
keluar. "Pagi Mama, Kwen," sapa Jagad.
"Hai." Jagad menghampiri kerumunan. Hai-nya Jagad mengarah kepada Jimmy, didendangkan
dengan (sok) akrab. Jimmy dengan kikuk membalas lambaian tangan Jagad. Temperatur tubuh
Priyayi sudah nggak keruan.
"Bener nih, nggak masuk dulu?" tegas Jagad kepada Jimmy. Jagad merapat di samping Priyayi,
sebelah tangannya merangkul bahu Priyayi. Tak pelak Jimmy dan Priyayi kaget. Untung Priyayi
segera tanggap. Maklum, mereka kan sudah mahir berakting spontan dalam segala kondisi.
Sedangkan Jimmy masih melongo.
"Dia terburu-buru banget. Makasih lho, Jim, udah Diusahain," timpal Priyayi. Tubuhnya bergerak
maju agar lepas dari rangkulanan Jagad, tapi tangan Jagad tidak mau lepas. Priyayi merasa
cengkeraman tangan Jagad kian kuat. Sialan.
"Oh ya, tentu." Jimmy menyahut nggak jelas. Raut mukanya merah padam. "Oke, aku permisi
dulu. Mari semua." Kweni bengong. Si Mama sudah nggak menyelidik lagi. Priyayi menghela napas. Jagad"
Senyum-senyum kecil.... Di dalam rumah, Priyayi menyeret Jagad ke kamar dan menutup pintunya. Dia tidak mau suara
mereka sampai terdengar Mama dan Kweni.
"Ngapain kamu keluar segala tadi"!" protes Priyayi dengan suara tertahan.
"Hei, aku coba menyelamatkan kamu. Mamamu sudah curiga...."
"Terus ngapain pake ngerangkul-rangkul segala, ih!"
"Nggak bisa lihat apa, mamamu itu sudah curiga."
"Mamaku mencurigai semua hal di dunia ini!" tampik Priyayi berang. "Kamu bikin keki Jimmy
deh.....," imbuhnya kesal.
"menurutmu aku nggak keki harus sok mesra denganmu didepan cowokmu itu?" balas Jagad.
Priyayi menggeram. "Hheeergghh.....!!"
Kesalahan besar, rumit "Aku melakukan kesalahan besar."
"Ke pacarmu?" celetuk Yasmin.
"Bukan. Eh, iya juga sih. Tapi tadi yang kemaksud adalah Yayi."
"Hah?" Yasmin melongo.
"Kurasa aku jatuh cinta sama dia."
"Ke pacarmu?" "Bukan. Ke Yayi."
"Haaah"!" Yasmin tambah melongo.
"Jangan bikin aku merasa tambah nggak enak dengan reaksimu itu," seloroh Jagad manyun.
Yasmin nyengir. "Sorry, ma, bukan maksudku, aku cuma kaget."
Secara nggak sengaja keduanya menghela napas bareng, hhh.... Kontan mereka tertawa.
Keduanya sedang berada di teras rumah Yasmin. Jagad menyempatkan diri mampir bertemu
Yasmin sekadar ngeluarin unek-uneknya.
"Hhh.... Apa yang mesti kulakukan?" tanya Jagad muram.
"Hhh.... Iya, apa yang mesti kamu lakukan, ya?" timpal Yasmin ikutan muram.
Jagad memutar bola matanya. Ah, Yasmin, kalau bukan karena dia yang tahu segalanya soal
rahasia ini, Jagad bakalan menempatkan Yasmin di urutan kesekian untuk diajak bicara.
"Ah, aku tahu! Yasmin berseru seraya menjentikkan jari.
"Kamu harus bisa bikin Yayi jatuh cinta padamu."
Jagad tetap muram. "Yas, masalahnya kan...."
Yasmin nyela, "Pacarmu, ya?"
"Dan pacarnya," timpal Jagad lesu.
Yasmin ikutan lesu. "Masalahnya memang rumit...."
"Sudahlah, Yas." Jagad membesarkan hatinya sendiri dan juga Yasmin. "Yayi bilang Santu
besok Jimmy ngajak dia pergi wekend ke Pulau Ayer, ada pantry di sana. Dia happy banget, Yas.
Kalau sudah begitu, nggak ada yang bisa kulakukan lagi, kan?"
"Ya ampun, aku inget!" seloroh Yasmin. "Yayi pernah cerita dia pernah dibaca garis tangannya
dan diramal bahwa ada dua pria di hatinya, salah satunya adalah pasangan sejatinya."
"Jimmy....," celetuk Jagad.
Yasmin nepuk bahu Jagad keras. Jagad sampai meringis di buatnya.
"Heh, belum tentu! Intinya dia juga menempatkan kamu di hatinya. Itu yang penting, betul
nggak"!" tutur Yasmin bersemangat sampai alisnya naik.
"Yas...." Jagad memandang Yasmin. "Makasih sudah menghiburku, aku sangat menghargai


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usahamu." Jagad lalu berdiri, siap untuk pergi.
"Lho, Gad...."!" Yasmin melongo, Jagad nggak tergerak dengan penuturannya.
"Oya, Yas, kamu jangan cerita ini ke siapa pun, oke."
"Tapi...." "Dilarang keras. Ke siapa pun." Jagad mempertegas kata-katanya. Yasmin mengkeret dan
mengangguk. "Thanks. Aku cuma nggak ingin merusak kebahagiaan Yayi. Kamu juga, kan?"
Lagi-lagi Yasmin mengangguk. Aduh, betapa berat beban hidupku, menjaga rahasia semua
orang di dunia ini..... Weekend, berubah
Hup. Priyayi menjinjing traveling bag yang menggembung menutupi pintu kamar. Tadinya pintu
itu ingin dikuncinya, tapi nggak jadi. Siapa tahu Jagad butuh komputer. Pagi-pagi itu sudah
keluar, pamitnya mau menyiapkan acara kemah bagi anak-anak permukiman padat. Priyayi
teringat acara belajar skateboard. Hmm.... Pasti menyenangkan bagi mereka.
Tin. Suara klakson mobil Jimmy. Priyayi bergegas keluar dan perjalanan menuju Kawaiian Night
dimulai. Jimmy tersenym menyambut Priyayi, yang dibalas gadis itu tak kalah riangnya. Kesegaran pagi
bersaing dengan kesegaran rona wajah mereka. Itu karena suasana hati mereka juga lagi segar.
Ini adalah perjalanan liburan bersama pertama setelah Priyayi menikah. Jadi, mereka
menyambutnya dengan antusias.
"Yi...." "Ya...." "Soal dua tahun itu..., aku nggak keberatan menunggumu. Maaf kalau waktu itu aku emosi.
Setelah kupikir matang-matang apalah arti dua tahun dibanding kehilangan kamu....."
"Ooo.... Jim....that's so sweet...." Priyayi mengerjap-kerjapkan mata, sangat senagn mendengar
akhirnya Jimmy berkata itu.
Sekitar setengah jam perjalanan. Ponsel Priyayi berbunyi. Nomor nggak dikenal +62812xxxxxx
"Priyayi" Istri Jagad?" suara laki-laki.
"Iya, saya Yayi. Ini siapa?"
"Saya Eki, teman Jagad. Begini...., Jagad .... Mmm.... Kecelakaan...."
"Haaahh"! Di mana"! Luka parah nggak"! Sekarang dia di mana"!" pekik Priyayi cemas. Tanpa
sadar dia memajukan tubuhnya. Raut mukanya tegang sehingga Jimmy menoleh
memandangnya. Si teman memberitahu informasi yang dibutuhkan. Priyayi menutup ponsel. Wajahnya pias.
"Jim, maaf, aku nggak bisa ikut, Jagad di rumah sakit...."
"Kenapa dia?" tanya Jimmy tak urung terkejut.
"Kata temannya dia dikeroyok preman, gara-gara membela anak didiknya. Dia.... Ditusuk...." bibir
Priyayi bergetar. Kedua tangannya menutup muka. Kemudian dia menoleh ke Jimmy. "Jim,
maaf.... Aku harus ke rumah sakit."
"Kuantar kamu ke sana," ujar Jimmy kemudiam. Raut mukanya sangat tegang, tapi Priyayi nggak
menyisakan pikirannya untuk menelaah ekspresi Jimmy.
Pikiran Priyayi kalut. Dia menghubungi orangtua Jagad, lantas menghubungi mama-papanya.
Mereka sepekat nggak memberitahu dulu si kakek.
Selama perjalanan menuju rumah sakit yang lumayan juga jauhnya, Priyayi nggak bisa duduk
dengan tenang, nggak sabar untuk cepat sampai. Jimmy berusaha nggak menampakkan emosi
apa pun. Sampai di depan rumah sakit, Jimmy membantu menurunkan traveling bag Priyayi.
"Yi, karena banyak keluargamu akan kemari, aku nggak bisa nganter kamu ke dalam...."
Priyayi meremas lengan Jimmy. "It's okay. Makasih ya atas tumpangannya dan maafkan aku,
semuanya nggak sesuai rencana."
Jimmy mengangguk lemah. Ia masuk ke mobil dan sempat melihat Priyayi lari tergesa-gesa ke
dalam lobi rumah sakit. Dada Jimmy sesak.
.... Kejadian barusan menyadarkan Jimmy. "Aku sudah kehilangan kamu, Yi...."
Di rumah sakit, mamanya dan Kweni sudah tiba lebih dulu.
"Yayik," panggil Mama cemas. Ada dua teman Jaagd berada di sana, salah satunya
menyongsong Priyayi. "Saya Eki. Jagad sedang dioperasi."
"Gimana kejadiannya?"
"Jagad berusaha menolong Lukman, salah satu murid kami, dia sekarang juga sedang dirawat.
Dia nggak sengaja nabrak preman mabuk dengan skateboard. Lukman dihajar, kemudian Jagad
datang, mereka berantem. Lalu datang teman-teman mereka mengeroyok dan ada yang bawa
pisau menusuk Jagad. Lukman lari mendatangi kami."
Priyayi menutup mulutnya dengan tangan. "Ya ampum! Ya ampun....!"
"Dia luka parah," kata Mama sembari merangkul Priyayi. Priyayi hanya bisa berkata "ya ampun"
berkali-kali sementara tangannya memegang dada, shock.
"Dunia anak-anak kami di jalanan memang keras. Kami sebagai pendidik mereka mau tak mau
ikut merasakannya,"tukas Eki serius.
Selanjutnya mereka diam. Menunggu. Kedua teman Jagad pamit karena masih harus mengurus
persiapan acara perkemahan. Papa Priyayi tiba dua menit kemudian. Kweni menceritakan
kembali kepada beliau tentang apa yang telah terjadi. Priyayi duduk melamun. Mamanya, well....
Sudah naluri dasarnya..., meneliti keadaan anaknya itu. Penampilannya kasual tapi rapi, sandal
santai, jins, kaus, makeup tipis, dan wangi parfum. Masih segar. Aneh...., terutama dengan tas
besarnya itu. Mengingat berita musibah yang menimpa Jaagd sangat mendadak, kayaknya
nggak cukup waktu menyiapkan diri dan berdandan serapi ini. Atau Yayik memang mau
pergi....." Ke mana dia tanpa suaminya dengan tas sebesar itu...."
Si mama berusaha keras tidak bersikap menyelidik di saar seperti ini, tapi pertahanannya nggak
sekuat imannya. "Kamu sudah siap dengan pakaian Jagad?" tanya Mama sambil menunjuk tas besar di lantai.
Agak lama otak Priyayi baru bisa nyambung. "Oh.... Itu.... Bukan....! Itu bajuku, aku harus
menginap di sini...." otaknya bereaksi cepat.
"Aku menunggu operasi Jagad selesai, baru balik ke rumah ambil keperluan hariannya,"
tambahnya sigap. "Lebih baik kamu pulang sekarang, kami nunggu di sini, jadi kalau Jagad sadar, kamu sudah ada
di sini," saran Papa.
Priyayi menganggul. "Kwen, temani aku ya."
Maksudnya, nggak cuma nemenin, tapi juga nganter dia dengan mobil si mama. Untung Mama
nggak mengusut soal dengan apa dia datang. Dan yang pasti, Kweni harus dibuat bungkam di
depan mereka. Foto, tertegun
Baru beberapa jam ditinggal, Priyayi merasakan atmosfer yang sama sekali berbeda kala masuk
rumah. Rumah jadi terasa.... Kosong. Padahal dulu dia terbiasa dengan hal semacam itu.
Sekarang sebaliknya, dia terbiasa berbagi. Berkompromi. Bertukar argumen. Bekerja sama.
Bersama Jagad, sesuatu yang besar menjadi kecil, sesuatu yang kecil menjadi nggak ada. And
he's such handyman. Oya, dan masalah menenangkan dirinya karena stres kerja dan juga
soal.... Jimmy. Priyayi menghela napas, lantas menuju kamar Jagad. Baru kali ini dia membuka lemari dan
memilah-milah perlengkapan cowok itu. Dia mengambil tas olahraga dan mulai berkemas. Sisir,
gel rambut, deodorant roll-on, parfum. Jagad selalu wangi. Iseng dia membuka laci. Priyayi
tertegun. Ada foto Jagad dan Syamila berdua, dan foto Syamila seorang diri. Entah datangnya dari mana,
Priyayi merasa dadanya bergemuruh melihat foto-foto tersebut.
"Aduh, kenapa sih aku ini!" Priyayi nepuk kepalanya keras, menyadarkan diri, dan bergegad
membereskna sisa barang lalu berangkat kembali ke rumah sakit dengan mengendarai mobilnya
sendiri. Beberapa jam kemudian operasi selesai dilaksanakan dan Jagad dipindahkan ke ruang intensif.
Hanya Priyayi yang menunggu di sana. Dia merapikan barang-barang milik Jagad dan baru
menyadari ponsel Jagad bergetar. Ternyata ada beberapa panggilan masuk.
Syamila. Syamila. Syamila. Priyayi menghela napas panjang, tertegun lama sebelum akhirnya memutuskan untuk nelepon
balik Syamila dan menuturkan apa yang terjadi.
Sadar, menunggu Sepertinya baru sebentatr memejamkan mata, datang perawat ke kamar Jagad. Membersihkan,
ganti perban, mengobati, dan merawat pasien satu ini. Ternyata Jagad sudah sadra lumayan
lama. Priyayi nggak tahu karena tertidur. Jagad dipindah ke kamar perawatan biasa. Priyayi
menghendaki kamar VIp. Jagad merasa sangat tersentuh mengetahui Priyayi setia menungguinya.
"Sini...." Jagad menyuruh Priyayi mendekat. Priyayi menurut dan menarik kursi, lalu mendekat
duduk di samping Jagad. "Kamu nggak ingin tahu kejadian yang menimpaku?"
Priyayi menggeleng. "Aku nggak mau dengar. Aku nanti akan mencuri dengar kalau kamu cerita
ke orang lain, oke?"
Jagad kontan tertawa tapi badannya jadi sakit semua.
"Oya, mamamu nanti akan datang," tambah Priyayi.
"Yi, makasih ya sudah nemenin. Itu berarti kamu berkorban dengan membatalkan acara
liburanmu," ucap Jagad menatap Priyayi lekat-lekat.
Priyayi belum pernah melihat Jagad berbicara dan menatapnya sesentimentil ini. Kayak begini
ya, sikap orang yang baru saja sadar dari obat bius, pikir Priyayi.
"Hhh.... Lihatlah dirimu, lebam-lebam dan bekas jahitan.... Sejelek-jeleknya kamu, aku masih
punya rasa belas kasihan," celetuk Priyayi melumerkan suasana sentimentil yang bikin dia
merinding grogo. Hiii....
Jagad meraih tangan Priyayi dan menggenggamnya. "Yi, aku...."
Tepat saat itu, muncul seseorang di ambang pintu. Mengetahui siapa yang datang, Priyayi
secepat kilat menarik tangannya dari genggaman Jagad.
"Mila....," panggil Jagad terkejut.
Priyayi berdiri. "Aku yang nelepon dia."
"Apa?" seloroh Jagad. Terkejut juga.
"Hai, silahkan," ujar Priyayi kepada Syamila. Syamila mengangguk dan mengambil tempat di sisi
seberang Priyayi berdiri dekat pembaringan Jagad.
Syamila dan saling memandang dan tersenyum. "Hai, Mas, aku datang."
Priyayi merasa perutnya mulas. Ia berdeham menatap Syamila. "Maaf. Eee.... Bisa kamu di sini
sampai ibu, eee.... Maksudku mamanya Jagad datang" Kalau kamu nggak repot sih."
"Tentu." "Eee... Gumam Jagad mau ngomong tapi langsung diserobot Priyayi.
"Makasih ya. Saya harus ke kantor sebentar. Sampai nanti." dengan tergesa-gesa Priyayi meraih
tasnya dan keluar. Mata Jagad mengikuti sampai Priyayi menghilang.
Berdiiri tepat di samping mobilnya, Priyayi berkacak pinggang dan mengumpat dengan sepenuh
hati. "Sialan, sialan! Hiiih... Harus balik ke dalam, sialan!"
Kunci mobilnya ketinggalan. Dengan langkah gontai dia berjalan kembali ke kamar Jagad
dirawat. Mendekati kamar Jagad, Priyayi menempelkan tubuhnya ke dinding dan kepalanya menjulur ke
ambang pintu yang tidak tertutup sempurna, mengintip apa yang " berlangsung" did dalam
kamar. Dia takut kedatangannya kembali bakal menganggu hal yang seharusnya nggak boleh
diganggu. Priyayi melihat tangan Syamla terulur ke kening Jagad. Mereka saling tersenyum.
"Gawat, perutku mulas lagi," gumam Priyayi dari balik dinding.
"mbak...." Ada yang bisa saya bantu?"
Priyayi meloncat super kaget. Ups... Seorang perawat memergokinya.
"Mbak cari pasien?"
Priyayi mengangguk spontan. Kalut.
"Atas nama siapa?"
"Yayi...." panggil Jagad heran Priyayi muncul di ambang pintu.
Ternyata Priyayi meloncat ke arah yang salah....
"Oh ,hai," cetus Priyayi melambaikan tangan. Dia noleh ke perawat tadi. "Sus, udah ketemu,
hehe... Terima kasih...." Priyayi meringis ke arah suster. Dengan sangat segan, Priyayi lantas
masuk. "Kamu diapain suster?"
"Hehe.... Nggak...." Priyayi berdiri rikuh. Syamila dan Jagad memandanginya. "Kunci mobil
ketinggalan...., sori menganggu." Priyayi segera menyambar kunci yang tergeletak di meja.
Tanpa ba-bi-bu dia ngeloyor ke arah pintu.
"Hei," panggil Jagad.
Priyayi berhenti dan noleh. "Ya?"
"Kamu nanti ke sini jam berapa?"
"Eee... Mamamu kan nanti ke sini, jadi... Lebih baik aku... Nggak di sini...."
"Begitu ya... Tapi besok ke sini, kan?"
Priyayi melirik Syamila. Gadis itu membuang muka. "Well, mungkin. Aku harus pergi sekarang."
Wuuusss..... Gelap, menyepi
Peeet.....
Kontan Priyayi buru-buru bangkit, kaki kanannya menginjka pump shoes yang berserakan di
lantai, dan membuatnya kehilangan keseimbangan....
KROMPYAANGG....! Lampu kembali menyala. Ada Pak Ayub si satpan senior berdiri dekat saklar dengan bahasa
tubuh waspada. Begitu tahu siapa yang bikin keributan, Pak Ayub mengendorkan
kewaspadaannya. "Maaf, saya kira sudah nggak ada orang. Tadi Mbak Yayi di mana?"
Priyayi tadi duduk meringkuk di lantai, meja menyembunyikan posisinya dari pandangan,
melamun menghadap jendela kantor yang menyisakn pemandangan senja metropolitan, sekadar
untuk nyepi, merenungkan perasaan yang menyergapnya akhir-akhir ini.
Aturannya aku lega menyaksikan Jagad kembali bersama orang yang dicintai. Tapi aku malas
mulas.... Huuh.... Sampai langit gelap, Priyayi tetap bergeming dengan pikiran terapung.
"Mbak Yayi baik-baik saja?" tanya Pak Ayub memastikan lantaran Priyayi hanya berdiri bengong.
"Oh, eh, iya, baik...." Priyayi memungut tutup gelas yang tadi jatuh tersapu telapak tangannya
saat berusaha menjaga keseimbangan.
"Maaf tadi saya mematikan lampu...."
"Nggak, nggak apa-apa."
Pak Ayub mengangguk kemudian memalingkan badan untuk keluar ruangan.
"Pak Ayub....," panggil Priyayi. Pak Ayub noleh.
"Iya, Mbak?" "Mmm... Tentang dua pria itu..., ramalannya Pak Ayub...., apa bener saya harus memilik?"
Pak Ayub tertawa. "mungkin nggak harus memilih, cukup membuka hati dan pikiran dengan
jernih, itu akan membimbing seseorang menuju tempatnya."
Priyayi mengusap-usap rambutnya. "itulah masalahnya. Semakin saya membuka hati untuk
menerima segala kemungkinan, kok semakin bikin bingung. Apa saya terlalu lebar membuka,
ya?" Pak Ayun lagi-lagi tertawa. " mungkin Mbak Yayi hanya perlu waktu."
Priyayi manggut-manggut. "Dan lebih peka terhadap kata hati sendiri," Pak Ayub menambahkan.
Lagi-lagi Priyayi manggut-manggut. Manggut-manggut nggak ngerti, hehe.
Saat Priyayi beres-beres mejanya bersiap untuk pulang, ada SMS dari Jimmy, meminta dia
bertemu sekarang di kafe. Priyayi berdandan kilat dan berlari-lari keluar gedung.
Malam, keputusan "Aku ingin putus."
Priyayi yang baru saja mendaratkan pantatnya di kursi di depan Jimmy kontan mendongak,
menatap Jimmy tak berkedip. Mereka terinterupsi dengan waiter yang membawa dua cangkir
kopi untuk merek. "Aku sudah pesan minuman untukmu, kopi yang biasa kamu pesan. Mau pesan makanan juga?"
tawar Jimmy. Priyayi menggeleng lemah. Ia masih shock.
Jimmy menyesap kopinya. "Pembatalan pergi dengaku ke Ayer merupakan puncak
kecemburuanku. Aku nggak sanggup lagi juka harus mengalami yang lebih dari itu."
Kepala Priyayi tertunduk. "Maaf, aku nggak bermaksud begitu."
"Aku tahu. Kita saling mencintai, tapi aku terus-terusan dicekam perasaan cemburu dan nggak
nyaman. "Jimmy berhenti sejenak, memalingkan pandangan ke luar jendela, kemudian
melanjutkan, "Aku cuma nggak ingin gila, Yi...."
Priyayi bergeming beberapa lama. Matanya menerawang menembus ke dalam isi cangkir di
hadapannya. "Aku sedih jika harus berpisah denganmu," ucap Priyayi lirih, nyaris berbisik.
"Sampai kapan pun aku nggak siap melepasmu, tapi aku juga nggak sanggup dengan hubungan
seperti ini, jadi, kuharap kamu mengerti."
Mata Priyayi mulai berkaca-kaca.
"Kalau kita memang ditakdirkan bersama, kita pasti bisa bersama. Mungkin.... Mmm.... Dua
tahun lagi seperti yang kamu bilang....?" Jimmy menyunggingkan senyum. Priyayi mengangkat
senyum lemah. "Aku nggak ingin kita saling menunggu. Aku nggak ingin kita membuang waktu untuk sesuatu
yang mungkin bukan takdir kita. Jalani saja, akan mengarah pada takdir kita sendiri...."
"Oh, Jim... Kamu bikin nangis sekarang," celetuk Priyayi dengan mata berkaca-kaca. "Kebesaran
hatimu yang membuatku jatuh hati dan juga menangis...." Priyayi tidak menahan air matanya
lagi. "Aku cinta kamu, Jim."
"Aku tahu," sahut Jimmy. Dan aku juga tahu kamu mulai mencintai orang lain, Yi....
"Nggak bisakah kamu mengubah keputusanmu ini, Jim" Ini terlalu.... Menyedihkan," rajuk Priyayi
disela isakannya. "Yi, kupikir inilah yang terbaik buat kita."
Huuu.... Huuuuu.... Priyayi tidak bisa tidak menangis tanpa suara.
"Jim... Boleh aku minta pelukanmu....?"
Jimmy tersenyum dan berpindah tempat ke samping Priyayi.
Huuaaaa..... Priyayi nangis keras di pelukan Jimmy.
Well, malu juga sih dengan adegan begini, tapi tak apalah untuk sesuatu yang akan menjadi hal
terakhir kali, pikir Jimmy miris.
Di masa depan adegan ini akan jadi adegan yang berkelebat di benak dan menjadi memori yang
kayak dikenang. Jimmy mengantar Priyayi sampai gadis itu menjalankan mobilnya keluar dari pelataran parkir. Ia


Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lantas berdiri mematung. Selesai sudah. Kamu kalah, Jim! Menghindar, bungkam
Yasmin melambaikan tangan melihat Priyayi celingukan di depan rumah sakit.
"Ya ampun, kamu kok pucat sih" Sakit?" tanya Yasmin begitu Priyayi mendekat.
"Iya, nggak dandan, lagi!" timpal Kumala.
"Semalam kurang tidur, terus tadi bangun kesiangan."
Semalam Priyayi merenungi dan menangisi nasibnya habis-habisan. Sendirian.
Priyayi berbisik ke telinga Yasmin. "Ngapain kamu ngajak Mala segala" Aku kan mau curhat hal
penting rahasia banget...."
Ups. Yasmin meringis. "Tadi ke gym bareng, terus dia maksa ikut aku seharian ini. Maklum, stok
cowoknya lagi kosong. Aku nggak enak dong.... Apalagi dia tahu tujuanku."
"Ngobrol apaan sih, aku nggak denger," seloroh Kumala merangsek di antara teman-temannya.
Wajah Priyayi pucat. Siang ini Priyayi menjemput Jagad pulang. Dia meng-SMS Yasmin supaya menemuinya di
rumah sakit. Sebelum menemui Jagad, Priyayi ingin banget curhat langsung ke Yasmin soal
pemutusan hubungannya oleh Jimmy semalam.
Tiba di depan kamar Jagad, pintu kamar terbuka. Priyayi melihat ada perawat di dalam dan....
Gawat! Ada Syalala, eh, Syamila! Priyayi buru-buru mundur dan balik badan menjauhi pintu.
"Aduh!" "Auuuw!" Priyayi menubruk Yasmin dan Kumala yang tadi berdiri di belakangnya.
"Sssst... Ini rumah sakit, janga berisik," tegur Priyayi berbisik.
"Kita berbisik juga karena kamu," seloroh Kumala.
"Sssst.... Ayo pergi, ada Sya.... Eh, mamanya Jagad." Priyayi menarik kedua temannya menuju
ruang tunggu di lorong agak jauh dari kamar Jagad.
"Kok malah pergi sih?" tanya Kumala heran.
"Eengg.... Perjumpaan anak dan ibu, aku nggak mau ganggu," sahut Priyayi kesal.
Dia lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Yasmin. "Ada pacarnya, aku nggak mau ganggu
mereka." "Ooo. Dari jam berapa dia kemari?"
"Nggak tahu, tadi...."
"Tuh kan, bisik-bisik lagi! Sebal, minggir kalian!" protes Kumala. Ia menarik Yasmin yang duduk
di tengah. Dia sendiri yang lantas menduduki tempat tengah di antara Priyayi dan Yasmin.
Bangkunya memang hanya muat untuk bertiga.
"Nah, sekarang kalian nggak bisik-bisik kalau ngomong."
Yasmin mencibir, priyayi melongo.
"Nih, kalian mau?" Kumala membuka tas dan menyodorkan cokelat berbentuk kepingan kepada
kedua temannya. Yasmin menggeleng, Priyayi nyeletuk, " Aku nggak nafsu makan apa pun di rumah sakit."
"Ya udah." Lalu Priyayi menemukan ide guna memecahkan kebuntuan untuk curhat ke Yasmin. Dia meraih
ponsel dan jempolnya mulai memencet huruf demi huruf.
Semalam Jimmy mutusin aku karena nggak tahan pacarn dengan kondisi sekarang. Aku pataj
hati:( Yasmin membuka ponsel mendengar nada terima SMS. Astaga, Yayi! Dia menoleh ke Priyayi.
Priyayi pura-pura nggak menggubris. Yasmin membalas....
Jadi itu yang bikin kurang tidur" Hmm, cepat atau lambat Jimmy akan mengakhiri hubungan
kalian. Mana sangguplah! Kamu dan Jagad kan akrab. Coba kalau kamu cuek mampus ke
Jagad, Jimmy mungkin masih bisa tahan.
Priyayi membaca SMS balasan Yasmin dan mengetik balasannya.
Huh, kamu sama aja, bikin sedih . Tai mungkin lebih baik begitu ya.
Giliran Yasmin membaca SMS dan mengetik balasan. Sementara Kumala tidak menyadarinya.
Setahunya, kedua temannya sibuk dengan ponselnya masing-masing.
Lebih baik apanya! Kamu nggak dapat apa-apa. Sekarang suami berduaan dengan cewek lain
malah dibiarin. Payah! Pacar nggak, suami nggak! Pengorbanan Jimmy melepasmu akan sia-sia
kalau kamu juga melepas Jagad. Payah, payah, payah!
Membaca balasan Yasmin, Priyayi menoleh dan mendelikkan mata ke arah Yasmin. Giliran
Yasmin yang bergeming, pura-pura nggak menggubris. Priyayi lantas mengetik.
Aku nggak menjalin hubungan dengan Jagad, jadi aku nggak pernah melepas dia, dia aslinya
lepad beban, tau! "Hah!" Yasmin berseru dengan nada mengolok membaca SMS dari Priyayi.
Kumala setengah melonjak kaget seraya menoleh ke Yasmin kesal. " Ngagetin aja...."
Priyayi meringis geli. Yasmin membalas cepat dan dibaca Priyayi.
Istri yang buruk, menelantarkan suami!
"Apa kamu bilang?" seru Priyayi seraya memandang Yasmin. Kumala bingung tiba-tiba Priyayi
menegur Yasmin. "Yasmin nggak bilang apa-apa, Yi."
Yasmin mengangguk." Iya, aku dari tadi diam aja. Aneh...."
sahutnya sembari mencibir. Hihihi....
Dengan gemas Priyayi membalas.
Dia bukan suamiku. Dan aku bukan istri yang buruk! Dia sama orang dicintainya, tauuu!
Yasmin membalas. Memanf kamu nggak mencintai...."!
"Yasmin!" pekik Priyayi. Lagi-lagi Kumala melonjka kaget.
"Astaga Yayi, Yasmin itu cuma selisih satu kursi, nggak usah lantang begitu kalau manggil!"
hardik Kumala berang. Yasmin terkikik. "Tau tuh, hihihi...."
"Hah! Itu.... Itu....!" tiba-tiba Kumala megap-megap melihat seseorang yang berjalan mendekat.
Priyayi dan Yasmin kontam menoleh ke arah yang dimaksud Kumala.
Priyayi terperangah. Wah, gawat..... Syamila! Kumala kan pernah melabrak dia!
Kumala berdiri siap menyongsong Syamila. Dengan gesit Priyayi berdiri dan nahan badan
Kumala. "Aduh, jangan bikin ribut, please.... Ini rumah sakit."
"Tapi ini keterlaluan, Yi, masa dia tetap nyamperin Jagad!"
Yasmin ikut berdiri, bingung. "Emang siapa dia?"
Di antara kerepotannya menahan Kumala yang mulai naik darah, Priyayi menjawab dengan
suara berbisik. "Itu pacar Jagad."
Mulut Yasmin membentuk huruf O panjang. "Oooo...."
Kumala berseru ke arah Syamila, "Heh, kamu! Ngap..."
Hup. Priyayi membungkam mulut Kumala dengan tangannya lalu menyeret Kumala dengan
paksa, menjauh dari jalan yang akan dilewati Syamila. Hanya Yasmin yang berditi saat Syamila
lewat. Itu pun sudah bikin Syamila agak ngeri, karena Yasmin memandangnya tanpa kedip.
Apalagi kalau Kumala nggak dicegah, bisa-bisa Syamila pingsan dan ikut dirawat karena shock
menghadapi kegarangan Kumal. Sementara itu, Priyayi mendekap erat Kumala di balik tangga.
Beberapa lama kemudian, Yasmin melongok. "Clear!"
Priyayi melepas sekapannya dan menghela napas.... Hahhh.....
Kumala berang. "Aku dizalimi!!"
Hahaha.... Priyayi dan Yasmin tergelak. Apalagi rambut kriwil Kumala awut-awutan. Ketiganya
terkapar di tangga. Orang-orang memandangi mereka dengan tatapan aneh.
"Ayo, jemput Jagad," ajak Priyayi berdiri.
"Iya, sebelum dikira pasien di paviliuv perawatan jiwa yang kabur," timpal Yasmib.
"Hei!" tiba-tiba dari arah belakang, dua orang perawat berseru.
"Lariii....!" Ketiga cewek itu ngibrit kencang, tanpa tahu pasti siapa yang ditegur perawat itu.
"Yas, kamuh bawah Malah pulang ajah," intruksi Priyayi dengan tersengal-sengal karena sambil
berlari. "Kalian belok sanah...."
Mereka berpisah di perempatan lorong.
Priyayi tiba di hadapan Jagad dengan ngos-ngosan. Jagad terheran-heran dibuatnya.
Priyayi meringis. "Takut kamuh kelamaan nungguh, jadih larih-larih, hhh.... hhh....."
part* 29 Ragu, honeymoon Priyayi menelungkup di meja pantry dengan kepala dibenamkan di antara kedua tangan. Nggak
ada kesibukan lagi di Sabtu malam. Nggak ada Jimmy. Dan Jagad sudah punya dunianya
sendiri. Teman macam Kumlala mengajaknya keluar tapi Priyayi sedang bosan menghabiskan
malam dengan obrolan peribasi dan intens, berdua saja.
Untuk kesekian kali diamatinya brosut yang ditindih tangannya. Brosur paket honeymoon kiriman
oma dan opanya, sebagai hadiah pernikahan Priyayi, beliau membiayai semua biaya
honeymoon. Tinggal si pasangan baru yang menentukan ke mana tujuannya.
Priyayi dilanda keraguan untuk mengajak Jagad. Priyayi punya harapan dengan perjalanan
honeymoon___walaupun dalam pratiknya nggak honeymoon beneran___dia bisa menjalin
hubungan lebih dekat lagi dengan teman serumahnya itu. Maksudnya, menjadi Priyayi berpikir
kenapa nggak sekalian saja jadian beneran sama Jagad.
Tapi.... Masalahnya dia dulu yang menggiring Jagad supaya balik ke Syamila.
"Hhh..... Mana kutahu kalau perasaanku bisa berkembang seperti ini," gumam Priyayi dengan
tampang lesu. Kepalanya lagi-lagi ditangkupkan ke dalam dua tangan di atas meja pantry.
"Yi," panggil Jagad. Karena nggak ada respons, Jagad mendekat dan menyentuh tengkuk Priyayi
setengah melonjak dan mendongak
"Kamu sakit?" tanya Jagad.
"Nggak!" jawab Priyayi spontan sembari merapikan rambut.
Ups, mata Jagad mengarah pada brosut. Buru-buru Priyayi menyambar brosur tersebut dan
bangkit dari duduknya. "Kenapa menelungkupkan kepala gitu?" Jagad kurang percaya Priyayi kalau sudah menyahur
urusan pengakuan keadaan sakit/tak sakit.
"Oh, lagi mikir kerjaan."
Tahu-tahu tangan kanan Jagad sudah mendarat di dahi Priyayi. Priyayi refleks mengelak dengan
menggenggam tangan Jagad yang terulur itu. Mata bertemu mata. Tangan bertemu tangan.
Sekarang sudah memasuki detik ke-21. Posisi mereka masih seperti tadi. Dada Priyayi berdebardebar nggak keruan. Dia merasakan remasan tangan Jagad menguat. Kali ini Priyayi
memutuskan nggak akan mengelak.
Lakukan apa pun yang kamu mau, Gad.... Priyayi membatin.
"Aku....." Jagad menelan ludah.".... Harus pergi sekarang.
Tangan mereka pun terlepas. Jagad memundurkan badannya.
"Jangan lupa kunci pintu. Jangan ketiduran di sofa."
Selepas kepergian Jagad, Priyayi mendesah sekeras-kerasnya. Dilihatnya brosur honeymoon
sekali lagi sebelum akhirnya dilempar ke tempat sampah.
Rumah, pusing Yasmin menelepon Jagad, yang sedang berada di kamar.
"Yayi cerita nggak?"
"Cerita apa?" "Yayi putus ama Jimmy. Jimmy yang mutusin."
"Oh ya?" Jagad terkejut.
"Sekarang dia di mana?"
"Katanya pergi ke bar ama Sally."
"Wah, sialan tuh anak, nggak ajak-ajak,"celetuk Yasmin.
"Dia lagi bosan sama kamu."
"Ug, kamu juga sialan."
Jagad meringis, kemudian bertanya ke Yasmin. "Hmm.... Yass, aku mesti gimana di depan dia?"
pura-pura nggak tahu sambil mencing dia untuk cerita....?" Jagad bingung sendiri. "Aku nggak
enak kalau berlagak nggak ada apa-apa, tapi dia emang berlagak nggak ada-apa di depanku."
"Halah, nggak penting. Yang penting itu kesempatan kamu menyatakan perasaanmu ke dia,"
saran Yasmin straight to the point.
"Aku nggak bisa, Yas. Aku masih berhubungan sama orang lain. Aku nggak mau jadi cowok
brengsek, Yas." Yasmin menghela napas keras, sampai terdengar Jagad di speaker ponselnya. "Kamu usah
brengsek sejak kamu meniduri Yayi, Gad...." Yasmin berujat kalem, sama sekali nggak ada nada
menghardik atau sinis pada suaranya.
"Oh, Yas, kamu bikin aku tak berdaya." Jagad menimpali dengan suara memelas.
"Sat hal yang mesti kamu camkan, Gad...., Yayi nggak akan mau melakukan itu dengan cowok
yang nggak membuatnya merasa nyaman dan berkenan dia hatinya."
"Tapi kamu sama-sama mabuk waktu itu."
"A-a! Dia bisa nyetir mobil sampai rumah dengan selamat malam itu kan. Dia nggak mabuk
mampus. Dia memang di bawah pengaruh alkohol hingga berani melakukan itu tapi dia tahu
siapa yang tidur bersamanya."
Semalaman Jagad memikirkan benar-benar semua ucapan Yasmin di telepon. Pandangan Jagad
menjelejah gelisah ke seluruh kamar dan berhenti di laci meja. Ia buka laci tersebut dan
mengambil foto. Sekarang aku nggak bisa, Yas....
Yaaahh.... Apa yang bisa diharapkan dari menjadi pasangan jadi-jadian" Yang ada cuma
rekayasa. Andai akhirnya timbul satu rasa yaang nyata...., itu salah sendiri! Aturannya memang
nggak begitu, kan" Jadi..... "Itu salahmu sendiri, Gad," gumam Jagad pada dirinya sendiri.
Jauh, terlantar "Yik, sabtu kamu dan Jagad ke rumah ya, kita makan malam bareng. Sudah lama kita nggak
kumpul-kumpul...." Priyayi menghela napas. Wajahnya nggak bersemangat. Bukan soal undangan makam
malamnya, melainkan karena dia terpaksa menolak undangan tersebut. Well, kalau datang
sendiri sih dia pasti bisa. Tapi dalam kasus ini, di diwajibkan bersama sang pasangan.
Masalahnya.... "Yik" Halo?"
Sebentar, kita lanjutkan dulu pembahasannya. Masalahnya sudah seminggu Priyayi berjauhan
dengan Jagad. Jagad yang tampak menjauh. Bawaannya sibuk. Banget. Sampai-sampai ngobrol
pun udah nggak pernah. Paling banter sapaan dan basa-basi sedikit di pagi hari. Di malam hari,
kendati Priyayi masih nongkrong di depan TV, Jagad memilih langsung ngeloyr ke kamar.
"Ma, maaf...., kayaknya kami nggak bisa deh. Aku sibuk banget, Jagad juga. Hmm... Mungkin
minggu depan, atau minggu depannya lagi. Lihat nanti deh."
Priyayi menutup flip ponselnya, meraih tas, dan melangkah keluar dari ruang kerjanya. Hari
sudah gelap saat dia melajukan mobilnya ke cafe and bar.
"Hai, Ron. Yang biasa ya."
"Sip. Sendirian aja?" tanya Robby, bartender yang sudah mengenal Priyayi karena seringnya
Priyayi ke tempat ini. Ini memang bar langganan cewek itu sejak zaman culun dulu.
"Ho-oh," jawab Priyayi lesu.
Belakangan ini, sepulang kerja Priyayi selalu mampir ke tempat ini. Kadang sama teman. Kadang
sendiri. Tapi nggak pernaj lagi sama Jimmy. Juga Jagad.
Omong-omong soal Jimmy, sayup-sayup berita yang masuk kuping Priyayi adalah Jimmy
sekarang resmi "jalan" ama Bianca.
Hrrrgghh..... Ramalan Pak Ayub salah. Dua-duanya bukan pasangan sejatiku. Tapi bukan beliau yang keliru,
melainkan aku sendiri. Aku nggak membuka mata hatiku bahwa selama ini udah mencintai orang
yang sangat dekat dengan keseharianku.... Hhh.... Sekarang dia menjauh bersama orang lain....
Aku bisa apa, coba" "Ssst.... Masih patah hati?" tanya Robby, melihat Priyayi yang melamun dengan wajah lesu.
Priyayi memang sempat menyinggung sepintad tentang suasana hatinya ke Robby.
Priyayi nyengir. "Masih nih. Beruntun."
"Kayak tabrakan aja."
"Hehe.... Emang. Satu ditabrak cinta lama. Terus langsung ditabrak cinta baru. Well, bukan baru
sih, tapi baru belakngan ini aja menyadarinya. Habis-habisan pokoknya."
"Ouch," celetuk Robby sembari mengepalkan tangan kanannya dan menempelkannya ke dada
kirinya. Lambang berduka.
"Untuk itulah bar diciptakah, menampung orang-orang yang patah hati supaya nggak terlantar di
jalan sebelum ahli jiwa memungut ongkos dari penderitaan mereka, hehe....." tutur Robby.
Priyayi tertawa dan mengacungkan jempol. Tapi ada yang diralat sedikit. Baginya, dia nggak
terlantar di jalan, melainkan di rumah. Hatinya terlantar setiap berada di rumah......
part* 30 (ending) Sunrise, kompleks apartemen
Kalau di dunia ini hanya ada 100 pria, berapa kira-kira yang setia"
Mungkin hanya lima Sekitar tiga puluh Dua puluh saja. Sepuluh, termasuk saya. Wow! Priyayi menurunkan majalah wanita 1 terbitan ibukota edisi lama di kamar, dari depan
wajahnya. Kalau 100 perempuan, berapa yang setia, ya"
_______________ 1. Sumber : Rahasia Kesetiaan Pria 'Agar Pindah ke Lain Hati,' Femina no 19/xxxII 6-12 Mei
2004 Berhubung lagi iseng sembari nunggu waktu berjalan, Priyayi kembali mengangkat majalah
menutupi wajah, kembali menekuni poin-poin pertanyaan yang ditujukan kepada empat pria dan
harus mereka jawab. Batas kesetiaan itu di mana sih"
Pada emosi dan hasrat khusus.
Kontak fisik yang intens.
Di hati. Selama tidak melakukan hal-hal yang melukai perasaan.
Priyayi mencerna perlahan. Oke, mari ditelaah.
Pada emosi dan hasrat khusus.
Seberapa khusus batasan khusus itu" Apakah flirting, sekadar makan bareng, jalan bareng,
nonton bareng, dan aktifitas lain yang mengatasnamakan "Just for having fun" nggak termasuk
dalam term tersebut" Apakah yang dimaksud khusus adalah menjalin hubungan lebih dari
sekadar teman, teman kencan, teman tapi mesra, teman curhat, sahabat, hemm....
Kontak fisik yang intens.
Yang ini sudah jelas. Dalam habitat hidup manusia, fisik akan selalu dinilai pertama, termasuk
untuk urusan ini, urusan tentang batas kesetiaan. Masalahnya seberapa jauh batasan intens
itu...." Di hati.

Pasangan Jadi Jadian Karya Lusiwulan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hmm... Nggak melakukan kontak fisik, tapi kalau hatinya dipenuhi sosok lain, berarti dapat
dikatakan nggak setia. Berarti.... Priyayi berpikir-pikir, tingginya intensitas kontak fisik, mungkin
sampai batas tertinggi dari definisi kontak fisik itu, katakan saja tidur bersama, selama nggak
melibatkan hati, belum bisa dikatakn berkhianat. Wah.... Apa betul begitu" Priyayi geleng-geleng
kepala, makin ditelaah makin tambah kacau definisinya.
Selama tidak melakukan hal-hal yang melukai perasaan.
Kalau misalnya ada satu pasangan yang sedang berjalan-jalan, kemudian salah satu
memandang satu sosok lawan jenis yang nggak dikenal semata-mata hanya karena kagum
dengan baju atau sakit hati, berarti.... Sudah dibilang nggak setia.
Grrrh..... Berarti selama ini aku memang termasuk cewek yang nggak setia. Ya ampun....
Sedihnya, pikiran Priyayi berkoar-koar. Raut mukanya jadi muram.
Hhh... Ini bisa membunuhku, aku harus berhenti! Ujar Priyayi dalam hati seraya bangkit dari
tempatnya meringkuk dan melangkah keluar kamar.
Pagi masih gelap saat Priyayi membuka seluruh tirai yang menutupi jendela lebar apartemen.
Semalam Priyayi tidur di apartemen Kumala. Nggak ada siapa-siapa. Dan itu yang lagi
dibutuhkan Priyayi sekarang. Being alone for a while.
Dari ketinggian lantai ini, matahari terbit akan tampak lebih jelas dan cantik. Priyayi menyeret
kursi malas ke dekat jendela menghadap timur, dan dengan secangkir kopi panas plus musik dari
CD chill-out, Priyayi duduk bersiap menyambut munculnya matahari pagi sebelum ke bawah dan
melakukan satu lagi hal favorit setiap berada di apartemen Kumala.
Kumala memang sempurna dalam memilih apartemen. Yang paling Priyayi sukai adalah jendela
sebagai dapat menikmati sunrise dan sunset. Yang kedua adalah taman yang yang dimiliki
apartemen ini. Tamannya indah dengan bunga-bunga yang terawat segar. Dua hal itu sangat
menenangkan, apalagi jika suasana hatinya lagi nggak bagus sperti sekarang ini.
Selain dua itu, hal favorit lain di apartemen itu adalah tentu saja private party, hehe. Eits, tapi itu
nggak menenangkan ya, hanya menghibur saja.
Langit mulai menguning. Priyayi menyesap kopinya perlahan. Hati Priyayi sedang muram. Dia
rindu kebersamaannya dengan Jagad. Seperti dulu. Dia merasa kehilangan. Dia mulai
membenarkan kata-kata Yasmin di SMS dulu: pacar nggak, suami nggak.
Priyayi mengerjap-ngerjapkan mata saat matahari mulai menaik.
Aku kehilangan semua, batin Priyayi miris. Matanya tak lepas memandang keindahan langit pagi
dengan matahari terbit sempurna, seperti telur mata sapi raksasa. ThanKs God, aku bersyukur
punya kesempatan menyaksikan keindahan alam ini.
Priyayi bangkit dari duduknya dan berdiri. Tapi aku kehilangan dia, tuhan. Dia nggak lagi
melihatku ada di sana.... Untuknya..... Pandangan Priyayi kabur oleh titik air mata yang mulai
mengembun di sudur matanya.
Ah, terlalu merusak lagi indah ini. Priyayi segera mengganti bajunya dengan setelan sport lycra
warna pink. Keluar dari apartemen, masuk lift, dan lift mulai turun.
Priyayi mengembangkan senyum begitu tiba di taman kompleks apartemen. Dia berlari dua kali
mengelilingi taman, selebihnya berjalan agar lebih menikmati bunga-bunga yang
menyemarakkan taman. "Thaks you flowers, you kame the world prettier," ucap Priyayi dan mencium segerombolan
bunga lili. "And thanks you...., tou make my world prettier...."
Priyayi terkesiap kaget ada suara sangat dikenalnya terdengar tepat di belakangnya.
"Jagad!" seru Priyayi membalikkan badan.
"Pagi...." Jagad tersenyum manis.
"Kok bisa.... Kemari?" tanya Priyayi datar tapi sorot matanya tidak tahu menyembunyikan rasa
gembiranya. "Kamu yang bilang sendiri, kamu selalu ke taman di pagi hari kalau menginap di tempat Mala."
"Eee.... Maksudku, ada apa sampai kemari" Ada hal penting?"
Jagad mengangguk. "Sangat penting."
Wajah Priyayi berubah tegang."Kakek....?"
"Bukan. Bukan orang lain, tapi aku."
"Kenapa kamu?" "Minta maaf." "Minta maaf?" ulang Priyayi heran.
Jagad mengangguk. "Akhir-akhir ini aku nggak banyak bersamamu. Aku.... Harus melepaskan
dan menyelesaikan beberapa hal hingga akhirnya aku benar-benar bisa ngomong ini ke kamu,
Yi." Priyayi menyimak serius. Jagad meneruskan penuturannya . "Aku sudah kenal kamu, sudah
berteman, sudah pernah tidur bersama, sudah tinggal serumah, sudah menikahimu...., dan
aku.... Sudah mencintaimu..."
Jagad meraih tangan Priyayi yang dilanda kebengongan luar biasa.
"Tapi bodohnya aku belum mengatakan aku mencintaimu. Aku mencintaimu, Yi."
Priyayi dilanda perasaan bahagia mendengar ungkapan perasaan Jagad, tapi tunggu dulu....
"Aku bilang aku sudah menyelesaikannya. Sudah selesai. Sekarang nggak ada orang lain selain
kamu." Jagad menjawab pikiran Priyayi.
Sontak Priyayi memeluk Jagad erat. "I really miss you, Gad. Aku benci waktu kamu
menjauhiku...." Jagad mendekap kepala Priyayi. "Maag. Itu kulakukan karena aku ingin mengatakan cintaku
dengan yakin dan tanpa ada beban. Maaf ya, aku nggak akan kosmikku dan kosmikmu
berbenturan," celetuk Priyayi.
Jagad memencet hidung Priyayi . "itu karena kita belum jadian. Kalau udah jadian, kosmik kita
akan jadi serasi." keduanya tertawa.
"So, kita pasangan beneran sekarang, bukan jadi-jadian," celetuk Priyayi bermanja di lengan
Jagad. Jagad nyengir. Dia menundukkan kepala agar bisa mencium bibir Priyayi. Tapi melihat
orang-orang yang berada di taman memerhatikan Jagad dan Priyayi dengan sebegitunya
lantaran dua orang itu berpelukan sepagi ini, mereka jadi mengurungkan niat untuk berciuman.
"Hei, mau melakukan satu hal favorit di apartemen Mala di pagi hari?" Tanya Priyayi
mengedipkan sebelah matanya. Jagad menyeringai lebar.
Sore, capek "Hhh....capeknya hari ini...." Kumala mengguman sembari membuka pintu apartemennya.
Setelah perjalanan panjang dalam pesawat, nggak ada yang lebih diinginkan selain.... Tiduurrr!
Dilihatnya ruangan berantakan. Piring bekas makanan, gelas-gelad, botol wine kosong....
"Sialan Yayi, nggak rapi-rapi dulu sebelum pergi. Awas ya."
Kumala melenggang berjalan menuju kamarnya. Ia membuka pintu.....
"AAAAAAAAAAA!!!" Kumala menjerit sejadi-jadinya. Tas jinjing terjatuh dari tangannya.
"Apa yang kalian lakukan di atas tempat tidurkuuuuu?""!!!"
~SELESAI~ Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan 5 Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe Nilai Akhir 1
^