Pencarian

The Name Of Rose 2

The Name Of The Rose Karya Umberta Eco Bagian 2


Sulit bagi kita untuk membangun hubungan antara suatu efek, misalkan sebuah pohon yang hangus, dan cahaya halilintar yang membakarnya.
Karenanya, kurasa melacak rantai penyebab dan efek yang kadang tak ada, pada akhirnya s
eakan-akan sama tololnya seperti berusaha membangun sebuah menara yang akan menyentuh langit.
"Andaikan kita mengira seseorang mati karena
diracun. Ini suatu fakta tertentu. Tidak mustahil bagiku untuk membayangkan, dengan adanya pertanda tertentu yang tak bisa diingkari, bahwa yang meracuni itu orang kedua. Pada rantai penyebab sederhana seperti itulah maka pikiranku bisa bertindak dalam kekuatan dari keyakinan tertentu. Tetapi bagaimana aku bisa membuat rantai itu rumit, dengan membayangkan bahwa, sebagai penyebab perbuatan jahat itu, masih ada campur tangan lainnya, kali ini tidak manusiawi, tetapi kejam" Aku tidak bisa mengatakan bahwa itu mustahil : Iblis itu, seperti kuda Anda, Brunellus, juga menunjukkan jalan yang dilaluinya lewat pertanda yang jelas. Tetapi buat apa aku memburu bukti-bukti tersebut" Apa belum cukup bagiku untuk tahu bahwa orang itu adalah pihak yang bersalah dan bagiku untuk menyerahkannya ke tangan sekulir" Toh ia bakal dihukum mati, Tuhan mengampuninya."
"Tetapi kudengar bahwa orang-orang tertentu dituduh melakukan kejahatan berat dalam pengadilan di Kilkenny tiga tahun yang lalu, Anda tidak menyangkal adanya intervensi kekejaman setelah pihak yang bersalah dapat diidentifikasi."
"Aku juga tidak menegaskan secara terbuka, dalam begitu banyak kata. Anda betul, aku tidak menyangkal itu. Siapa aku ini sampai berani menilai rencana dari Yang Jahat itu, khususnya," William menambahkan, dan seakan ingin mendesakkan alasan ini, "dalam kasus ketika mereka yang telah memulai inkuisisi itu, uskup, pejabat kota, dan
seluruh penduduk, mungkin para terdakwa itu sendiri, memang ingin merasakan kehadiran Iblis" Nah, mungkin satu-satunya bukti nyata kehadiran Iblis adalah besarnya hasrat setiap orang untuk mengetahui bahwa Iblis sedang bekerja
"Kalau begitu, Anda mau mengatakan kepadaku," kata Abbas itu dengan nada cemas, "bahwa dalam banyak pengadilan, Iblis tidak hanya bertindak di dalam yang bersalah tetapi mungkin dan terutama dalam diri para hakim""
"Mungkinkah aku bisa membuat pernyataan seperti itu"" tanya William, dan kuperhatikan bahwa pertanyaan itu diformulasikan sedemikian rupa sehingga Abbas itu tidak mampu menegaskan bahwa ia bisa; maka William memanfaatkan diamnya Abbas itu untuk mengalihkan percakapan mereka. "Tetapi ini semua, bagaimanapun juga, adalah hal-hal yang amat muskil. Aku sudah keluar dari pekerjaan mulia itu dan itu kulakukan karena Allah menghendakinya
"Aku tidak meragukannya," Abbas itu mengakui.
"... Dan sekarang," lanjut William, "aku ingin mengajukan pertanyaan sulit lainnya. Dan jika tidak keberatan, sudi kiranya Anda menceritakan tentang orang yang membuat Anda sedih itu."
Kurasa Abbas itu merasa senang mengakhiri diskusi macam tadi dan kembali kepada masalahnya. Lalu ia mulai bercerita, dengan pilihan kata yang amat cermat dan uraian panjang-panjang, tentang kejadian tidak lazim yang telah terjadi beberapa hari sebelumnya dan menimbulkan kecemasan besar di
kalangan para rahib. Masalah itu ia utarakan kepada William, katanya, karena, berhubung William punya pengetahuan hebat tentang ruh manusia sekaligus muslihat dari Yang Jahat, Abo berharap tamunya akan mampu menyumbangkan waktunya yang berharga itu untuk mengungkap tekateki yang menyakitkan itu. Ceritanya: Adelmo dari Otranto, seorang rahib yang masih muda namun sudah terkenal sebagai ahli menggambar ilustrasi, yang selama itu sudah menghiasi naskah dari perpustakaan itu dengan gambar-gambar paling indah, suatu hari telah ditemukan oleh seorang gembala kambing di dasar batu karang di bawah Aedificium. Karena para rahib lainnya sudah melihatnya berada di koor pada ibadat komplina, tetapi tidak muncul pada ibadat matina, mungkin ia jatuh di sana selama jam-jam paling gelap malam itu. Malam itu ada badai besar, sementara bunga salju setajam pisau berjatuhan, hampir seperti hujan es, didorong oleh angin selatan yang menderu-deru. Tertimbun oleh salju itu, yang mula-mula mencair dan sesudah itu membeku menjadi lapisan es, tubuh tersebut diketemukan di kaki lereng curam dalam keadaan luka-luka karena menubruk karang
ketika jatuh. Tubuh fana yang lemah dan menyedihkan, semoga Tuhan memberkatinya. Karena menabrak karang ketika jatuh, tidak mudah menentukan dari tempat mana persisnya ia jatuh; tentu saja dari salah satu yang membuka dalam deretan pada lantai tiga di ketiga sisi menara yang menghadap jurang itu.
"Dikubur di mana tubuh malang itu"" tanya William.
"Tentu saja di makam," jawab sang Abbas. "Mungkin Anda sudah melihatnya; letaknya di antara sisi utara gereja, Aedificium dan kebun sayuran."
"Aku paham," kata William, "dan menurutku persoalan Anda adalah sebagai berikut. Andaikan anak muda yang tidak berbahagia itu, astaga, bunuh diri, maka hari berikutnya Anda tentu menemukan salah satu jendela itu terbuka, sedangkan semua ternyata tertutup, dan tidak satu pun kaki jendela itu yang ada bercak airnya."
Abbas tersebut, seperti sudah kukatakan, adalah seseorang yang amat tenang dan diplomatis, tetapi kali ini ia membuat gerakan keheranan sehingga benar-benar kehilangan sopan santun yang cocok dengan seseorang yang serius dan murah hati, seperti sikap Aristoteles.
"Siapa yang mengatakan kepada Anda""
"Anda yang mengatakan," kata William. "Jika jendela itu selama ini terbuka, Anda bisa langsung mengira ia telah menjatuhkan diri dari situ. Dari yang bisa kulihat dari luar, jendela-jendela itu besar dan berpanel kaca buram, dan dalam bangunan sebesar ini, bukannya tidak lazim kalau jendela macam itu dipasang setinggi manusia. Jadi, bahkan jika ada satu jendela yang terbuka, tidak mungkin orang malang itu melongok keluar dan kehilangan keseimbangan, sehingga bunuh diri adalah satu-satunya penjelasan yang bisa diterima. Kalau
itu yang terjadi, Anda tentu tidak mengizinkan ia dikubur dalam makam yang sudah disucikan. Tetapi karena Anda memakamkannya secara Kristen, jendela-jendela itu pasti tertutup. Dan jika tertutup karena belum pernah kutemui, bahkan dalam pengadilan ilmu sihir, Tuhan atau Iblis belum pernah mengizinkan orang mati memanjat naik dari jurang untuk menghapus bukti kejahatannya maka jelaslah bahwa dugaan bunuh diri itu, justru sebaliknya: didorong, kalau tidak oleh tangan manusia, menurutku oleh kekuatan jahat. Dan Anda menebak-nebak siapa yang mampu, maksudku bukan mendorongnya ke dalam jurang, tetapi mengangkatnya ke kosen jendela; dan Anda sedih karena ada kekuatan jahat, entah alami atau supralami, tengah bekerja di dalam biara ini."
"Itulah kata Abbas itu, dan tidak jelas
apakah ia mengiyakan kata-kata William atau menerima alasan yang sudah dikemukakan William dengan begitu mengagumkan dan dapat diterima akal sehat. "Tetapi bagaimana Anda bisa tahu bahwa tidak ada air di kaki jendela mana saja""
"Karena Anda bilang waktu itu ada embusan angin selatan, maka air tidak bisa menerpa jendela yang terbuka ke arah timur."
"Mereka belum memberi tahu cukup banyak tentang bakat Anda," kata Abbas itu. "Dan Anda betul, tidak ada air, dan sekarang aku tahu mengapa. Tepat seperti yang Anda katakan. Dan sekarang Anda memahami kecemasanku. Masalahnya bakal cukup serius jika salah seorang
rahibku telah menodai jiwanya dengan dosa bunuh diri yang mengerikan itu. Tetapi aku punya alasan untuk mengira bahwa ada lainnya di antara mereka yang telah menodai dirinya dengan dosa yang juga mengerikan. Dan jika itu semua
"Yang pertama ingin kutanyakan, mengapa salah seorang rahib"
Di biara ini ada banyak orang lain, tukang kuda, gembala kambing, pelayan
"Tentu saja, biara ini kecil tetapi kaya," Abbas itu mengiyakan dengan bangga. "Seratus lima puluh pelayan untuk enam puluh rahib. Tetapi segala sesuatunya terjadi di Aedificium. Di sana, mungkin Anda sudah tahu, meskipun di lantai bawah ada dapur dan ruang makan, pada dua lantai di atasnya terdapat skriptorium (ruang kerja penyalin naskah dan pelukis) dan perpustakaan.
Setelah makan malam, Aedificium ditutup, dan ada aturan amat keras yang melarang siapa pun masuk." Ia membayangkan pertanyaan William yang berikutnya dan langsung menambahkan, meskipun nyata dengan amat enggan, "Termasuk, tentu saja, para rahib, tetapi
"Tetapi"" "Tetapi aku sepenuhnya menolak sepenuhnya, And
a paham kemungkinan bahwa seorang pelayan akan punya keberanian untuk masuk kesana pada malam hari." Ada semacam senyum menentang dalam kedua matanya, meski cuma sebentar bagaikan sekilas cahaya, atau bintang jatuh. "Anda tahu, lebih baik dikatakan bahwa semestinya
mereka takut ... terkadang perintah yang diberikan kepada orang awam harus diperkuat dengan ancaman, diberi kesan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi atas mereka yang tidak patuh, dengan memaksakan sesuatu yang supraalami. Sebaliknya, seorang rahib "Aku paham."
"Lebih-lebih lagi, seorang rahib tentunya punya alasan lain untuk mencoba masuk ke tempat terlarang. Maksudku alasan yang ... masuk akal, meskipun melawan aturan
William menangkap kegelisahan Abbas itu dan mengajukan pertanyaan yang mungkin maksudnya mengubah topik pembicaraan, meskipun ini justru membuat Abbas itu makin gelisah.
"Bicara tentang suatu kemungkinan pembunuhan, tadi Anda bilang, 'Dan jika itu semua ....' Apa maksud Anda""
"Apa aku bilang begitu" Yah, tak seorang pun bunuh diri tanpa alasan, betapapun jahat alasan itu. Dan aku gemetar kalau memikirkan jahatnya alasan yang mungkin telah mendorong seorang rahib membunuh sesama rahib. Nah. Begitulah."
"Tidak ada lainnya""
"Tidak ada lainnya yang bisa kukatakan kepada Anda."
"Maksud Anda, tidak ada lainnya yang boleh Anda katakan""
"Kumohon Bruder William, Bruder William," dan Abbas itu menggarisbawahi kedua kata "Bruder" itu.
William amat tersipu dan berkomentar, "Eris
sacerdos in aeternum."["Kau akan menjadi imam selama-lamanya"-penerj.]
"Terima kasih," kata Abbas itu.
Ya Tuhan, suatu misteri mengerikan apa yang dihadapi guruku waktu itu, yang seorang didorong oleh kecemasan, yang lain didorong oleh keingintahuan. Karena, sebagai novis, waktu itu masih amat muda, yang makin dekat dengan misteri dari ketuhanan Allah, aku, juga, memahami bahwa Abbas itu tahu sesuatu, tetapi tahu dari pengakuan dosa. Sudah tentu ia telah mendengar cerita panjang lebar dari bibir seorang pendosa yang mestinya berkaitan dengan akhir hidup Adelmo yang tragis itu. Mungkin karena itulah ia memohon Bruder William untuk mengungkap suatu rahasia yang ia sendiri sudah menduga, meskipun tidak bisa mengungkapkannya kepada siapa saja dan berharap guruku, dengan kekuatan inteleknya, akan bisa mencerahkan apa yang harus ia, Abbas itu, sembunyikan di balik bayang-bayang karena sublimnya hukum kemurahan hati.
"Baiklah," kata William kemudian, "apa aku boleh menanyai para rahib""
"Silakan." "Bolehkah aku jalan-jalan dengan bebas di sekitar biara ini""
"Kuberikan izinku."
"Maukah Anda menugaskan misi coram monachis[Di hadapan rahib-penerj.] ini kepadaku"" "Malam ini juga."
"Bagaimanapun juga, aku akan mulai hari ini, sebelum para rahib tahu tugas apa yang Anda berikan kepadaku. Di samping itu, aku sudah berkeinginan besar bukan alasan paling kecil untuk kunjunganku ke sini untuk mengunjungi perpustakaan Anda, yang dibicarakan dengan kekaguman dalam semua biara Kerajaan Kristiani."
Abbas itu berdiri, hampir kaget, dengan wajah amat tegang.
"Seperti sudah kukatakan, Anda boleh berjalan-jalan dengan bebas di seluruh biara. Tetapi tidak, tepatnya, di lantai paling atas Aedificium itu, perpustakaan."
"Mengapa tidak""
"Seharusnya aku menjelaskan sebelumnya, tetapi kukira Anda sudah tahu. Anda tahu, perpustakaan kami tidak seperti perp
"Aku tahu perpustakaan di sini memiliki lebih banyak buku daripada setiap perpustakaan Kristiani lainnya. Aku tahu bahwa dibandingkan dengan kotak-kotak buku kalian, Perpustakaan Cluny atau Fleury, seakan-akan cuma kamar seorang anak laki-laki yang belum bisa menghitung dengan swipoa. Aku tahu bahwa enam ribu naskah kuno yang menjadi kebanggaan Novalesa sekitar seratus tahun lalu cuma sedikit dibandingkan milik Anda, dan yang sekarang ada di sini, mungkin lebih banyak lagi. Aku tahu bahwa biara Anda adalah satu-satunya cahaya sehingga Kristianitas bisa menantang tiga puluh enam perpustakaan di Bagdad, sepuluh ribu naskah kuno dari Wazir Ibnu
al-Alkami, bahwa jumlah Kitab Injil Anda sama dengan dua ribu empat ratus Al-Qur'an
yang merupakan kebanggaan Kairo, dan bahwa kotak-kotak buku kalian nyatanya merupakan bukti gemerlapan yang mengalahkan legenda sombong orang kafir yang bertahun-tahun lalu menyatakan (mungkin sama dengan Pangeran Kebohongan) bahwa perpustakaan Tripoli kaya karena memiliki enam juta jilid buku dan didiami oleh enam puluh ribu komentator dan dua ratus penulis buku."
"Anda betul, terpujilah Tuhan."
"Aku tahu bahwa banyak rahib yang tinggal di antara kalian datang dari biara lainnya yang tersebar di seluruh dunia. Ada yang tinggal untuk sementara waktu, untuk menyalin naskah yang tidak ditemukan di tempat lain dan membawanya kembali ke rumah mereka sendiri, tanpa membawakan naskah lain yang bisa disalin dan ditambahkan kepada harta Anda; dan lainnya tinggal untuk waktu lama, kadang-kadang sampai mati, sebab hanya di sini mereka bisa menemukan karya-karya yang menjernihkan penelitian mereka. Dengan begitu di antara kalian ada orang Jerman, Dacian, Spanyol, Prancis, Yunani. Aku tahu bahwa Kaisar Frederick, bertahun-tahun yang lampau, menyuruh mengumpulkan ramalan Merlin menjadi satu buku dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, untuk dihadiahkan kepada Sultan Mesir. Aku tahu, akhirnya, bahwa suatu biara agung seperti Murbach pada masa menyedihkan ini sudah tidak punya penulis lagi, bahwa di St. Gall cuma ada
beberapa rahib yang tahu caranya menulis, bahwa di kota-kota sekarang bermunculan pabrik dan gilde, kumpulan orang awam yang bekerja untuk universitas, dan hanya biara Anda yang dari hari ke hari diperbarui, atau apa ya" lebih dan makin meningkatkan kemuliaan dari ordo Anda
"Monasterium sine libris," Abbas itu bersenandung, dengan serius, "est sicut civitas sine opibus, castrum sine numeris, coquina sine suppellectili, mensa sine cibis, hortus sine herbis, pratum sine floribus, arbor sine foliis ....["Biara tanpa buku," Abbas itu bersenandung, dengan serius, "seperti masyarakat tanpa kekayaan, benteng tanpa tentara, dapur tanpa perabot, meja tanpa makanan, kebun tanpa rumput tumbuh, padang tanpa bunga, pohon tanpa daun"-penerj.] Dan ordo kami, yang berkembang karena diperintahkan untuk berdoa dan bekerja dua kali lipat, merupakan cahaya bagi seluruh dunia yang dikenal, gudang ilmu pengetahuan, penyelamatan ilmu pengetahuan kuno yang terancam punah oleh kebakaran, perampokan, gempa bumi, pemalsuan tulisan baru dan peningkatan dari yang kuno .... Oh, seperti yang juga Anda ketahui, kita sekarang hidup di zaman kegelapan, dan aku agak malu menceritakan bahwa belum terlalu lama ini Dewan Wina harus menegaskan kembali bahwa setiap rahib punya kewajiban menjalankan perintah .... Berapa banyak biara kita, yang dua ratus tahun lalu gemerlapan dengan keagungan dan kesucian, sekarang hanya jadi tempat pelarian para pemalas" Ordo ini masih kuat, tetapi keberengsekan kota mulai menggerogoti tempat-tempat suci kita, anak-anak
Allah sekarang cenderung berdagang dan saling bertempur; di perumahan luas di sana, di mana semangat kesucian tidak mendapat tempat penginapan, mereka tidak hanya bicara (siapa lagi kalau bukan orang awam) dalam bahasa vulgar, tetapi sudah mulai menulis dalam bahasa itu, meskipun tidak satu jilid pun dari tulisan itu yang bakal masuk ke dalam temboktembok kami sudah jelas buku-buku itu akan mendorong kebidahan!
Karena dosa umat manusia, dunia ini harus berjalan tertatih-tatih sambil menyeimbangkan tubuh di tepi jurang, diserap ke dalam jurang itu sendiri manakala dikehendaki jurang itu. Dan kelak, seperti kata Honorius, tubuh manusia akan lebih kecil daripada tubuh kita, sama seperti tubuh kita lebih kecil daripada tubuh orang kuno. Mundus senescit.[Dunia menjadi tua-penerj.] Jika sekarang Tuhan memberi kita suatu misi, itu adalah untuk mencegah ras ini tercebur ke dalam jurang, dengan melestarikan, mengulangi, dan mempertahankan harta kebijaksanaan yang sudah dipercayakan nenek moyang kepada kita.
Tuhan Yang Suci telah memerintahkan bahwa pemerintah universal, yang pada awal dunia berada di Timur, harus sedikit demi sedikit, ketika makin mendekati pemenuhan, bergerak ke arah Barat untuk memperingatkan kit
a bahwa akhir dunia sudah dekat, karena jalannya peristiwa sudah mencapai batas-batas alam semesta. Tetapi sebelum milenium benar-benar terjadi, sebelum kemenangan, meskipun hanya sebentar, dari
binatang buas jahat, yakni Antikristus, terserah kepada kita untuk mempertahankan harta dunia Kristen, dan sabda Allah sendiri, seperti yang Ia diktekan kepada para nabi dan penulis Injil, karena sesepuh kita itu mengulanginya tanpa mengubah satu suku kata pun, karena sekolah sudah berusaha menyuntingnya, bahkan jika di dalam sekolah-sekolah itu kini bersarang kesombongan, kedengkian, dan kebodohan.
Dalam masa terbenamnya matahari ini, kami masih jadi lentera dan cahaya, tinggi di atas cakrawala. Dan selama tembok-tembok ini masih berdiri, kami masih menjadi penjaga Sabda suci."
"Amin," kata William dengan nada menghormat. "Tetapi apa ini ada hubungannya dengan kenyataan bahwa perpustakaan itu tidak boleh dikunjungi""
"Ketahuilah, Bruder William," kata Abbas itu, "untuk memenuhi tugas suci dan amat berat untuk memperkaya tembok-tembok tersebut" dan ia mengangguk ke arah bangunan besar Aedificium, yang tampak sekilas dari jendela-jendela bilik itu, menjulang di atas gereja biara itu sendiri" orang-orang sudah tekun membanting tulang selama berabad-abad, dengan menaati aturan tangan besi. Perpustakaan itu disusun di atas suatu rancangan yang tetap samarsamar selama berabad-abad, dan tak ingin diketahui oleh seorang rahib pun. Hanya pustakawan yang tahu rahasia itu, dari pustakawan yang sebelumnya, dan ia menyampaikannya, sementara masih hidup, kepada asisten pustakawan, sehingga kematian yang menjemputnya
secara mendadak tidak akan merampok himpunan pengetahuan itu. Dan rahasia itu memeterai bibir kedua orang tersebut. Di samping tahu rahasianya, hanya pustakawan yang berhak untuk berjalan di seluruh labirin buku itu, ia sendiri yang tahu persis tempat buku buku itu dan di mana mengembalikannya, ia sendiri yang bertanggung jawab untuk menyimpan dengan aman. Para rahib lainnya bekerja di skriptorium[Ruang menulis di biara-i pen.], dan mungkin tahu daftar buku yang disimpan di perpustakaan. Tetapi daftar judul buku sering hanya memberi informasi sedikit sekali; hanya pustakawan yang tahu, dari sanding-kata buku itu, dari derajat kesukarannya, rahasia apa, kebenaran atau kebohongan apa, yang terkandung dalam buku tersebut. Hanya dia yang memutuskan caranya, kapan, dan siapa rahib yang memintanya boleh diberi; kadang-kadang ia berkonsultasi dulu dengan aku. Karena tidak semua kebenaran boleh didengar oleh semua orang, tidak semua kebohongan bisa dikenali sebagai kebohongan oleh suatu jiwa suci; dan para rahib, akhirnya, punya tugas persis di skriptorium, yang menuntut mereka untuk membaca buku tertentu dan bukan buku-buku lain, dan untuk tidak memburu setiap rasa ingin tahu tolol yang menguasai diri mereka, entah lewat kelemahan intelek atau lewat kesombongan atau lewat desakan hati yang jahat."
"Jadi, di dalam perpustakaan itu juga ada buku yang berisi kebohongan
"Iblis ada karena mereka merupakan bagian dari rencana suci, dan dalam sosok mengerikan dari Iblis yang sama itu, maka kekuatan Sang Pencipta terungkap. Dan oleh rencana suci, pula, muncul pula buku-buku oleh penyihir, dongeng berhala orang Yahudi, perumpamaan dari penyair bidah, kebohongan orang kafir.
Mereka yang membangun biara ini dan mempertahankannya selama berabad-abad punya keyakinan kuat dan suci, bahwa justru dalam buku-buku kebohongan, di mata pembaca yang bijaksana, refleksi kebijaksanaan suci bisa berkilauan. Dan oleh karena itu, perpustakaan itu juga merupakan suatu tempat dari ini semua.
Tetapi untuk alasan ini sendiri, Anda paham, perpustakaan itu tidak bisa dikunjungi oleh setiap orang. Dan di samping itu," tambah Abbas itu, seakan mau minta maaf atas lemahnya argumentasi terakhir ini, "buku adalah makhluk rentan, bisa rusak oleh waktu, hewan pengerat, cuaca, tangan-tangan usil. Jika selama seratus dan seratus tahun setiap orang boleh memegangnya dengan bebas, sebagian besar naskah kuno kami tentunya sudah tidak ada lagi.
Maka pustakawan melindungi
naskah-naskah itu, tidak hanya terhadap umat manusia, tetapi juga terhadap alam, dan membaktikan hidupnya untuk memerangi kekuatan kealpaan, musuh dari kebenaran."
"Dan dengan begitu tak seorang pun, kecuali dua orang, memasuki lantai paling atas Aedificium
Abbas itu tersenyum. "Tak seorang pun boleh. Tak seorang pun bisa. Tak seorang pun, bahkan jika berkeinginan, akan berhasil.
Perpustakaan itu melindungi dirinya sendiri, begitu hebat bak kebenaran yang ada di dalamnya, pintar memperdaya bak kebohongan yang dilestarikannya. Ini merupakan labirin spiritual, juga labirin bumi. Mungkin Anda bisa masuk, dan boleh jadi tidak bisa keluar. Dan karena aku sudah mengatakan hal ini, kuharap Anda mau menaati Regula biara ini."
"Tetapi Anda belum menghilangkan kemungkinan bahwa Adelmo jatuh dari salah satu jendela perpustakaan itu. Dan bagaimana aku bisa menyelidiki kematiannya jika tidak melihat tempat yang mungkin mengawali kisah kematiannya""
"Bruder William," kata Abbas itu, dalam suatu nada mendamaikan, "seseorang yang menggambarkan kudaku Brunellus tanpa melihatnya, dan kematian Adelmo melalui pengetahuan yang pada dasarnya tidak ada, tidak akan mendapat kesulitan mempelajari tempat yang tidak bisa dimasukinya."
William membungkukkan badan. "Anda juga bijaksana kalau bersikap keras. Baiklah, kalau itu mau Anda."
"Andaikan aku pernah bijaksana, itu karena aku tahu caranya bersikap keras," jawab Abbas itu.
"Satu pertanyaan terakhir," tanya William. "Ubertino""
"Ia di sini. Ia menunggu Anda. Anda bisa
mencarinya di gereja." "Kapan""
"Selalu," kata Abbas itu dan tersenyum. "Anda harus tahu bahwa, meskipun amat pandai, ia bukan orang yang menghargai perpustakaan. Itu dianggapnya suatu daya pikat sekuler .... Untuk sebagian besar waktunya ia berada di gereja, bersemadi, berdoa
"Ia sudah tua"" tanya William ragu.
"Sudah berapa lama sejak Anda bertemu dengannya""
"Bertahun-tahun."
"Ia sudah renta, amat menjauhi benda-benda duniawi. Usianya enam puluh delapan. Tetapi aku yakin ia masih memiliki semangat masa mudanya."
"Aku akan segera mencarinya. Terima kasih."
Abbas itu menanyakan apa William mau ikut makan siang, setelah sekte. William bilang ia baru saja makan juga, kenyang dan ia lebih suka langsung menemui Ubertino. Abbas itu lalu pamit.
Abbas itu baru saja akan keluar dari bilik ketika terdengar jeritan melengking yang menggerus hati dari halaman, seperti jeritan seseorang yang luka berat, diikuti jeritan lain, juga sama mengerikan. "Apa itu"" tanya William, bingung. "Bukan apaapa," jawab Abbas itu sambil tersenyum. "Pada bulan-bulan ini mereka menyembelih babi. Pekerjaan penggembala babi. Ini bukan darah yang perlu membuat Anda prihatin."
Abbas itu keluar, dan ia melakukan tindakan yang merugikan reputasinya sebagai seseorang
yang pintar. Karena keesokan paginya .... Tetapi sabar dulu, lidahku yang bawel. Karena pada hari yang akan kuceritakan, dan sebelum malam tiba, banyak hal lagi terjadi yang bakal paling baik untuk diceritakan. []
Sexta Dalam cerita ini Adso mengagumi pintu gereja, dan William bertemu lagi dengan Ubertino dari Casale.
Gereja biara itu tidak megah seperti gereja
lainnya yang kelak kulihat di Strasbour
Chartres, Bamberg, dan Paris. Justru lebih menyerupai gereja-gereja yang sudah kulihat di Italia, yang agak cenderung menjulang tinggi sekali ke langit, benar-benar berdiri dengan kuat di tanah, sering lebih lebar daripada tingginya. Tetapi lantai pertama bangunan biara ini dikelilingi dinding segiempat, seperti benteng. Di atas lantai pertama ini menjulang bangunan lain, tidak terlalu persis berupa menara yang kuat, tetapi semacam gereja kedua, ditutupi atap runcing dan dilubangi dengan jendela-jendela besar. Suatu gereja biara amat megah seperti yang dibangun oleh nenek moyang kita di Provence dan Lanquedoc, hampir tidak punya ciri lekuk-lekuk berani yang berlebihan dari gaya bangunan modern. Di atas tempat koor dibangun suatu puncak amat runcing ke arah langit, yang kukira baru dibangun pada waktu yang lebih
kemudian. Dua pilar lurus dan polos berdiri pada kedua sis
i pintu masuk, yang membuka, pada pandangan pertama, bagai satu saja pelengkung yang besar; tetapi dari celah kedua pilar itu, dengan satu lagi di atasnya, merentang busur-busur ganda, yang mengarahkan pandangan, seakan memasuki inti sebuah jurang, ke arah ambang pintu itu sendiri, yang bagian atasnya dihiasi suatu timpanum[Genderang yang terbuat dari tembaga dan atasnya ditutupi kulit-i pen.] besar.
Kedua sisi ambang pintu itu ditunjang oleh dua impos dan di tengahnya oleh suatu pilar berukir, yang membagi pintu masuk itu menjadi dua dengan daun-daun pintu dari kayu oak berbingkai metal. Pada saat itu, sinar matahari yang redup hampir langsung menerpa atap dan sinarnya yang berupa garis miring jatuh ke atas tedeng atap tanpa menerangi timpanum itu; jadi setelah melewati kedua pilar tersebut, ternyata tiba-tiba kami sudah berada di bawah kubah yang hampir seperti hutan dengan pelengkung-pelengkung merentang dari serangkaian pilar lebih kecil yang secara pas memperkuat kerangka. Ketika mata kami mulai terbiasa dengan keredupan itu, batu batu berukir yang berbicara dalam diam, jadi tampak dan langsung membangkitkan imajinasi siapa saja (karena gambar-gambar itu adalah kesusastraan orang awam), menyilaukan mataku dan melemparkan diriku ke dalam suatu penampakan yang sampai sekarang lidahku hampir tak mampu menggambarkannya.
Aku melihat sebuah takhta terpasang di langit dan suatu sosok duduk di atas takhta itu. Wajah dari Dia yang duduk di takhta itu angker dan tenang, matanya besar dan membelalak ke arah umat manusia bumi yang sudah mencapai akhir kisahnya; rambutnya amat megah dan janggutnya menjurai dari seputar wajahnya sampai ke atas dada bagaikan air sebuah sungai, dalam arus yang semuanya sama, secara simetris terbagi dua. Mahkota di atas kepalanya mengilat penuh permata, tunik kerajaan berwarna ungu itu dibuat lipatan-lipatan lebar menutupi lutut, dirajut dengan sulaman dan dihiasi renda dari benang emas dan perak. Tangan yang kiri, menumpu pada satu lutut, memegang sebuah buku bermeterai, yang kanan diangkat dalam sikap memberi berkat atau entah apa menegur.
Wajah itu diterangi oleh suatu halo yang sangat indah, yang di dalamnya tertera sebuah salib dan dihiasi bunga-bunga, sementara di seputar takhta dan di atas wajah Dia yang duduk di takhta itu aku melihat pelangi permata berkilauan. Di depan takhta, di bawah kaki Dia yang duduk di takhta, mengalir lautan kristal, dan di seputar Dia yang duduk di takhta, di samping dan di atas takhta, aku melihat empat makhluk aneh melayang-layang yang bagiku aneh ketika kupandangi, tetapi jinak dan disayangi oleh Dia yang duduk di takhta, tidak berhenti menyanyikan pujian.
Atau, lebih tepatnya, tidak semua dapat di bilang aneh, karena menurutku ada satu yang
tampan dan ramah, yakni orang di sebelah kiriku (artinya di kanan Dia yang duduk di takhta), yang mengulurkan sebuah buku. Tetapi di sisi lainnya ada seekor rajawali yang menurutku amat mengerikan, paruhnya menganga, bulunya yang tebal tertata bagai genting sirap, cakar cakarnya kuat, sayapnya yang besar mengepak. Dan di kaki Dia yang duduk di takhta, di bawah kedua sosok pertama, ada dua sosok lain, seekor banteng dan seekor singa. Masing-masing monster itu mencengkeram sebuah kitab di antara cakar atau kaki mereka, tubuh mereka berpaling dari takhta, tetapi kepala mereka menengok ke arah takhta, seakan bahu dan leher berpuntir dengan kemauan kuat, panggul mereka tegang, kaki mereka seperti kaki binatang mau mati, meregang terbuka, ekor mereka bagai ular berbisa bergelunggelung dan menggeliat, dan ujungnya berupa nyala api. Kedua monster itu bersayap, keduanya bermahkota halo; meskipun penampilannya buruk. Mereka bukan makhluk dari neraka, tetapi dari surga, dan kelihatan mengerikan karena tengah meraung-raung memuji Dia Yang Akan Datang dan yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Di seputar takhta, di samping keempat makhluk itu dan di bawah Dia yang duduk di takhta, seakan tampak melalui air tembus pandang dari lautan kristal, seakan memenuhi seluruh ruang penampakan itu, di kedua sisi takhta besar
itu ada dua puluh empat takhta kecil yang ditata menurut kerangka segitiga dari timpanum itu, paling bawah
tujuh plus tujuh, di atasnya tiga plus tiga, dan di atasnya lagi dua plus dua. Di atas dua puluh empat takhta kecil itu duduk dua puluh empat penatua, mengenakan mantel putih dan bermahkota emas. Ada yang membawa kecapi, seorang membawa guci minyak wangi, dan hanya satu yang sedang memainkan alat musik. Semua lainnya dalam keadaan ekstase dengan wajah menoleh ke arah Dia yang duduk di takhta, sambil menyanyikan pujian, kaki mereka juga memuntir seperti keempat makhluk tadi, sehingga semua bisa melihat Dia yang duduk di takhta, namun tidak dengan semaunya, namun dengan gerakan tari ekstase seperti tarian Daud di depan Tabut Allah sehingga di mana pun murid mereka berada, melawan hukum alam yang menguasai sikap-sikap tubuh, mereka mengarah ke titik terang yang sama. Oh, sungguh suatu harmoni yang bebas dan naluriah dari postur-postur tidak alami namun anggun itu, dalam bahasa anggota tubuh mistik yang tidak dibebani masalah jasmaniah. Jumlah yang besar itu diperbesar menjadi bentuk kuat baru, seakan kelompok suci itu diterpa suatu angin berkekuatan besar, napas kehidupan, kegembiraan luar biasa; lagu pujian kegembiraan yang secara ajaib diubah, dari bunyi yang kedengaran, menjadi lukisan.
Setiap bagian tubuh itu didiami oleh Roh Kudus, diterangi oleh wahyu, wajah-wajah memancarkan kekaguman, mata-mata bersinar dengan antusias, pipi-pipi merona oleh kasih, pupil-pupil mata melebar karena gembira. Yang satu termangu oleh
ketakutan besar yang nikmat, yang lain tertusuk oleh nikmatnya ketakutan besar, ada yang berubah rupa karena takjub, ada yang jadi muda kembali karena bahagia. Begitulah mereka semua, mulai menyanyi dengan ekspresi pada wajah mereka, kibaran tunik mereka, posisi dan tegangnya anggota tubuh mereka, menyanyikan suatu lagu baru, dengan bibir membuka dalam suatu senyum pujian abadi. Dan di bawah kaki para penatua itu, dan melengkung di atas mereka dan di atas takhta dan di atas kelompok tetramorfik itu, ditata dalam orkes-orkes simetris, hampir tidak bisa dibedakan satu sama lain karena keterampilan seniman telah membuat mereka semua begitu setara satu sama lain, bersatu dalam keragaman mereka dan beragam dalam kesatuan mereka, unik dalam perbedaan mereka dan berbedabeda dalam kesatuan mereka yang tepat, dalam bagian-bagian yang secara menakjubkan serasi dengan kecantikan rona warna yang menyenangkan, keajaiban konsonan dan harmoni suara di antara mereka sendiri yang tidak serupa, tampaklah suatu rombongan berjajar bagaikan tali kecapi. Dengan suara bulat rombongan itu bersepakat meneruskan kesadaran melalui kekuatan luar dan mendalam yang pas untuk menyajikan dalam drama lain yang sama dari kesamaran, hiasan dan bentuk tatanan indah dari makhluk-makhluk yang amat sulit diubah dan berkurang oleh perubahan, karya kasih yang berkaitan dipertahankan oleh suatu hukum yang surgawi sekaligus duniawi (ikatan dan hubungan
tetap dari kedamaian, kasih, kebajikan, cara hidup, kekuasaan, aturan, asal mula, kehidupan, cahaya, keagungan, spesies, dan figur), begitu banyak dan sama-sama gemilang karena gemerlapnya bentuk di atas bagian-bagian materi yang sepadan itu. Di sana, semua bunga dan daun dan pohon menjalar dan semak belukar dan benalu saling berkait, dari semua rumput yang memperindah kebun-kebun di bumi dan di surga, violet, sistus, pandan, bakung, privet, narsis, taro, akantus, mallow, mur, dan balsam Mekah.
Tetapi sementara jiwaku terhanyut oleh konser keindahan alam dan pertanda supraalami luar biasa itu, dan hampir mengidungkan suatu mazmur kegembiraan, mataku mengikuti ritme pas dari jajaran mawar yang mekar di kaki tua-tua itu tertarik pada figur-figur saling berjalin dari pilar tengah, yang menyangga timpanum. Figur apa itu dan pesan simbolis apa yang mereka sampaikan, ketiga pasang singa bersilang merajalela, bagaikan pelengkung-pelengkung, masing-masing dengan cakar belakang menunjam tanah, cakar depan di atas punggung temannya, bulu kuduk keriting berkeluk-keluk, mulut tegang menggeram mengancam,
menempel pada badan pilar itu oleh suatu sulur dari tali atau sarang" Yang membuat jiwaku jadi tenang, karena mereka mungkin juga dimaksudkan untuk menjinakkan sifat jahat singa itu dan mengubahnya menjadi suatu kiasan simbolis bagi benda-benda yang lebih agung, ada dua sosok manusia pada sisi-sisi pilar itu. Keduanya luar biasa
tinggi seperti pilar itu sendiri dan kembar dengan dua lainnya yang menghadap mereka pada kedua sisi dari impos yang berhias itu, di mana kosen masing-masing pintu oak itu dipasang. Jadi sosok-sosok itu, empat orang tua, yang dari busana dan perlengkapannya kukenali sebagai Petrus dan Paulus, Yeremia dan Yesaya, juga meliuk seakan sedang menari. Tangan mereka yang kurus panjang terangkat, jari-jari mereka merentang bagai sayap, dan bagaikan sayap pula janggut dan rambut mereka digerakkan oleh suatu angin yang meramalkan, lipat-lipat dari jubah amat panjang yang digerakkan oleh kaki-kaki panjang itu mulai menghidupkan gelombang dan putaran, berbeda dari singa-singa itu tetapi sama kuat seperti singa-singa tadi. Dan ketika aku melepaskan mataku yang terpesona itu dari kombinasi berbagai nada dari anggota tubuh suci dan otot-otot kuat itu, aku melihat di samping pintu, di bawah pelengkung-pelengkung runcing, kadang tertera pada cakupan dalam ruang di antara pilar ramping yang menyangga dan menghiasinya, dan juga pada daun tebal dari kapital setiap pilar, dan dari sana bercabang ke arah kubah penuh pelengkung itu, gambargambar yang mengerikan untuk direnungkan, dan hanya dibenarkan di tempat itu oleh kekuatan alegoris atau parabolik mereka atau oleh pelajaran moral yang mereka sampaikan. Aku melihat seorang perempuan yang menggiurkan, digerogoti oleh katak-katak keji, diisap oleh ular-ular berbisa, berpasangan dengan seorang dewa hutan berperut
buncit dengan kaki-kaki grifon tertutup rambut panjang, meraung meratapi keadaan terkutuknya sendiri dengan tenggorokannya yang bercarut-carut. Dan aku melihat seorang kikir, ketakutan menghadapi kematian mengerikan di atas tempat tidurnya yang berpilar dan mewah, sekarang tak berdaya dimangsa sekelompok iblis, salah satunya menarik jiwa si kikir yang berbentuk seorang bayi dari mulut orang yang hampir mati itu (astaga, tidak akan pernah dilahirkan kembali untuk kehidupan kekal).
Dan aku melihat seorang congkak dengan iblis bergantung pada bahunya dan mencocok cakarnya ke dalam mata orang itu. Sementara itu dua iblis rakus lainnya dengan menjijikkan saling berkelahi dengan tangan sampai cabik-cabik, juga makhluk-makhluk lain, berkepala kambing dan berbulu singa, berahang macan tutul, semua tawanan dalam suatu belantara nyala api yang napas panasnya seakan bisa kurasakan. Dan di seputar mereka, bercampur dengan mereka, di atas kepala mereka dan di bawah kaki mereka, ada lebih banyak wajah dan anggota tubuh: seorang lelaki dan seorang perempuan saling menjambak rambut, dua ekor kera mengisap mata salah seorang yang terkutuk, seorang laki-laki menyeringai tengah merobek tenggorokan seekor hidra dengan tangan- nya yang bengkok.
Dan semua koleksi binatang Iblis, berkumpul menjadi satu dan dipasang sebagai penjaga mahkota takhta di hadapan mereka, sambil menya-
nyikan kemuliaan-Nya dalam kekalahan mereka: pasukan dewa hutan yang bertanduk dan berkaki kambing, makhluk berkelamin ganda, iblis dengan tangan berjari enam, iblis perayu, hiposentaurus, gorgon, harpi, inkubi, naga jahat, minotaurus, lynx, macan kumbang, kimera, sinopal yang menyemburkan api dari lubang hidungnya, buaya, polikodat, ulat berbulu, salamander, ular bertanduk, kura-kura, ular, makhluk berkepala dua yang punggungnya bergigi, serigala, berang-berang, gagak, hidrofora dengan tanduk bergigi gergaji, katak, grifon, kera, makhluk berkepala anjing, lekrota, belalang, burung nasar, parander, musang, naga, hoopo, burung hantu, basilisk, hipnal, prester, spektafis, kalajengking, saurian, ikan paus, skital, amphisbene, iakuli, dipsas, kadal hijau, ikan pilot, oktopus, moray, dan penyu laut.
Seluruh penghuni neraka seakan berkumpul untuk membentuk ruang depan, rimba gelap, tanah pembuangan yang menye
dihkan, di hadapan penampakan Orang Yang Bertakhta dalam timpanum itu, di hadapan wajah-Nya yang memberi harapan dan mengancam. Mereka, Armagedon (Hari Kiamat) yang kalah, berhadapan dengan Dia yang akhirnya akan datang untuk menghakimi orang hidup dan mati. Dan karena tertegun (hampir) oleh pemandangan itu, saat itu tidak yakin apa aku berada di suatu tempat yang ramah atau dalam jurang pengadilan terakhir, aku ketakutan dan hampir tidak bisa menahan air mataku, dan seakan aku mendengar (atau apa aku memang men-
dengar") suara itu dan aku melihat bayang-bayang yang telah menemani masa mudaku sebagai seorang novis, buku-buku suci yang pertama kubaca dan malam-malam meditasiku dalam koor di Melk, dan dalam igauan kelemahanku dan indraku yang melemah aku mendengar suatu suara sekeras sangkakala yang mengatakan, "Tulislah dalam buku apa yang sekarang kaulihat" (dan ini yang sedang kukerjakan), dan aku melihat tujuh batang lilin keemasan dan di tengah lilin-lilin itu. Satu seakan menyerupai putra manusia.
Dadanya berlilitkan ikat pinggang emas, kepala dan rambutnya bagaikan bulu yang putih metah, matanya bagaikan nyala api, kakinya mengilap bagaikan tembaga membara dalam suatu perapian, suaranya bagaikan desau air bah, dan tangan kanannya memegang tujuh bintang dan dari mulutnya keluar sebilah pedang tajam, bermata dua. Dan aku melihat sebuah pintu terbuka di surga, dan Dia yang duduk di takhta tampak olehku bagaikan permata jasper dan permata sardis, dan ada pelangi melingkungi takhta dan dari takhta ini keluar kilat dan halilintar. Dan Dia yang duduk di takhta itu mengambil sebuah sabit yang tajam dengan tangan-Nya dan berseru dengan suara nyaring: "Ayunkanlah sabitmu itu dan tuailah, karena sudah tiba saatnya untuk menuai; sebab tuaian di bumi sudah masak," dan Dia yang duduk di atas awan mengayunkan sabitnya ke atas bumi dan bumi pun dituailah.
Pada titik itulah aku menyadari bahwa gambar-
an itu secara persis menceritakan apa yang tengah terjadi dalam biara tersebut, tentang apa yang telah kami pelajari dari bibir Abbas yang meragukan itu dan entah berapa kali pada hari-hari berikutnya aku memang kembali untuk merenungkan ambang pintu tersebut, merasa yakin aku tengah mengalami kejadian sebenarnya yang dikisahkannya. Dan aku tahu bahwa kami telah melakukan perjalanan naik ke sana dengan tujuan menyaksikan suatu pembantaian gerejani dan hebat.
Aku gemetar, seakan diguyur air musim dingin yang amat dingin.
Dan toh aku mendengar suara lain, tetapi kali ini datangnya dari belakangku dan suara itu beda, karena datang dari bumi dan bukan dari inti penampakanku yang membutakan; dan suara itu benar-benar membuyarkan penampakan itu, karena William (aku jadi sadar lagi akan kehadirannya), yang sampai saat itu juga terhanyut dalam kontemplasi, juga menoleh kepadaku.
MAKHLUK di belakang kami itu jelas seorang rahib, meskipun jubahnya yang rombeng dan lusuh itu membuatnya terlihat seperti seorang pengelana, dan wajahnya punya kesamaan dengan wajah monster-monster yang baru saja kulihat pada timpanum itu. Tidak seperti banyak saudaraku sebiara, seumur hidupku aku belum pernah dikunjungi oleh Iblis; tetapi aku percaya bahwa andaikan suatu hari ia akan muncul di hadapanku, yang oleh perintah Allah tidak bisa sepenuhnya
menyembunyikan sifatnya meskipun ia lebih suka menyerupai seorang manusia, tentunya ia akan punya ciri-ciri seperti teman bicara kami saat itu. Kepalanya tidak berambut, bukan karena dicukur dalam pertobatan, tetapi akibat semacam eksim; keningnya begitu rendah sehingga andaikan kepalanya berambut, tentu akan bercampur dengan rambut alisnya (yang tebal dan tidak rapi); matanya bulat, dengan pupil kecil yang bergerak terus, dan aku tidak yakin apa tatapannya murni atau jahat; mungkin secara sekilas dua-duanya, tergantung suasana hatinya.
Hidungnya tidak bisa disebut sebuah hidung, karena cuma berupa tulang yang dimulai dari antara matanya, tetapi ketika naik dari wajah, langsung melesak lagi, dengan sendirinya hanya berupa dua lubang gelap, lubang hidung lebar penuh bulu. Mulutnya, menyatu dengan hidung itu oleh
segores bekas luka, lebar dan buruk rupa, lebih tertarik ke arah kanan daripada ke arah kiri, dan di antara bibir atas, hampir tidak ada, dan bibir bawah, yang tebal dan mencolok, menonjollah gigi-gigi, tidak rata, yang hitam dan setajam gigi anjing.
Orang itu tersenyum (atau paling tidak aku yakin begitu) dan, sambil mengangkat satu jari seakan menegur, ia berkata, "Penitenziagite! Waspadalah akan draco yang akan datang di masa depan untuk menggerogoti anima-mu! Kematian adalah super nos! Berdoalah kepada Santo Petrus untuk liberar nos a malo, dan dari semua dosa kita! Ha, ha, kalian menyukai bahasa dalam Domini Nostri
Jesu Christi! Et anco jois m'es dols e plazer m'es dolors .... Cave el diabolo! Semper berbaring untuk menungguku dalam suatu angulum untuk menjegal kakiku. Tetapi Salvatore tidak bodoh!
Bonum monasterium, dan aqui refectorium dan demi dominum nostrum.
Dan resto tidak sebaik merda, Amin. Ya, kan""
["Bertobatlah! Waspadalah akan naga yang akan datang di masa depan untuk menggerogoti jiwamu! Kematian adalah sudah dekat! Berdoalah kepada Santo Petrus untuk membebaskan kita dari yang jahat, dan dari semua dosa kita! Ha, ha, kalian menyukai bahasa dalam Tuhan Kita Yesus Kristus! Dan datang untuk menebus dosaku .... Hati-hati terhadap setan! Yang selalu berbaring dalam suatu sudut sambil menunggu untuk menjegal kakiku. Tetapi Salvatore tidak bodoh! Biara baik dan makanan lezat dan demi Tuhan kita. Dan makanan tidak sebaik tahi, Amin. ya kan""-i penerj.] Kelak aku akan harus bicara lagi, dan secara panjang lebar, tentang makhluk ini dan merekam pidatonya. Aku mengakui bahwa rasanya amat sulit melakukannya karena aku sekarang tidak bisa mengatakan, karena waktu itu tidak pernah bisa memahami, bahasa yang ia pakai. Itu bukan bahasa Latin, bahasa yang biasa dipakai oleh orang-orang terpelajar di biara, bukan bahasa vulgar setempat, atau apa saja yang pernah kudengar. Aku yakin hanya samar-samar memahami cara bicaranya, seingatku aku hanya menuliskan kata-kata pertamanya yang kudengar. Kelak setelah aku mendengar tentang hidupnya yang penuh petualangan dan tentang berbagai tempat yang ia pernah tinggal, tidak ada yang sampai lama, aku menyadari bahwa Salvatore bicara dalam semua bahasa, dan tidak satu pun bahasa. Atau, boleh dibilang, ia telah menemukan untuk dirinya sendiri
suatu bahasa yang menggunakan inti dari bahasa-bahasa tempat ia berlindung selama ini. Dan aku mengira pernah bahasanya adalah, bukan bahasa Adamik yang dipakai oleh umat manusia yang bahagia, semuanya disatukan oleh bahasa tunggal dari zaman awal dunia sampai Menara Babel, atau salah satu bahasa yang muncul setelah kejadian mengerikan waktu mereka tercerai-berai, tetapi bahasa orang Babel tepat pada hari pertama setelah runtuhnya menara itu, jelas bahasa awal yang membingungkan.
Karenanya, aku juga tidak bisa menyebut pidato Salvatore itu suatu bahasa, karena setiap bahasa manusia selalu punya aturan dan setiap istilah menandakan pengganti suatu benda, menurut suatu hukum yang tidak berubah, karena orang tidak bisa menyebut seekor anjing, sekali anjing dan lain kali kucing, atau mengucapkan bunyi yang menurut orang banyak tidak punya arti yang jelas, seperti kalau ada orang mengucapkan kata "blitiri". Dan toh, entah bagaimana, aku memahami maksud Salvatore, dan demikian pula orang-orang lain. Buktinya ia tidak cuma pakai satu, tetapi semua bahasa, tidak ada yang secara betul, kadang mengambil katakata dari satu bahasa, kadang dari bahasa lain. Nantinya aku juga memerhatikan bahwa mungkin ia akan mengatakan sesuatu, mula-mula dalam bahasa Latin dan kemudian dalam bahasa Provencal, dan aku menyadari bahwa ternyata kalimat yang ia temukan sendiri itu tidak banyak mengikuti aturan bahasa
umum. Suatu hari aku mendengar ia menggunakan kata kerja masa-lalu untuk mengungkapkan masa-kini, dan ia menyebut benda-benda, makanan misalnya, hanya dengan kata-kata orang lain yang pernah makan bersamanya, dan mengungkapkan kegembiraannya hanya dengan kalimat yang ia dengar telah diucapkan oleh orang-orang yang bergembira pada hari ia juga bergembira. En
tah bagaimana pidatonya menyerupai wajahnya, dipasang dari potongan-potongan wajah orang lain, atau semacam benda keramat lainnya yang pernah kulihat si licet magnis componere parva.[Jika boleh menggabungkan hal-hal kecil dan hal-hal besar- penerj.] Pada momen itu, ketika bertemu untuk pertama kalinya, menurutku, karena wajahnya sekaligus cara bicaranya, Salvatore seakan makhluk yang bukannya tidak menyerupai bastarbastar berkuku binatang dan berbulu yang baru saja kulihat di bawah portal itu. Kelak aku menyadari bahwa orang itu mungkin baik hati dan humoris. Kelak, lama setelah itu .... Tetapi kita hentikan dulu ceritanya. Terutama karena, setelah Salvatore selesai bicara, guruku bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.
"Mengapa kau bilang Penitenziagite"" tanyanya.
"Domine frate magnificentissimo," jawab Salvatore sambil seakan membungkukkan badan. "Jesus venturus est dan les hommes harus melakukan penitenzia. Ya, kan""
["Paduka Saudara yang sangat mulia," jawab Salvatore sambil seakan membungkukkan badan. "Yesus akan turun ke dunia dan manusia harus melakukan penitensi. Ya, kan""-i penerj,]
William menatapnya dengan tajam. "Apa kau datang ke sini dari suatu biara Minorit"" "Non cornprends."["Tidak tahu"-penrj]
"Aku mau tanya apa kau pernah hidup di kalangan biarawan Santo Fransiskus; aku tanya apa kau kenal yang disebut sebagai para rasul itu
Salvatore jadi pucat, atau, lebih tepatnya, wajahnya yang kecokelatan dan mengerikan itu berubah kelabu. Ia membungkuk dalam-dalam, lewat bibir setengah tertutup ia menggumamkan suatu "pamitan singkat", dengan hormat membuat tanda salib, dan lari, sambil setiap kali menengok ke belakang ke arah kami.
"Apa yang Anda tanyakan kepadanya"" tanyaku kepada William.
William merenung sejenak. "Tidak penting; nanti kuceritakan kepadamu. Sekarang, mari kita masuk. Aku mau mencari Ubertino."
Waktu itu baru jam keenam. Mentari yang pucat masuk dari arah barat, dan karenanya, memasuki bagian-dalam gereja itu hanya melalui beberapa jendela kecil. Suatu garis halus cahaya masih menyentuh altar utama yang bagian depannya seakan bersinar dengan suatu cahaya ke-emasan. Bagian sampingnya remang-remang.
Dekat kapel terakhir di depan altar, di bagian samping kiri, berdiri suatu pilar ramping yang di atasnya dipasang sebuah patung Sang Perawan, diukir dengan gaya modern, dengan senyum yang tak terlukiskan indahnya dan perut yang mencolok,
mengenakan gaun cantik dengan korset kecil, menggendong putranya. Di bawah kaki Sang Perawan, hampir tak berdaya, seseorang yang mengenakan jubah ordo Cluny, sedang berdoa.
Kami mendekat. Orang itu, karena mendengar langkah kami, mengangkat kepalanya. Ia tua, botak, dengan wajah licin, mata birupucat besar, mulut tipis merah, kulit wajah putih, boleh dikata kerangka kurus dengan kulit melekat seperti kulit mumi yang diawetkan dalam susu. Tangannya putih, dengan jari-jemari runcing yang panjang. Ia menyerupai seorang gadis yang layu karena mati sebelum saatnya. Ia melontarkan suatu pandangan ke arah kami yang mula-mula marah, seakan kami telah mengganggunya ketika sedang mengalami penampakan ekstase; kemudian wajahnya menjadi cerah karena gembira.
"William!" serunya. "Saudaraku terkasih!" Ia bangkit dengan susah payah dan menghampiri guruku, memeluknya, dan mencium mulutnya.
"William," ulangnya, dan matanya membasah oleh air mata.
"Sudah berapa lama, ya! Tetapi aku masih mengenalimu Sudah lama sekali, begitu banyak yang telah terjadi! Begitu banyak cobaan yang dikirim oleh Allah!" Ia menangis. William membalas pelukannya, jelas terharu. Kami berhadapan dengan Ubertino dari Casale.
Aku sudah mendengar banyak kisah tentang dia, bahkan sebelum aku datang ke Italia, dan mendengar lebih banyak lagi waktu aku bertemu
para rahib Fransiskan dari konsili[Musyawarah besar pemuka gereja Katolik Roma -pen.] kerajaan. Ada yang mengatakan kepadaku bahwa penyair terbesar masa itu, Dante Alighieri dari Florence, baru beberapa tahun lalu meninggal, telah menciptakan sebuah puisi (yang aku tidak bisa membacanya karena ditulis dalam bahasa Tuskania yang vulgar) yang dari
itu banyak syair yang tidak lain kecuali pengulangan dengan kata Dante sendiri dari bagian-bagian yang ditulis oleh Ubertino dalam bukunya Arbor vitae crucifixae. Ini juga bukan satu satunya pengakuan yang berhak diterima orang terkenal itu. Tetapi agar pembacaku lebih bisa memahami arti penting pertemuan ini, aku harus berusaha merekonstruksi kejadian-kejadian pada masa itu, yang kuketahui selama tinggal sebentar di Italia Tengah dan dari mendengarkan banyak pembicaraan William dengan para abbas dan rahib selama perjalanan kami.
Aku akan mencoba menceritakan apa yang kupahami tentang masalah tersebut, biarpun tidak yakin bisa menjelaskannya dengan baik. Guru-guruku di Melk sering mengatakan kepadaku bahwa amat sulit bagi seorang penduduk dari Utara untuk membentuk gagasan jernih apa saja tentang perubahan politik dan religius di Italia. Semenanjung itu, di mana kekuasaan gereja lebih nyata daripada di negeri lain mana saja, dan di mana gereja lebih memamerkan kekuasaan dan kekayaan dibandingkan negeri lain mana saja, selama paling sedikit dua abad telah mendorong gerakan orang-orang yang
condong pada kehidupan yang lebih miskin, dalam protes mereka melawan imam korup, bahkan dengan cara menolak menerima sakramen[Upacara suci dan resmi untuk bertemu dengan Tuhan dan untuk menerima rahmat Tuhan lewat tanda-tanda -pen.] dari mereka. Mereka berkumpul dalam komunitas-komunitas mandiri, juga dibenci oleh para bangsawan feodal, kerajaan, dan para pejabat kota.
Akhirnya muncul Santo Fransiskus, yang menyebarkan kasih akan kemiskinan namun tidak menentang persepsi mereka; dan atas upayanya, gereja diperintahkan untuk menindas perilaku dari gerakangerakan yang mendahuluinya dan membersihkan mereka dari unsur-unsur pemecah belah yang bersembunyi di dalam mereka. Seharusnya, ini diikuti oleh masa kelembutan dan kesucian, tetapi ketika tumbuh dan menarik orang-orang terbaik, ordo Fransiskan ini menjadi terlalu kuat, terlalu terikat pada masalah duniawi, dan banyak orang Fransiskan ingin mengembalikannya kepada kemurniannya yang semula. Suatu masalah yang amat sulit bagi suatu ordo yang pada saat ketika aku berada di biara itu, anggotanya sudah berjumlah lebih dari tiga ribu dan berpencar di seluruh dunia. Tetapi begitulah adanya, dan banyak rahib Santo Fransiskus menentang Regula yang sudah ditetapkan oleh ordo itu.
Menurut mereka, ordo yang sekarang mengambil karakter dari lembaga-lembaga gerejawi telah datang ke dunia untuk mengadakan reformasi. Dan
ini, kata mereka, sudah terjadi pada masa Santo Fransiskus masih hidup, dan kata-kata serta tujuannya sudah dikhianati. Banyak dari mereka pada waktu itu menemukan kembali sebuah buku yang ditulis pada awal abad kedua belas, karya seorang rahib Cistersia bernama Joachim, yang menghubungkan dengan semangat nujum itu. Joachim memang sudah meramalkan kedatangan suatu zaman baru, yang di dalamnya, semangat Kristus, sudah lama dirusak lewat tindakan para nabi palsu, akan dapat diperoleh kembali di atas bumi. Dan ia telah mengumumkan kejadian-kejadian tertentu di masa depan dalam suatu cara yang membuatnya seakan jelas bagi semua bahwa, tanpa disadari, ia bicara tentang ordo Fransiskan. Dan oleh karenanya, banyak rahib Fransiskan sangat gembira, bahkan berlebihan gembiranya, sehingga agaknya, sejak itu, sekitar pertengahan abad itu, para doktor dari Sorbonne mengutuk ajaran Abbas Joachim. Jelaslah mereka berbuat begitu karena para rahib Fransiskan (dan Dominikan) menjadi terlalu berkuasa, terlalu pandai, di Universitas Paris; dan para doktor Sorbonne itu ingin melenyapkan mereka dengan menuduh sebagai orang bidah. Tetapi syukurlah bagi gereja, rencana ini tidak terlaksana, sehingga karya-karya Thomas Aquinas dan Boneventura dari Bagnoregio dapat disebarkan, tentu saja bukan bidah.
Sementara jelas di Paris, juga, ada gagasan yang membingungkan atau ada orang yang ingin membuat gagasan itu membingungkan demi
tujuannya sendiri. Dan inilah kejahatan yang ditimbulkan oleh kebidahan atas orang Kristen, mengacaukan gagasan dan membujuk semua untuk menjadi inkuisitor demi kepentingan pribadi
mereka. Karena apa yang pada waktu itu kulihat di biara tersebut (dan sekarang teringat kembali) membuat aku berpikir bahwa inkuisitor sering menciptakan orang bidah. Dan bukan hanya dalam artian bahwa hanya membayangkan adanya orang bidah yang sebenarnya tidak ada, tetapi para inkuisitor itu juga begitu gigih menindas kebusukan kebidahan sehingga, karena benci terhadap hakim-hakim, banyak yang terdorong untuk ikut dalam kebusukan kebidahan itu sendiri. Sungguh, suatu lingkaran Iblis. Semoga Tuhan menjaga kita.
Tetapi aku akan bicara tentang kebidahan (andaikan memang seperti itu) dari kaum para pengikut Joachim. Di Tuscani, seorang rahib Fransiskan, Gerard dari Borgo San Donnino, mengulangi ramalan Joachim dan menciptakan kesan mendalam pada rahib Minorit.
Maka di antara mereka muncul sekelompok pendukung Regula lama, menentang reorganisasi ordo yang diupayakan oleh Boneventura agung, yang sudah menjadi jenderal ordo itu. Selama tiga puluh tahun yang menentukan dari abad lalu, Konsili Lyons menyelamatkan ordo Fransiskan dari musuh-musuhnya, yang ingin melenyapkannya, dan mengizinkannya memiliki semua harta yang diperlukannya (sudah merupakan undang undang bagi ordo-ordo yang lebih tua). Tetapi beberapa rahib di Marches
merampok karena yakin bahwa semangat Regula itu sudah selamanya dikhianati, sebab rahib Fransiskan tidak boleh memiliki apa-apa, secara pribadi atau sebagai suatu biara atau sebagai suatu ordo. Para perampok ini dipenjarakan seumur hidup. Bagiku kelihatannya mereka tidak mengkhotbahkan halhal yang bertentangan dengan Injil, tetapi kalau yang dipertanyakan adalah benda-benda duniawi, orang sulit berpikir dengan adil. Kudengar bahwa bertahun-tahun kemudian, jenderal baru ordo itu, Raymond Gaufredi, menemui para narapidana ini di Ancona dan ketika membebaskan mereka, berkata, "Mungkinkah Tuhan ingin kita semua dan seluruh ordo ini tercemar oleh suatu kejahatan seperti itu." Suatu pertanda bahwa apa yang dikatakan para bidah itu tidak benar, dan masih ada orang-orang amat baik yang tinggal dalam gereja.
Di antara narapidana yang dibebaskan itu ada satu, Angelus Clarenus, yang kemudian bertemu dengan seorang rahib dari Provence, Pierre Olieu, yang mengkhotbahkan ramalan Joachim, lalu menemui Ubertino dari Casale, dan dengan cara ini gerakan Spiritual dimulai. Pada tahun-tahun tersebut, seorang petapa paling suci naik ke takhta kepausan, Pietro dari Murrone, yang memerintah dengan nama Paus Celestine V; dan ia disambut dengan lega oleh para rahib Spiritual. "Seorang santo akan muncul," kata orang, "dan ia akan mengikuti ajaran Kristus, ia akan hidup seperti malaikat, gemetarlah kalian, para imam korup." Mungkin hidup Celestine terlalu seperti malaikat,
atau para prelat di sekelilingnya terlalu korup, atau ia tidak tahan menghadapi konflik tak berkesudahan antara Kaisar dan raja-raja lain di Eropa.
Nyatanya Celestine meninggalkan takhtanya dan mengundurkan diri ke suatu pertapaan. Tetapi dalam periode yang singkat, kurang dari setahun, semua harapan rahib Spiritual terpenuhi. Mereka pergi kepada Celestine, yang bersama mereka mendirikan komunitas yang dikenal sebagai komunitas fratres et pauperes heremitae domini Celestini.[Biarawan dan petapa miskin Celestini- penerj.] Di lain pihak, sementara Paus harus bertindak sebagai penengah di kalangan kardinal Roma yang paling kuat, ada beberapa, seperti Kardinal Colonna dan Kardinal Orsini, yang diam-diam mendukung gerakan kemiskinan baru itu, suatu pilihan yang benar benar menggelisahkan bagi orang-orang kuat yang hidup di tengah kekayaan dan kemewahan; dan aku belum paham apakah mereka sekadar memanfaatkan rahib Spiritual itu untuk tujuan politik mereka sendiri atau entah bagaimana merasa kehidupan jasmaniah mereka dibenarkan kalau mendukung kecenderungan Spiritual. Kalau kukaji dari sedikit yang kuketahui tentang masalah dalam negeri Italia, mungkin dua-duanya betul. Tetapi sebagai contoh, Ubertino tetap dipakai sebagai imam oleh Kardinal Orsini ketika, karena paling dihormati di kalangan rahib Spiritual, ia bersedia mengambil risiko dituduh sebagai seorang bi
dah. Dan kardinal[Pejabat tinggi Vatikan yang diangkat oleh Paus-pen.] itu sendiri telah melindungi Ubertino di Avignon.
Bagaimanapun juga, seperti selalu terjadi, dalam kasus-kasus semacam itu, di satu pihak Angelus dan Ubertino berkhotbah sesuai dengan doktrin, di lain pihak, massa besar orang awam menerima khotbah mereka dan menyebarkannya di seluruh negeri, tanpa terkendali. Jadi, Italia dikuasai oleh Fraticelli atau Imam Hidup-Dina tersebut, yang dianggap berbahaya oleh banyak orang.
Pada titik ini, rasanya sulit untuk membedakan guru-guru spiritual, yang mempertahankan hubungan dengan penguasa gerejawi, dari pengikut-pengikut mereka yang lebih awam, yang sekarang hidup di luar ordo, sambil mengemis dan tetap hidup dari hari ke hari dengan bekerja keras, tanpa memiliki harta apa saja. Dan mereka, yang oleh penduduk sekarang disebut Fraticelli, tidak seperti Beghard Prancis, diilhami oleh Pierre Olieu.
Celestine V digantikan oleh Bonifasius VIII, dan Paus ini langsung kurang memerhatikan rahib Spiritual dan Fraticelli pada umumnya: pada tahun-tahun terakhir abad yang hampir mati itu ia menandatangani Firma cautela, suatu bulla yang di dalamnya dengan sekali sabet ia mengutuk kaum bizochi, rahib pengemis yang berkeliaran di pinggiran ordo Fransiskan, dan rahib Spiritual sendiri, yang telah meninggalkan kehidupan ordo dan mengundurkan diri ke suatu pertapaan.
Setelah Bonifacius VIII meninggal, rahib Spiritual berusaha mendapat izin dari paus tertentu penggantinya, di antaranya Clement V, untuk meninggalkan ordo secara damai. Aku yakin
tentunya mereka akan berhasil, tetapi munculnya Yohanes XXII merampas semua harapan mereka. Ketika dipilih pada 1316, Paus itu menulis surat untuk menyuruh Raja Sisilia mengusir rahib-rahib tersebut dari negerinya, di mana banyak yang mencari suaka di sana; dan Yohanes meringkus Angelus Clarenus dan rahib Spiritual dari Provence.
Semua tidak mungkin berjalan dengan lancar, dan banyak dalam kuria yang menentang. Nyatanya Ubertino dan Clarenus berhasil mendapat izin meninggalkan ordo, dan Ubertino diterima oleh ordo Benediktin, Clarenus oleh ordo Celestian. Tetapi bagi mereka yang tetap menjalani kehidupan bebas, Yohanes tidak berbelas kasihan, dan menyuruh mereka dihukum oleh Inkuisisi, dan banyak yang dijatuhi hukum bakar.
Namun demikian, ia menyadari bahwa untuk menghancurkan benih Fraticelli, yang mengancam fondasi otoritas gereja itu sendiri, ia harus mengutuk sikap-sikap yang menjadi dasar iman mereka. Mereka menyatakan bahwa Kristus dan para rasul tidak memiliki apaapa, milik pribadi atau milik bersama; dan Paus mengutuk gagasan ini sebagai bidah. Suatu posisi yang mengherankan, karena tidak ada bukti alasan mengapa seorang paus harus mempertimbangkan kebalikan sikap bahwa Kristus miskin; tetapi hanya setahun sebelumnya, suatu cabang Fransiskan di Perugia telah melanjutkan pendapat ini, dan kalau mengutuk yang satu itu, Paus juga harus mengutuk yang lain. Seperti sudah kukatakan, cabang itu amat
bertentangan dalam perjuangannya melawan Kaisar; ini satu kenyataan.
Maka setelah itu, banyak Fraticelli, yang tidak tahu apa-apa tentang kekaisaran atau tentang Perugia, dibakar sampai mati.
PIKIRAN ini muncul dalam benakku sementara menatap sosok legendaris Ubertino. Guruku memperkenalkan aku, dan orang tua itu mengusap pipiku, dengan sebuah tangan yang hangat, hampir membara.
Dengan sentuhan tangannya aku memahami banyak hal yang sudah kudengar tentang orang suci itu dan segala yang sudah kubaca dalam tulisannya Arbor vitae crucifixae; aku memahami api mistik yang telah membakarnya sejak masa mudanya, ketika, dengan belajar di Paris, ia telah mengundurkan diri dari spekulasi teologis dan membayangkan dirinya berubah menjadi Magdalena yang menyesal, dan kemudian hubungannya yang erat dengan Santa Angela dari Foligno, yang mendorongnya masuk ke dalam kekayaan kehidupan mistik dan pemujaan salib; dan mengapa para pembesarnya, pada suatu hari, karena takut pada semangat khotbahnya, telah menyuruhnya bertapa di La Verna.
Aku mengamati wajah itu, romannya manis seperti roman peremp
uan yang diangkat jadi santa dengan siapa secara persaudaraan ia sudah saling
bertukar pikiran mistik yang kuat. Kuduga ia tentu bisa menunjukkan ekspresi yang jauh lebih keras ketika, pada 1311, Konsili Wina, dengan dekrit Exivi de paradiso, telah memecat para superior Fransiskan yang keras terhadap rahib Spiritual, tetapi telah menugaskan rahib Spiritual untuk hidup dengan damai di dalam ordo tersebut; dan juara pembuangan ini tidak mau menerima kompromi licik itu dan telah berjuang untuk lembaga suatu ordo yang lain, berdasarkan pada prinsip aturan keras yang maksimum. Pejuang hebat itu kemudian kalah perang, karena pada tahun-tahun tersebut Yohanes XXII memerintahkan pembantaian terhadap pengikut Pierre Olieu (Ubertino sendiri dianggap salah seorang dari mereka), dan ia mengutuk rahib-rahib dari Narbonne dan Beziers. Tetapi Ubertino tidak ragu membela kenangan temannya melawan Paus itu, dan, karena kalah suci, Yohanes tidak berani mengutuknya (meskipun kemudian mengutuk lain lainnya). Pada kesempatan itu, ia justru menawari Ubertino suatu jalan untuk menyelamatkan dirinya sendiri, mula-mula menasihatinya dan kemudian memerintahkannya masuk ke dalam ordo Cluny.
Ubertino, jelas begitu tak berdaya dan lemah, tentu sama terampilnya dalam mendapat pelindung dan sekutu dalam sidang kepausan, dan, nyatanya, ia setuju memasuki Biara Gemblach di Flanders, tetapi aku yakin ia tidak pernah pergi ke sana, dan tetap tinggal di Avignon, di bawah panji-panji Kardinal Orsini, untuk membela masalah kaum
Fransiskan. Baru akhir-akhir ini (dan rumor yang kudengar tidak jelas), bintangnya di sidang sudah memudar, ia harus meninggalkan Avignon, dan Paus menyuruh orang bandel ini dikejar-kejar sebagai seorang bidah yang per mundum discurrit vagabundus.[Pergi ke mana-mana menjelajahi seluruh bumi- penerj.] Kemudian, konon, semua jejaknya hilang. Malam itu aku jadi tahu, dari percakapan antara William dan Abbas itu, bahwa Ubertino bersembunyi di biara ini. Dan sekarang aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
"William," katanya, "mereka sudah hampir membunuhku, tahu. Aku harus melarikan diri di malam buta."
"Siapa yang akan membunuhmu" Yohanes""
"Tidak. Yohanes tidak pernah menyukaiku, tetapi ia tidak pernah berhenti menghormatiku. Bagaimanapun juga, ia adalah orang yang menawariku suatu cara untuk menghindari pengadilan sepuluh tahun yang lalu, memerintahkan aku masuk ordo Benediktin, dan dengan begitu membungkam musuh-musuhku. Lama mereka memberungut, mereka jadi ironis tentang fakta bahwa seorang juara kemiskinan harus memasuki suatu ordo kaya dan tinggal di keuskupan Kardinal Orsini .... William, kau tahu aku jijik pada benda-benda duniawi!
Tetapi inilah jalannya untuk tetap tinggal di Avignon dan membela saudara-saudaraku. Paus takut kepada Orsini, ia tidak akan pernah mencederai sehelai pun rambut di kepalaku. Yang
terakhir, tiga tahun yang lalu, ia mengirimku sebagai duta kepada Raja Aragon."
"Lalu, siapa yang menginginkan kau sakit""
"Semua dari mereka. Kuria. Mereka berusaha membunuhku dua kali.
Mereka berusaha membungkamku. Kau tahu apa yang terjadi lima tahun yang lalu. Rahib Beghard dari Narbonne sudah dikutuk dua tahun sebelumnya, dan Berengar Talloni, meskipun salah seorang hakim, telah memohon kepada Paus. Itu masa-masa yang sulit.
Yohanes sudah mengeluarkan dua bulla melawan rahib Spiritual, dan bahkan Michael dari Cesena sudah menyerah oh, ya, kapan ia akan datang""
"Ia akan tiba di sini dua hari lagi."
"Michael ... aku sudah begitu lama tidak bertemu dia. Sekarang ia akan datang, ia paham apa yang kami inginkan, dan pertemuan Perugia menyatakan bahwa kami benar. Tetapi kemudian, masih pada 1318, ia berpaling kepada Paus dan menyerahkan lima rahib Spiritual dari Provence yang tidak mau tunduk. Dibakar, William .... Oh, amat mengerikan!" Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Apa yang tepatnya terjadi setelah Talloni mengajukan permohonan"" tanya William.
"Yohanes membuka kembali perdebatan itu, kau paham" Ia harus melakukan itu, karena dalam kuria, juga, ada orang-orang yang dikuasai keraguan, bah
kan rahib Fransiskan dalam kuria itu kaum farisi, iblis gadungan, siap menjual diri untuk mendapat
stipendium.[Sumbangan umat berupa uang kepada gereja apabila umat meminta intensi misa-pen.] tetapi mereka dikuasai keraguan. Waktu itulah Yohanes menyuruhku menyusun suatu peringatan tentang kemiskinan. Suatu karya yang bagus, William, semoga Tuhan mengampuni kesombonganku
"Aku sudah membacanya. Michael menunjukkan itu kepadaku."
"Ada yang ragu, bahkan di antara orang kita sendiri,
Provinsial dari Aquitaine, Kardinal dari San Vitale, Uskup Kaffa
"Seorang idiot," kata William.
"Beristirahat dalam damai. Ia diambil Tuhan dua tahun yang lalu."
"Tuhan tidak sekasih itu. Itu laporan palsu yang datang dari Konstantinopel. Ia masih di tengah-tengah kita, dan kabarnya ia akan menjadi anggota delegasi. Semoga Tuhan melindungi kita!"
"Tetapi ia cenderung ke arah pertemuan Perugia," kata Ubertino.
"Persis. Ia termasuk ras manusia itu yang selalu menjadi juara terbaik musuh mereka."
"Terus terang saja," kata Ubertino, "waktu itu ia justru tidak membantu memecahkan masalah. Dan hasilnya nol, tetapi paling sedikit gagasannya tidak dinyatakan bidah, dan itu penting. Karenanya yang lain lainnya tidak pernah memaafkan aku. Mereka berusaha mencelakai aku dengan segala cara, mereka telah mengatakan itu di Sachsenhausen tiga tahun yang lalu, ketika Louis menyatakan Yohanes seorang bidah. Dan toh
mereka semua tahu aku berada di Avignon bulan Juli itu bersama Orsini .... Mereka melihat bahwa ternyata bagian-bagian dari deklarasi Kaisar itu mencerminkan ide-ideku. Gila!"
"Tidak segila itu," kata William. "Aku telah memberinya ideide yang kuambil dari Deklarasi Avignon-mu dan dari beberapa halaman tulisan Olieu."
"Kau"" seru Ubertino, setengah kaget setengah senang. "Kalau begitu kau setuju denganku!"
William terlihat malu. "Ide-ide itu cocok bagi Kaisar, waktu itu," katanya mengelak.
Ubertino memandangnya dengan curiga. "Ah, tetapi kau tidak sungguh-sungguh memercayai ide-ide itu, kan""
"Coba ceritakan," kata William, "ceritakan kepadaku bagaimana kau menyelamatkan diri dari anjing-anjing itu."
"Huh, memang anjing, William. Anjing gila. Kau tahu, ternyata aku lalu jadi bertikai dengan Bonagrasia""
"Tetapi Bonagrasia berada di pihakmu!"
"Sekarang ya, setelah aku bicara panjang lebar dengannya. Lalu ia jadi yakin, dan ia memprotes Ad conditorem canonum itu. Dan Paus memenjarakannya selama satu tahun."
"Kudengar ia sekarang dekat dengan temanku di kuria, William dari Ockham."
"Aku tidak terlalu kenal dia. Aku tidak menyukainya. Seseorang yang tidak punya perasaan, semua kepala, tidak punya hati."
"Tetapi kepala itu cantik."
"Mungkin, dan itu akan membawanya ke neraka."
"Kalau begitu, aku akan menemuinya lagi di sana, dan kami akan berdebat tentang logika."
"Hush, William," kata Ubertino sambil tersenyum penuh kasih.
"Kau lebih baik daripada para filsufmu. Andaikan kau dulu menginginkan
"Apa"" "Waktu kita bertemu terakhir kali di Umbria ingat" Aku baru saja disembuhkan dari sakitku melalui perantaraan perempuan luar biasa itu ... Clare dari Montefalco ia bergumam, wajahnya cerah. "Clare .... Manakala sifat perempuan, tentu saja begitu suka menentang, menjadi sublim lewat kesucian, maka itu bisa menjadi sarana keagungan yang paling mulia. Kau tahu betapa hidupku selama ini telah diilhami oleh kesahajaan yang paling murni. William" ia mencengkeram lengan guruku, kuat- kuat "kau tahu dengan apa itu ... dahsyat ya, itu kata yang tepat dengan kehausan yang dahsyat untuk memperoleh pengampunan, aku sudah berusaha membunuh degup daging dalam diriku sendiri, dan membuat diriku sendiri sepenuhnya terbuka kepada kasih kepada Yesus yang Disalib .... Bagaimanapun juga, tiga perempuan dalam hidupku itu adalah tiga utusan surgawi bagiku. Angela dari Foligno, Margaret dari Citta di Castello (yang mengungkapkan kepadaku akhir dari bukuku padahal baru sepertiganya yang kutulis), dan akhirnya,
Clare dari Montefalco. Adalah suatu rahmat dari surga bahwa aku, ya aku, harus menyelidiki kekuatan-kekuatan gaibnya dan menyatakannya sebagai sant
a di depan orang banyak, sebelum Ibu Gereja Suci tergerak. Dan kau ada di sana, William, dan seharusnya kau membantuku dalam upaya suci itu, dan kau tidak mau-"
"Tetapi upaya suci yang aku kauminta ikut serta akan mengirimkan Bentivenga, Jacomo, dan Giovannuccio ke tiang gantungan," kata William pelan.
"Mereka menodai kenangan akan Clare dengan kejahatan mereka.
Dan waktu itu kau seorang inkuisitor!"
"Dan itu persisnya ketika aku minta untuk diizinkan meninggalkan kedudukan tersebut. Aku tidak menyukai pekerjaan itu. Aku pun tidak menyukai terus terang saja caramu mendesak Bentivenga mengakui kesalahannya. Kau berpura-pura ingin masuk sektenya, andaikan itu sekte; kau mencuri rahasia-rahasianya, dan kau mau mengirimnya ke penjara."
"Tetapi ini caranya untuk terus melawan musuh-musuh Kristus! Mereka bidah, mereka Rasul Palsu, mereka tertular bau belerang Fra Dolcino!" "Mereka teman Clare."
"Tidak, William, kau tidak boleh mengotori kenangan akan Clare sedikit pun."
"Tetapi mereka berhubungan dengan Clare."
"Mereka kaum Minorit, mereka menyebut diri mereka rahib Spiritual, dan sebenarnya mereka
Minorit! Tetapi kau tahu, dalam pengadilan itu muncul dengan jelas bahwa Bentivenga dari Gubbio memproklamasikan diri sebagai rasul, dan kemudian dia dan Giovannuccio dari Bevagna merayu para biarawati, dengan mengatakan kepada mereka bahwa neraka itu tidak ada, bahwa hasrat jasmaniah mereka bisa dipuaskan tanpa menentang Tuhan, dan bahwa tubuh Kristus (Tuhan, ampuni dosaku!) bisa diterima setelah seseorang tidur bersama seorang biarawati, bahwa Magdalena lebih baik di mata Allah daripada Agnes yang perawan, bahwa apa yang disebut Iblis oleh orang Vulgar sebenarnya Tuhan sendiri, karena Iblis adalah pengetahuan dan Tuhan didefinisikan sebagai pengetahuan!


The Name Of The Rose Karya Umberta Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan Clare yang teberkati itu, setelah mendengar percakapan ini, yang justru mendapat penampakan yang di dalamnya Tuhan Sendiri mengatakan kepadanya bahwa mereka adalah pengikut jahat Spiritus Libertatis, Roh Bebas!"
"Mereka adalah rahib Minorit yang pikirannya terbakar oleh penampakan seperti penampakan Clare, dan penampakan ekstase sering tidak bisa dibedakan dari kegilaan penuh dosa itu," kata William.
Ubertino meremas kedua tangannya dan sekali lagi matanya berkaca-kaca. "Jangan berkata begitu, William. Bagaimana kau bisa membaurkan momen kasih ekstase, yang membakar isi rongga perut dengan wewangian dupa, dan indra yang kacau, dengan bau busuk belerang" Bentivenga
mendesak yang lain-lainnya untuk menyentuh anggota tubuh telanjang seseorang; ia menyatakan ini satu-satunya cara ke arah kebebasan dari pengaruh indra, homo nudus cum nuda iacebat, dengan telanjang mereka berbaring bersama, lelaki dan perempuan
"Et non commiscebantur ad invicem, tetapi tidak bersentuhan."
"Bohong! Mereka mencari kenikmatan, dan mereka menemukannya.
Jika hasrat jasmaniah itu sudah hilang, mereka tidak menganggapnya suatu dosa jika, untuk memuaskannya, lelaki dan perempuan berbaring bersama, dan yang satu menyentuh dan mencium setiap bagian tubuh yang lain, dan perut telanjang menempel pada perut telanjang!"
Aku mengakui bahwa cara Ubertino menuduh kejahatan orang lain sebagai noda tidak mengilhami pikiran saleh dalam diriku. Guruku pasti sudah menyadari bahwa aku menjadi marah, dan guruku menyela orang suci itu.
"Semangatmu kuat, Ubertino, baik dalam kasih kepada Tuhan dan dalam membenci kejahatan. Yang kumaksud adalah ada perbedaan kecil antara semangat serafin dan semangat Lucifer, karena mereka selalu lahir dari suatu kemauan yang dinyalakan dengan ekstrem."
"Oh, ada bedanya, dan aku tahu itu!" kata Ubertino bersemangat. "Maksudmu, hanya ada suatu langkah pendek antara hasrat baik dan hasrat jahat, karena itu selalu masalah
mengarahkan hasrat itu. Itu betul. Tetapi
perbedaannya terletak dalam objeknya, dan objek
itu jelas dapat dikenali. Tuhan pada sisi ini, Iblis
pada sisi itu." "Dan aku khawatir aku tidak tahu lagi caranya
membedakan, Ubertino. Bukankah Angela-mu dari
Foligno yang menceritakan tentang hari ketika
ruhnya terangkat dan menemukan dirinya sendiri
dalam mak am Kristus" Tidakkah ia menceritakan
bagaimana mula-mula ia mencium dada-Nya dan
melihat-Nya berbaring dengan mata terpejam,
kemudian ia mencium mulut-Nya, dan dari bibir itu
muncul suatu kemanisan yang tiada taranya, dan
setelah berhenti sebentar ia menempelkan pipinya
pada pipi Kristus, dan Kristus menaruh tangannya
pada pipinya dan mendekap Angela erat-erat dan
seperti ia katakan kebahagiaannya menjadi sublim"..."
"Apa hubungannya ini dengan nafsu indrawi"" tanya Ubertino.
"Itu suatu pengalaman mistik, dan tubuh itu adalah tubuh Allah kita."
"Mungkin aku terbiasa dengan Oxford," kata William, "di mana pengalaman mistik justru semacam
"Semua cuma dalam kepala." Ubertino tersenyum.
"Atau dalam mata. Tuhan diterima sebagai cahaya, dalam sinar matahari, pantulan dalam cermin, warna-warna kacau di atas bagian dari benda yang tertata, dalam pantulan cahaya pagi
pada dedaunan basah .... Tidakkah kasih ini lebih dekat dengan kasih Fransiskus Assisi ketika ia memuji Tuhan dalam makhluk, bunga, rumput, air, udara-Nya" Aku tidak percaya kasih macam ini dapat menghasilkan jerat apa saja. Sebaliknya, aku syak terhadap suatu kasih yang mengubah ke dalam suatu hubungan dengan Yang Mahakuasa, yang getarannya terasa dalam kontak fisik
"Kau menghujat, William! Ini tidak sama. Dan ada suatu jurang sangat dalam di antara ekstase tinggi dari hati yang mengasihi Kristus Tersalib dan esktase bawah yang busuk dari Rasul Palsu dari Montefalco
"Mereka bukan Rasul Palsu, mereka Rahib dari Roh Bebas, kau sendiri bilang begitu."
"Apa bedanya" Kau belum mendengar segala sesuatunya tentang pengadilan itu, aku sendiri tidak pernah berani mencatat beberapa pengakuan tertentu, karena takut akan memancarkan, meskipun hanya sekilas, bayangan Iblis di atas atmosfer kesucian yang telah diciptakan Clare di tempat itu. Tetapi aku mempelajari hal-hal tertentu, hal-hal tertentu, William! Mereka berkumpul di suatu gudang pada malam hari, mereka mengangkat seorang bayi yang baru lahir, yang lalu dilemparkan dari seorang ke orang yang lain sampai bayi itu mati, karena empasan ... atau penyebab lainnya .... Dan yang terakhir menangkap bayi itu hidup-hidup, dan menggendongnya ketika mati, akan dijadikan pemimpin sekte tersebut .... Dan tubuh anak itu dipotong-potong dan dicampur
dengan gandum, untuk dibuat hosti yang menghina Tuhan!"
"Ubertino," kata William dengan tegas, "hal-hal itu sudah dikatakan, berabad-abad yang lalu, oleh seorang Uskup Armenia, tentang sekte Paulisian. Dan tentang sekte Bogomil."
"Apa itu mengherankan" Iblis itu bandel, ia punya pola tertentu dalam membuat perangkap dan membujuk, ia mengulangi ritualnya sepanjang milenium, ia selalu sama, ini persisnya mengapa ia dikenali sebagai musuh! Aku bersumpah kepadamu: Mereka menyalakan lilin-lilin pada malam Paskah dan membawa gadis-gadis ke dalam gudang. Kemudian mereka mematikan lilin-lilin itu dan menghamburkan diri kepada gadis-gadis tersebut, bahkan jika mereka punya hubungan darah .... Dan jika dari hubungan ini lahir seorang bayi, ritus jahanam itu diadakan lagi, semua mengelilingi buli-buli kecil berisi anggur, yang mereka sebut keg. Setelah mabuk mereka akan memotong-motong bayi itu, dan menuang darahnya ke dalam piala, dan melemparkan bayi itu ke dalam api, masih hidup, dan mereka mencampur abu bayi itu dengan darahnya, dan minum!"
"Tetapi Michael Psellus menulis hal ini dalam bukunya tentang cara kerja Iblis tiga ratus tahun yang lalu! Siapa menceritakan hal-hal ini kepadamu""
"Mereka sendiri. Bentivenga dan lain-lainnya, dan setelah disiksa!"
"Hanya satu hal yang lebih membangkitkan perikebinatangan daripada kenikmatan, dan itu
adalah kesakitan. Saat disiksa, kau merasa seakan di bawah kuasa ganja yang menimbulkan penampakan itu. Segala sesuatu yang sudah kaudengar terngiang kembali, segala sesuatu yang sudah kaubaca muncul kembali dalam pikiranmu, seakan kau sedang terangkat, tidak menuju surga, tetapi menuju neraka. Waktu disiksa kau tidak cuma mengatakan apa yang diinginkan oleh inkuisitor, tetapi juga apa yang kaubayangkan mungkin bakal menyenangkan inkuisit
or, karena terjadi suatu ikatan (ini, sungguh-sungguh, jahat) di antara kau dan dia .... Aku tahu hal-hal ini, Ubertino; aku juga sudah menjadi bagian dari kelompok-kelompok orang yang percaya bakal bisa menghasilkan kebenaran dengan besi panas membara. Baiklah, biar kukatakan kepadamu, panas membara kebenaran berasal dari nyala lain. Di bawah siksaan, Bentivenga mungkin telah menceritakan kebohongan yang paling absurd, karena yang bicara bukan dirinya sendiri lagi, tetapi nafsunya, Iblis dari jiwanya." "Nafsu""
"Ya, ada suatu nafsu akan kesakitan, seperti juga ada nafsu untuk memuja, dan bahkan suatu nafsu untuk rendah hati. Jika semangat para malaikat pemberontak itu untuk memuja dan merendahkan diri mudah sekali diarahkan pada kesombongan dan pemberontakan, apa yang bisa kita harapkan dari seorang manusia"
Nah, sekarang kau tahu, inilah pikiran yang muncul dalam benakku selama melakukan inkuisisi.
Dan inilah sebabnya mengapa aku tidak ingin melakukan aktivitas itu lagi. Aku tidak punya keberanian untuk menyelidiki kelemahan orang jahat, karena ternyata, kelemahan itu sama dengan kelemahan orang suci."
Ubertino telah mendengarkan kata-kata terakhir William tetapi seakan tidak paham. Dari ekspresi orang tua itu, sementara semakin merasakan simpati penuh kasih, aku menyadari bahwa ia menganggap William mudah merasa bersalah, yang ia maafkan karena amat mengasihi guruku itu. Ubertino menyela dan berkata dengan suara amat getir, "Tidak apa-apa. Jika itu yang kaurasakan, kau betul kalau berhenti. Godaan harus diperangi. Bagaimanapun juga, aku tidak mendapat dukunganmu lagi; padahal seharusnya kita sudah menghancurkan kelompok tersebut. Kau tahu apa yang terjadi, aku sendiri justru dituduh bersikap lemah terhadap mereka, dan aku dicurigai sebagai bidah. Kau juga lemah, William, dalam memerangi kejahatan. Kejahatan, William! Apakah kutukan ini tidak pernah berhenti, bayang-bayang ini, lumpur yang mencegah kita sampai ke sumber suci ini"" Ia terus mendekati William, seakan takut kalaukalau ada seseorang yang ikut mendengarkan.
"Di sini, juga, bahkan di antara dinding-dinding yang diabdikan kepada doa, kau tahu""
"Aku tahu. Abbas itu sudah bicara denganku; terus terang, ia minta aku membantu menjernihkan masalah itu."
"Kalau begitu selidiki, periksalah, pandang de-
ngan mata kucing hutan ke kedua arah: berahi dan kesombongan "Berahi""
"Ya, berahi. Ada sesuatu ... feminin, dan karenanya menjijikkan, tentang pemuda yang mati itu. Ia punya mata seorang gadis yang mencari hubungan dengan hantu. Tetapi aku juga menganggap itu 'kesombongan', kesombongan intelek, dalam biara yang diabdikan kepada kesombongan kata ini, kepada ilusi kebijaksanaan."
"Jika kau tahu sesuatu, tolong bantu aku."
"Aku tidak tahu apa-apa. Tidak satu pun yang ku-ketahui.
Tetapi hati ini merasakan hal-hal tertentu. Biarkan hatimu bicara, tanyai wajah-wajah, jangan dengarkan lidah-lidah ....
Tetapi, ayolah, mengapa kita harus membicarakan hal-hal menyedihkan ini dan membuat teman muda kita ini takut"" Ia memandangku dengan matanya yang biru pucat, sambil mengusap pipiku dengan jari-jemarinya yang panjang dan putih, dan secara naluriah aku hampir mundur; aku menahan diri dan itu tindakan yang betul, karena aku tentu sudah membuatnya sakit hati, padahal maksudnya baik. "Sebagai gantinya, ceritakan tentang dirimu sendiri,"
katanya sambil kembali menoleh kepada William. "Apa yang telah kaulakukan sejak itu" Rasanya sudah-"
"Delapan belas tahun. Aku pulang ke negeriku. Melanjutkan studi di Oxford. Aku mempelajari
pengetahuan alam." "Alam itu baik karena ia adalah putri Tuhan," kata Ubertino.
"Dan Tuhan pasti baik karena Dia menjadikan alam," kata William sambil tersenyum. "Aku belajar, aku bertemu beberapa teman yang bijaksana. Kemudian aku berkenalan dengan Marsillius, aku tertarik pada ide-idenya tentang kekaisaran, penduduk, tentang undang-undang baru bagi kerajaan-kerajaan bumi, dan akhirnya aku masuk dalam kelompok saudara-saudara kita yang menjadi penasihat Kaisar itu. Tetapi kau sudah tahu ini semua: aku sudah menyuratimu.
Di Bobbio aku senan g sekali ketika diberi tahu bahwa kau berada di sini. Kami sudah yakin kau lenyap. Tetapi sekarang kau bersama kami sehingga bisa membantu banyak dalam beberapa hari ini, kalau Michael juga datang. Akan terjadi pertentangan besar dengan Berengar Talloni. Aku sungguh yakin kita tentu akan terhibur."
Ubertino memandang William dengan suatu senyum ragu. "Aku tidak pernah bisa memastikan kapan kalian orang Inggris bicara dengan serius. Tidak ada yang menyenangkan tentang suatu pertanyaan serius seperti itu. Yang dipertaruhkan adalah kelangsungan hidup ordo, yaitu ordomu; dan secara tidak langsung juga ordoku. Tetapi aku akan membujuk Michael untuk tidak pergi ke Avignon. Yohanes menginginkan dia, mencari-carinya, terlalu sering mengundangnya.
Jangan percaya kepada orang Prancis tua itu.
Oh, Tuhan, akan jatuh ke tangan apa gereja-Mu ini!" Ia menoleh ke arah altar.
"Kalau diubah menjadi pelacur, dilemahkan oleh kemewahan, ia bergulung dalam berahi bagaikan seekor ular kepanasan! Dari kemurnian telanjang kandang Betlehem, terbuat dari kayu karena lignum vitae salib itu, ruhnya, adalah kayu, sampai pesta pora emas dan permata! Lihat, lihat di sini: kau telah melihat ambang pintu itu! Tidak ada gambar yang menunjukkan kesombongan! Harihari Anti-kristus akhirnya akan tiba, dan aku khawatir, William!"
Ia memandang ke sekeliling, sambil dengan menatap mata lebar di antara lorong-lorong gelap itu, seakan setiap saat Antikristus akan muncul, dan aku benar-benar berharap bisa melihatnya sekilas. "Letnan-letnannya sudah ada di sini, dikirim seperti Kristus mengutus rasul-rasulnya ke seluruh dunia! Mereka menginjak-injak Kota Allah, membujuk lewat penipuan, kemunafikan, kekerasan.
Waktu itu Tuhan akan harus mengutus pelayan-Nya, Eliah dan Henokh, yang Ia pertahankan tetap hidup di firdaus duniawi sehingga suatu hari mereka bisa memerangi Antikristus itu, dan mereka akan datang sebagai nabi yang berpakaian kain linen, dan mereka akan berkhotbah tentang pengampunan dengan kata dan contoh
"Mereka sudah datang, Ubertino," kata William sambil menunjukkan jubah Fransiskannya.
"Tetapi mereka belum lagi menang; inilah saatnya ketika Antikristus, dengan penuh kemarahan,
akan memerintahkan pembunuhan Elia dan Henokh dan memajang mayat mereka agar semua dapat melihat dan dengan begitu orang banyak takut meniru mereka. Persis seperti mereka ingin membunuhku
Pada saat itu, dengan ngeri, kupikir Ubertino berada dalam kekuasaan semacam semangat besar suci, dan aku mencemaskan pendapatnya.
Sekarang, setelah ada jarak waktu yang panjang, karena tahu apa yang kuketahui ialah, bahwa dua tahun kemudian ia akan dibunuh secara misterius di suatu kota Jerman oleh seorang pembunuh yang tidak pernah diketemukan aku merasa amat ketakutan, karena malam itu sudah jelas Ubertino sedang meramal.
"Kau tahu, Abbas Joachim bicara tentang kebenaran. Kita sudah mencapai era keenam dari sejarah manusia, saat dua Antikristus akan muncul, Antikristus mistik dan Antikristus sungguh itu. Ini yang terjadi sekarang, dalam era keenam, setelah Fransiskus Assisi muncul untuk menerima lima luka Kristus Tersalib dalam dagingnya sendiri. Bonifasius adalah Antikristus mistik itu, dan penurunan takhta Celestine tidak sahih. Bonifasius adalah bangsat yang muncul dari laut dengan tujuh kepalanya melanggar sepuluh perintah Allah, dan para kardinal di sekelilingnya adalah belalang-belalang, yang tubuhnya Apolion! Tetapi bangsat yang paling hebat, jika kau membaca nama itu dalam huruf Yunani, adalah Benediktus!" Ia menatapku untuk memeriksa apakah aku sudah paham, dan ia
mengangkat satu jarinya, untuk memperingatkan aku, "Benediktus XI nyata-nyata Antikristus, bangsat yang muncul dari bumi itu! Tuhan membiarkan seorang monster yang jahat dan tidak adil itu memerintah gereja-Nya sehingga kebajikan para penerusnya akan bersinar oleh kemuliaan!"
"Tetapi, Imam yang Suci," jawabku dalam suara lirih, sambil mengumpulkan kekuatanku, "penerusnya adalah Yohanes!"
Ubertino menaruh tangannya pada keningnya seakan mau menghapuskan suatu mimpi yang meresahkan. Dengan sulit ia menarik napas
: ia kelelahan. "Betul, perhitungannya yang salah, kami masih menanti datangnya Paus Sebaik Malaikat itu .... Tetapi sementara itu Fransiskus dan Dominikus sudah muncul." Ia mengangkat matanya ke langit dan berkata, seakan tengah berdoa (tetapi aku yakin ia tengah mengutip satu halaman dari bukunya yang hebat tentang pohon kehidupan): "Quorum primus seraphico calculo purgatus et ardore celico inflammatus totum incendere videbatur. Secundus vero verbo predicationis fecundus super mundi tenebras clarius radiavit ....["Di antara mereka yang pertama, setelah dibersihkan dengan bara serafin dan nyala yang panas tampak membakar semuanya. Adapun yang kedua adalah yang subur oleh sabda pewartaan dengan lebih terang menyinari kegelapan dunia..." penerj.] Ya, itu janjinya: Paus Sebaik Malaikat pasti datang."
"Dan semoga terjadilah, Ubertino," kata William, "Sementara itu, aku datang ke sini untuk mencegah Kaisar manusia digulingkan. Paus Sebaik Malaikatmu juga dikhotbahi oleh Fra Dolcino..."
"Jangan sekali-kali menyebut nama ular berbisa itu!" jerit Ubertino, dan untuk pertama kalinya aku melihat kesedihannya berubah menjadi kemarahan. "Ia telah mencemari kata-kata Joachim dari Calabria, dan membuat kata-kata itu menjadi pembawa kematian dan kekotoran Andaikan ada, dia utusan Antikristus! Tetapi kau, William, bicara seperti ini karena kau tidak sungguh-sungguh percaya akan kedatangan Antikristus, dan guru-gurumu di Oxford telah mengajarimu mengidolakan nalar, sementara mengeringkan kemampuan meramal dalam hatimu!"
"Kau salah, Ubertino," jawab William dengan amat serius. "Kau tahu bahwa di antara guru-guruku aku menghormati Roger Bacon lebih daripada yang lainnya
"Yang tergila-gila pada mesin terbang"" gumam Ubertino dengan pedih.
"Yang berbicara dengan jelas dan kalem tentang Antikristus, dan menyadari datangnya kerusakan dunia dan merosotnya cara belajar. Bagaimanapun juga, ia mengajarkan bahwa hanya ada satu cara untuk bersiap menghadapi kedatangannya: mempelajari rahasiarahasia alam, menggunakan ilmu pengetahuan untuk memperbaiki ras manusia. Kita bisa siap memerangi Antikristus dengan mempelajari sifat-sifat tetumbuhan yang menyembuhkan, sifat batu-batuan, dan bahkan dengan merencanakan mesin terbang yang membuatmu tersenyum."
"Antikristus Bacon-mu adalah suatu dalih untuk
mengolah kesombongan intelektual." "Suatu dalih suci."
"Tidak ada dalih yang suci. William, kau tahu aku mengasihimu.
Kau tahu bahwa aku amat memercayaimu. Bunuh inteligensiamu, belajarlah menangisi luka-luka Allah, buang buku-bukumu."
"Aku akan mengabdikan diriku sendiri hanya kepadamu." William tersenyum.
Ubertino juga tersenyum dan melambaikan satu jari peringatan kepada William. "Orang Inggris tolol. Jangan terlalu menertawakan saudara-saudaramu. Mereka yang tidak bisa kaukasihi, seharusnya justru kautakuti. Dan berhati-hatilah di biara sini. Aku tidak menyukai tempat ini."
"Terus terang saja, aku ingin mengenal lebih baik tempat ini," kata William, dan sambil berjalan pergi, "Ayo, Adso."
"Sudah kubilang tempat ini tidak baik, dan kau menjawab bahwa kau ingin mengenalnya lebih baik. Ah!" kata Ubertino sambil geleng-geleng kepala.
"Oh, ya," kata William, sementara sudah setengah jalan menyusuri jalan-tengah gereja, "siapa rahib yang kelihatan seperti seekor binatang dan berbicara dengan bahasa Babel""
"Salvatore"" Ubertino, yang sudah berlutut, menoleh. "Kukira ia adalah hadiah dariku untuk biara ini ... bersama-sama dengan Kepala Gudang. Waktu aku melepas jubah Fransiskan-ku, aku kembali sebentar ke biaraku yang lama di Casale, dan di sana aku menemukan rahib-rahib lain yang sedang
mengalami kesulitan, karena komunitas menuduh mereka anggota Spiritual dari sekteku ... begitu istilah mereka. Aku menggunakan pengaruhku untuk membantu mereka, berusaha mencarikan izin bagi mereka untuk mengikuti contohku. Dan dua orang, Salvatore dan Remigio, kutemui di sini ketika aku datang tahun lalu. Salvatore ... ia memang kelihatan seperti seekor binatang. Tetapi ia taat."
William termangu sejenak. "Aku dengar ia mengatakan Penitenziagite."
Ubertino diam saja. Ia melambaikan satu tangannya, seakan mengusir suatu pikiran yang mengganggu. "Tidak, kukira tidak begitu.
Kau tahu bagaimana saudara-saudara awam itu. Orang desa, yang mungkin telah mendengar seorang pengkhotbah keliling dan tidak mengerti apa yang mereka katakan. Seharusnya aku mencela Salvatore lagi: ia seekor binatang rakus dan bernafsu. Tetapi sama sekali, sama sekali tidak menentang ortodoksi. Tidak, sakit biara ini suatu masalah lain; carilah di kalangan mereka yang tahu terlalu banyak, tidak dalam mereka yang tidak tahu apa-apa.
Jangan membangun suatu kastil kecurigaan di atas satu kata saja."
"Aku tidak akan pernah berbuat begitu," jawab William.
"Persisnya aku berhenti sebagai inkuisitor untuk menghindari berbuat begitu. Tetapi aku juga suka mendengarkan kata-kata, dan kemudian merenungkannya."
"Kau berpikir terlalu banyakjNak," katanya sambil memandangku, "jangan terlalu banyak mempelajari contoh buruk dari gurumu. Satu-satunya hal yang harus direnungkan dan aku menyadari ini terjadi pada akhir hidupku adalah kematian. Mors est quies viatoris finis est omnis laboris.[Kematian adalah istirahat musafir-akhir segala jerih payah- penerj.] Sekarang aku mau berdoa." []
Menjelang Nona Dalam cerita ini William melakukan percakapan amat ilmiah dengan seorang herbalis: Severinus
Kami menyusuri lagi bagian tengah gereja dan keluar melalui pintu yang tadi kami lewati ketika masuk. Aku masih bisa mendengar kata-kata Ubertino, semuanya, berdengung di dalam kepalaku.
"Orang itu ... aneh," akhirnya aku berani mengatakannya kepada William.
"Di a adalah, atau sedari dulu, dalam banyak cara, orang yang hebat. Tetapi untuk alasan tertentu ia aneh. Hanya sedikit orang yang kelihatan normal. Ubertino tentunya bisa menjadi salah seorang bidah yang ia kirim ke tiang pembakaran, atau seorang kardinal dari Gereja Romawi Suci. Ia amat mendekati kedua hal yang bertentangan itu. Kalau bicara dengan Ubertino, aku mendapat kesan bahwa neraka adalah surga yang dilihat dari sisi lain."
Aku tidak menangkap maksudnya. "Dari sisi mana"" tanyaku.
"Ah, betul,' William mengakui masalah itu. "Ini masalah tahu apakah sisi-sisi itu ada dan apa sebagai suatu keseluruhan.
Tetapi tidak usah memerhatikan kata-kataku. Dan berhentilah memandangi ambang pintu itu," katanya sambil memukul tengkukku pelan-pelan ketika aku menoleh, tertarik oleh ukir-ukiran yang telah kulihat pada pintu masuk. "Itu sudah cukup membuatmu takut hari ini. Semuanya."
Ketika aku menoleh lagi ke pintu keluar, aku melihat rahib lain di hadapanku. Agaknya ia seusia dengan William. Ia tersenyum dan menyapa kami dengan ramah. Ia memperkenalkan diri sebagai Severinus dari Sankt Wendel, dan rahib peramu obat, herbalis, yang bertugas di pemandian, klinik, kebun, dan siap mengantar jika kami mau mengenal lebih baik jalan-jalan di seputar bangunan biara itu.
William mengucapkan terima kasih dan mengatakan bahwa ia sudah memerhatikan, ketika masuk tadi, kebun sayuran yang amat bagus, yang menurut apa yang ia lihat, tidak hanya ditumbuhi tanaman yang bisa dimakan, tetapi juga tanaman obat-obatan, meskipun tertutup salju.
"Pada musim semi atau panas, melalui aneka ragam tanamannya, saat itu masing-masing berhiaskan bunga-bunganya, kebun ini menyanyikan pujian kepada Sang Pencipta dengan lebih bagus," kata Severinus, sedikit banyak memberi alasan. "Tetapi bahkan sekarang, pada musim dingin, mata ahli obat bisa melihat lewat cabang cabang kering dari tanaman yang akan tumbuh, dan berani
bertaruh bahwa kebun itu lebih kaya daripada kebun obat yang pernah ada, dan warnanya lebih beraneka ragam, indah bagaikan gambar di buku-buku. Lebih-lebih lagi, tanaman obat yang baik juga tumbuh di musim dingin, dan lainnya kuawetkan dengan mengumpulkannya dan kutanam dalam pot-pot di laboratoriumku. Dan begitu pula dengan akar kayu sorrel yang kupakai mengobati katarak, dan rebusan akar althea yang kupakai membuat boreh untuk penyakit kulit; eksim; mencacah dan menumbuk akar sulur rhizoma untuk mengobati diare dan keluhan tertentu orang perempuan. Cabe baik untuk pencern
aan, daun pegagan bisa meredakan batuk, dan di sini juga ada gentian yang bagus untuk pencernaan, dan aku punya gliceriza dan jintan untuk membuat infus yang mustajab, dan kulit kayu tua untuk membuat jamu rebus untuk lever. Soapwort, kalau akarnya dibuat empuk dengan merendamnya dalam air dingin bisa mengobati katarak, juga valerian, yang jenis-jenisnya jelas kau sudah tahu."
"Kau punya tanaman obat yang amat beraneka ragam, dan cocok untuk cuaca yang berbeda-beda. Bagaimana kau berhasil merawatnya""
"Di satu pihak, aku bersyukur atas kerahiman Tuhan, yang menempatkan dataran tinggi kami di antara suatu kawasan yang menghadap laut ke arah selatan dan menerima angin hangatnya, dan pegunungan lebih tinggi menghadap utara dan kami menerima hutanhutan balsamnya. Dan di lain pihak, aku bersyukur atas kepandaianku yang, tidak
memadai, kupelajari berkat keinginan guru-guruku. Beberapa tanaman tertentu bahkan akan tumbuh dalam cuaca yang sebaliknya jika tanah di sekelilingnya dipelihara, dipupuk, dan diamati pertumbuhannya."
"Tetapi kau juga punya tanaman yang hanya baik untuk dimakan"" tanyaku.
"Ah, anak kudaku muda yang lapar, tidak ada tanaman yang baik untuk dimakan yang tidak baik untuk merawat tubuh, asalkan dimakan dalam jumlah yang tepat. Hanya saja, kalau terlalu berlebihan justru menimbulkan penyakit. Ambil contoh saja labu.
Sifatnya dingin dan lembap dan memuaskan dahaga, tetapi jika kau makan yang sudah terlalu matang, kau bisa diare dan kau mengikat rongga perutmu dengan pasta air asin dan mustard. Dan bawang merah" Hangat dan lembap, dalam jumlah kecil bisa mendorong koitus (tentu saja bagi mereka yang tidak mengangkat sumpah kita), tetapi terlalu banyak membuat kepala terasa berat, harus dilawan dengan susu dan arak. Suatu alasan yang baik," tambahnya dengan pintar, "mengapa rahib muda harus selalu makan bawang merah sedikit saja. Sebagai gantinya makanlah bawang putih.
Hangat dan kering, bawang putih bagus untuk melawan racun. Tetapi jangan terlalu banyak, karena otakmu menjadi tidak bisa berpikir yang menyenangkan. Sebaliknya kacang-kacangan, merangsang urine dan menggemukkan badan, dua hal yang amat bagus. Tetapi kacang merangsang
mimpi buruk. Bagaimanapun juga, pengaruhnya jauh lebih kecil dibandingkan tanaman obat tertentu lainnya. Ada juga beberapa tanaman obat yang benar-benar merangsang khayalan menyeramkan." "Yang mana"" tanyaku.
"Aha, novis kita ini ingin tahu terlalu banyak. Ada hal-hal yang hanya boleh diketahui oleh ahli obat; kalau tidak, setiap orang yang sembrono bisa membagi-bagikan khayalan itu ke manamana; dengan lain kata, berbohong dengan tanaman obat."
"Tetapi kau hanya butuh sedikit jelatang," kata William waktu itu, "atau roybra atau olieribus untuk melindungi diri terhadap khayalan semacam itu. Kuharap kau punya beberapa tanaman bagus itu."
Severinus melirik guruku. "Kau tertarik pada herbalisme""
"Sedikit," kata William jujur, "karena aku membaca Theatrum Sanitatis tulisan Abukasim de Baldach
"Abu Hasan al-Muchtar bin-Botlan."
"Atau kalau kau lebih suka Alikasim Alimitar. Aku ingin tahu apa buku itu ada di sini."
"Suatu buku yang paling indah. Penuh ilustrasi."
"Puji Tuhan. Dan buku De virtutibus herbarum tulisan Platearius""
"Itu juga. Dan De plantis karya Aristoteles, diterjemahkan oleh Alfred dari Sareshel."
"Kudengar orang bilang bahwa Aristoteles tidak benar-benar menulis karya itu," komentar William, "persis seperti sudah ketahuan bahwa dia bukan pengarang buku De causis."
"Bagaimanapun juga, itu suatu buku hebat," Severinus memberikan pendapatnya, dan guruku hampir langsung mengiyakan, sambil tidak bertanya apa yang dimaksud buku hebat oleh herbalis itu De plantis atau De causis, dua karya yang belum kukenal, tetapi dari percakapan itu, agaknya pasti buku yang amat hebat.
"Aku akan senang sekali," Severinus menyimpulkan, "bisa omongomong tentang tanaman obat secara terbuka denganmu."
"Aku justru lebih senang lagi," kata William, "tetapi apa kita tidak akan menentang aturan untuk diam, yang aku yakin dikenakan dalam ordomu""
"Regula itu," kata Severinus, "sela
ma berabad-abad telah disesuaikan menurut kebutuhan komunitas yang berbeda-beda. Regula itu menggariskan lectio divina, hal memilih kebijaksanaan, tetapi bukan studi, dan toh kau tahu seberapa banyak ordo kami telah mengembangkan penelitian menjadi masalah manusia dan masalah suci. Juga, Regula itu menetapkan suatu asrama umum, tetapi ada kalanya tepat kalau rahib juga mendapat, seperti yang kami lakukan di sini, kesempatan bermeditasi pada malam hari, dan karenanya kami masing-masing punya bilik sendiri. Regula memang melarang keras berbicara, dan dengan kami di sini, tidak hanya rahib yang melakukan pekerjaan kasar, tetapi juga mereka yang bertugas menulis atau membaca, tidak boleh bercakap cakap dengan saudara-saudara mereka. Tetapi biara ini yang pertama dan paling dulu menjadi komunitas sarjana,
dan sering berguna bagi para rahib untuk saling tukar kekayaan pengetahuan mereka yang menumpuk itu. Semua percakapan berkaitan dengan studi kami dianggap sah dan bermanfaat, asalkan tidak dilakukan di ruang makan atau pada jam-jam ibadah."
"Apa kau punya banyak peluang untuk berbicara dengan Adelmo dari Otranto"" tiba-tiba William bertanya.
Severinus tidak tampak kaget. "Aku tahu Abbas sudah bicara denganmu," katanya. "Tidak, aku tidak sering bercakap-cakap dengan Adelmo. Ia menghabiskan waktunya untuk menggambar. Aku memang kadang mendengar dia bercakap-cakap dengan rahib lainnya, Venantius dari Salvemec, atau Jorge dari Burgos, tentang sifat pekerjaannya. Di samping itu, sehari-harinya aku tidak bekerja di skriptorium, tetapi di laboratoriumku." Dan ia mengangguk ke arah bangunan tempat pengobatan.
"Aku paham," kata William. "Jadi, kau tidak tahu apakah Adelmo mendapat khayalan-khayalan."
"Khayalan""
"Seperti yang dirangsang oleh obatmu, misalnya."
Severinus kaget. "Sudah kukatakan kepadamu: aku menyimpan obat berbahaya dengan sangat cermat."
"Bukan itu maksudku," buru-buru William menjelaskan. "Aku bicara tentang khayalan pada umumnya."
"Aku tidak mengerti," Severinus bersikeras.
"Aku membayangkan ada seorang rahib berjalan
jalan pada malam hari di sekitar Aedificium, seizin Abbas, di mana ... hal-hal mengerikan bisa terjadi atas mereka ... pada jam-jam terlarang yah, maksudku, aku sedang berpikir bahwa ia mungkin mendapat khayalan menyeramkan yang mendorongnya ke tebing itu."
"Sudah kukatakan kepadamu, aku tidak mengunjungi skriptorium, kecuali kalau butuh sebuah buku; tetapi biasanya aku punya pustaka herbarium sendiri, yang kusimpan di klinik. Seperti sudah kukatakan, Adelmo amat dekat dengan Jorge, Venantius, dan ... tentu saja, Berengar."
Bahkan aku merasakan sedikit keraguan dalam suara Severinus.
Itu juga dirasakan oleh guruku. "Berengar" Dan mengapa 'tentu saja'""
"Berengar dari Arundel, asisten pustakawan. Mereka seusia, dulu sama-sama novis, jadi normal kalau ada hal-hal yang dibicarakan bersama. Itu yang kumaksud."
"Ah, jadi itu yang kaumaksud," ulang William. Dan aku jadi heran William tidak mengorek terus masalah itu. Nyatanya, ia justru mengganti topik pembicaraan. "Tetapi mungkin sudah waktunya bagi kami untuk mengunjungi Aedificium. Maukah kau mengantar kami""
"Dengan senang hati," kata Severinus, tampak jelas amat lega.
Ia mengantar kami melalui sisi kebun dan membawa kami ke teras barat Aedificium itu.
"Pintu yang menghadap kebun itu menuju ke
dapur," katanya, "tetapi dapur itu hanya menempati setengah lantai bawah bagian barat; ruang makan menempati setengahnya yang lain. Dan pada pintu masuk bagian selatan, yang bisa dicapai dari balik ruang koor di dalam gereja, ada dua pintu lagi menuju dapur dan ruang makan. Tetapi kita bisa masuk dari sini, karena dari dapur kita lalu bisa masuk ke ruang makan."
Percuma Menakut Nakutiku 2 Wajah Di Jendela Karya No Name Kembalinya Raja Tengkorak 1
^