Pencarian

Pendekar Lengan Buntung 1

Pendekar Lengan Buntung Seri 1 Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiaw Bagian 1


yoza collection Seri 1 Pendekar Lengan Buntung
Karya : Kim Tiaw Penerbit : Radjawali Emas Jakarta (1972)
Edited & Ebook by : yoza
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 0
yoza collection Jilid 1 HUJAN rintik rintik. Bintang dan rembulan redup.
Berpisah dengan kekasih, air mata bercucuran. Harapan kini....
Tak pernah tercapai... Oh kasih di mana kau berada"
.....Cinta sedalam samudra.
.....Benci seluas jagad, Sampai kapan kasih baru berjumpa "
Air mata kasih. Senyuman benci. Kasih sayang tinggal kenangan. Berpisah hari ini.
Sampai kapan baru bersua"
Hanya nasib dan takdir yang menentukan.
AIT SYAIT tersebut terdapat dalam sebuah lagu, dibalik lagu terkandung
dua buah roh yang suci, seorang gadis yang menciptakan bait lagu
dengan darah dan air matanya untuk dipersembahkan kepada seorang
lelaki yang paling dikasihani.
Bait lagu itu mereka namakan lagu putus cinta.
Semasa masih kanak-kanak, mereka adalah sepasang sahabat karib yang
setiap hari bermain bersama.
Setelah menanjak dewasa, mereka berubah menjadi sepasang kekasih yang
paling mengasihi. Mereka saling bercinta.. Mereka saling berdoa..
Gunung Tiang-pek-san tengah diselimuti salju putih laksana tebaran kapas
memutih bersih memancarkan sinar perak, tatkala matahari pagi membersitkan
sinarnya hangat kemerah-merahan.
Udara pagi di puncak gunung itu sangat dingin sekali, meskipun matahari pagi
sudah mulai mencairkan bungkahan-bungkahan salju yang bergumpal laksana
permata yang dalam kristal tata warna yang indah sekali. Pantulan sinar matahari
membersit merah jingga membayang dalam gumpalan salju yang menipis
menutupi pepohonan dan rumput-rumput hijau menghampar di tanah.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 1
yoza collection Suasana demikian sunyi mati. Hanya sekali-sekali terdengar suara air terjun di
sebelah barat menumpahkan air yang tak kunjung henti dan menerbitkan irama
lagu di lembah sunyi. Amat tenang dan damai sekali suasana di tempat ini.
Jauh di sebelah sana terhampar sawah ladang menghijau dan di kaki bukit ini
berduyun-duyun para petani telah mulai pergi ke sawahnya dan menyibukkan diri
menggarap tanah pegunungan yang amat subur untuk ditanami. Mereka bernyanyinyanyi riang menyaingi kicau burung yang beterbangan meninggalkan sarangnya.
Embun menurun lambat dari puncak Tiang-pek-san. Salju mulai mencair
merupakan tetesan air dingin membasahi pepohonan dan rerumputan menghijau
segar. Serombongan burung belibis beterbangan di angkasa ketika suasana yang
sunyi mati itu dipecahkan suara mendesing keras. Suara senjata beradu, disusul
dengan suara nyaring dari seorang gadis remaja.
harus pergi, harap kau tidak menghalang-halangiku, kelak kita akan bertemu
Sekali menggerakkan tubuhnya orang muda itu meloncat jauh dan berlari
dengan amat cepatnya. Akan tetapi sekali si gadis mencelat iapun sudah berkelebat
mengejar dan sebentar ia pula si gadis telah berdiri di depannya.
Segelintir air mata si gadis meleleh lewat ke dua pipinya. Dan tangannya yang
kecil dan halus itu menghapus. Lalu memandang lagi ke arah suhengnya.
terdengar suara si gadis itu terisak. Matanya basah oleh genangan-genangan air
yang hendak pecah. Terharu juga hati si pemuda yang dipanggil Tiang suheng oleh si gadis tadi. Ia
melangkah maju dan memegang ke dua bahu si gadis.
bagaimanapun lihay seperti setan sekalipun aku tetap akan mencari musuh-musuh
yang telah menghancurkan Tiang-pek-pay dan yang telah membunuh suhu. Aku
akan mengadu nyawa dengan Bong Bong Sianjin, Sianli Ku-koay, dan Te-thian
-pekpay d bersemangat. Dadanya yang bidang agak terangkat ke atas. Matanya bersinar-sinar.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 2
yoza collection mereka itu" Jangan tekebur suheng, kepandaian kita masih jauh untuk menuntut
sekarang ini belum waktunya. Kita harus tunggu susiok dari Hong-san dan belajar
pemuda itu membalikkan tubuhnya dan hendak berjalan. Akan tetapi, baru beberapa
tindak ia melangkah tahu-tahu di belakangnya terdengar suara nyaring.
Biarlah aku mengujimu.. . . sekiranya kau dapat menahan pedangku ini, boleh kau
pergi meninggalkan Tiang-pekmelihat bahwa di belakangnya mendatangi It-suheng dan jie-suheng. Dan orang
yang berkata tadi adalah It-suhengnya yang bernama Liok Kong In, yang sudah
berdiri di depannya dengan pedang terhunus.
-pek-pay mengalami kehancuran, lantas kau
-pek-pay. g In mengerenyitkan keningnya.
Sianli Ku-koay dan Teng, akan tetapi.. . . biarlah
di atas kepala. Suara angin berdesing saking kuatnya putaran pedang itu.
gerakan pedangnya. Pendekar Lengan Buntung - Halaman 3
yoza collection di tangan Liok Kong In berkelebat menyambar leher
Tiang Le. Terkejut bukan main melihat betapa suhengnya ini benar-benar menyerangnya
dengan jurus-jurus silat yang kuat dan ganas. Segera saja Tiang Le yang merasa
segan untuk mengangkat pedang melawan suhengnya yang pertama ini, dengan
mengandalkan kelincahan tubuhnya ia sudah mengelak ke sana ke mari
menghindarkan sambaran-sambaran pedang Kong In yang bertubi-tubi
menyerangnya. Sementara itu, si gadis, yang mula-mula mencegat Tiang Le menjadi pucat
wajahnya melihat betapa It-suhengnya benar-benar menyerang Tiang Le. Dengan
gerakan cepat ia sudah menarik pedangnya dan menyerbu ke tengah arena
pertempuran. Pedangnya menangkis pedang Kong In. Sehingga saking kuatnya dua
orang muda ini mengadu pedang membuat sinar pedang berkeredepan muncrat
laksana bunga api. Melihat betapa sumoaynya menahan pedangnya Liok Kong In
menjadi panas hatinya. -suheng, Kaulah yang gila dan sinting. Mengapa kau menyerang Tiang
ng In bertanya heran. Sementara
hatinya jadi panas bukan main. Entah mengapa dia tak senang sumoaynya ini
membela Tiang Le. Tentu saja mudah diduga. Ia menaruh hati kepada sumoaynya yang bernama
Lie Bwe Hwa, memang. Betul, Liok Kong In ini secara diam-diam telah menaruh hati
kepada Bwe Hwa. Oleh sebab itulah tadi ketika ia melihat betapa Bwe Hwa menahan
Tiang Le dan dilihatnya betapa intim hubungan keduanya, darah di dada Kong In
hendak meledak rasanya. Ia sendiri sampai heran, kenapa ia menjadi marah kepada
sutenya ini" maju hendak menyerang Tiang Le. Akan tetapi tiba-tiba jie-suheng yang bernama
Song Cie Lay telah maju menengahi.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 4
yoza collection ibut besar. Biarlah kalau Tiang Le sute
hendak pergi meninggalkan Tiang-pek-pay, kita tak boleh menghalanginya.. . .
mungkin dalam perantauannya itu Tiang Le sute akan mendapatkan pengalaman
Memang Song Cie Lay ini berwatak halus dan tidak seperti Liok Kong In yang
berangasan dan sering panas hati. Diam-diam Tiang Le merasa berterima kasih
kepada jie-suhengnya ini. Ia menoleh kepada Song Cie Lay dan tersenyum.
Mengangguk kepada Lie Bwe Hwa, lalu tanpa bercakap apa-apa lagi ia telah berlari
cepat menuruni pegunungan Tiang-pek-san.
Tiang Le berlari amat cepat sekali. Sengaja ia tidak memperlambat
perjalanannya karena sesungguhnya ia tidak ingin kalau It-suheng nya yang
berangasan itu mencegahnya lagi. Apabila ia sudah sampai di lereng bukit barulah
ia memperlambat jalannya.
Pemandangan alam di sekitar pegunungan Tiang-pek-san ini indah sekali. Tidak
lagi dipenuhi oleh salju yang dingin seperti di puncak. Di lereng ini banyak sekali
pohon-pohon menghijau, sungai-sungai yang jernih dan air pancuran yang
mengalirkan airnya yang tak kunjung habis. Di sini ini, betapa senang dan damainya.
Pada jalan yang kecil ini, ia berjalan perlahan. Pandangan matanya terarah jauh ke
muka. Dari kejauhan terdengar suara kerbau menguak memecah kesunyian. Dan lagu
seruling yang dimainkan anak gembala membuat Tiang Le menoleh ke samping
kirinya. Ia melihat anak kecil yang asyik sekali menyuling sambil duduk di punggung
kerbau yang berjalan lambat-lambat sambil merumput. Senang sekali hati si kerbau
akan rumput-rumput yang gemuk di bawah kakinya. Sebentar-sebentar ia
mengangkat kepalanya dan menguak. Tertunduk lagi. Merumput lagi.
Memang suasana di lereng bukit ini sangat indah sekali pemandangannya.
Diam-diam Tiang Le mengagumi akan keindahan alam ini. Diam-diam ia
memperhatikan si anak gembala menyuling. Diam-diam ia juga menyenangi suara
kerbau menguak. Memang sesungguhnyalah bahwa semuanya ini tidak berada di puncak. Di
puncak hanya ada salju-salju yang bengumpal-gumpal. Tidak ada di sana kerbau
merumput, atau kerbau meluku. Oleh karenanya tiada pernah terdengar suara
kerbau menguak, apalagi suara seruling anak gembala. Tak ada!
Tiang Le termenung. Tiang Le duduk di pinggir jalan kecil pada sebuah batu yang menonjol. Tiba-tiba
namanya dipanggil seseorang. Suara itu merdu sekali. Suara seorang gadis.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 5
yoza collection Tiang Le melihat bahwa yang memanggil namanya tadi adalah sumoaynya
yang kedua, Liem Sian Hwa.
Gadis itu berjalan menghampirinya. Senyumnya yang cerah menghias
sepasang bibirnya yang merah berkilat ditimpah cahaya matahari. Mata Liem Sian
Hwa bersinar memandang Tiang Le.
t Sian Hwa. Benar-benar sulit ia meninggalkan Tiang-pek-san ini. Baru saja ia tadi dihalanghalangi oleh suhengnya Liok Kong In dan Bwe Hwa. Sekarang datangnya lagi
sumoaynya, Sian Hwa. Benar-benar membuat ia geleng-geleng kepalanya.
hendak mencari musuh-musuh suhu, makanya aku cepat-cepat mengejarmu.
Untung kau belum jauh dan aku dapat mengejarmu. Eh suheng yang baik hati
Tiang Le menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ia memandang sumoaynya. Menatap tajam.
-moay janganlah kau menghalangperlahan. Ia sebenarnya tidak tega menyakiti hati Sian Hwa. Entah mengapa dengan
Sian Hwa hatinya lemah. Dan sesungguhnya ada kegirangan hati waktu mendengar
Sian Hwa hendak ikut dengannya, ada dirasakan kehangatan itu waktu gadis ini
muncul di depannya. Tetapi tentu saja ia menyadari tak mungkin gadis ini ikut
dengannya. Ia tahu benar bahwa jie-suhengnya yang bernama Song Cie Lay itu
diam-diam mencintai Sian Hwa dan ia tidak boleh menyakiti hati jie-suheng.
Tak boleh. Tiang Lee menggelengkan kepala.
Tiang Le berdesir mengeluarkan gejolak hati, waktu lengannya disentuh tangan
halus Sian Hwa. Gila! Tiang Le berteriak dalam hati. Tak boleh terjadi. Tak boleh
terjadi! Tak boleh. Tak boleh aku berperasaan dengan sumoay!
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 6
yoza collection wa merajuk. Tiang Le melihat tatapan sinar mata gadis begitu sayu dan lembut, dan apabila
setetes air bening itu melonjak antara kedua pipi si gadis. Ingin sekali ia
mengangkat tangan ini dan menggerai-gerai menghapusi lembut pipi-pipi yang
basah itu. Le mengeluh. Hatinya merenyuh. Ingin sekali saat itu ia menghibur sumoaynya ini.
Memeluknya erat-erat. Dan mengatakan: jangan kau menangis sayang.. . . jangan
membuat hatiku susah. Akan tetapi Tiang Le berkata:
-suheng akan mencariSian Hwa menggelengkan kepalanya. Sementara air matanya bertambah
bersari-sari bertambah lembab tatapan mata itu, bertambah basah.. . .
-moay jangan memberatkan perjalananku.. . . , jangan membuat hatiku
membanting-bantingkan kakinya. Air matanya bertambah bercucuran.
u sumoaynya ini berbuat demikian susahlah untuk
mencegahnya. Ia tahu sumoaynya ini keras hati. Apalagi kekerasan hatinya disertai
air mata, mampus ia. Mana Tiang Le tega untuk membiarkan sumoaynya berbuat
demikian. Ia pusing tak tega melihat wanita menangis. Paling takut! Tiang Le, kau
lemah hati! mengikutiku. Bolehlah! Tapi ingat Sian Hwa-moay, mengikutiku.. . . tidak sama tinggal
di puncak. Kau akan mengalami banyak kesusahan dan kesengsaraan, Hwaberkata Tiang Le, memegang kedua bahu Sian Hwa.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 7
yoza collection Tiba-tiba Sian Hwa tersenyum. Manis sekali senyum gadis itu di antara deraian
air mata yang masih melencah-lencah lincah. Terkesiap juga Tiang Le. Aneh
memang sumoaynya ini, sebentar marah-marah dan menangis, sebentar
tersenyum dan tertawa. sebutan barusan betapa mesranya terucap dari ke dua belahan bibirnya Sian Hwa
dan Tiang Le menyadari ini. Tanpa berkata apa-apa lagi ia menarik tangan Sian
Maka kedua orang itu berjalanlah perlahan dan lambat-lambat menyusuri
tepian jalan kecil di lereng gunung. Indah sekali pemandangan ini dirasakan oleh
Tiang Le. Segala yang dilihatnya itu sekalian alam ini menyambutnya dengan
senyum berseri-seri. Mega mendung di puncak menurun lambat. Sementara matahari di atas kepala
mulai tersapu awan hitam yang menutupi. Seekor kerbau berlalu menyilang di
depannya. Menguak panjang membawa seorang anak gembala yang tadi meniup
suling. Burung-burung di atas berterbangan rendah.
Tiang Le berjalan di samping kiri Sian Hwa.
-moay kita harus mempercepat.. . . Lekaslah, sebentar lagi tentu hujan
an si gadis. Sian Hwa mempererat pegangan
tangan itu. tangan itu. Tiang Le menoleh. Ingin sekali ia bertanya, Sumoay, mengapa kau menyebut Tiang koko (kanda
Tiang) mengapa tidak Tiang suheng" Akan tentu saja Tiang Le tak sempat
menanyakan itu karena titik hujan sudah terasa jatuh menimpah mukanya.
Di atas awan hitam sedang memberat hendak jatuh.
berlarian di pematang persawahan itu. Hujan tiba-tiba menderas. Kilat dan guntur
menggelegar. Kini ke dua-duanya menjadi basah kuyup. Tempat berlindung tidak ada di
tengah-tengah pesawahan yang luas itu. Sementara hujan semakin menggila.
Menghempas tubuh ke dua orang muda yang tengah berlari-lari mencari tempat
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 8
yoza collection untuk berteduh. Di sebelah depan nampak kabut putih bergulung-gulung, petir
menyambar tiga kali mengejutkan Sian Hwa.
Kasihan sekali hatinya melihat sumoaynya sudah menggigil kedinginan. Wajahnya
biru. Sebuah petir menyambar lagi berkeredep menerangi alam yang tertutup kabut.
-moay.. . . di sana itu ada
sebuah po Tiang Le menarik tangan Sian Hwa. Benar saja ada seratus meter mereka
berjalan di depan itu, di tengah, pematang sawah, sebuah pondok tua terdapat di
situ. Berkereot hendak rubuh pondok itu dipermainkan angin kencang yang bertiup
membawa deraian air hujan.
Tanpa memperdulikan keadaan pondok yang hampir rubuh itu Tiang Le dan
Sian Hwa memasuki ke dalam. Setelah Tiang Le meneliti, legalah hatinya karena
pondok itu cukup tahan dari serangan angin dan tak mungkin rubuh. Di dalamnya
cukup lega. Berukuran empat persegi dan di sana terdapat sebuah dipan kayu dan
banyak jerami terdapat di kolong dipan itu.
Kini, di sini ini mereka terhindar dari serangan angin dan hujan yang menggila
bagai dicurahkan dari langit. Melihat Sian Hwa menggigil pucat, segera Tiang Le
mengambil seunggukan jerami kering dan sebentar pula pondok itu sudah menyala


Pendekar Lengan Buntung Seri 1 Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

api unggun yang menjilat di tengah-tengah ruangan pondok. Merasa hawa panas
dan segera Sian Hwa mendekati api unggun itu. Tiang Le tertawa sambil mengusap
tetesan air hujan yang meleleh di pipinya dan menggeraikan rambutnya yang
basah. Di antara cuaca yang diterangi cahaya api unggun yang menjilat-jilat
terhembus angin, Sian Hwa tersenyum. Manis sekali senyum itu.
ini, biarpun api neraka yang membakar tubuhku, asalkan beserta dengan engkau,
tu perasaan hati yang menggejolak.
Tiang Le terkesiap. Betulkah itu perkataan yang keluar dari bibir Sian Hwa" Oh
alangkah indahnya menyentuh-nyentuh liang hati yang kosong ini. Sudah lama ia
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 9
yoza collection mendambakan kata seperti itu yang keluar dari mulut sumoaynya. Sudah lama
sekali. Tapi baru sekarang ini sumoaynya mengutarakan secara blak-blakan.
Dirasakan ada sesuatu perasaan hangat di hati Tiang Le. Bukan perasaan
hangat yang memancar dari api unggun di depannya itu. Melainkan perasaan
hangat yang membawa bahagia
koko.. . . dengan aku begitu, jangankan hujan lebat seperti ini, biarpun api neraka
yang membakar tubuhku, asalkan beserta dengan engkau, aku akan bahagia sekali,
-moay mengapa begitu, mengapa di dekatku engkau
perkataan indah seperti tadi. Ingin sekali. Lama ia menanti.
-pek itu. hatiku sudah terpaut deng mengatakannya kepadaku, sikap-sikapmu yang aneh itulah yang membuat aku
yakin bahwa kau cinta kepadaku koko. Katakanlah bahwa kau cinta padaku.. . .
mengendalikan perasaan hati. Matanya begitu sayu memandang Tiang Le.
Sebuah kilat menyambar berkeredep menerangi wajah sayu itu. Tiang Le
meletakkan jarinya di atas pipi yang basah. Tanpa disadari kedua tangannya itu
merangkul Sian Hwa. Dan bagaikan ada tenaga magnit yang kuat luar biasa, tangan
si gadis membalas pelukan Tiang Le. Ke dua-duanya kini saling berangkulan.
Hujan bertambah menggila.
Langit di atas begitu muram. Diberati oleh awan-awan hitam berkejaran
menutupi alam ini. Suara angin dan hujan meningkah menyaingi guntur yang
menggelegar hendak memecah bumi. Sesosok tubuh manusia menggigil di luar
pondok itu. Tubuh seorang gadis remaja yang tengah basah kuyup ditimpa butirbutir hujan yang merupakan peluru-peluru yang menimpah kepala dan tubuh gadis
itu. Tubuhnya menggigil. Bukan menggigil karena dinginnya hujan. Akan tetapi ia menggigil melihat
pemandangan di dalam pondok itu. Pamandangan yang membuat hatinya
membara. Lama gadis itu berdiri di luar pondok itu mematung, sementara matanya
bercucuran menjadi satu dengan air hujan yang menimpahi wajahnya.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 10
yoza collection Kemudian dengan bentakan keras ia menerjang maju dengan pedang yang
sudah terhunus di tangan. Pedang itu menggigil. Meluncur dengan amat cepatnya
menyambar tubuh Tiang Le dan Sian Hwa yang tengah tenggelam dalam
gelombang asmara yang mengombang-ambing!
membobolkan atap pondok dan ke dua-duanya itu terguling di tanah yang
menggenang air. Begitu Tiang Le membalikkan tubuh dan berdiri, ia menjadi terkesiap. Kaget,
melihat sumoaynya yang pertama itu sudah menerjangnya lagi dengan gerakangerakan jurus ilmu pedang yang dahsyat.
bentak Tiang Le mencelat ke kiri menghindarkan sambaran
pedang yang amat kuat itu. Air hujan memercik tersambar pedang di tangan Bwe
Hwa. Dada si gadis turun naik saking hebatnya, kawah apa itu hendak meletus
dikungkungi api cemburu yang membuta.
e, kau.. . manusia binatang! Bilang mau mencari musuh, tidak tahunya
Hwa menyambar lagi. Hebat sekali sambaran dari jurus-jurus Tiang-pek-kiam-hoat
ciptaan gurunya ini. Akan tetapi menghadapi Tiang Le yang sudah mengenal baik
akan ilmu pedang itu, dengan mudah saja ia mengelak, dengan menonjolkan
tubuhnya ke belakang, mata pedang itu lewat di depan dadanya. Dan sekali tangan
Tiang Le bergerak, siku Bwe Hwa telah tertotok dan menjadi lumpuh seketika itu
juga. Melihat ini Sian Hwa menghampiri sucinya.
Bwe Hwa mendengus marah. Matanya berapi memandang Sian Hwa dan Tiang
Le. Dadanya cemburu. -suheng Song Cie Lay menanti-nantimu
dan mencari setengah mati, sedangkan kau disini enak-enakan berpacaran dengan
sam-suheng, ah.. . . . kepingin aku tahu bagaimana sikap jie-suheng melihat engkau
berpelukan seperti itu dengan sam-suheng. Benar-benar perempuan rendah, tak
wajahnya. Pendekar Lengan Buntung - Halaman 11
yoza collection suheng itu mencintaimu" Kepingin sekali aku melihat jie-suheng mengamuk
melihat pacarnya berbuat serong terhadap laki-
menjadi terkejut sekali, mengapa dalam sekejap saja totokannya tadi pada siku Bwe
Hwa telah terbebas. Tak dapat berpikir lama-lama ia karena pedang di tangan Bwe
Hwa sudah mengamuk dengan sengit menyerang Tiang Le.
-kali Sian Hwa menjerit-jerit
memisahkan ke dua orang suheng dan sucinya itu. Angin bertiup sangat kencang
sekali dibarengi suara petir yang masih berkeredepan di angkasa gelap.
Limapuluh jurus sudah Tiang Le melayani sumoaynya ini. Tak mau ia
mengangkat pedang, ia mengelak terus ke kiri ke kanan mundur ke belakang.
Sepuluh meter di belakangnya itu mengalir deras sebuah sungai yang meluap
airnya. Melihat Tiang Le mundur-mundur dan tidak balas menyerang, bertambah panas
hati Bwe Hwa. Pedangnya dengan sengit menyambar-nyambar berkeredep
mencari sasaran di tubuh Tiang Le.
Heran sekali. Mengapa ia begitu sengit sekarang terhadap suheng ini" Tak tahu
ia, kini api cemburu telah membuat ia mata gelap. Pikiran sehatnya telah lenyap
terselubung oleh pemandangan yang barusan menusuk-nusuk hatinya.
Pemandangan di mana Tiang Le dan Sian Hwa berpelukan.
Hwa membentak. Memainkan pedangnya dengan sengit.
-tengah dan menangkis pedang Bwe
Hwa. Bertambah panas hatinya, ia mendelik memandang sumoaynya.
suara Sian Hwa memohon. Ia memandang sucinya dengan air mata basah.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 12
yoza collection -tiba Bwe Hwa bertanya. Matanya tajam menusuk. Seakan-akan hendak menembus jantung hati
sumoaynya. Sian Hwa tertegun sekali melihat sucinya yang mengajukan pertanyaan yang
aneh kedengarannya ini. Ia terdiam. Tertunduk.
lagi Bwe Hwa bertanya. Tentu saja melihat bahwa sucinya ini berbicara dengan serius, maka Sian Hwa
juga hendak menunjukkan keseriusan itu. Meskipun hatinya tak enak untuk berterus
terang di depan sucinya ini. Ia tahu betul. Ia tahu betul. Bahwa sucinya ini mencintai
Tiang Le, tak heran kalau barusan sucinya ini ngamuk dan kalap oleh karena di
dalam pondok tadi ia dan Tiang Le berpelukan. Sebetulnya tak tega ia menyakiti
hati sucinya. Akan tetapi ia juga mencintai Tiang Le, mencintai sam-suhengnya itu.
Maka katanya: Berkilat mata Bwe Hwa. Sebuah belati menghujam ulu hatinya. Teramat perih
dan pilu. Ia memandang tajam ke arah sumoaynya dan melihat betapa mata Sian
Hwa menjadi basah. Lulu hatinya. Ia tersenyum pahit.
rkata demikian Bwe Hwa menghampiri Tiang Le dan memeluknya. Terasa dadanya menjadi hangat
oleh deraian air mata si gadis yang basah menembus baju di bagian dada.
Suara Bwe Hwa terisak. Tiang Le memeluk. Membalas pelukan Bwe Hwa. Legalah hatinya bahwa Bwe
Hwa tidak kalap. Ia menarik napas panjang. Matanya terpejam. Setitik matanya
membasah. Sebuah petir menyambar. Berkeredep di udara. Dan Tiang Le kaget setengah
mati. Sebuah sinar perak menyambar lehernya. Tak keburu ia menangkis, dalam
keadaaan kegugupannya itu, ia lalu miringkan lehernya.
darah merah mengucur deras dari lengan yang sudah buntung sebatas pundak.
Sebuah tangan manusia menggeletak di kaki kanan Tiang Le.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 13
yoza collection Dan Tiang Le terhuyung mundur dua tindak. Mundur ke belakang. Matanya
membelalak memandang Bwe Hwa. Rasa sakit yang berdenyut-denyut pada lengan
kanannya membuat kepalanya berputar-putar, ia manjerit lirih. Dan roboh pingsan.
membacok dengan gerak tipu Batu Gunung Menimpah Jurang. Bacokan ini hebat
sakali dan demikian tepatnya, sehingga tak mungkin dielakan lagi. Terpaksa Bwe
Hwa menangkis dengan pedangnya yang berlumur darah merah.
-bunga api berpijar dan Sian Hwa merasa tangannya bergetar
hebat. ara saking marahnya. Air hujan menghempas wajahnya yang sudah membara.
Di antara renyaian air hujan itu, Bwe Hwa tertawa.
-suheng amat angkuh dan sombong, dia selalu tidak
mau melayani pedangku. Nah, sekarang puaslah hatiku. Aku bisa menaklukkannya.
Membuntungi lengan kanannya. Kepingin aku tahu, setelah lengannya buntung,
maju. Matanya berapi-api memandang sucinya. Pedangnya bergetar-getar.
Mendesing-desing menebas butir-butir air hujan yang masih merenyai. Suara
pedang berkali beradu, mengeluarkan sinar perak dan kadang-kadang disertai
dengan makian dari Sian Hwa yang sudah panas hati.
Hwa kembali menyerang dengan pedangnya dan kali ini ia menggerakkan
pedangnya secara luar biasa, ilmu pedang Tiang-pek-kiam-sut yang sudah mahir
di tangan gadis ini. Akan tetapi menghadapi sucinya, yang juga mahir dengan jurusjurus ilmu pedang tersebut, dengan mudahnya saja ia melayani amukan Sian Hwa.
Boleh, boleh Hwa memekik-mekik kalap. Hujan masih turun. Ke dua orang gadis yang tengah bertempur itu tak menghiraukan lagi air sungai
yang sudah meluap. Tak menghiraukan lagi akan air sungai yang sudah menyerbu
ke duanya, membanjiri ke dua kaki sebatas betis si gadis. Air di bawah betis
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 14
yoza collection menggelombang-gelombang. Rumput-rumput dan sawah-sawah yang menghijau
sudah terlanda banjir. Udara gelap sekali. Pada saat itu berkelebat dua sosok bayangan. Langsung menyerbu ke dua gadis
yang tengah bertempur. Terdengar suara pedang beradu keras dan disertai
bentakan-bentakan mengguntur dari Liok Kong In, yang memang berwatak
berangasan itu. gapa kau menyerang Hwa-moay dengan kalap
bertanya. Anehnya, Kong In tidak menegur Bwe Hwa tapi ia menegur Sian Hwa
sedangkan Song Cie Lay menegur Bwe Hwa. Memang aneh di antara ke empat
orang muda ini. Sebetulnya Liok Kong In mencintai Bwe Hwa sedangkan Song Cie
Lay menaruh hati kepada Sian Hwa. Akan tetapi anehnya, di hati kedua gadis itu
malah lebih condong kepada Tiang Le"
-suheng, suci ini sud berkata Sian Hwa kepada Liok Kong In, matanya melirik di mana tadi tubuh Tiang
Le menggeletak. Akan tetapi betapa terkejutnya Sian Hwa melihat bahwa tempat
yang di mana tadi tubuh Tiang Le menggeletak kini telah mulai digenangi air
sebatas betisnya. Dan di situ tidak nampak Tiang Le. Wajah gadis itu menjadi pucat sekali.
pucat seperti mayat. Air hujan menempas wajah yang pucat itu.
heran, menatap gadis di depannya itu. Nampak di wajah Sian Hwa bayang-bayang
kecemasan meliputi hatinya. Tiba-tiba ia membentak kepada Bwe Hwa.
-gara engkaulah sam-suheng lenyap, mungkin hanyut terbawa air
Bergerak cepat menusukan pedangnya ke arah Bwe Hwa.
Kedua gadis perkasa ini sama memandang.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 15
yoza collection Tiba-tiba mata Bwe Hwa mengalir segelintir air mata. Pandangannya telah
menatap Sian Hwa. Suaranya perlahan sekali waktu ia berkata:
alah, maafkanlah aku kalau engkau
berlari dengan amat cepatnya.
Liok Kong In pucat wajahnya.
-suheng, Bwe Hwa.. . . telah membuntungi lengan Tiang Le.. . lihat.. . . darah Tiang
atas air membanjir. mengejar Bwe Hwa. ndarah yang mengambang di situ. Pandangannya menyusuri sepanjang sungai yang
tengah meluap itu. perlahan. Air matanya bercucuran lewat ke dua pipinya yang sudah basah oleh air
hujan. Rambutnya berderai kuyup basah. Wajahnya pucat sekali.
Hujan turun meranyai. -moay.. . . marilah kita kembali ke puncak.. . .
Dengan pandangan basah Sian Hwa menggelengkan kepalanya. Hatinya tengah
merenyuh kala itu. Seperti langit yang tengah menangis mencucurkan ait matanya
berderai-derai. -suheng.. . . aku tak akan kembali ke puncak, aku harus meninggalkan Tiangpek-s
itu menikam ulu hatinya Song Cie Lay.
Pemuda itu terperanjat. -suheng.. . . kita harus berpisah, aku.. . . aku harus turun gunung.. . dan kau.. .
kau.. . Ia menatap ke langit yang mendung, kemudian beralih ke air sungai yang
bergelombang. Memandang sayu.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 16
yoza collection berkata, menatap sayu si gadis.
Terkejut sekali Sian Hwa.
Ia menoleh. dan setelah itu aku akan mencari musuh-
sayu dan penuh cinta kasih dan yang satu lagi, mata Sian Hwa menatap penuh
permohonan. Lama keduanya seperti itu.
pertanyaan yang menyentuh di hati gadis itu.
Angin dingin bersepoi basah.
Sian Hwa menarik napas dalam.
jiwa raga. Harap kau maafkan
lama di situ dan dengan sekali berkelebat Song Cie Lay sudah kehilangan gadis
sumoaynya itu. Bersamaan dengan perginya Sian Hwa.
Song Cie Lay merenung seorang diri di situ. Hatinya pilu bukan main melihat
kenyataan ini. Kini menjadi kenyataanlah sudah bahwa apa yang ia kuatirkan
menjadi bukti. Tadinya ia hanya menduga-duga saja.
Akan tetapi bayangan itu sudah menjadi nyata. Seperti apa yang dia kuatirkan
terbukti sudah. Sian Hwa mencintai Tiang Le, oh, tiada kepedihan lain hati itu selain
kehilangan seorang kekasih. Segala impian-impian muluk menjadi pudar sudah,
seperti pudarnya awan hitam yang telah terbawa angin di atasnya.
is yang barusan saja meninggalkan dirinya. Lalu dengan langkah-langkah gontai ia
berjalan. Pendekar Lengan Buntung - Halaman 17
yoza collection Berjalan amat perlahan. Suara-suara air di kakinya mengericak. Setitik dua air
hujan menerpa-nerpa wajahnya yang kuyup.
Ia berjalan menuju ke puncak.
Amat perlahan langkahnya. Amat perlahan. Entah kapan ia sampai di puncak
Tiang-pek-san itu. Kalau tadi ia menuruni puncak itu dengan ilmu lari cepat
bersama suhengnya Liok Kong In, kini tak mau ia cepat-cepat sampai ke puncak.
Tak mau ia memperdulikan keadaan di sekelilingnya yang penuh kabut tebal
menghalangi jalan. Udara lembab dan basah. Tak perduli ia akan pakaiannya yang
basah kuyup, tak perduli rambutnya acak-acakan seperti setan kesiangan. Tak
perduli akan semuanya!

Pendekar Lengan Buntung Seri 1 Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya hati itu yang menjerit-jerit.
Hati yang merenyuh. Pandangannya nanar ke depan. Sekelumit bayangan wajah yang selama ini
merajai impiannya membayang di depan. Wajah Sian Hwa. Dan hati itu menangis.
Dan hati itu mengungkapkan sebuah senyum yang teramat pahit. Dan jiwa yang
Tak tertahankan hati yang merenyuh itu, maka menangislah Song Cie Lay.
Menangis sekuat-kuatnya, tak ada yang mendengar dan tidak ada yang
memperdulikan. Oleh sebab itulah, dia menangis, sebentar kemudian tertawa,
menangis lagi. Ah Cie Lay, kasihan kau!!
Memang itulah yang terbaik. Dengan menangis orang akan kehilangan sebagian
dari penderitaan. Dengan menangis sedikit kepedihan hati itu dapat dilupakan!
Pegunungan Tiang-pek-san penuh dengan puncak-puncak yang tertutup salju,
dan di mana-mana terdapat gumpalan-gumpalan es. Melalui daerah ini orang harus
berhati-hati. Hampir saja Cie Lay menemui bencana ketika dia meliwati sebuah
sungai es yang lebar. Permukaan sungai itu nampak mengkilap laksana tebaran
perak, yang mencerminkan langit membiru di atas. Cie Lay berjalan perlahan, ia tak
memperdulikan dingin yang luar biasa menyelusup, dia tidak memperdulikan
tubuhnya yang sebagian menjadi kaku karena hawa dingin yang luar biasa
menyerangnya!! Ketika ia hampir sampai di puncak Tiang-pek-san yang tertinggi dari
pegunungan Tiang-pek-san, dari jauh ia melihat seorang berpakaian putih tengah
berjalan dengan perlahan-lahan, dan ia dibantu dengan tongkatnya yang panjang.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 18
yoza collection -sa mempercepat langkah kakinya.
Setelah ia dekat dengan kakek itu, Cie Lay melihat seorang kakek yang sudah
tua sekali. Rambutnya telah putih, tipis dan jarang, tertutup kain pembungkus
rambut yang dibungkusnya pada kepala menutupi ke dua telinga untuk mencegah
serangan angin dan hawa dingin. Muka kakek itu sudah penuh keriput berkulit putih
dan hanya sepasang matanya saja yang memperlihatkan kehidupan, karena
matanya masih tajam berpengaruh.
Jenggot dan kumisnya tergantung ke bawah seakan-akan tidak bertenaga lagi,
seperti juga tubuh yang kurus dan lemah. Benar-benar seorang yang sudah lanjut
usianya dan jalannyapun sudah kerepotan kalau tak dibantu tongkatnya.
Dengan gerakan yang amat tenang, kakek itu menoleh dan menatap wajah Song
Cie Lay, untuk beberapa lama tidak segera menegur karena ia amat teliti dan tidak
mau sembarangan membuka suara sebelum yakin mengenali betul siapakah
adanya anak muda di depannya ini.
us dan teratur susun kata-katanya. Pandangan matanya menatap tajam.
Cie Lay terkejut sekali melihat pandangan mata yang menusuk itu.
It Tianglo yang telah binasa di tangan Bong Bong Sianjin, Sianli Ku-koay dan Tethian Lomo. Tak tahu apakah locianpwe susiok dari HongSong Cie Lay maju memberi homat dengan sopan sekali. Ia tahu bahwa orang
ini, bukan kakek biasa.. . tatapan mata tadi sangat tajam dan menyembunyikan
kekuatan sin-kang yang telah mencapai tingkat tinggi, maka ia menduga, tentu
orang tua inilah susioknya.
Dan benar saja seperti dugaannya.
Kakek itu benar dari Hong-san.
memang dari Hong-san. Siapa kira kalau di Tiang-pek-pay ini sunyi mati. Ke mana
-murid sudah binasa, hanya
-saudaramu yang lain, baru saja aku ke Tiang-pek-pay.. . . tiada
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 19
yoza collection Cie Lay perlahan sekali. Dan ini tak lepas dari pandangan si kakek dari Hong-san.
Swie It Tianglo turun gunung dan ceritakan pula kejadian-kejadian di sini.. . aii.. . tidak
disangka siangek dari Hong-san berjalan menuju puncak. Cie Lay mengikuti di belakang.
Diam-diam ia merasa kagum sekali melibat langkah-langkah yang demikian
ringan dari si kakek. Nampak kaki yang tua kurus kering itu seakan-akan melayanglayang tak menginjak tanah, hanya jubah pakaiannya itulah yang berjuntaian
menyentuh tanah. Kagum hati Cie Lay. Kakek ini amat tua sekali, tentu umurnya tidak jauh dari
tujuhpuluh tahun, ia itulah adik seperguruan dari Swie It Tianglo, meskipun ia hanya
sute dari Swie It Tianglo akan tetapi kepandaian kakek ini jauh di atas Swie It
Tianglo, suhengnya, tentu saja kakek pertama ini yang tinggal di puncak Hong-san,
selalu melatih diri dan di tempat yang sunyi itu, di puncak Hong-san ia telah
menciptakan sebuah ilmu silat yang hebat luar biasa yang bernama ilmu silat
Hong-san-cap-ji-liong-sin-kun-hoat (duabelas pukulan naga sakti dari gunung Hongsan).
Sejak muda kakek yang bernama Seng Thian Taysu ini gemar sekali bertapa.
Dan selalu mengasingkan diri di puncak-puncak pegunungan yang sepi dan jauh
terasing dari dunia ramai. Hal ini sudah wajar karena pada masa itu, ilmu silat tinggi
kebanyakan dimiliki oleh para pertapa, dan pendeta suci.
Ilmu silat yang tinggi selalu berdekatan dengan ilmu kebathinan, maka tentu
saja semakin tinggi orang itu memiliki ilmu bathin, semakin kuat pula tenaga bathin
yang tersembunyi di dalamnya, bersumber menjadi tenaga sin-kang yang luar
biasa. Tentu saja karena Seng Thian Taysu sebagai pertapa maka tiada lain
pekerjaannya memperdalam tenaga kebathinan dan juga memperdalam ilmu
silatnya. Maka sekarang, Seng Thian Taysu jauh berbeda dari sepuluh tahun yang
lalu. Sebenarnya ia tidak hendak turun gunung, akan tetapi mendengar betapa
suhengnya binasa di tangan musuh-musuh jahat dan semua anak murid Tiangpek-pay binasa, maka dengan hati penasaran Seng Thian Taysu ini beranjang ke
sana sini. Di sini inilah sekarang dia mendengarkan cerita dari seorang murid kedua
dari Swie It Tianglo, orang-orang satu-satunya yang masih berada di puncak Tiangpek-san.
ooOOoo Pendekar Lengan Buntung - Halaman 20
yoza collection Seperti juga gunung-gunung besar lainnya, pegunungan Tiang-pek-san ini
menjadi perhatian para orang gagah di dunia kang-ouw. Bukan saja pegunungan
ini terkenal dengan puncak-puncaknya yang amat tinggi menjulang dan selalu
tertutup salju, akan tetapi yang menarik perhatian dunia kang-ouw adalah
berdirinya sebuah partai persilatan yang bernama Tiang-pek-pay.
Seperti halnya partai-partai Hoa-san-pay, Kun-lun-pay, Go-bie-pay, Bu-tong-pay
dan banyak lagi partai-partai persilatan lainnya. Tiang-pek-pay ini berdiri pada lima
tahun yang lalu setelah diadakannya perebutan gelar pendekar nomor satu di
puncak Tiang-pek-san ini.
Pada saat itu Swie It Tianglo yang kebetulan mengikuti sayembara perebutan
gelar pendekar nomor satu menjadi tertarik hatinya dan tergerak melihat
pemandangan yang indah dan bersih di puncak yang selalu bersalju. Maka setelah
perebutan gelar itu, meskipun ia sendiri tidak dapat mencapai sebutan pendekar
nomor satu akan tetapi ia lantas saja berhasrat mendirikan sebuah partai di puncak
ini. Maka tak lama kemudian dunia persilatan dikejutkan oleh berdirinya partai
Tiang-pek-san yang dikuasai oleh Swie It Tianglo.
Ada seratus lebih anak murid Tiang-pek-pay dalam waktu yang singkat. Mereka
itu kebanyakan terdiri dari para Locianpwe (orang tua gagah) yang menggabungkan
diri ke dalamnya. Tentu saja karena nama Swie It Tianglo sudah terkenal di dalam
dunia persilatan, maka banyak orang gagah yang mendukung berdirinya partai
tersebut. Di antaranya yang menggabungkan diri adalah tiga orang gagah dari daerah
sungai Huang-ho masing-masing bernama Swi Seng-thian, Wi-wi Taysu, dan
seorang kakek aneh dari Bu-tong-pay yang bernama Bu-tong-koay Lojin It Swi Jin.
Tiga orang gagah itu terkenal di daerah Huang-ho sebagai Huang-ho-sam-enghiong
dan juga terdapat pula seorang kakek tua dari Tay-san yang bernama Tay-san-sinkiam-hiap Kwee Lung. Dan banyak lagi dari dunia kang-ouw yang menggabungkan
diri mendukung kekuatan partai Tiang-pek-pay ini.
Di antara murid-murid kaum tua, Swie It Tianglo juga mengambil lima orang
murid, dua orang wanita dan tiga pria. Mereka itu adalah Liok Kong In sebagai murid
pertama, Song Cie Lay sebagai murid kedua, dan Sung Tiang Le adalah sebagai
murid ketiga dan keempat seorang wanita Lie Bwe Hwa dan yang kelima adalah
Lim Sian Hwa. Akan tetapi di antara ke lima orang murid Swie It Tianglo itu, yang paling
menonjol adalah Sung Tiang Le. Bukan saja pemuda ini berparas cakap seperti Poa
An, akan tetapi di samping wajahnya yang cakap itu, ia mempunyai hati yang
lembut, selembut bulu domba. Dan kata-katanya halus, tidak seperti Liok Kong In
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 21
yoza collection yang kasar dan berangasan yang selalu ingin menang sendiri. Dan anehnya, Tiang
Le ini paling disenangi oleh dua orang gadis sumoaynya, Lie Bwe Hwa dan Lie Sian
Hwa. Seakan-akan dua orang gadis itu berlomba-lomba hendak menarik perhatian
Tiang Le. Dan selalu hendak mendekatinya apabila kesempatan itu ada. Tiang Le
bukan tidak tahu ini. Ia tidak buta. Ia tahu betul bahwa dengan diam-diam dua orang
sumoaynya ini menaruh hati kepadanya, justru itu ia selalu menjahui diri dari dua
orang gadis ini. Meskipun ada dirasakan di hatinya lebih condong kepada Sian Hwa.
Tetapi ia tak boleh membabi buta. Ia tahu betul bahwa suhengnya yang kedua Song
Cie Lay sangat mencintai Sian Hwa. Ia tahu ini dari tatapan mata suhengnya
terhadap gadis sumoaynya, yang bernama Sian Hwa itu.
Ia tak mau menyakiti hati Jie-suhengnya yang selalu bersikap ramah
kepadanya. Oleh karena itu ia selalu menjauhkan diri dari Sian Hwa dan juga Bwe
Hwa yang hendak dijodohkan oleh suhunya buat Liok Kong In
Le. Menekan perasaan hatinya, apabila ia bertemu pandang dengan Sian Hwa dan
Bwe Hwa. Pada suatu pagi di puncak Tiang-pek-san, seperti biasanya ia berlima langsung
dilatih oleh gurunya Swie It Tianglo. Tempat latihan itu, di sebuah tanah datar yang
luas dan rata. Menjurus ke belakang terbentang sebuah jurang yang amat curam.
Indah sekali pemandangan di sini. Di tempat inilah ia melatih murid-muridnya.
Seperti biasanya apabila dia selesai memberi petunjuk-petunjuk kepada muridmuridnya, ia meninggalkan ke lima orang muridnya itu yang masih terus berlatih,
ia masuk ke dalam. Akan tetapi betapa terkejutnya hati orang tua itu, melihat sepucuk surat telah
terletak di meja. Di kamarnya. Dengan terheran, ia membaca surat itu. Terkejutlah
ia apabila pandangan matanya terbentur kepada huruf-huruf yang tertulis di kertas
itu. Ia membaca lagi. Swie It Lama sudah kita tidak bertemu,
sepuluh tahun sudah berlalu.. . ,
ingatkah kau kepadaku"
Bong Bong Siangjin ingin bertemu,
menagih hutang, sepuluh tahun yang lalu.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 22
yoza collection Demikian singkat surat itu. Akan tetapi, Swie It Tianglo yang sudah
berpengalaman dapat memahami isinya. Teringatlah ia sekarang bahwa sepuluh
tahun yang lalu ia pernah membunuh murid Bong Bong Sianjin. Inilah hebat, kalau
Bong Bong Sianjin sudah mengirimkan surat seperti ini.
Ini merupakan tantangan yang berat. Ia mengenal baik siapa itu Bong Bong
Sianjin, kakek dari puncak Thang-la di bukit harimau. Masih bersaudara seperguruan
dengan Bu Beng Sianjin. Terkejutlah ia. Ia menyadari bahwa kepandaiannya belum
dapat menandingi Bong Bong Sianjin!
-diam ia memutar. Bukan ia takut
kepada Bong Bong Sianjin. Baginya sendiri tidak pernah mengenal rasa takut. Akan
tetapi, sebagai ketua Tiang-pek-pay ia merasa bertanggung jawab terhadap seratus
lima orang muridnya. Tak mau urusan pribadinya ini membawa korban jiwa bagi
murid-muridnya yang tak tahu apa-apa. Apalagi ia merasa sayang kepada lima
orang muridnya yang masih muda-muda ini! Tak boleh mereka disangkutkan
dengan urusan pribadiku! Swie It Tianglo berlalu meninggalkan kamarnya. Ia menuju kamar sebelah di
mana Tay-san-sin-kiam-hiap telah menantinya,
-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung melihat kedatangan
pangcunya. Begitu dilihatnya wajah Swie It Tianglo muram dan seakan-akan ada
sesuatu yang mengganjal hatinya, maka Kwee Lung menegurnya.
-sansin-kiam-hiap Kwee Lung.
Swie It Tianglo memberikan surat itu kepada sahabatnya ini.
Kwee Lung. -te. Aku tak ingin karena urusan
pribadiku ini akan menyeret-nyeret nyawa anak murid Tiang-pekLung berkata gagah.
Swie It tersenyum. -te, tapi apakah kau tidak memikirkan ke
seratus anak muridku dan ke lima orang muda itu" Ketahuilah Lung-te, kepandaian
Bong Bong Sianjin begitu hebat. Aku sendiri tak mampu menandinginya.. . . aaah, akan
hancurlah Tiang-pek- Pendekar Lengan Buntung - Halaman 23
yoza collection -pekteriak Tay-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung.
Swie It Tianglo menggeleng-gelengkan kepalanya,
-musuhku, eh Lung-te kau -pek-pay itu berbisik perlahan di dekat telinga Tay-sansin-kiam-hiap Kwee Lung. Nampak Kwee Lung menganggukkan kepalanya.
berkata Swie It Tianglo meninggalkan Tay-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung.
Di ruang belakang Swie It Tianglo berkata kepada murid-muridnya.
-pek-san kirakira limapuluh lie dari sini terdapat sebuah pohon yang bernama Ang-to, buah angto itu besar sekali khasiatnya muridku. Ratusan orang kang-ouw berani
mempertaruhkan nyawanya untuk mendapatkan buah yang hanya terdapat di
sepanjang lereng pegunungan Tiang-pek-san, yaitu sebuah lembah yang bernama
Lembah Merpati, dan pohonnya hanya berbuah setiap lima tahun sekali. Kau mau
o menghentikan perkataannya, menatap ke lima
orang muridnya berganti-ganti.
suhunya yang aneh itu. Kong In dan Cie Lay, serta Bwe Hwa juga menanti uraian
suhunya lebih lanjut. Hanya Tiang Le yang mengerutkan kening, seakan-akan tengah memikirkan hal
buah ang-to yang aneh itu. Sepanjang menurut pendengarannya buah ang-to itu
tidak terdapat di lembah merpati, melainkan di puncak Hoa-san. Tapi mengapa
suhunya mengatakan di Lembah Merpati. Mungkinkah di sana terdapat buah ajaib
itu" Ia termenung. Sementara gurunya melanjutkan ceritanya:
-to (buah merah) ini dapat
merupakan jim-som yang mukjijat sebagai tonikum yang baik untuk kesehatan
tubuh, akan tetapi juga Ang-to ini berkhasiat untuk menyembuhkan luka-luka yang
parah, dapat dengan segera menghilangkan racun yang menjalar di tubuh, dan
terutama sekali apabila orang makan buah itu, tenaga lweekangnya akan berlipat
ganda dan gin-kangnya bertambah ringan, tidak kalah orang melatih diri selama
duapuluh tahun. Nah, oleh karena itu muridku, aku merasa buah ang-to itu banyak
sekali faedahnya untuk perkembangan tubuh kalian, maka hari ini kuperintahkan
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 24
yoza collection sekarang juga kalian turun meninggalkan puncak dan carilah buah itu di lembah
Ke lima orang anak muda itu termenung.
Tiang Le ini sangat hati-hati sekali mengambil tindakan sesuatu. Dan yang membuat
hatinya meragu adalah perkataan gurunya ini bergetar, seakan menyembunyikan
perasaan sesuatu yang tidak terungkapkan.
Diam-diam Swie It Tianglo kagum sekali kepada muridnya yang ketiga ini. Ia
tersenyum dan berkata: perti rejeki ini. Semua manusia hidup
telah dikurniahkan rejeki secukupnya oleh Thian yang baik hati. Namun rejeki itu
tidak akan turun dari langit jika tidak dicari. Dunia ini penuh dengan kekayaan alam
yang berlimpah dan itu telah diciptakan oleh Thian untuk kehidupan manusia.
sumber-sumber kekayaan alam yang bermanfaat untuk kehidupan manusia.
Manusia hidup harus berusaha, harus mencari, menggarap ah.. . . muridku, kekayaan
alam ini tiada batasnya" Amat melimpah ruahh.. . namun celakalah bagi si pemalas!
Ia akan kehilangan rejeki itu, ia akan tertinggal oleh keganasan waktu yang
Terkesiap Swie It Tianglo, ia menatap tajam ke arah muridnya yang satu ini,
apakah mengetahui rencananya" Belum sempat ia bertanya, Bwe Hwa sudah
berkata ketus: Swie It Tianglo menarik napas lega.
Dia mengangguk. orangnya yang mendapatkan buah itu, aku akan menghadiahkan pedangku ini
kepadanya. Pedang Ang-hong-kiam ini sebagai lambang pimpinan Tiang-pek-pay!
Nah kalian pergilah.. . . Carilah Angberdiri dan masuk ke dalam.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 25
yoza collection Tak mau kalau murid-muridnya bertanya-tanya lagi. Semakin lekas muridnya
itu pergi, semakin baik. Apabila sampai di kamarnya diam-diam ia membuka jendela
angin dan memandang ke belakang.
Dilihatnya ke lima orang muridnya tidak ada di situ lagi. Legalah hatinya. Akan


Pendekar Lengan Buntung Seri 1 Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi di samping itu, ketegangan menyelimuti dirinya.
Nanti malam Bong Bong Sianjin datang dan ia harus menghadapinya. Lebih baik
mati seperti harimau dari pada menyerah kalah seperti babi!
Nanti malam ia harus mempertaruhkan nyawanya!
Tangannya merabah pedang Ang-hong-kiam. Diletakan pedang itu di atas meja.
Ia melirik melemparkan pandang melalui cela-cela jendela. Di luar senja sudah
mengambang. Sebentar lagi malam akan tiba.
ooOOoo Pada malam hari itu, sebuah bayangan yang amat gesit melompat-lompat di
atas genteng-genteng tebal dari komplek bangunan Tiang-pek-pay yang megah.
Bukan seorang, bayang-bayang berkekebat gesit itu lebih dari seorang. Tiga
bayangan manusia, sampai di depan pintu gerbang Tiang-pek-pay, ke tiga orang itu
berhenti. Memandang ke sekeliling, sunyi dan mati, hanya suara binatang gunung
dari kejauhan itu mengisi keheningan malam.
Tiba-tiba pintu gerbang Tiang-pek-pay terbuka.
Swie It Tianglo menyambut tamu malamnya itu dengan senyum lebar dan di
belakangnya, nampak Tay-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung dan beberapa orang tua
murid Tiang-pek-pay. -datang Swie It Tianglo menegur tamunya.
e It Tianglo, ketua Tiang-pekmenyelidik.
-pekdepan. Ia sudah bersiap siaga untuk menghadapi tamunya ini.
yang telah membunuh muridku" Bagus bersiaplah kau untuk menjumpai muridku
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 26
yoza collection dan angin dingin berpusing menyambar tubuh Swie It Tianglo dengan gerakan
cepat laksana kilat. Tentu saja Swie It Tianglo sudah memaklumi akan kehebatan
lawannya ini, maka begitu angin dingin menyambar dadanya. segera ia menggerak
tangannya mendorong ke depan.
aga dahsyat saling bertemu. Swie It Tianglo menggigil tubuhnya
dan muntah darah segar. Sedangkan Bong Bong Sianjin bergoyang-goyang saja
seperti tangkai bunga tertiup angin.
-pek-pay cuma segitu saja isinya. Hehehe gentonggentong koson
Tangannya siap hendak memukul ketua Tiang-pek-pay yang telah terluka di bagian
dadanya. Hebat memang kakek dari bukit harimau ini. Sekali gebuk saja Swie It
Tianglo muntahkan darah! Akan tetapi tentu saja ia tidak mundur sampai di sini.
Dengan menggeram keras ia menerjang Bong Bong Sianjin dengan nekad.
-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung yang mencegah
pangcunya yang bertindak nekad. Akan tetapi terlambat. Serangan Swie It Tianglo
disambut oleh ke dua tangan terbuka dari Bong Bong Sianjin. Terdengar suara keras:
-tulang Swie It Tianglo. Hebat bukan main pukulan maut
itu, hingga Tay-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung membelalak matanya. Pukulan apa
itu" Perlahan-lahan tubuh Swie It Tianglo roboh menggeletak di tanah. Napasnya
sudah putus. Mukanya hitam dan darah kehitaman mengalir dari mulut. Ke dua
tulang belakangnya berserakan. Inilah hebat. Bagaimana mungkin ketua Tiang-pekpay roboh dalam dua gebrakan saja"
Tidak terpikir lebih lanjut. Tay-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung sudah menerjang
maju. Kemudian ia disambut oleh dua orang teman Bong Bong Sianjin. Orang-orang
setengah tua itu, yang berpakaian seperti orang Tibet adalah Te-thian Lomo dan
yang satu lagi adalah nenek-nenek sakti yang terkenal di dunia kang-ouw sebagai
Sianli Ku-koay. Kedua orang inilah yang melayani Tay-san-sin-kiam-hiap Kwee
Lung. Tentu saja menghadapi kedua orang ini, sebentar saja Kwee Lung sudah
terdesak hebat. Sementara itu Bong Bong Sianjin memasuki ruangan dalam. Lima orang murid
Tiang-pek-pay maju dengan pedang di tangan. Akan tetapi begitu Bong Bong Sianjin
mengibaskan lengan jubahnya, pedang-pedang itu terlempar di udara. Dan sebentar
kemudian terdengar jeritan mengerikan dari ke lima orang kakek Tiang-pek-pay itu.
Kepala mereka pecah dan otak berhamburan tersambar angin pukulan dari ujung
jubah Bong Bong Sianjin. Hanya sebentar suara itu, kemudian senyap lagi.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 27
yoza collection Dengan langkah-langkah lebar, Bong Bong Sianjin memasuki ruangan tengah.
Sebuah papan nama yang bertuliskan Tiang-pek-pay hancur berantakan dipukul
dari bawah oleh kakek sakti ini. Tiba-tiba tangannya menggebrak tiang tembok dan
runtuhlah gedung tengah itu mengeluarkan debu yang berhamburan. Tidak sampai
di situ saja, ia terus melangkah memasuki ruang belakang.
Sianjin. Kakek ini tersenyum mengejek dan sekali tangannya bergerak, ke duapuluh
batang anak panah itu telah berada dalam genggamannya. Hebat. Dan lebih hebat
lagi waktu tangan itu bergerak. Terdengar jerit manusia di atas.
Jeritan yang panjang menghantar kematian orang-orang yang tersambar anak
panahnya sendiri menembus leher. Berkelonjotanlah tubuh-tubuh itu. Dan tak lama
kemudian, ke duapuluh orang yang melakukan serangan gelap tadi sudah
menggeletak tanpa nyawa. Sekali tangan kiri Bong Bong Sianjin bergerak, sebuah kepala manusia yang
tengah kelengar hancur berantakan dihantamkan kepada tembok dinding.
Kemudian darah membanjiri dari kepala manusia yang hancur berantakan itu. Bong
Bong Sianjin mengambil sebuah pit dan mencelupkan pada genangan darah itu dan
menulislah ia pada tembok putih bersih.
Kemudian ia ke luar meninggalkan tempat itu. Matanya mencari-cari kalau ada
manusia hidup yang terdapat di sini. Memang ia hendak memusnahkan seluruh
Tiang-pek-pay ini. Akan tetapi tidak didapatinya manusia hidup lagi. Dengan
tersenyum puas ia meninggalkan gedung Tiang-pek-pay.
Di luar Te-thian Lomo dan Sianli Ku-koay tengah menanti. Di bawah kaki mereka
menggeletak tubuh Tay-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung yang sudah tak bernyawa
lagi dengan dada tertembus pedang.
Kemudian sekali berkelebat ke tiga bayangan itu sudah lenyap dari puncak
Tiang-pek-san. Angin dingin berhembus perlahan.
Bulan purnama di atas tertutup mega.
Sementara suasana di puncak itu demikian sunyi dan mati.
Apabila pada pagi-pagi hari itu ke lima orang muda mendaki puncak Tiang-peksan, betapa terkejutnya hati mereka melihat tiada seorang pun, yang nampak pada
puncak itu. Tidak seperti biasanya. Biasanya apabila orang hendak sampai ke
puncak selalu kakek dari Tiang-pek-pay ini menjaganya dua atau tiga orang. Akan
tetapi kenapa sekarang demikian sunyi mati"
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 28
yoza collection Dengan perasaan tidak enak ke limanya berlari cepat mendaki puncak. Dan
apakah yang dilihatnya" Pertama-tama ia melihat mayat suhunya menggeletak di
muka gerbang itu, wajah menghitam hangus dan tulang-tulang berantakan. Tidak
jauh dari mayat suhunya, nampak mayat Thay-san-sin-kiam-hiap Kwee Lung yang
dikenalnya dan beberapa kakek Tiang-pek-pay lainnya.
Bagaikan terbang Tiang Le meloncat tinggi dan terus saja memasuki pintu
gerbang itu dan menuju gedung Tiang-pak-pay. Ruang tengah gedung sebagian
ambruk. Mayat sepuluh kakek Tiang-pek-pay nampak menggeletak dengan leher
tertembus anak panah. Tidak jauh dari situ ia melihat sebuah tulisan memakai tinta
darah manusia yang berbunyi,
-thian Lomo dan Sianli Ku-koay menuntut balas!!
dengan sekali berkelebat dia sudah memasuki kamar suhunya. Sebuah surat
suhunya tergeletak di atas meja.
Tiang Le membaca surat peninggalan suhunya itu.
Hanya itu yang ditulis gurunya.
Tahulah Tiang Le bahwa sengaja memang gurunya menyingkirkan mereka
berlima agar terhindar dari bencana ini. Surat gurunya itu hancur dalam
genggaman Tiang Le. ooOOoo kami menantikan kedatangan susiok. Akan tetapi siapa baru saja tadi pagi ke empat
mengakhiri ceritanya. Wajahnya muram. Keningnya dikerutkan.
Tentu saja ia tidak menceritakan tragedi cinta segitiga kepada susioknya ini.
Akan tetapi melihat wajahnya yang muram dan sayu, pandangan Seng Thian Taysu
yang tajam telah dapat menerka apa yang terkandung di hati orang muda itu.
-satunya murid Swie It yang masih berada di Tiangpek-san ini, maka biarlah aku menyediakan waktu untuk melatihmu. Mudahmudahan saja kelak di kemudian hari engkau dapat mengangkat kembali nama
Tiang-pek-pay yang sudah hancur berantakan ini.. . . Sekarang engkau kuangkat
menjadi muridku Cie Lay, bergiatlah kau b
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 29
yoza collection Mendengar perkataan susioknya ini, keruan saja Cie Lay menjadi girang hatinya.
Serta merta ia menjatuhkan diri berlutut di depan susioknya.
-pesan susiok dan mohon petunjukmu.
tua sakti dari Hong-san. Seng Thian Taysu menggerakkan ujung jubahnya dan keruan saja tubuh Cie Lay
yang tengah berlutut itu terangkat naik. Cie Lay mengerahkan lweekang dan
menekan ke bawah. Nampak tubuhnya tergantung di udara dalam keadaan berlutut.
Hebat sekali tenaga sin-kang kakek dari Hong-san ini. Hanya dengan ujung jubahnya
saja ia mampu mengangkat tubuh anak muda itu. Padahal Cie Lay sudah
mengerahkan lweekangnya menekan. Namun semakin ia mengerahkan tenaga,
semakin kuat tarikan dari atas.
Seng Thian Taysu tertawa terbahak-bahak.
bagaikan ada suatu tenaga yang amat dahsyat melemparkannya dari bawah.
Dengan cepat dia mengerahkan gin-kangnya dan berpok-say tiga kali, sesaat itu
pula ia sudah berdiri di depan Seng Thian Taysu.
belum tahu-tahu kakek itu berjungkir balik berdiri dengan kepala di bawah kaki di atas.
Berdiri tegak. Cie Lay jongkok, menjungkirkan tubuhnya dengan kepala di bawah. Akan tetapi
belum lagi ia sempat berdiri dan mengangkat kaki ke atas, dirasakannya kepalanya
pening bukan main. Belum dua menit ia berdiri jungkir balik seperti itu, ia sudah
roboh lagi dan sejuta bintang berputar-putar di atas kepalanya. Ia segera
mengerahkan hawa murni ditubuhnya mengusir rasa pening.
kau dapat berdiri sepertiku ini, dan apabila engkau sudah biasa, jalanpun enak saja.
Ke dua tangan Seng Thian Taysu menekan tanah, kepalanya agak terangkat
sedikit dan dengan kekuatan ke dua tangan itu berjalanlah ia berputar-putar. Tentu
saja untuk melakukan ini harus punya tenaga lweekang yang sempurna dan ginkang yang tinggi untuk mengimbangi tubuh.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 30
yoza collection Cie Lay mencoba lagi menurut seperti yang diberikan susioknya. Akan tetapi
berkali ia mencoba, selalu saja ia terguling roboh. Dan kepalanya berdenyut-denyut
keras. Keluhnya dalam hati. Celaka rupanya susioknya ini orang aneh. Melatih
lwekangnya dengan cara seperti itu.
Biasanya suhunya hanya mengajarkan latihan-latihan siulan (bersemedhi) saja
sambil bersila dan mengatur pernapasan di tempat terbuka. Tetapi sekarang
susioknya ini mengajarkan yang aneh-aneh. Berdiri berjungkir balik itu dengan
kepala di bawah, kaki di atas memang tidak mudah. Apalagi belum biasa betapa
cepatnya rasa pening itu menyerang kepalanya. Napasnya sesak.
Tentu saja Cie Lay tidak mengutarakan keluhannya ini. Ia memang anak cerdik
dan berkeras hati. Kalau susioknya demikian sakti dengan berlatih secara ini,
mengapa iapun tidak dapat"
Maka dicobanya lagi. Dicobanya lagi.
Terguling lagi. Roboh lagi. Seng Thian Taysu tertawa melihat muridnya yang pantang menyerah ini. Ia
tahu bahwa untuk taraf permulaan, tak mungkin orang berlatih terus saja dengan
kepala di bawah kaki di atas dan seharusnya memerlukan pertolongan pertama.
Maka melihat bahwa muridnya ini memang berbakat dan keras hati, Diam-diam
Seng Thian Taysu girang hatinya.
Dengan sekali enjotan ke dua tangannya pada tanah, tubuhnya membal ke atas.
Dan berdiri. Menghampiri Cie Lay.
Taysu menghampiri sebatang pohon besar.
Tanpa bertanya-tanya lagi, Cie Lay memanjat pohon itu. Sebetulnya ia bisa saja
dengan gin-kangnya mencelat ke atas akan tetapi tak mau ia menonjolkan
kepandaiannya yang tak berarti. Maka dengan memanjat seperti seekor monyet
sampailah ia di sebuah cabang pohon yang paling tinggi berdiri.
Tiba-tiba tangan kiri Seng Thian Taysu bergerak berkelebat menyambar ke dua
kaki Cie Lay dan membelit. Ternyata yang dilontarkannya tadi adalah sebuah sutera
merah. Dan sutera merah itu sudah membelit ke dua kaki Cie Lay dengan amat
kuatnya. Seng Thian Taysu tersenyum.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 31
yoza collection perintah susioknya dan diturut oleh anak muda ini dengan patuh dan percaya
kepada susioknya yang sakti.
Dan sejak hari itu, Cie lay diikat ke dua kakinya dan kemudian ikatan itu
digantungkan pada cabang pohon sehingga dia tergantung seperti seekor kalong.
-parumu. Perutmu akan selalu kempis kosong. Pusatkan hawa murni di perut dan perlahanlahan tariklah napas. Jangan hiraukan siksaan dari peredaran darah yang secara
membalik ini, akan terasa tak enak dan memusingkan kepalamu. Kulihat engkau
sudah pandai menggunakan hawa tian-tan (perut), nah salurkanlah hawa murni itu
dan tutuplah hawa di bagian kepala supaya sedikit demi sedikit engkau tiada
merasa pusing lagi. Nah kau perbuatlah itu seterusnya, di pagi hari yang terbuka
itu lebih baik lagi! Biarlah hawa dingin itu akan menggembleng tubuhmu, lama
kelamaan tenaga Im (dingin) akan berpusat di perut. Dan inilah tenaga Im-kang
yang hebat luar biasa. Tekunlah kau berlatih Cie Lay.. . . !
Demikianlah dapat dibayangkan betapa sengsaranya Cie Lay karena harus
berlatih secara ini. Beberapa kali ia pingsan dalam keadaan tergantung. Dan
hebatnya, apabila matahari belum naik tinggi, susioknya itu belum mau membuka
tali sutera yang melibat kakinya. Sehingga seringkali ia harus menghadapi
tantangan sinar matahari yang mengganas membakar tubuhnya. Dan perutnya
terasa lapar dan perih. Sementara tangannya yang terjuntai ke bawah itu sudah
dingin dan kaku, namun susioknya tak bagitu memperhatikan. Seakan-akan ia
sengaja melatih anak muda ini dalam hal kesengsaraan jasmani dan gemblengan
mental. Dan anehnya, Cie Lay tak pernah mengeluh. Dan tak pernah minta untuk
dilepaskan tali yang mengikat kedua kakinya.
Akhirnya beberapa bulan sudah, ia telah dapat melakukan siulan (semadhi)
seperti ini. Tidak lagi bergantung di atas cabang pohon dengan ke dua kaki terikat,
malah sekarang ia sudah dapat berlatih di atas tanah seperti susioknya. Berdiri
dengan ke dua kaki terpentang ke atas dan kepala di tanah.
Tidak terasa lagi kepeningan yang dulu selalu menghantui kepalanya. Sekarang
malah dirasakannya bertambah segar dan sehat apabila ia telah melakukan siulan
secara itu. Dan saking asyiknya ia, kadang-kadang terlupa makan dan minum.
Sampai tiga hari tiga malam! Diserang angin dan salju. Dibakar ganasnya matahari
di siang hari. Kini tubuhnya terasa ringan dan pikirannya terang.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 32
yoza collection Dan ia telah mendapatkan kepandaian yang istimewa.
Setelah itu, barulah Seng Thian Taysu menggembleng muridnya ini dengan ilmu
silat ciptaannya di puncak Hong-san. Tidak lagi ia berada di puncak Tiang-pek-san,
karena setelah berbulan-bulan berada di Tiang-pek-san itu, ia merasa rindu dengan
puncak Hong-san. Oleb sebab itu, di puncak Hong-san inilah sekarang Cie Lay menerima
gemblengan ilmu silat Hong-sun-cap-jie-liong-sin-kiam-hoat yang hebat luar biasa.
Sejak itu puncak Tiang-pek-san dilupakan orang!
ooOOoo Kita tinggalkan dulu Song Cie Lay yang tengah digembleng oleh susioknya Seng
Thian Taysu di puncak pegunungan Hong-san dan marilah sekarang kita mengikuti
pengalaman Sung Tiang Le yang buntung lengan kanannya karena ditebas oleh
pedang Bwe Hwa. Tentu saja karena ia tidak mengira akan serangan Bwe Hwa yang
tiba-tiba itu, maka tanpa dapat dielakkan lagi tangan kanannya telah buntung
sebatas pundak. Rasa terkejut dan heran membuat ia tak merasakan lagi akan lengannya yang
buntung itu. Matanya terbelalak memandang Bwe Hwa. Kemudian bersamaan rasa
nyeri yang menusuk-nusuk di bagian pundaknya, bersamaan itu dirasakannya pula
kepalanya berdenyut-denyut amat keras sekali. Ia terhuyung-huyung, sementara
hujan menyirami tubuhnya yang semakin kuyup. Darah merah menggenang di
bawah kakinya. Tak tahu lagi ia apa yang terjadi selanjutnya Karena ia telah pingsan
tak ingat suatu apa lagi!
Tak tahu Tiang Le kalau pada saat itu, ke dua sumoaynya bertempur matimatian. Ia tidak tahu kalau Sian Hwa telah mengamuk ganas menerjang Bwe Hwa
dengan sambaran-sambaran pedangnya.


Pendekar Lengan Buntung Seri 1 Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan apabila kedua gadis remaja itu tengah mengadu nyawa, tak tahu ia kalau
perlahan banjir yang menyerbu dari sungai itu mulai mengangkat tubuhnya,
membawanya ke arus yang amat deras sekali.
Tubuh itu sebentar timbul dan sebentar tenggelam dipermainkan oleh air
sungai yang kecoklat-coklatan menggelombang tinggi dan menurun lagi
menghempaskan tubuh yang belum sadar. Sementara hujan bertambah menggila.
Petir di atas berkeredepan laksana lidah api yang hendak membumi hanguskan
dunia ini. Dan guntur yang cerewet itu tak henti-hentinya menggelegar mengejutkan
makhluk-makhluk di bumi ini. Banjir telah nampak mulai meluap dari sungai itu
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 33
yoza collection melanda segala apa di sawah, menggulung sawah-sawah yang menghijau,
menghanyutkan batang-batang pohon dan ranting-ranting yang berserakan.
Apabila langit di atas mulai cerah, dan gerimis pun merenyai merupakan
tangisan yang tak kunjung henti dari riak gelombang. Mengalir tenang.
Menghanyutkan sesosok tubuh yang tiada jua sadar akan apa yang terjadi pada
dirinya. Air yang mengalir tenang, angin yang sudah meninggalkan riuhan yang
mengganas dan hanya sisa-sisa hembusan yang menyejukan dan di atas itu langit
semula berair dan suram buram menakutkan perlahan-lahan mulai sirna berganti
dengan latar belakang kebiruan yang amat cerah dan bersih.
Sebuah perahu meluncur perlahan, di dalamnya terdengar suara merdu
nyaring bersih mendendangkan sebuah lagu. Merdu sekali lagu, mengalun,
mengeriak di antara luncuran perahu melaju terbawa air deras. Sementara angin
berembus sejuk membawa suara nyaring merdu di kesayupan angin-angin
menyepoi basah. Suara itu merdu sekali. Suara seorang gadis. Terdengar gadis itu mendendang lagi, dan tangannya yang kecil dan halus
mengelepak-ngelepakan dayungnya pada air mengeriak laju.
matahari kedinginan. sudah itu, sunyi! Ini terjadi di lembah merpati
di suatu pagi, ketika asap-asap salju menguap tinggi,
Sepasang kekasih memadu janji,
di sini sendiri Selesai ia mendendang, dilihatnya langit di atasnya cerah membiru.
Segumpalan awan putih menyeruak lambat-lambat menggantikan awan hitam
yang mulai sirna. Melihat wajahnya, gadis itu tidak lebih tujuhbelas tahun usianya. Masih remaja,
ia sendirian di perahu yang kecil itu. Pakaiannya sederhana berwarna kembangkembang, rambutnya digelung ke atas, diberi pita kupu-kupu merah. Manis sekali
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 34
yoza collection gadis ini. Matanya yang bulat ia bekelit-kelit menikmati pemandangan alam sehabis
hujan tadi. Menyapu permukaan air sungai yang berwarna kecoklat-coklatan itu.
Dan terbelalak mata, apabila didekatnya di pinggir perahu mengapung sebuah tubuh
yang tengah tidak sadarkan diri. Rasa terkejut dan herannya, membuat si gadis
cepat-cepat mencongkelkan ujung dayungnya membalikkan tubuh itu.
Dan minta ampun!! Itu tubuh seorang pemuda.
Jilid 2 ENGAN CEKATAN sekali gadis itu telah menjongkok di pinggir perahunya.
Dia menarik baju di leher si pemuda dan dinaikkan ke atas perahunya,
Itulah tubuh Tiang Le. Masih pingsan ia. Untuk yang ketiga kalinya si gadis
menjerit apabila pandangannya terbentur oleh sebuah lengan yang sudah buntung
sebatas pundak. Darah merah membasahi baju si pemuda. Napas itu satu-satu, sekarat demi
sekerat dadanya yang bidang berombak turun naik. Tahulah si gadis bahwa pemuda
ini masih hidup. Masih ada harapan untuk ditolong.
Tidak tahu ia apa yang mesti ia perbuat sekarang.
Ia bukan seorang ahli pengobatan. Bukan juga seorang ahli untuk menolong
napas-napas yang tinggal sekarat itu. Maka dalam bingungnya dia cuma bisa
menyambar dayungnya dan melajukan perahunya cepat-cepat meninggalkan
tempat itu. ooOOoo Angin berhembus sepoi-sepoi. Udara dingin.
Sesosok tubuh langsing, berkelebat menyusuri sepanjang sungai itu. Matanya
menyapu-nyapu permukaan sungai yang mengalir tenang. Kemudian mata itu
menjadi basah. Bibir itu bergemetaran. jangan-jangan Tiang Le terbawa hanyut oleh air yang menggelombang garas tadi.
Apabila ada benda yang mengambang di air itu, diperhatikannya baik-baik. Hatinya
berharap, mudah-mudahan Tiang Le dapat diketemukannya.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 35
yoza collection Tak tertahankan lagi hati yang hancur itu, maka menangislah dia. Rambutnya
yang basah berderai-derai, dan pakaiannya yang basah kuyup, tak diperhatikan lagi.
Meski hawa dingin mulai menyerang tubuhnya! Terus saja ia mengikuti tepian
sepanjang sungai yang tak berujung itu. Matanya mencari-cari manyelusuri
permukaan air yang menderas!
Gadis itu adalah Liem Sian Hwa. Seperti kita ketahui Liem Sian Hwa ini
meninggalkan suhengnya Song Cie Lay dan berlari turun gunung. Siapa sangka
kalau gadis itu tidak lama kemudian kembali lagi ke tempat itu dan mencari-cari
tubuh Tiang Le yang hilang tiba-tiba. Ia mempunyai keyakinan, tentu dalam
pingsannya tadi Tiang Le terbawa air sungai yang meluap. Maka oleh sebab itulah
ia bertekad mencari Tiang Le. Menyelusuri tepian sungai.
Dan Tiang Le belum juga ditemukan.
Limabelas lie sudah ia menyusuri tepian sungai itu. Kakinya sudah mulai
menggigil saking lelahnya. Jalannya sudah terhuyung-huyung. Pandangannya
nanar. Dirasakannya ada kabut yang kelam di depannya. Tak tertahan lagi ia.
Terjatuhlah ia di tepi sungai itu.
O, betapa lelahnya Sian Hwa, betapa tertekannya hati itu kehilangan seorang
yang paling dikasihi, Sian Hwa letih lahir dan batin letih teramat sangat. letih.
Dan menggeletaklah ia disitu.
Lama ia menggeletak di pinggir sungai itu.
n dari berkelebat sesosok tubuh menghampiri Sian Hwa yang masih pingsan.
Orang itu berjongkok. Memegang pergelangan tangan Sian Hwa.
Dengan ke dua tangannya ia mengangkat tubuh Sian Hwa, dan sekali menggerakkan
tubuh orang itu sudah lenyap merupakan bayangan setan berkelebat meloncati
sungai, dan kemudian terus berlari memasuki hutan lebat. Gelap menyeramkan.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh orang itu memasuki hutan dan seperti sudah
hapal jalan-jalan di hutan itu, ia teruskan memasuki ke hutan yang amat gelap dan
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 36
yoza collection menyeramkan. Pohon-pohon raksasa berdiri di kanan kiri dengan daunnya yang
amat rimbun jalan di hutan itu.
Ternyata di hutan yang lebat itu terdapat sebuah pondok. Pondok kecil itu hanya
terbuat dari rumbai-rumbai dedaunan merupakan atapnya dan bertiang-tiang kayu
besar, tidak terdapat dindingnya. Hanya empat buah tiang yang menunjang atap
dari rumbai-rumbai itu. -manggil. Seorang nenek tua mendatangi dengan tongkat di tangan. Rambutnya sudah
putih semua. Pipinya ditumbuhi banyak kerisut. Tubuhnya kurus kering. Matanya
tajam melirik gadis yang dalam pondongan orang yang datang itu.
-tok-ciang sehingga kau bawaOrang yang dipanggil A Thiong oleh si nenek tadi, menghampiri. Sikapnya
nampak mesrah dan halus waktu ia berkata:
-tok" Makanya aku bawa
-som, hem sedap! Merupakan tonikum yang hebat
untuk menambah tenaga muda kita dan tenaga sin-kang kita akan bertambah
Orang itu meletakkan tubuh Sian Hwa. Kasar sekali orang itu meletakkan tubuh
gadis itu. Dilempar begitu saja dan untuk seketika itu juga Sian Hwa sadar kembali.
Begitu matanya terbuka, terheran ia melihat seorang nenek dan seorang kakek
sudah berdiri di depannya sambil tersenyum gairah.
Air liur si kakek yang dipanggil A Thiong oleh si nenek bertetes-tetes berjatuhan.
Matanya memandang ke seluruh tubuh si gadis.
Melihat pemandangan yang mengerikan ini, bergidik Sian Hwa.
otaknya segar dan baik.. . . jarang gadis-gadis mempunyai otak seperti dia. Rupanya
nikmat benar kalau dimaka
diberikan kepada A Seng, tentu dia girang mendapatkan teman bermain secantik
Bergidik Sian Hwa. Pendekar Lengan Buntung - Halaman 37
yoza collection -tok-siang-lomo, namaku A Thiong dan ini adalah istriku A
Mey perempuan c tok-siang-lomo A Thiong. Kakek tua ini mengerinyitkan bibirnya. Matanya menyapu
seluruh tubuh Sian Hwa dengan gairah.
... -tok-siang-moli A Mey menyahut. Ia
tersenyum kepada Sian Hwa.
Sian Hwa melototkan matanya.
Hwa dengan heran dan marah.
edang memancing di sungai, sebentar ia tentu datang, eeh
tentu kau suka kawin dengan A Seng ya" Tentu kau suka kawin dengan anakku A
gila! Tentunya anakmu jug
-tok-siang-moli A Mey bertanya marah, dia melangkah maju. Sepasang matanya yang penuh keputihputihan itu mendelik menatap gadis di depannya seakan-akan mata itu hendak
menelannya. Sian Hwa yang sedang mendongkol hatinya membalas mempelototi
nenek itu dengan berani. Sian Hwa sambil menyentakkan
tangannya. -tok-siang-moli A Mey menampar pipi Sian Hwa
tiga kali. Sian Hwa terhuyung-huyung. Tiga buah tapak jari memerah di ke dua pipi
yang putih. Ia tidak melihat itu hanya dirasakannya ke dua pipinya menjadi pedas.
Saking perihnya dirasakan ke dua pipinya itu. Sian Hwa sampai mengeluarkan air
matanya menitik. Pendekar Lengan Buntung - Halaman 38
yoza collection ita kau tampar sampai menangis.. . jangan begitu ah.. . aduh, kau menggunakan Jing-tok-ciang (pukulan
racun hijau) ya.. . . wah, celaka.. . . kalau pipi mantu kita angus, mana A Seng mau
sama dia.. . , wah, wah A Mey, lekaslah kau ambil daun Ang-coa-ko, di samping rumah
kita lekas.. . . wa, janganMendengar perkataan A Thiong, mau tak mau, tanpa disadarinya Sian Hwa
mengusap pipinya. Tidak ada apa-apa, hanya saja terasa pipinya menjadi gatal
sekarang. Celaka jangan-jangan.. . , pipiku kena racun dalam tamparan nenek tadi!
Sian Hwa menjadi cemas bukan main.
Tentu saja sebagai seorang wanita, siapa pun wanita itu tidak ingin kehilangan
akan wajah kecantikannya. Dan dari rasa kuatirnya yang menggerogoti hatinya,
Sian Hwa menjadi marah kepada nenek yang telah menamparnya. Dengan
bentakan keras ia sudah menerjang nenek itu. Pedangnya menusuk ke arah ulu hati
Jing-tok-siang-moli A Mey.
Akan tetapi melihat gerakan ini, sekilas saja nenek itu sudah tahu bahwa lawan
hanya memancing saja, dan serangan itu tidak dilanjutkan, oleh karenanya dengan
tertawa ha ha hi hi nenek itu tidak menangkis atau mengelak, malah ia sengaja
berdiri tegak. Panas hati Sian Hwa ditantang seperti ini. Sikap nenek ini mengherankan sekali
di hatinya, akan tetapi karena sudah kepalang tanggung, tusukan pedangnya
dilanjutkan dengan sekuat tenaga ia menusuk ke arah ulu hati itu. Kepingin ia tahu
apakah nenek gila ini tidak mengelak akan sambaran ujung pedangnya" Sedangkan
tangan kirinya menghantam ke depan dengan pukulan yang amat kuat. Inilah
pukulan Soan-hong-ciang (tenaga angin puyuh) yang luar biasa.
Akan tetapi Jing-tok-siang-moli A Mey sudah bersiap sedia menghadapi dua
serangan sekali gus ini. Ia sudah mendapat serangan susulan yang amat
berbahaya. Menghadapi pukulan yang mendatangkan hawa pukulan dingin ini, ia
hendak mencoba membarengi dengan pukulan Jing-tok-ciang (pukulan racun hijau)
yang paling diandalkan, maka ia tidak mengelak pukulan tangan kiri Sian Hwa,
sebaliknya ia menangkis pukulan itu dengan tangan kanannya medorong ke muka,
sementara tubuhnya meliuk ke kiri menghindarkan sambaran pedang
mundur dua tindak. Karena pertemuan dua tenaga itu membuat ia mundur
tergempur kuda-kudanya. Pendekar Lengan Buntung - Halaman 39
yoza collection Juga Sian Hwa merasa lengannya sebelah kanan tergetar hebat dan iapun
mundur sampai dua langkah. Bukan main hebatnya pukulan jing-tok-ciang dari
nenek gila itu, sehingga terasa kini lengan kirinya menjadi gatal-gatal. Diam-diam
Sian Hwa terkejut, celaka, tentunya racun hijau yang menyerang lengannya pula.
Begitu dilihatnya, benarlah lengan kirinya itu telah hitam dan bengkak. Rasa
gatal begitu hebat menyerangnya.
Mey hayo nanti malam kita rayakan hari perkawinan anak kita A Seng.. . heran.. . . kenapa si A Seng
-tok-siang-lomo A Thiong berkata kepada A Mey.
mengirimkan pukulan ke arah A Thiong. akan tetapi begitu si kakek berkelit tahutahu seluruh tubuh Sian Hwa menjadi lumpuh tertotok urat nadi di tubuhnya.
hati jangan terlepas, dia amat galak dan harus dijinakkan dulu. Kau tunggu aku
-tahu tubuh si kakek mencelat tinggi dan hilang ditelan bayang-bayang kegelapan di atas pohon
yang rimbun. Si Nenek tertawa. Menghampiri Sian Hwa. dataug biarlah anakku itu yang menjinakanmu.. . hihihikk.. . tangan si Nenek
menyambar tangan kanan Sian Hwa dan sekali lempar tahu-tahu tubuh Sian Hwa
telah masuk ke dalam sebuah kerangkeng yang terdapat di dalam pondok itu.
Di dalam kerangkeng itu Sian Hwa tidak berdaya. Bukan saja ia sudah tidak
dapat mengerahkan tenaganya lagi, akan tetapi di dalam kerangkeng yang
berukuran empat persegi ini, mana ia dapat melarikan diri"
Dilihatnya si nenek gila itu menghampiri kerangkeng dan mengunci dari luar.
Celaka, ia benar-benar di penjara di situ!
Terasa tubuhnya lemas sekali. Ia bersandar di tiang-tiang kerangkeng,
sementara pipi dan lengannya semakin gatal. Semakin menghitam. Tak tahu ia,
bahwa saat itu kedua pipinya juga menjadi hitam seperti pantat kuali. Memang
hebat sekali pukulan Jing-tok-ciang ini, kalau saja tadi si nenek memukulnya dengan
sungguh-sungguh, tidak menampar seperti tadi, tentu siang-siang, tubuhnya sudah
hangus disambar keganasan hawa Jing-tok (racun hijau).
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 40
yoza collection Saking lelahnya lahir dan bathin, Sian Hwa terlena di dalam kerangkeng
menyenderkan tubuhnya pada jeruji kerangkeng yang sebesar jempol kaki
besarnya itu. Ia setengah pingsan setengah sadar.
Sementara gelap mulai menyelubungi pondok. Sebentar itupun malam akan
mendatang. Bulan bersinar di atas menerangi hutan sehingga cahaya bulan yang
cukup terang itu tidak membutakan mata Sian Hwa. Dilihatnya nenek itu sudah
menggeletakkan tubuhnya di atas sebuah dipan dan terdengar suara tidurnya
menggeros-geros seperti babi disembeli. Sian Hwa mencari akal.
Di guncang-guncangkannya jeruji kerangkengnya yang mengurungnya itu.
Tetapi alangkah terkejutnya dia, karena jeruji kerangkeng yang terbuat dari besi itu
amat kuat sekali. Tak dapat ia mematahkannya.
Tak betah ia dikurung seperti itu.
Sementara nyamuk besar-besar sudah mengiang di sekitar telinganya. Dengan
sengit ia menepok nyamuk yang menggigiti lengan dan pahanya.
Mendengar tepokan dari Sian Hwa, nenek itu terbangun dari tidurnya. Sejenak
ia memandang gadis di dalam kerangkeng itu.
Menghampiri Sian Hwa. nyonya mantu, sebentar A Seng datang, engkau pasti diajak tinggal di kota.. . . di
s -nyamuk ang sudah mencak-mencak di dalam kerangkeng itu. Nenek Jing-tok-siang-moli A Mey
membuat api unggun di dekat kerangkeng.
Api besar menerangi suasana di situ.
Sementara nyamuk-nyamuk kabur akan sinar api yang hangat.


Pendekar Lengan Buntung Seri 1 Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

n pagi- otakmu untuk dibuat obat sebagai latihan Jing-tok-ciang, Hihi benar juga kau cantik
nyonya mantu, sayang, kalau dibunuh, lebih baik dikawinkan sama A Seng.. . ya A
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 41
yoza collection Sian Hwa terkejut sekali. Celaka, kiranya ia bukan saja berhadapan dengan kakek
dan nenek gila, malahan rupa-rupanya kedua orang gila ini pemakan otak manusia.
Siapakah kakek dan nenek yang bernama Jiang-tok-siang-lomo" Dan siapakah yang
disebut A Seng anaknya itu. Apakah anaknya juga"
Tentu saja Sian Hwa tidak mengenal mereka.
Ia masih hijau dalam dunia kang-ouw. Kalau saja ia tahu. Tentu ia akan lari
menjauhkan tempat ini. Tempat ini adalah memang tempat tinggal Jing-tok-sianglomo (sepasang iblis racun hijau) A Mey dan A Thiong. Di dunia kang-ouw mereka
ini terkenal sebagai datuk hitam yang ganas sekali di samping kegila-gilaannya
yang otak-otakan itu. Mungkin karena saking banyaknya ia makan otak gadis-gadis
remaja, sehingga sikap kedua orang ini sudah tidak normal lagi pikirannya,
kendatipun demikian, kedua kakek dan nenek ini sangat ditakuti oleh dunia kangouw sebagai sepasang iblis pemakan manusia!
Dan siapakah A Seng yang disebut-sebutnya itu"
A Seng adalah anaknya. Anak tunggal sepasang iblis racun hijau itu. Akan tetapi
A Seng sudah mati. Mati tenggelam pada waktu ia pergi memacing di sungai. Dan matanya
diketemukan oleh sepasang iblis racun hijau ini di rumah seorang penduduk dusun.
Akibatnya. Luar biasa, seluruh keluarga dusun itu habis binasa dibunuh-bunuhi oleh
Jing-tok-siang-lomo, sedangkan wanita-wanita remaja diambil otaknya untuk
sebagai obat kuat sedangkan jantung dan hati wanita-wanita itu dikeringkan
sebagai dendeng yang amat lezat bagi mereka!
Inilah Jiang-tok-siang-lomo"
A Thiong, kakek gila itu pergi ke dalam hutan di mana ia menguburkan anaknya.
A Seng. Lucunya orang gila ini malah menangis di situ. Mengoceh tidak keruan.
isterimu menanti-nantikan di rumah. Bangunlah A Seng.. . . bangunlah.. . ugh, ugh.. . .
mengapa engkau belum juga bangkit.. . . A Seng.. . . biarlah papa tunggu di sini
menantimu sampai kau bangun.. . besok papa dan mama hendak mengawinkanmu
A Seng.. . dengan gadis cantik he he he, kau tentu suka ya A Seng.. . , ya, ya kau tentu
cinta.. . . gadis itu manis sekali. A Seng cocok sekali buat menjadi istrimu, A Seng
-tok-siang-lomo A Thiong menggebrak-gebrakan tanah
kuburan anaknya itu. Keruan saja batu nisan itu menjadi retak dan mental
terhantam gebrakan tangan kanan A Thiong. Sementara mulutnya memanggilmanggil anaknya.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 42
yoza collection g, kau belum mau bangun juga biarlah papa membangunkan dirimu Nak.
Yaa.. . . yaa mestinya papa yang membangunkanmu. Aduh! Kasihan sekali kau A
Seng, papa lupa kau tidak bisa bangun lagi. A Seng biarlah papa
-tok-siang-lomo mundur ke
belakang dua tindak. Tangannya mendorong ke depan dan mulutnya segera
membentak. Inilah pengerahan tenaga Jing-tok-ciang. Keruan saja batu nisan kuburan itu
hancur berantakan terhantam pukulan si kakek. Tanah yang menggunduk di situ
berhamburan merata, kemudian dengan menangis mengguguk, si kakek gila itu
menggali kuburan anaknya.
Menggali. Menggalinyapun dengan cara yang luar biasa pula. Tangan kanannya
diputar-putarkan di atas kepala, kemudian dipukulkan ke arah gundukan tanah
pekuburan itu. -putar seperti kitiran dan tanah-tanah di dalam kubur itu berhamburan ke atas dan
sebentar itu pula nampak di dalam kubur itu tulang belulang manusia. Itulah
tengkorak A Seng. Jing-tok-siang-lomo A Thiong melompat ke dalam dan memeluk tengkorak itu
menangis mengguguk. mengangkatmu. Mari kita pulang nak, sebentar lagi papa akan mengawinkanmu
dengan gadis cantik.. . A Seng kau tentu setuju ya dengan pilihan papa dan mama.. .
Dengan ke dua tangannya itu Jing-tok-siang-lomo A Thiong sudah membopong
rangka manusia A Seng, dan sekali berkelebat tubuhnya sudah lenyap dari
pekuburan itu. Hebat memang Jing-tok-siang-lomo ini kalau ada manusia yang
melihatnya, tentu orang itu mengiranya setan-setan yang bergentayangan melihat
tingkah laku A Thiong yang aneh.
Amat cepat sekali tubuh A Thiong berkelebat sambil memondong tengkorak A
Seng anaknya. Sebentar ia tertawa, sebentar pula ia menangis seperti anak kecil
yang kehilangan barang mainan. Itulah A Thiong yang aneh, si kakek gila!
Begitu tiba di dalam hutan di luar pondok ia berseru,
Jing-tok-siang-moli A Mey keluar dengan wajah bersungut-sungut.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 43
yoza collection tahu.. . . kau kakek-kakek pikun. Bepergian dari tadi sore sampai tengah
-main kau, aku sudah bawa pulang A Seng.. . ., dia harus
etakkan tengkorak A Seng di tanah. A Mey menangani tengkorak itu.
Dan ia menjerit memeluk tengkorak itu menjerit-jerit lirih.
-dagingmu A Seng.. . . , apa kau di kota tidak makan-makan sehingga kau demikian kurus.. . . A Seng.. . .
sampai A Seng tidur di sungai itu dan nggak bangun-bangun sampai sekarang.. .
ugh.. . ugh.. . . Jing-tok-siang-lomo A Thiong menangis menggerung-gerung. Suaranya jauh
besar dan parau menggetarkan hutan belantara ini. Dan berganti-gantian mereka
itu menangis. Habis A Thiong berganti A Mey menangis, bergulingan seperti anak
kecil nggak dikasih barang mainan. Memeluki tengkorak manusia yang sudah
berbau busuk dan dibelatungi.
Lupalah mereka akan gadis yang tadi ditawannya.
Lupalah A Thiong bahwa sebetulnya ia hendak mengawinkan anaknya ini
dengan gadis tawanannya yang telah lenyap.
Ya, kemanakah perginya Sian Hwa dan apa yang terjadi dengannya"
Waktu A Thiong masih di dalam hutan tadi, si Nenek A Mey yang memang
doyan tidur, ia tidak menghiraukan lagi akan tawanan di dalam kerangkeng itu.
Sebentar itu pula ia sudah mengorok tidur dengan nyenyaknya.
Sian Hwa termenung. Memandang bulan di atas yang indah sekali berseri-seri
menampakkan dirinya. Segumpalan awan tipis menghampiri bulan. Langit begitu
cerah, dialasi selimut membiru laksana lautan luas yang hening tiada berombak.
Sian Hwa termenung lagi. Teringat kepada sam-suhengnya Tiang Le. Aduhai bagaimanakah nasib
suhengnya itu, masih hidupkah ia" Pikirannya menerawang jauh, merayap naik ke
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 44
yoza collection atas puncak Tiang-pek-san mengenangkan masa yang indah waktu ia masih
berkumpul di puncak. Terasa bahwa di puncak itu, sikap sam-suhengnya Tiang Le
memang amat dingin, kadang-kadang suka menjauhi dirinya. O tahulah ia sekarang
bahwa jie-suhengnya yang bernama Song Cie Lay itu menaruh hati kepadanya. Ah,
tahulah ia tentu ia Tiang Le jadi menjauhi dirinya. Padahal ia yakin benar dari
pandangan Tiang Le, berkaca-kaca apabila bertemu pandang dengannya. Amat
berkesan. Mungkinkah Tiang Le membalas cintanya"
Teringatlah Sian Hwa akan kenangan manis dalam hujan lebat di pondok di
tengah-tengah pematang sawah itu. Teringat sewaktu Tiang Le memeluknya.
Memeluk dengan sangat mesra dan ia teringat pula perkataan Tiang Le.
-moay-moay mengapa begitu" Mengapa di dekatku engkau
Dan ia menjawab. ng di puncak Tiang-pek-san itu hatiku
Dan ia mendengar suara Tiang Le yang gemetar penuh perasaan,
di atasnya. Seakan-akan di atasnya itu Tiang Le tersenyum kepadanya. Dan ia
tersenyum kepada bulan. Aneh memang. Cinta kadang-kadang membuat orang menjadi takut dan sinis
akan hidup ini. Dan membawa kesengsaraan di badan. Akan tetapi cinta pula yang
membuat hidup ini begitu romantis dan penuh gairah. Cintanya Sian Hwa kepada
Tiang Le membuat ia tidak menyadari bahwa kini dirinya terancam bahaya di
tangan Jing-tok-siang-lomo A Thiong, dan Jing-tok-siang-moli A Mey, kedua kakek
dan nenek iblis. Akan tetapi bagaikan mimpi Sian Hwa masih bisa tersenyum
kepada bulan. Padahal racun hijau yang di tangan kirinya itu semakin menjalar, dan
berbahayalah apabila hawa racun itu menyentuh jantung. Dan kedua pipinya
semakin hitam, semakin menyerupai pantat kuali.
Sian Hwa tersentak dari lamunannya ketika tangannya ada yang menepuk.
Sian Hwa menoleh. Dan alangkah terkejutnya ia melihat seorang laki-laki cebol.
Amat pendek sekali laki-laki itu. Akan tetapi melihat dari form wajahnya, lelaki itu
bukan kanak-kanak lagi. Melainkan seorang pemuda yang berwajah tampan. Hanya
tubuhnya saja kecil dan pendek, setengahnya dari Sian Hwa.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 45
yoza collection kau sudah kena racun Jing-tok cici. Kalau tidak segera diobati bahaya sekali
Dan Sian Hwa menjadi panik sekali. Tanpa disadarinya ia mengusap pipinya
dan melihat ke arah lengan kirinya yang sudah gosong.
hitam di lengan dan di pipi. Tentu saja ia tidak melihat akan ke dua pipinya yang
sudah berkerisut hitam itu. Andaikata Sian Hwa melihatnya, ia akan menjerit pasti.
Pemuda cebol mengusap pipinya yang terasa perih dan sakit.
Akan tetapi diam-diam ia merasa kasihan juga kepada manusia cebol ini, Kenapa
ia menampar" Melihat bahwa pemuda cebol itu tidaklah main-main, Sian Hwa tersenyum dan
berkata: Nah!! curilah, hati-hati kau. Kalau dia b
Hwa. Pemuda cebol berpikir sebentar, menoleh ke arah si nenek yang sedang tidur
dengan nyenyaknya! Pendekar Lengan Buntung - Halaman 46
yoza collection Pemuda cebol menghampiri nenek A Mey yang tengah tenggelam dalam
tidurnya. Kagum juga Sian Hwa melihat Langkah-langkah kaki yang ringan dari
pemuda cebol itu. Tahulah dia bahwa pemuda pendek ini mempunyai gin-kang yang
boleh juga. Buktinya suara kakinya itu tidak terdengar sama sekali.
Ia memperhatikan pemuda cebol itu. Gelinya ia, melihat pemuda cebol
berjingkat-jingkat di depan si nenek. Kemudian bagaikan seorang pencuri ulung,
tangan kecil itu menyelusup ke baju luar si nenek. Dan sebentar itu pula
serencengan kunci sudah dikeluarkan dari saku si nenek yang masih tenggelam
dalam tidurnya. Girang sekali hati Sian Hwa.
Pamuda cebol sudah menghampiri. Membuka kunci kerangkeng. Dan berderit
perlahan mengejutkan si Nenek. Akan tetapi nenek itu cuma menggeliat saja dan
tidur lagi. Sian Hwa keluar dari kerangkeng itu. Terasa tangannya ditarik oleh pemuda
cebol, Maka berlari-larianlah kedua orang muda itu.
Kagum sekali Sian Hwa melihat gin-kang pemuda cebol ini. Meskipun tubuh
pemuda itu pendek dan kecil, akan tetapi larinya demikian ringan sekali. Malah
dalam melarikan diri itu seringkali Sian Hwa tertinggal.
Amat jauh sudah mereka melarikan diri.
Mereka sudah ke luar dari dalam hutan yang lebat itu.
Sekarang mereka berjalan perlahan. Lambat-lambat.
- au lebih tua dariku. Kau tahu usiaku baru juga delapanbelas.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 47
yoza collection Sian Hwa tertawa. Sin Thong menoleh. -benar sakti.. . ah, sudahlah.. . kalau tidak ada engkau
muncul di pondok itu, entah bagaimana nasibku. Eh, Sin Thong.. . bagaimana kau
-tok-siang-lomo A Thiong memanggul tubuhmu yang pingsan di tepi sungai itu. Aku heran sekali, tapi
aku tak ingin bertindak semberono. Aku ikuti si kakek gila itu sampai ke dalam
hutan. Siapa kira bahwa aku dapat menolongmu.. . untung nenek itu tidurnya kebluk.
Sian Hwa menoleh, langkahnya diperlambat lagi.
-tok-siang-lomo sepasang iblis racun
hijau yang amat ganas itu. Suhu yang mengatakannya itu, eh ya Sian Hwa kulihat
ke dua pipimu tentu terserang racun hijau, biarlah nanti suhu yang akan
mengobatimu! tertarik. -sinshe (ahli pengobatan Dan keduanya berjalan lambat-lambat.
ooOOoo Tiang Le membuka matanya. Betapa terkejut ia ketika merasa dirinya berada di
sebuah pembaringan yang cukup bersih. Pertama yang dilihatnya adalah langitlangit kelambu yang bersih dan putih, kasur yang empuk beralaskan sprey yang
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 48
yoza collection putih bersih pula. Sebuah kamar persegi empat yang cukup luas. Sebuah almari
pakaian yang sederhana, dan sebuah meja tulis. Sebatang hio wangi menyebarkan
harumnya ke seluruh penjuru kamar itu.
Kamar seorang gadis. Terkejut sekali hati Tiang Le, apabila dilihatnya sebuah pakaian wanita
tergantung di atas pembaringan. Dan begitu ia melirik, ia menjerit lirih mengingat
tangan kanannya telah buntung sebatas pundak. Dan pundak itu terbalut rapih
sekarang. Hatinya terasa nyeri sedikit menyelikit di luka yang dibalut itu. Tiang Le
menarik napas panjang teringat sekarang ia akan tragedi yang menimpah dirinya.
-cita untuk membalas sumoay.. . betapa kejamnya hatimu.. . . Mengapa kau membuatku tidak
berdaya seperti ini.. . , ah sumoay.. . . lebih baik aku mati dari pada begini.. . Apa
gunanya lagi hidupku, kalau aku tidak dapat membalas dendam kematian suhu dan
kehancuran Tiang-pekHati Tiang Le merenyuh.
Pintu kamar berderit nyaring apabila seorang gadis membuka pintu dan masuk
ke dalam. Ia tersenyum kepada Tiang Le. Senyumnya amat manis. Mangkuk obat
yang dipegangnya diletakkan di atas meja. Di dekat pembaringan.
Terdengar amat merdu dan nyaring bersih. Tiang Le mengawasi gadis ini. Terkejut
ia apabila mengingat dirinya berada di dalam kamar gadis itu.
Ia bangkit berdiri. Akan tetapi ia terguling lagi karena dirasakannya kepalanya
demikian berat dan berkunang-kunang. Pandangannya nanar. Tiang Le
memejamkan matanya. bergerak dulu. O ya, ini obatnya,
Tiang Le memandang gadis itu.
itu di dekat bibir Tiang Le. Tak enak hati Tiang Le bertanya-tanya terus dan menolak
kebaikan gadis ini maka Tiang Le meneguk habis obat dalam mangkuk itu.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 49
yoza collection Gadis itu meletakkan mangkuk kosong di meja. Dan langkahnya yang gemulai
ia hendak meninggalkan kamar, akan tetapi Tiang Le memanggilnya.
Tiang Le sudah duduk di pembaringan. Terasa sekali betapa lemas tubuhnya.
Ia berpegangan pada tepi meja itu.
berkata begitu gadis itu sudah meninggalkan Tiang Le di dalam kamar itu.
Tinggal Tiang Le di dalam kamar itu terlongong heran.
Tidak lama kemudian gadis itu telah mendatangi lagi dengan membawa sebuah
mangkok bubur di tangannya, ia tersenyum kepada Tiang Le.
Akan tetapi Tiang Le menggelengkan kepala.
dan waktu itu. Aku sedang berperahu melihatmu dan keburu menolongmu. Kalau tidak
mungkin kau akan terhanyut dalam air yang sedang meluap sehabis hujan kemarin
dulu. Dan kau terluka hebat pada lengan kanan dan telah pingsan pula. Kubawa
ngcu. Aku disini sendirian, dan untungnya aku memanggil Kwa-sinshe,
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 50
yoza collection Tiang Le terdiam. Gadis itupun diam. Dari cela-cela bulu matanya yang melirik ke arah pemuda
yang buntung lengannya. Dan hatinya berdesir apabila pandangan Tiang Le
merenggut mata itu. Gadis itu mengangguk. Pei Pei. memang aku sendirian. Aku sudah sebatang
Tiang Le mengangguk. Gadis itupun tersenyum. Tiang Le kagum sekali akan senyum gadis itu.
Senyum yang membawa kesan di dalam hatinya, terharu apabila ia ingat


Pendekar Lengan Buntung Seri 1 Pendekar Lengan Buntung Karya Kim Tiaw di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa gadis itu telah sebatang kara.
Akan tetapi bagaikan disentak oleh pagutan ular pada kakinya, Tiang Le berdiri
dan berkata. Keruan saja Cia Pei Pei menjadi terkejut.
-lekas pergi. Tinggallah di sini sampai
lukamu sembuh benar. Sebentar Kwa-sinshe akan datang dan memeriksa lukamu
lagi. Pendekar Lengan Buntung - Halaman 51
yoza collection bersama-samamu. Kau seorang gadis terhormat dan aku seorang pemuda. Tak baik
Merah wajah Pei Pei mendengar ini.
Hati perempuannya tersentuh oleh perkataan Tiang Le.
mpatku ini terpencil.. . . mereka tidak tahu engkau
berada di sini, selain Kwa-
Tiang Le memandang gadis itu.
Di mata Cia Pei Pei ada air membasahi menggenang. Berkaca-kaca mata itu
memandang Tiang Le, sebuah air bening meloncat di ke dua pipinya yang putih
halus. Tiang Le heran melihat gadis itu.
ini. Kelak Thian saja yang akan membalas budi baikmu. Pei Pei.. . . selamat tinggal
Dari kelopak mata Cia Pei Pei mengalir turun bertetes-tetes air mata di ke dua
pipinya. Matanya semakin basah.
o, kenapa selekas itu kau pergi.. . Luka di lenganmu belum sembuh
twako. Sebentar lagi Kwa-sinshe akan datang ke mari. Tidak maukah engkau
menanti sebentar saja sampai KwaTiang Le memandang mata yang basah itu. Tidak tega ia untuk menolak
permintaan gadis yang telah menjadi penolongnya itu, apalagi melihat sinar mata
gadis itu yang penuh harap dan permohonan, mata yang basah. Ah, tidak mau ia
membuat gadis itu mengeluarkan air mata. Tak tega hati itu.
Tiang Le memegang tangan gadis itu.
-sinshe. Bilakah ia akan Mata yang basah itu bersinar cerah.
Cia Pei Pei tersenyum menghapus air mata yang tadi berderai. Ia membalas
genggaman tangan Tiang Le.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 52
yoza collection -sinshe akan datang. Twako, kau makanlah bubur itu. Aii, kau
ngajakku berbicara terus sampai aku lupa menawari makanan, sampai dingin bubur
kepada Tiang Le. Diterima oleh Tiang Le dengan tangan kiri.
Cia Pei Pai melirik ke arah lengan yang di balut itu.
Menarik napas dalam. membuntungi lengan kananmu. Atau kau bertempur, ya, sampai tanganmu itu
Untuk seketika awan-awan hitam menyuram di wajah Tiang Le. Akan tetapi
melihat sinar mata si gadis. Ia jadi tersenyum pedih.
sahut Tiang Le perlahan. Cia Pei Pei terkejut. Tiang Le mengangguk. Tiang Le menggelengkan kepala.
Tersenyum pahit. -apa.. . Pei-moay, sudahlah tak perlu kuceritakan itu. Oh, ya kudengar
telinganya yang sudah terlatih itu, ia sudah dapat mendengar langkah-langkah kaki
orang mendatangi. Cia Pei Pei melongok dari jendela yang terbuka.
Sementara di dalam kamar sendirian itu, Tiang Le menghabiskan bubur yang
tadi disodorkan Cia Pei Pei.
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka, masuklah Cia Pei Pei dengan diikuti
seorang tua. Orang tua itu sudah tua, umurnya sekitar limapuluhan. Berjenggot putih
pula, panjang berjuntai di bawah dagunya, rambutnya sudah putih pula ditumbuhi
uban. Matanya bersinar-sinar apabila melihat Tiang Le sudah dapat bangkit dan
duduk di pembaringan. Sekilas matanya melirik ke arah lengan yang terbalut itu.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 53
yoza collection -datang sinshe Kwa bertanya kepada Tiang Le.
Tiang Le menjura hormat dan berkata:
an Kwa-sinshe yang telah merawat luka-lukaku.
-sama Sung sicu, aku hanya seorang ahli pengobatan biasa.
Kalau engkau mau berterima kasih, kepada nona Pei Pei inilah yang telah
menolongmu dari sungai itu dan merawatmu dengan penuh perhatian. Aku orang
Kemudian bertanyalah Kwa-sinshe kepada Pei Pei:
Cia Pei Pei mengangguk. Orang she Kwa tersenyum puas.
dalam tiga hari lagi lukanya itu akan sembuh benar. O ya, biar kuperiksa lukanya
-sinshe mendekati diri Tiang Le dan membuka
balutan pada lengan kanan itu. Diberinya obat bubuk berwarna kuning dan
balutannya diganti dengan yang baru.
Amat cekatan sekali orang she Kwa itu bekerja. Tidak berkata apa-apa dia di
dalam memeriksa luka-luka itu. Baru setelah selesai ia mengganti balutan di lengan
kanan Tiang Le, bibir yang tua itu tersenyum cerah.
gadis temannya Sin Thong, mukanya hitam kayak pantat kuali. Hangus. Kalau tidak
keburu pertolonganku, sayang sekali wajah itu akan hitam dan rusak. Ganas
memang pukulan Jing-tok-ciang dari sepasang Iblis Racun hijau.
ini, nyawa manusia masih di tangan Thian. Aku belum dapat menyembuhkan orang
-sinshe berkelakar. Tiang Le tersenyum. Pei Pei juga tersenyum lebar.
Kwa-sinshe menoleh kepada Pei Pei.
agi aku hendak memeriksa nona muka
hitam dari racun Jing-tok, mudah-mudahan racun hijau itu dapat kuusir di wajahnya.
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 54
yoza collection Kalau tidak, kasihan. Akan cacadlah gadis teman Sin Thong muridku, hehehe,
- sahut Pei Pei. Apabila Kwa-sinshe itu sudah pergi. Di dalam kamar itu tinggallah Tiang Le dan
Pei Pei. Ke dua-duanya saling memandang sekarang. Dua pasang mata itu saling
bertemu. Saling merenggut.
Dan Tiang Le berdebar sekali hatinya melihat pandang mata yang penuh
kelembutan itu. Tak kuasa ia menentang lebih lama lagi. Ia tertunduk dan berkata.
hendak melanjutkan perjalananku.
Tiang Le tersenyum lebar.
n seorang pemuda dan seorang gadis tinggal
serumah berduaMerah wajah Pei Pei.
-sama. Di mana ada pertemuan,
di situ ada perpisahan.. . ., ah, alangkah beratnya hatiku berpisah deng
suara Pei Pei terdengar bergetar penuh perasaan hati.
Tiang Le terkejut sekali dan menoleh. Menatap Pei Pei.
Pei Pei tersenyum menggelengkan kepala.
pa-apa! O ya, apakah sekarang juga
Tiang Le mengangguk. airnya diminum agar lukamu lekas sembuh. O ya, sin-she bilang tiga hari lagi
Pendekar Lengan Buntung - Halaman 55
yoza collection bungkusan akar obat dari Kwa-sinshe. Diterima oleh Tiang Le.
moay. Sekarang aku hendak be
menjinjing akar obat yang dibungkus dengan kain kuning.
Pei Pei menatap pemuda buntung itu, lama-lama pandangan matanya berkacakaca sayu. Setitik air mata meleleh lewat pipi kirinya, Pei Pei membalikkan tubuhnya
dan berjalan ke luar kamar. Tiang Le mengikuti gadis itu dari belakang.
Apabila sampai di luar halaman itu.
Ke dua-duanya saling berpandangan.
Tiang Le mengangkat tangan kirinya dan memegang bahu Pei Pei.
iang Le twako. Kapan-kapan kalau kau kebetulan singgah di
tangan kirinya. Basah ke dua mata gadis itu.
Terharu sekali hati Tiang Le. Akan tetapi ia menekan perasaan dan berjalan
lanmbat-lambat. Apabila ia menoleh ke belakang, nampak Pei Pei masih
memandangi kepergiannya itu dengan air mata membanjir turun lewat ke dua
pipinya. Cia Pei Pei, betapa indahnya nama gadis penolongnya. Dan nama itu hendak
diingatnya selalu. Disisipkan ke dalam isi hatinya. Sementara berjalan lambat itu, ia
tersenyum dan terharu melihat kebaikan Pei Pei yang manis.
Sebuah bayangan lain menyelinap dalam benaknya.
Bayangan itu, bayangan Sian Hwa!!
Tiang Le menengadah ke atas. Tampak dari kejauhan puncak Tiang-pek-san
diselimuti oleh salju menebal. Kenang-kenangan di puncak Tiang-pek-san
membayang di ruang matanya.
Tiang Le tersenyum. Lambat-lambat ia berjalan.
ooOOoo Pendekar Lengan Buntung - Halaman 56
yoza collection Semenjak Tiang Le menuntut ilmu di pegunungan Tiang-pek-san baru kali ini ia
kembali ke dunia ramai. Hampir empat tahun lamanya ia di puncak Tiang-pek-san
itu. Selama empat tahun itu, hari demi hari dilewatkannya dengan berlatih silat
bersama-sama ke empat orang saudara seperguruannya. Kadang, ia
mendengarkan wejangan-wejangan dari suhunya Swie It Tianglo dengan duduk
berkeliling di ruang belakang Tiang-pek-pay, dan kadang-kadang pula ia memburu
rusa atau kelinci di hutan pegunungan Tiang-pek-san bersama-sama saudarasaudara seperguruan. Atau kadang-kadang lagi ia mendengarkan cerita dongeng
dari orang-orang tua di Tiang-pek-pay.
Banyak lagi. Selama empat tahun itu ia hanya berkumpul dengan Sian Hwa, Bwe Hwa, Liok
Kong In dan Song Cie Lay, di samping itu sekali-sekali suhunya datang memberi
petunjuk dalam berlatih. Kadang-kadang pula pernah Kong In bertengkar dengan
Cie Lay, atau Bwe Hwa bertengkar dengan Sian Hwa.
O, kenang-kenangan di puncak itu membayang sekarang di lubuk matanya.
Teringatlah Tiang Le betapa empat tahun yang lalu, suhunya inilah yang menolong
dia dari wabah penyakit kelaparan yang menyerang keluarganya.
Empat tahun yang lalu Tiang Le tinggal di sebuah dusun Ting-ling-bun. Dusun
Perempuan Kedua 1 Pendekar Naga Putih 104 Perantauan Ke Tanah India Teror Melanda Kelas 9a 2
^