Pencarian

Bisnis Kotor 3

Trio Detektif 48 Bisnis Kotor Bagian 3


Dari belakang terdengar teriakan garang, yang membuat mereka menambah kecepatan.
"Mereka telah sampai di jalan setapak!" Pete berseru.
"Mereka akan menyergap kita di sini!" Bob mengingatkan.
"Sebaiknya pick-up si Kepala Kampung kita lupakan saja," ujar Jupe sambil terus berlari. "Pete, apakah kau bisa menemukan jalan yang dibicarakan oleh Nancarrow tadi""
"Jalan untuk mengangkut pohon-pohon yang baru ditebang" Jalan itu kan berhubungan dengan jalan bebas hambatan," Pete mengingat-ingat. "Mary Grayleaf juga sempat menyinggungnya. Jalan tanah dari perkampungan orang Indian juga menuju ke sana."
"Ya, jalan itu yang kumaksud," kata Jupe. Napasnya tersengal-sengal. "Pete, kaulah yang paling kuat dan paling cepat di antara kita. Kaulah yang punya kesempatan terbesar untuk bisa mencapai Diamond Lake."
"No problem," balas Pete dengan yakin.
"Sementara itu Jupe dan aku harus berusaha agar Nancarrow mengejar kami," Bob menanggapinya. "Betul tidak, Jupe""
"Betul!" Pete segera berangkat. Ia meninggalkan jalan setapak dan masuk ke hutan. Setelah Nancarrow dan kedua anak buahnya lewat, Pete akan kembali ke jalan setapak lalu menuju ke Diamond Lake.
Jupe dan Bob terus berlari.
"Kita perlu tempat untuk bersembunyi," Jupe berkata pada Bob.
"Bagaimana dengan sebuah lembah rahasia"" Bob mengusulkan. "Aku rasa dalam keadaan seperti ini para Leluhur Indian takkan keberatan."
"Oke!" Jupe menyetujui gagasan sahabatnya.
Bob berhenti sejenak ketika mereka mencapai tempat yang agak lebar. "Tapi kita harus pastikan dulu bahwa Nancarrow memang mengejar kita."
Jupe tersenyum, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berseru,
"Bob, aku capek! Aku harus istirahat sebentar!"
"Kau selalu capek!" balas Bob dengan sengit. "Aku bosan dengan kecengenganmu!"
Meskipun sadar bahwa Bob hanya bersandiwara, Jupe sempat kaget juga. "Aku tidak peduli! Berhenti dulu, deh!"
Mereka berdiri sambil memasang telinga. Nancarrow dan kedua anak buahnya sedang menuju ke arah mereka. Langkah ketiga pemburu itu terdengar seperti gerombolan gajah liar yang sedang mengamuk.
"Ya, Tuhan!" Bob tiba-tiba berseru. "Lihat!"
ia mengangkat tangan, ia masih membawa botol air.
"Seharusnya kita berikan ini pada Pete!" ujar Jupe.
"Yah, di tempat yang kita tuju ada kali kecil. Tapi siapa tahu apa yang dihadapi oleh Pete""
12. Bergelantungan di Tebing Batu Cadas
Seruan-seruan Jupe da n Bob menggema di hutan, dan juga sampai ke telinga Pete.
Beberapa saat kemudian ia mendengar suara langkah berat lewat di depan tempat persembunyiannya.
Pete membayangkan senapan-senapan M-16 yang dibawa oleh Nancarrow dan kedua anak buahnya, ia berharap bahwa Jupe dan Bob berada dalam keadaan aman. Kemudian Pete menyingkirkan kecemasan yang berada dalam hatinya, ia harus memusatkan segala daya untuk mencapai Diamond Lake. Keselamatan Mr. Andrews tergantung padanya sekarang.
Ia mengencangkan otot-ototnya, lalu mulai berlari dengan langkah ringan. Dengan demikian ia bisa menempuh jarak yang jauh tanpa terlalu memeras tenaga. Suhu udara di hutan sudah menurun. Angin sore mulai bertiup.
Pete mengikuti jalan setapak kembali ke lapangan rumput, kemudian menuju ke tebing batu cadas. Sejauh ini ia belum melihat tanda-tanda
bahwa Nancarrow masih membawa orang selain Biff dan George. Namun Pete tetap berhati-hati. ia tidak berani mengambil risiko. Karena itu ia terus berjalan di bawah lindungan pohon-pohon.
Setelah sampai di bawah tebing, Pete mulai memanjat naik. Dalam beberapa menit ia telah mencapai dataran di atas tebing, lalu berhenti sejenak untuk menarik napas. Di sinilah mereka menemukan topi Mr. Andrews tergeletak. Jadi, kemungkinan besar di tempat inilah ayah Bob disergap dan diculik. Tapi kenapa" Tindakan seperti itu rasanya tidak masuk akal.
Pete menatap gunung-gunung yang ditumbuhi hutan lebat. Angin bertiup dengan kencang di dataran puncak tebing, dan menembus T-shirt Pete yang tipis. Jaketnya masih terikat mengelilingi pinggang, dan selimutnya berada dalam kantong jaket. Pete sadar bahwa ia akan membutuhkan keduanya nanti, ia menyesal karena lupa mengambil botol air, namun sekarang sudah terlambat untuk kembali lagi. Gntung saja ia masih menyimpan beberapa batang coklat yang diberikan oleh Jupe.
ia menuju ke utara, sambil mengingat-ingat dari arah mana matahari mengenai bahu dan punggungnya. Matahari kini merupakan satu-satunya penunjuk arah yang dimiliki Pete.
ia menyeberangi hamparan batu cadas yang mulai menanjak ke arah pepohonan lebat Ketika tiba di hutan, Pete segera mencari jalan setapak.
Setelah menemukan satu, ia menembus semak-semak dan meneruskan perjalanan.
Jalan yang dilewati Pete semakin curam. Ia berlari dan berjalan cepat secara bergantian. Matahari semakin condong ke barat. Tapi Pete terus memacu dirinya. Ia telah bermandikan keringat
Menjelang malam, Pete sampai di sebuah punggung bukit, lalu berhenti, ia melihat ke bawah, dan nyaris tidak percaya pada pandangan matanya.
Di kaki bukit ada sebuah jalan tanah yang memanjang ke arah timur-barat Jalan itu penuh jejak ban kendaraan berat, tetapi dua kali lebih lebar dari jalan yang menuju ke perkampungan orang Indian-persis seperti yang digambarkan oleh Mary Grayleaf.
Pete meluncur menuruni lereng bukit, lalu berhenti sejenak untuk beristirahat dan menikmati keberhasilan ini. Kalau saja sebuah mobil lewat dan mau menawarkan bantuan...
Otot-otot Pete terasa gemetar. Jarak yang sudah ditempuhnya memang cukup jauh. Tapi ia masih harus berjalan sejauh 25 mil, mungkin bahkan 30 mil.
Mudah-mudahan saja aku dapat tumpangan setelah sampai di jalan bebas hambatan, ujar Pete dalam hati.
ia menuju ke barat, ke arah matahari yang sedang tenggelam. Sambil jalan ia mengenakan jaketnya, sebab suhu udara turun dengan cepat. Matahari menghilang di balik cakrawala, dan digantikan oleh bulan purnama. Pete melewati jembatan yang menyeberangi pertemuan antara dua sungai beraliran deras. Kabut menggantung di udara. Bau cemara tercium dengan jelas. Pete sebenarnya merasa haus, tapi ia tidak berani minum air sungai tadi.
ia berhenti di seberang jembatan. Di depannya ada percabangan jalan. Jalan yang lebih kecil menuruni bukit-sejajar dengan aliran sungai- sampai akhirnya menghilang di sebuah ngarai sempit. Melihat palang yang menghalangi ujung jalan, Pete menyimpulkan bahwa jalan itu digunakan oleh petugas kehutanan untuk memerangi kebakaran yang sering terjadi di musim kemarau.
Pertama-tama Pete merasa gembira. Namun kemudian ia teringat bahwa jalan-jalan seperti itu sering
kali terletak di daerah terpencil dan jarang dilewati. Para petugas kehutanan tidak akan datang ke sini-kecuali jika ada pemberitahuan mengenai kecelakaan atau kebakaran.
Akhirnya Pete kembali menyusuri jalan semula, ia makan sebatang coklat. Badannya semakin letih dan semakin kedinginan. Di kejauhan terdengar lolongan coyote (anjing hutan).
*** Setelah Pete berpisah dari mereka, Jupe dan Bob kembali berlari. Nancarrow dan kedua anak buahnya masih terus mengejar dengan langkah berat Mereka semakin mendekat, sehingga Jupe dan Bob. terpaksa menambah kecepatan.
Suara langkah di belakang mereka merupakan kabar baik, sekaligus kabar buruk. Suara itu menunjukkan bahwa ketiga laki-laki itu melewati tempat pesembunyian Pete tanpa melihatnya. Tetapi kini Jupe dan Bob harus mencari jalan untuk meloloskan diri dari para pembunuh, serta senapan-senapan M-16 yang mereka bawa.
Sambil membisu Bob dan Jupe mencapai sungai yang disebut truoc oleh orang-orang Indian. Mereka segera menyusurinya ke arah yang berlawanan dengan aliran air. Angin yang bertiup di atas air yang bening menyebarkan bau belerang, dan membuat mata kedua detektif muda terasa perih.
Bob berjalan di depan. Ia mengikuti jalan setapak yang telah dilewatinya kemarin. Baik Bob maupun Jupe sudah lelah dan kehabisan napas ketika mencapai jalan masuk ke Lembah Leluhur. Air terjun di hadapan mereka menderu-deru.
"Wow!" Jupe berseru sambil memandang air terjun itu. "Di sinikah kau hampir jadi korban tanah longsor""
"Di sekitar sini," kata Bob. ia menoleh ke belakang. "Itu mereka!"
Jupe mengikuti arah pandangan sahabatnya. Kurang lebih setengah mil dari tempat mereka, Nancarrow, Biff, serta George sedang mengelilingi sebongkah batu besar. Nancarrow berjalan di depan. Senapan M-16 ketiga laki-laki itu tergantung pada bahu masing-masing. Mereka menatap ke arah air terjun, lalu melihat Bob dan Jupe. Biff, si Pendek bersuara serak, meneriakkan sesuatu dan mengacungkan tinju.
"Ayo, Bob!" Jupe mendesak. "Kita tidak bisa berlama-lama di sini."
Bob segera memasuki hutan, dan kembali menyusuri tebing. Jupe berada beberapa meter di belakangnya. Akhirnya Bob berhenti. Ia meraih ke atas, lalu mengunci jari-jarinya pada tempat pegangan tangan yang hampir tidak kelihatan. Kemudian ia menjejakkan kaki pada pijakan yang juga hampir tidak kelihatan. Tempat pegangan tangan serta pijakan kaki itu sudah selama berabad-abad dimakan erosi, sehingga sama sekali tidak menyolok.
Bob mulai memanjat naik. Dengan hati-hati Jupe mengikuti contoh yang diberikan sahabatnya. "Ya, ampun!" ia mendesah tertahan. Jupe tidak menyukai perkembangan terakhir ini. Keringat mulai membasahi keningnya. Dengan susah payah ia berusaha menjaga keseimbangan.
"Kau pasti bisa, Jupe!" Bob memberi semangat
Bob memanjat dengan cepat, sekaligus menunjukkan jalur yang harus dilewati oleh Jupe. Dengan setiap langkah mereka semakin tinggi, dan semakin mendekati dinding batu cadas di atas air terjun. Lembah Leluhur terletak di balik dinding itu.
Pepohonan lebat melindungi mereka dari pandangan para pengejar. Nancarrow, Biff, dan George baru bisa melihat bagian tebing ini setelah mereka berdiri di kaki air terjun. Bob berdoa bahwa ia dan Jupe sudah mencapai Lembah Leluhur pada saat itu.
Jupe bergerak dengan perlahan. Lengan dan kakinya gemetar. Kenapa aku mau dibujuk oleh Bob" Anak itu bertanya dalam hati. Aku pasti sudah kehilangan akal sehat!
Tiba-tiba saja kaki kanannya terpeleset. Kejadian itu begitu mendadak sehingga Jupe tidak sempat berbuat apa-apa. ia telah mencapai ketinggian sekitar 30 meter, dan percikan air dari air terjun membuat batu cadas selicin es. Sebelum Jupe sempat mejejakkan kaki, tangan kanannya juga mulai merosot.
Mati-matian Jupe berusaha mencengkeram permukaan cadas. Jantungnya nyaris copot Jari-jarinya mulai kejang. Jupe memelototi tangan kanannya, seakan-akan tidak percaya bahwa tangan itu gagal melaksanakan tugas. Kemudian pegangannya terlepas sama sekali. Waktu seolah-olah berhenti. Hanya tangan dan kaki kiri Jupe yang masih menahan berat badannya.
Aku akan mati di sini, terlintas di kepala Jupe. Aku akan me
luncur ke bawah dan terempas ke batu karang! "Jupe!" teriak Bob. Ia seperti terpaku di tempat Wajah Jupe nampak pucat pasi. Seluruh tubuhnya terasa lumpuh.
"Tundukkan kepala!" Bob kembali berseru. Ia dicekam rasa takut. Jupe harus diselamatkan! "Gerakkan bahu kananmu! Gerakkan kaki kananmu! Atur keseimbanganmu sampai kau merapat ke tebing!"
Jupe tidak bereaksi. Dia tidak mendengarku, pikir Bob. "Jupe!" ia berteriak, kemudian merayap turun ke arah sahabatnya.
Jupe bisa merasakan kehadiran Bob. Namun ia tidak melihatnya. Teriakan-teriakannya juga hanya terdengar secara sayup-sayup. Tetapi perlahan-lahan perintah Bob mulai diserap oleh otak Jupe. Gunakan otakmu! Jupe berkata pada diri sendiri. Berpikirlah!
Tepat pada waktu Bob tiba di sampingnya, Jupe berhasil menguasai diri. Bob memperhatikan sahabatnya dengan saksama. Ia seolah-olah bisa melihat roda-roda di kepala Jupe mulai berputar kembali. Penuh harap Bob menahan napas.
Tiba-tiba saja kepala Jupe bergerak maju. Dengan gerakan kaku seperti robot, tangan dan kakinya menemukan tempat berpijak pada tebing. Sambil terengah-engah ia menempel pada permukaan batu cadas.
"Kau berhasil, Jupe!" Bob berseru dengan gembira. "Ayo, kita lanjutkan pendakian. Sedikit di atas sini ada tonjolan pada tebing yang ditumbuhi semak-semak. Kita bisa beristirahat di sana. Mereka tak bakal melihat kita. Ayo, Jupe! Sedikit lagi!"
Penuh rasa was-was Jupe memindahkan tangan ke tempat pegangan berikut. Kakinya menyusul. Sambil memaksakan diri untuk tetap tenang, ia merayap pada tebing-semakin lama, semakin tinggi.
Bob mendahuluinya. Dalam waktu singkat ia telah mencapai tonjolan yang dimaksudnya. Semak-semak tumbuh pada tepi tonjolan, sehingga mereka bisa berlindung dengan aman.
"Cepat, Jupe!" Bob mendesak. "Nancarrow dan kawan-kawannya sudah hampir sampai."
Perlahan tapi pasti Jupe memanjat naik. Tak sekalipun ia menoleh ke bawah. Ia terus memanjat sampai Bob akhirnya bisa mengulurkan tangan dan menyentuh jari Jupe.
"Ayo, sedikit lagi, Jupe!" Bob berkata dengan lembut. Jari Jupiter terasa basah.
Jupe tidak mengatakan apa-apa. ia memindahkan kakinya ke pijakan berikut Kemudian ia menarik diri ke atas. Setelah berhasil mencapai tonjolan batu, ia segera merangkak ke balik semak-semak, ia duduk seperti patung, sambil memejamkan mata.
"Berapa lama lagi mereka sampai di air terjun"" Jupe bertanya dengan suara serak.
"Sebentar lagi," jawab Bob. "Lihat!"
Percikan-percikan air memenuhi udara. Angin yang bertiup dari lembah menyebarkan bau belerang. Mata Jupe dan Bob terasa perih ketika mereka memperhatikan Nancarrow, Biff, dan George mendekati air terjun.
"Mana anak-anak brengsek itu"" Nancarrow marah-marah. Sambil bertolak pinggang, ia me-mandang hutan dan tebing-tebing melalui kacamata hitamnya.
Bob dan Jupe berusaha keras agar dapat mendengar ucapan Nancarrow.
"Ini salah kalian!" Nancarrow membentak kedua anak buahnya. "Gara-gara kebodohan kalian mereka bisa kabur."
"Mereka pasti di sekitar sini, Bos," ujar George.
"Kami akan menemukan mereka," Biff berjanji.
"Mereka tidak boleh lolos!" Nancarrow berkata dengan kesal. "Wartawan sok tahu itu sudah berhasil kita amankan. Dan sekarang kita juga harus menangkap bocah-bocah ingusan itu."
Ketika mendengar kata wartawan, Bob dan Jupe segera bertukar pandang.
"Sepertinya Nancarrow menculik ayahmu karena ayahmu hendak menyelidiki sesuatu," Jupe menduga-duga. "Barangkali ada hubungannya dengan sumber berita di Diamond Lake."
"Hmm, aku jadi ingin tahu siapa Mark McKeir itu, dan apa yang diketahuinya," balas Bob.
"Kita harus mengatur semuanya supaya kelihatan seperti kecelakaan," Nancarrow masih memberi kuliah pada Biff dan George.
"Pertama-tama kita hajar kepala mereka," Biff menanggapinya. "Kita hajar mereka sampai pingsan-persis seperti kita menghajar McKeir!"
Bob dan Jupe kembali bertukar pandang. Mereka benar-benar terkejut. Apakah McKeir menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh anak buah Nancarrow"
"Setelah itu kalian harus masukkan mereka ke dalam pesawat," Oliver Nancarrow berkata. "Kita bakar mereka bersama-sama-Andrews dan anak-anak itu. Orang-orang
akan menyangka bahwa pesawat mereka meledak dan terbakar waktu jatuh. Sebuah kecelakaan-seperti yang dialami McKeir. Takkan ada yang tahu apa yang terjadi sesungguhnya."
"Ya, takkan ada yang tahu," Biff meniru ucapan bosnya dengan sungguh-sungguh.
"Tepat sekali!" Nancarrow menepuk bahu anak buahnya itu. "Sekarang kau kembali saja, Biff. Urusan ini mungkin masih makan waktu agak lama. Malam ini ada kiriman lagi, dan harus ada orang yang menanganinya. Kaulah orang itu."
"Wah, Bos!" Biff mengeluh dengan kecewa.
"Kalau kau melaksanakan tugasmu dengan baik, maka kau boleh menghabisi anak-anak ini setelah mereka kutangkap," Nancarrow berjanji.
Wajah Biff langsung kembali cerah. "Oke!" ia membalik dan menyusuri sungai menjauh dari air terjun.
"Kiriman apa yang dimaksudnya"" Bob bertanya keheranan.
"Barangkali berita yang tidak sempat disampaikan oleh McKeir berhubungan dengan kiriman ini," ujar Jupe.
"Ayo, George!" Nancarrow mengajak anak buahnya. "Di atas air terjun ini ada lembah.
Bocah-bocah tengil itu mungkin bersembunyi di sana."
ia segera menghampiri tebing.
George nyengir lebar, ia menggenggam senapannya erat-erat, kemudian mengikuti Nancarrow yang telah berdiri di kaki tebing-tepat di bawah tempat persembunyian Bob dan Jupe.
Kedua detektif muda itu terbelalak. Sebentar lagi Nancarrow dan George akan menemukan tempat persembunyian mereka. Dan kali ini tidak ada kemungkinan untuk meloloskan diri!
13. Lembah Leluhur Big Oliver Nancarrow dan George nampak amat berhati-hati ketika melewati tumpukan batu-batu di kaki tebing. Nancarrow menemukan celah yang dipanjat Bob kemarin. Ia berpegangan erat-erat, menarik badannya ke atas, dan mulai mendaki.
"Kelihatannya kurang aman," George bergumam, ia menyandang senapan M-16 pada punggungnya, lalu menyusul.
Mereka memanjat dengan mantap. Wajah mereka nampak merah dan basah karena keringat Tanpa menyadarinya, mereka menuju tonjolan batu tempat Bob dan Jupe bersembunyi.
"Jupe!" Bob berbisik cemas.
Lengan dan kaki Jupe masih gemetar, tapi otaknya bekerja dengan sempurna. Ia segera meraih akar semak-semak yang tumbuh pada tepi tonjolan, kemudian menariknya keras-keras -tanpa hasil. Jupe menarik lebih keras lagi. Kali ini ia berhasil mencabut akar dari tanah. Kerikil-kerikil, debu, dan pasir ikut berhamburan.
Nancarrow dan George memandang ke atas.
Kerikil-kerikil itu meluncur ke bawah, dan membentur permukaan tebing. Batu-batu sebesar kepalan tangan mulai terlepas, kemudian batu-batu seukuran kepala orang dewasa.
Nancarrow dan George segera menghindar.
Batu-batu longsor itu lewat di samping mereka.
"Bos...," George berkata dengan hati-hati. Wajahnya nampak pucat.
"Sudahlah," Nancarrow memutuskan, "lebih baik kita turun lagi. Anak-anak itu tidak mungkin naik dari sini. Nanti malam kita berkemah di tepi sungai saja. Dan besok pagi-pagi kita teruskan pencarian."
Bob mendesah tertahan. "Thanks, Jupe!"
Nancarrow dan George turun lewat celah yang sama.
Kedua detektif muda segera menyelesaikan sisa pendakian. Bob berada di depan. Dalam waktu singkat Lembah Leluhur telah tampak di depan mereka.
Matahari mulai tenggelam. Bayang-bayang semakin panjang. Sungai di tengah lembah mengalir tenang. Kedua tepinya ditumbuhi rumput tinggi. Di beberapa tempat uap nampak menyembur ke udara-mungkin dari sumber air panas alami.
Bob dan Jupe terus berjalan.
"Hei," Jupe tiba-tiba berkata pada Bob, "matamu merah. Bagaimana dengan mataku""
Bob memperhatikan mata sahabatnya dengan saksama, kemudian mengangguk. "Sama seperti mata orang-orang di perkampungan Indian. Tapi..." Ia terdiam sejenak, dan merenung. "Hanya mata Daniel yang tidak merah. Waktu kita bertemu dengannya, dia baru saja kembali ke perkampungan setelah pergi selama satu hari. Barangkali bau ini yang membuat mereka sakit. Angin yang keluar dari lembah ini bertiup tepat ke arah perkampungan mereka."
"Orang-orang Indian itu menderita sakit yang cukup parah. Aku rasa penyebabnya bukan sekadar bau belerang saja," Jupe berkata cepat-cepat, ia sedang berkonsentrasi penuh. Dengan hati-hati ia memindahkan kaki dan tangannya. Ia ingin segera turun dari tebin
g ini. Perlahan mereka menuju ke bawah. Ketika Jupe akhirnya melompat ke tengah-tengah pakis, ia langsung mendesah lega.
Jupe memandang sekeliling. Beberapa tanaman pakis nampak coklat dan layu-terutama yang dekat dengan sungai. Sedangkan air sungai yang kelihatannya bening, pada beberapa tempat tertutup oleh lapisan abu-abu yang berbuih.
"Hei, coba perhatikan buih itu," ia berkata pada Bob.
Bob menatap permukaan air. "Jorok! Apa itu""
"Kelihatannya tidak alami," ujar Jupe.
"Mungkin semacam polusi air."
"Yah, mungkin saja," kata Jupe. "Ayo, kita pergi dari sini. Mataku sudah perih sekali."
Matahari menghilang di balik punggung bukit yang membatasi lembah ini. Jupe dan Bob segera mengenakan jaket Kemudian mereka mulai menyusuri sungai. Di sepanjang tepi sungai mereka menemukan tanaman yang layu dan sudah hampir mati.
Lembah Leluhur ternyata menanjak dengan landai. Tanah longsor telah mengikis beberapa bagian dari dinding batu cadas pada kedua sisi lembah.
"Kalau dipikir-pikir," Jupe berkata sambil mengerutkan kening, "kecelakaan pesawat yang kita alami sebenarnya agak aneh." Ia mengeluarkan sebatang coklat dan mulai mengunyah.
"Maksudmu"" tanya Bob. ia mereguk air dari botol minum, lalu makan juga.
"Sistem elektrik pesawat kita mendadak mati," ujar Jupe. "Kita terpaksa mendarat darurat Dan siapa yang sudah siap menunggu untuk menculik ayahmu" Oliver Nancarrow!"
"Wow!" Bob membelalakkan mata. "Maksudmu, dia yang menyabot pesawat kita""
"Dia, atau salah satu anak buahnya."
Mereka makan sambil membisu.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang"" Bob akhirnya bertanya. "Kita harus menemukan ayahku sebelum terlambat"
Jupiter menjawab sambil mengunyah. "Kita tidak boleh berhenti lama-lama. Kalau aku tidak salah, lembah ini memanjang ke arah utara-selatan. Dan ini berarti bahwa jalan kehutanan ada di depan kita. Mungkin kita akan bertemu Pete di sana. Atau petugas kehutanan!"
"Oke! Paling tidak kita sudah berhasil meloloskan diri dari kejaran Nancarrow. Dia takut naik ke tebing."
"Dan barangkali kita juga menemukan apa yang membuat orang-orang Indian itu menderita sakit," Jupe menambahkan.
Mereka menghabiskan batang coklat masing-masing, lalu menyimpan kertas pembungkus dalam kantong jaket Mereka ingin melestarikan alam dengan tidak membuang sampah secara sembarangan.
Lembah kini telah diselimuti kegelapan. Bintang-bintang nampak bergemerlapan di langit malam. Perlahan-lahan bulan purnama muncul di atas punggung bukit
Dengan tenaga sudah hampir terkuras habis, kedua sahabat itu melanjutkan perjalanan di bawah cahaya bulan. Kadang-kadang mereka harus mengitari semak belukar serta batu-batu besar sebelum kembali ke tepi sungai. Setelah berjalan sekitar setengah mil, Jupe dan Pete terpaksa mengambil jalan putar untuk menghindari daerah rawa-rawa, dan akhirnya sampai di tebing yang membatasi lembah.
Tiba-tiba Bob berhenti. Bulu kuduknya berdiri.
"Ada apa"" tanya Jupe dengan suara tertahan.
Tanpa berkata apa-apa Bob menunjuk ke depan. Sekitar 10 meter di depan mereka ada sesuatu berwarna putih yang memantulkan cahaya bulan.
Jantung Jupe berdetak dengan kencang.
"Apakah... apakah itu..." Bob tergagap-gagap.
Bahu-membahu mereka melangkah maju. Pantulan cahaya di depan mereka semakin meluas. Berkas-berkas cahaya lemah menembus semak-semak.
Jupe dan Bob berhenti. Bob nampak ketakutan. Jupe mengumpulkan seluruh keberaniannya, namun ia pun gemetar.
Di depan kaki mereka ada sebuah tulang panjang berwarna keperak-perakan.
"Tulang apa ini"" Bob berbisik.
"Ini tulang kering," ujar Jupe. "Tulang kering orang dewasa. Sepertinya kita telah menemukan tempat pemakaman orang-orang Indian."
"Sebenarnya aku jauh lebih suka kalau kita tidak menemukannya," Bob berkata dengan sungguh-sungguh. "Tulang-belulang ini pasti diobrak-abrik oleh tanah longsor. Berapa banyak jumlahnya menurutmu""
Tulang-belulang itu berserakan pada tumpukan tanah yang jatuh dari tebing di sebelah kirinya. Beberapa tulang nampak menancap di tanah.
"Itu tulang kering yang satu lagi," ujar Jupe sambil menunjuk. "Dan di sana ada tulang paha, beberapa tulang iga, dan sebagian tulang belak
ang." Tulang-belulang itu nampak berpendar di bawah sinar bulan purnama. "Kelihatannya seperti kerangka yang lengkap."
"Dan itu tengkoraknya!" kata Bob. "Ih, menyeramkan."
Dua lubang hitam, yang dulu pernah berisi sepasang mata, menghadap ke arah kedua detektif muda. Lubang yang lebih kecil merupakan bekas hidung. Mulut tengkorak itu kelihatan seperti meringis.
"Tunggu dulu!" Jupe tiba-tiba berkata. Ia memungut sebuah benda yang nampak berkilau-kilau. Benda itu adalah sebuah gesper perak dengan batu berwarna turkis.
Bob memperhatikannya sambil mengerutkan kening. "Persis ikat pinggang yang dipakai Daniel," katanya.
"Mungkin milik pamannya," Jupe berkomentar sambil memasukkan gesper itu ke dalam kantong jaket
"Tapi pamannya baru menghilang selama sebulan. Sedangkan tulang-belulang ini..."
"Jangan lupa, di sini masih banyak binatang liar."
Jupe menatap tengkorak di depan mereka, ia telah berhasil mengatasi rasa takutnya. Kini ia malah merasa sedih, sangat sedih. "Coba lihat ini!" ia menunjuk sebuah lubang kecil pada tempurung kepala.
"Lubang peluru""
"Yah," Jupe menjawab dengan lesu. "Kelihatannya orang ini meninggal karena dibunuh."
*** Pete berjalan menembus malam yang dingin. Langkah-langkahnya semakin berat Karena tidak kuat lagi, ia akhirnya meninggalkan jalan tanah dan mencari tempat untuk bermalam. Dengan tubuh terbungkus selimut, ia membaringkan diri di atas tumpukan daun cemara.
Tiba-tiba Pete mendengar suara truk mendekat. Ia segera bangkit kembali. Sayangnya kendaraan-kendaraan berat itu menuju ke arah yang salah -kembali ke pegunungan dari mana ia datang.
Dengan kecewa Pete duduk lagi. ia melihat dua truk lewat di depannya. Para pengemudi hanya menyalakan lampu kecil. Aneh, pikir Pete ketika ia mulai diserang kantuk, kenapa mereka tidak menyalakan lampu besar"
Pete merasa seolah-olah baru saja tertidur ketika ia dibangunkan oleh suara kendaraan berat. Ia segera melirik jam digital yang melingkari pergelangan tangannya: tengah malam kurang beberapa menit.
Cepat-cepat ia berdiri. Kali ini truk-truk itu menuju ke arah yang tepat-ke arah jalan bebas hambatan... ke arah bantuan untuk Mr. Andrews, Bob, dan Jupe!
"Stop!" ia berseru. "Stop!"
Truk yang paling depan mengurangi kecepatan. Begitu juga truk yang menyusul di belakangnya.
Penuh semangat Pete berlari ke arah truk pertama.
Kendaraan berat itu langsung berhenti. Pintunya dibuka dari dalam.
Pete segera menggenggam pegangan tangan dan menarik dirinya ke atas.
Ia baru saja hendak mengucapkan terima kasih pada si pengemudi, ketika menyadari bahwa ada yang tidak beres. Laras senapan M-16 mengarah tepat pada dahinya. Pete mulai berkeringat dingin. Ia teringat pada kata-kata yang diucapkan oleh Jupe: M-16 merupakan senapan untuk berburu manusia.
"Ayo, masuk!" si Pendek bernama Biff menggeram, ia nampak nyengir lebar. "Mana teman-temanmu, Bung""
*** Jupiter dan Bob memutuskan bahwa mereka harus beristirahat. Sambil membungkus badan dengan selimut, kedua sahabat itu membaringkan diri di atas tumpukan pakis. Mereka tidak berani menyalakan api unggun, karena ada kemungkinan bahwa Nancarrow atau salah satu anak buahnya melihat cahaya yang terpancar.
Menjelang subuh mereka bangun lagi, kemudian langsung meneruskan perjalanan. Perut keduanya terasa keroncongan, tetapi mereka sudah kehabisan bekal. Sambil menahan lapar mereka menatap tanaman-tanaman liar yang tumbuh di dekat sungai. Namun baik Jupe maupun Bob telah berkali-kali diperingatkan oleh Pete: Jangan sekali-sekali makan sesuatu yang belum pasti bisa dimakan.
Malah kebetulan, Jupe menghibur diri. Aku toh harus mengurangi berat badan.
Mereka terus berjalan pada tepi kanan sungai. Di sini tidak ada jalan setapak, sehingga mereka hanya bisa maju pelan-pelan. Mereka melewati sumber air panas yang mengeluarkan bau belerang yang menusuk hidung. Beberapa kali mereka menemukan lapisan berwarna abu-abu atau genangan oli yang mengambang pada permukaan sungai.
Akhirnya Jupe dan Bob mencapai puncak sebuah bukit.
Mereka berhenti sejenak, sambil merasakan nikmatnya sukses pertama. Mereka telah menca-j pai ujung lembah, yang dibatasi
oleh punggung bukit. Sungai yang mereka susuri sejak pagi mengalir lewat ngarai sempit.
"Hei, di sana ada jalan!" ujar Bob, sambil memutar topi pet yang dikenakannya ke belakang.
Jalan tanah yang dimaksud Bob juga melewati ngarai sempit yang membelah punggung bukit di depan mereka.
"Jalan itu sama sekali tidak mirip dengan jalan kehutanan yang digambarkan oleh Mary Grayleaf," Jupe berkomentar kemudian.
"Ya, tidak ada mirip-miripnya sama sekali," ujar Bob.
Mereka menyeberangi sungai. Tiba-tiba saja bau busuk memenuhi udara di sekeliling mereka. Bob dan Jupe menahan napas, lalu menatap ke bawah. Sesuatu berwarna hitam yang nampak seperti ter telah terkumpul di pinggir sungai. Tanaman-tanaman di sekitar kelihatan layu.
Kedua sahabat itu mengamati air yang keruh. Lapisan minyak pada permukaannya nampak berwarna-warni seperti pelangi.
Cepat-cepat Jupe dan Bob naik ke darat.
"Kelihatannya seperti aspal, atau minyak, atau mungkin malah kedua-duanya," kata Bob.
"Dan baunya minta ampun."
"Baunya mirip dengan cairan busuk yang kaubuat waktu praktikum kimia," ujar Bob sambil nyengir.
"Asal tahu saja," balas Jupe dengan kesal, "cairan itu merupakan hasil akhir dari eksperimen termo-reaktif yang rumit." Namun kemudian ia ketawa. "Kau masih ingat tampang Mr. Perry waktu cairan itu meledak dan menyembur sampai ke langit-langit""
Sambil ketawa-ketawa mereka menuju ke jalan tanah di depan. Ternyata mereka menemukan sejumlah jejak kendaraan berat.
"Jejak truk," kata Bob. ia berjongkok dan memungut puntung rokok yang persis seperti puntung rokok yang ditemukan Jupe sebelumnya.
Jupe mengangguk dengan geram. "Rupanya di sinilah tujuan akhir dari kiriman yang disinggung oleh Nancarrow."
"Nancarrow Trucking Company! Mungkin ayahku ada di sekitar sini!"
Bob dan Jupe memandang sungai yang telah tercemar, semak-semak, pohon-pohon, serta punggung bukit. Jalan tanah di depan mereka nampak bercabang di kejauhan. Cabang jalan itu menghilang di balik pohon-pohon cemara.
"Coba lihat ke sebelah sana," ujar Jupe.
Di sebelah kanan jalan tanah terdapat sejumlah gua pada tepi bukit. Beberapa pasang jejak ban menuju ke sana. Langsung saja Bob dan Jupe menghampiri gua-gua itu.
Mereka menyusuri deretan mulut goa, tetapi bau yang keluar dari sana membuat mata mereka terasa seperti terbakar. Kedua anak itu terbatuk-batuk, lalu kembali ke gua pertama.
"Yang ini masih agak mending dibandingkan yang lain," kata Jupe.
Dengan mata setengah terpejam mereka mengintip ke gua yang paling dekat ke jalan tanah.
"Aku melihat benda berbentuk kotak," ujar Bob.
Mereka melangkah masuk, lalu berhenti sejenak untuk membiasakan diri dengan cahaya remang-remang. Sinar matahari mengalir masuk melalui mulut gua yang lebar.
Akhirnya mereka mulai bisa melihat dengan jelas. Jupe segera memandang sekeliling. Di depannya ratusan drum tertumpuk-tumpuk.
Jupe membaca label pada salah satu drum. "PCB," ia berkata.
Bob membaca label yang lain. "Asam chlorida."
Jupe melanjutkan, "Alkaline, lumpur belerang."
Dengan mata terbelalak kedua sahabat itu bertukar pandang.
"Limbah beracun!" Jupe akhirnya menyimpulkan.
"Kita menemukan tempat pembuangan limbah beracun," ujar Bob.
Tiba-tiba keadaan dalam gua menjadi gelap. Mereka segera berbalik dan memandang ke mulut gua. Seorang pria berdiri di sana dan menghalangi jalan keluar.
Jupe dan Bob terperangkap!
14. Bisnis Kotor "Jupiter! Bob!" orang di mulut gua itu berseru dengan marah. "Sedang apa kalian di sini""
Kedua detektif muda saling bertatapan.
"Daniel"" Jupiter berkata dengan ragu-ragu.
"Dari mana kau tahu bahwa kami ada di sini"" tanya Bob.
Daniel semakin marah. "Keluar!" pemuda Indian itu berseru. "Kalian tidak boleh berada di sini. Ini Lembah Leluhur kami!"
"Tidak!" balas Jupe. "Kau saja yang masuk ke sini. Kami akan menunjukkan apa yang membuat sukumu menderita sakit."
Daniel nampak ragu-ragu. Namun kemudian ia melangkah ke dalam gua.
"Matamu perlu waktu sebentar untuk membiasakan diri dengan keremangan di sini," ujar Jupe.
"Aku harap kalian bisa menjelaskan semua ini," kata Daniel.
"Tenang saja," jawab Jupe. ia menggiring pemuda Indian itu
ke tumpukan drum. Di bagian belakang gua ternyata ada salah satu drum yang sudah bocor. Uap yang dihasilkan oleh cairan di dalamnya membuat mata terasa seperti terbakar. Cepat-cepat mereka menyingkir dan keluar dari gua. Kemudian Jupiter menjelaskan apa yang ada di dalam drum-drum itu.
"Limbah beracun"" Daniel mengulangi seakan-akan tidak percaya. "Itukah yang meracuni air dan tanah kami""
"Lihat, matamu sudah merah lagi," ujar Bob. "Begitu juga mata kami."
Daniel menatap kedua teman barunya. "Kalau begitu, air di truoc tidak bisa diminum. Dan ikan yang ada di dalamnya tidak bisa dimakan."
"Binatang-binatang yang kalian buru di hutan juga minum air dari sungai ini," Bob mengingatkannya.
"Keadaan di gua-gua yang lain bahkan lebih buruk lagi," Jupe bercerita. "Kami sama sekali tidak bisa masuk. Sepertinya gua-gua itu penuh dengan drum bocor."
Daniel nampak geram. Ia memikirkan bahaya yang ditimbulkan oleh limbah beracun itu. Kemarahannya meledak. "Siapa yang berani mengotori Lembah Leluhur kami""
"Oliver Nancarrow," Jupe menjawab dengan singkat "Pemilik Nancarrow Trucking Company. Kau mengenalnya""
"Tentu saja," ujar Daniel. "Kepala kampung kami kadang-kadang bekerja untuk dia. Tapi Mr. Nancarrow selalu membantu desa kami.."


Trio Detektif 48 Bisnis Kotor di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia sering datang ke sini," kata Bob. "Kalau Nancarrow menculik ayahku, di mana dia menahannya""
"Aku tidak tahu," Daniel berkata sambil mengangkat bahu. "Aku belum pernah mendatangi bagian Lembah Leluhur ini. Tapi aku yakin kita bisa melacak jejaknya-atau jejak Mr. Nancarrow."
Ketika mereka menuju ke jalan tanah, Jupiter bertanya, "Jadi kau melacak jejak kami""
Daniel berjalan sambil membungkuk, ia mengamati bekas ban yang terlihat pada permukaan jalan. "Kakek mengizinkan aku untuk meninggalkan upacara tadi pagi," ia berkata sambil berhenti untuk mempelajari bekas ban yang paling baru. "Dia mengkhawatirkan keselamatan kalian. Aku pinjam mobil Bibi, lalu menemukan pick-up yang kalian pakai dalam keadaan ringsek. Telapak sepatu kalian bergerigi, sehingga meninggalkan jejak yang mudah diikuti. Pertama-tama hanya ada jejak kalian bertiga. Namun kemudian aku menemukan jejak sepatu lars. Ada tiga orang yang mengejar kalian. Kalian berusaha kabur, lalu berkelahi dua kali dengan orang-orang itu. Kemudian Pete memisahkan diri. Kelihatannya Pete berhasil lolos, tapi ketiga orang itu tetap mengejar kalian berdua."
"Kau mengetahui itu semua hanya dengan mempelajari jejak sepatu"" Jupe bertanya sambil terheran-heran.
"Aku dibesarkan di hutan ini," Daniel menjelaskan. "Dan Paman mengajarkan cara membaca jejak."
"Apakah kau juga bisa mengetahui siapa yang menyabot pick-up kami"" tanya Jupe.
"Apaaa"!" Daniel berseru sambil membelalakkan mata.
Jupe lalu bercerita mengenai baut pada pedal rem.
Daniel menundukkan kepala. "Siapa yang tega melakukan sesuatu yang begitu mengerikan"" ia menatap Jupe dan Bob. "Aku gembira bahwa kalian masih hidup. Pete pasti pengemudi jempolan."
Jupe dan Bob mengangguk. "Ehm..." Bob berkata sambil memandang ke arah Jupe.
Jupe mengangguk sambil memasang tampang serius. Tak ada jalan untuk menghindari pertanyaan berikut. "Daniel, apakah kau mengenali benda ini"" ia bertanya dengan berat hati. Tangannya memegang gesper perak dengan batu berwarna turkis di tenqah-tengahnya.
Tanpa berkala apa-apa Daniel mengambil gesper itu. Bentuknya hampir sama dengan gesper yang dikenakannya. "Ini milik Paman," pemuda Indian itu menjawab, lalu menatap Jupe. "Di mana kalian menemukan ini""
"Di samping kerangka manusia di dekat tebing," ujar Jupe. "Kau pasti melihat tulang-belulang itu waktu menuju ke sini."
Daniel memejamkan mata dan mengangguk perlahan.
"Sekarang aku tahu apa arti wahyu yang kuterima," ia berbisik kemudian. "'Di tempat yang benar, namun tanpa diberkati'. Tubuh pamanku sudah berada di Lembah Leluhur, namun jiwanya belum memperoleh berkat untuk melakukan perjalanan dari kehidupan ini ke kehidupan berikut."
Ketiga pemuda itu terdiam untuk beberapa saat.
"Apakah kau sempat mengamati tulang-belulang itu"" Jupe bertanya dengan lembut.
"Tidak. Aku terburu-buru karena memikirkan kalian," ujar Daniel.
"Kalau begitu masih ada satu berita buruk lagi yang harus kusampaikan padamu. Kami menemukan lubang peluru pada tengkorak itu."
"Pamanku dibunuh"" tanya Daniel. ia nampak terpukul sekali. "Siapa" Kenapa""
Bob bercerita mengenai 'kecelakaan' yang dialami Mark McKeir, serta rencana Nancarrow untuk membunuh Mr. Andrews dan Trio Detektif.
"Jadi kalian menduga bahwa Paman menemukan... ini"" Daniel bertanya sambil menunjuk deretan gua pada tebing.
"Ada kemungkinan," kata Jupiter.
Daniel merenung sejenak. "Waktu menjalankan upacara, Kakek mendapat pesan dari Sang Pencipta bahwa penyakit yang kami derita adalah akibat dari ulah seorang tukang sihir asing. Menurut Kakek, tukang sihir itu teramat serakah dan hanya bisa dihancurkan jika kita memberikan sesuatu yang diinginkannya."
"Tukang sihir yang dimaksud kakekmu pasti Oliver Nancarrow," kata Jupe.
"Tapi apa artinya: memberikan sesuatu yang diinginkannya"" Bob bertanya dengan heran.
"Aku pun tidak tahu," balas Daniel, ia memasukkan gesper pamannya ke dalam kantong celana. "Sebaiknya kita mulai mencari jawabannya." ia menunjuk sepasang jejak ban lebar pada permukaan jalan tanah.
"Ini bekas ban dari karavan milik Mr. Nancarrow," ia berkata. Kemudian ia mulai mengikuti jejak itu.
Bob dan Jupe segera menyusul. Mereka terka-gum-kagum pada kemampuan membaca jejak yang dimiliki Daniel. Jejak-jejak yang tak jelas pada debu jalanan bisa bercerita panjang lebar pada pemuda Indian itu. Mereka menyusuri jalan tanah sambil setengah berlari.
Dalam waktu singkat bau yang keluar dari deretan gua mulai digantikan oleh bau cemara.
Daniel berhenti. "Itu dia! Mobil karavan milik Mr. Nancarrow. Dia sering membawa kendaraan itu ke desa kami untuk membagi-bagikan hadiah- makanan, amunisi, mainan untuk anak-anak."
Karavan mewah itu diparkir di suatu lapangan terbuka. Mobil itu tidak kelihatan dari deretan gua. Pohon-pohon besar melindunginya dari bau busuk di tempat itu.
Daniel segera mendekat. "Tunggu dulu!" Jupe berseru dengan suara tertahan. "Barangkali ada orang di dalamnya.
Nancarrow dan anak buahnya masing-masing membawa senapan M-16."
Daniel menunjuk bekas sepatu pada permukaan jalan. Jejak itu menuju ke arah karavan.
"Kalian tahu siapa yang ada di sini"" Daniel bertanya.
Jupe dan Bob menggeleng. "Pete! Yang lainnya pergi semua. Kalian lihat jejak-jejak itu"" Ia menunjuk beberapa bekas sepatu yang nampak menjauh dari karavan.
"Mereka menangkap Pete!" Jupe berseru.
Kedua detektif muda menatap Daniel. Secara mendadak kecemasan mereka jadi berlipat ganda.
"Ayo, kita ke sana," kata Daniel.
"Kita harus waspada!" Jupe mengingatkan. "Nancarrow mungkin berada di sekitar sini."
Sambil membungkuk dan tanpa bersuara, ketiga pemuda itu menghampiri karavan. Kemudian mereka mengintip dengan hati-hati. Di dalam kendaraan itu ada dua orang. Pete diikat pada kursi makan. Di sampingnya ada satu orang lagi yang juga dalam keadaan terikat.
"Ayah!" Bob memekik.
15. Perangkap Maut Jupe dan Bob melepaskan kain yang menyumbat mulut Mr. Andrews dan Pete.
"Ayah baik-baik saja"" Bob langsung bertanya.
Mr. Andrews menganggukkan kepala. Luka pada keningnya masih membengkak. Ia memerlukan perawatan dokter. Bob berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan segera mencari dokter-jika mereka bisa lolos dari sini.
"Bagaimana kau bisa sampai ke sini, Pete"" Jupe bertanya sambil membuka tali yang mengikat lengan Pete. Sahabatnya itu tampak lelah sekali.
"Aku capek dan bodoh dan tertangkap oleh Biff," Pete menerangkan dengan singkat. "Si Cebol itu ternyata tahu jalan potong lewat hutan. Dia lebih dulu sampai ke jalan, lalu naik mobil."
Begitu bebas, Mr. Andrews dan Pete berdiri dan menggerak-gerakkan kaki dan tangan.
"Terima kasih, Bung," Mr. Andrews berkata dengan gembira ketika mengambil topi petnya dari kepala Bob.
"Kembali," ujar Bob sambil nyengir lebar, ia lega sekali karena sudah berhasil membebaskan ayahnya. Kemudian ia memperkenalkan Daniel.
Dalam beberapa menit saja Pete sudah mulai pulih. Ia langsung menuju ke lemari es di bagian belakang karavan. "Aku hampir mati kelaparan," katanya, lalu mengeluarkan selai kacang, rot
i, dan sebotol orange-juice. Semuanya makan dengan lahap.
Mr. Andrews mencoba berjalan sambil berpegangan pada sandaran kursi serta rak-rak yang terpasang pada dinding karavan. "Syukurlah kalian semua dalam keadaan sehat-sehat," ia berkata. "Tolong ceritakan apa saja yang telah terjadi sejak saya ditahan di sini."
Bob segera melaporkan petualangan mereka selama dua hari terakhir. "Mark McKeir sudah mati, Ayah," Bob mengakhiri laporannya. "Dia dibunuh oleh Nancarrow."
"Saya rasa Biff yang melakukannya," ujar Mr. Andrews. "Dia mencium bahwa ada yang tidak beres, lalu membuntuti Mark. Sementara itu George menyabot sistem elektrik di pesawat untuk melenyapkan saya. Dia memasang bahan peledak khusus pada kabel-kabel listrik di dekat mesin."
"Kemungkinan besar dia juga memasang detonator elektronik," Jupe menduga-duga sambil mengunyah. "Dengan demikian Nancarrow bisa meledakkan bom mini itu dari bawah."
Mr. Andrews mengangguk. "Nancarrow memang ingin agar pesawat kita jatuh di suatu tempat di mana dia bisa memastikan kematian saya. Dan seandainya saya selamat, maka dia bisa menanyakan siapa saja yang mengetahui bahwa saya pergi ke Diamond Lake. Ketika mendengar bahwa masih ada orang lain dalam pesawat-yaitu kalian bertiga-Nancarrow langsung panik. Dia menjalankan bisnis kotor yang menghasilkan setengah juta dollar per tahun, dan tidak ingin kehilangan sumber penghasilan itu."
"Saya tidak pernah menyangka bahwa orang bisa mendapat keuntungan sebesar itu dengan menyimpan limbah beracun secara ilegal," Pete berkomentar keheranan.
"Begitulah kenyataannya," ujar Mr. Andrews. "Padahal usaha yang dijalankan Nancarrow masih termasuk kelas teri. Di seluruh Amerika ada banyak perusahaan yang dikenakan denda oleh Badan Perlindungan Alam. Penanganan limbah beracun secara legal memerlukan biaya besar. Karena itu perusahaan-perusahaan tertentu mau melakukan apa saja asal bisa menekan pengeluaran. Baru beberapa minggu yang lalu, BPA menangkap seorang pengusaha yang membuang cairan beracun ke gorong-gorong di Los Angeles."
"Astaga!" Jupiter berseru sambil membelalakkan mata. "Berarti ada kemungkinan bahwa air tanah juga telah terkena pencemaran."
"Tepat sekali," ujar Mr. Andrews. "Setelah kejadian itu terungkap, saya ditugaskan untuk mengadakan penyelidikan untuk menyiapkan artikel mengenai limbah beracun. Tidak lama kemudian Mark McKeir menelepon ke kantor, dan minta untuk bertemu dengan seorang wartawan. Mula-mula dia begitu ketakutan, sehingga tidak bersedia menyebutkan namanya. Dia hanya memberitahu saya bahwa dia bekerja di sebuah bengkel mobil, dan bahwa pemilik bengkel itu menekan pengeluarannya dengan mengupah seorang pengusaha angkutan untuk menangani semua limbah yang ada-oli rem, oli transmisi, oli mesin, dan sebagainya. Ketika si pemilik bengkel tidak mau menghentikan perbuatannya, dan bahkan mengancam untuk memecat McKeir, McKeir mengikuti si pengusaha angkutan-yaitu Oliver Nancarrow-lalu menemukan usaha sampingannya. Mark McKeir adalah seorang warganegara yang baik. Dia ingin agar pembuangan limbah beracun secara ilegal dipublikasikan. Dengan demikian masyarakat luas akan menyadari bahaya limbah tersebut. Karena itulah dia akhirnya bersedia untuk menemui saya."
Daniel bersandaran pada pintu. Sejak tadi ia mendengarkan cerita Mr. Andrews tanpa berkomentar. "Mereka menghancurkan lembah kami," ia kini berkata. "Tanah, air, binatang-binatang, bahkan udara yang kami hirup. Mereka membuat kami sakit, dan mungkin juga membunuh paman saya."
"Pihak pemerintah mempunyai tenaga-tenaga ahli yang akan menangani limbah beracun di lembah ini," kata Mr. Andrews. "Dan saya turut berduka cita atas kematian pamanmu. Mereka tidak pernah membicarakan dia, sehingga saya tidak tahu apa yang terjadi."
Jupe pindah ke bagian depan karavan, lalu duduk di kursi sopir. "Mr. Andrews, apakah informasi yang Anda kumpulkan sudah cukup untuk menulis sebuah artikel""
"Lumayan," ujar Mr. Andrews. "Nancarrow menyimpan dokumen-dokumen penting di meja kerja ini. Saya tinggal membaca semuanya. Nancarrow rupanya menggunakan karavan ini sebagai kantor. Dia selalu berpin
dah-pindah tempat, sehingga sukar ditangkap."
"Kalau begitu kita kabur saja dari sini," kata Pete. "Dan kita bawa kantor ini sekaligus. Ayo Jupe, pindah ke sebelah." Ia menuju ke depan. "Biar aku yang pegang setir."
"Jangan, saya saja!" ujar Mr. Andrews.
"Anda masih cedera, Mr. Andrews," kata Pete.
"Pete benar, Ayah," Bob menambahkan.
"Saya tidak apa-apa," kata Mr. Andrews. Tiba-tiba ia berhenti dan memegangi kepala, ia merasa pusing sekali. Ia berpegangan pada sandaran kursi, lalu duduk. "Kelihatannya kalian benar," ia akhirnya mengakui.
"Kunci mobilnya tidak ada," kata Jupe. "Mr. Andrews, apakah Anda tahu di mana Nancarrow menyimpan kuncinya""
"Mungkin Nancarrow membawanya."
Ketiga detektif muda langsung patah semangat.
"Oke," Pete akhirnya berkata. "Kalau begitu saya terpaksa mengutak-atik kabei sampai mesinnya mau menyala." ia menuju ke pintu.
"Tunggu dulu!" Kata Daniel tiba-tiba, penuh wibawa. Pemuda Indian itu berdiri seperti patung, persis seperti di hutan ketika Pete menyergapnya. Ia memejamkan mata. "Beberapa orang sedang menuju ke sini," ia berkata dengan yakin.
Cepat-cepat semuanya berjongkok, lalu mengintip ke luar jendela. Daniel benar. Mereka melihat gerakan di antara pohon-pohon di sekeliling lapangan. Kadang-kadang ada berkas cahaya yang terpantul oleh logam senapan.
"Kita masuk perangkap!" Jupiter berbisik, panik.
Yang lainnya hanya bisa menelan ludah.
"Itu Nancarrow!" Bob tiba-tiba berbisik.
"Dan itu temannya yang haus darah," Pete menambahkan.
"Kita harus berhati-hati terhadap Biff," Bob berkata dengan gelisah. "Orang itu benar-benar berbahaya."
"Lho, Kepala Kampung kami ada bersama mereka," kata Daniel terheran-heran. "Juga Ike Ladysmith."
"Ike Ladysmith bekerja untuk Amos Turner"" tanya Jupe. Ia mengenali laki-laki kurus itu sebagai orang yang memberi isyarat pada Mary bahwa pick-up si Kepala Kampung sudah siap dipakai.
"Kadang-kadang," jawab Daniel. "Lihat! Paman Kepala Kampung dan Ike membawa walkie-talkie. Dan senapan baru. Aku baru tahu bahwa di desa kami ada orang dengan perlengkapan sehebat itu! Kepala Kampung kami adalah pemburu ulung. Sebuah senapan berburu merupakan hadiah yang paling cocok untuknya."
"Senapan Ruger 10/22," Jupe mengenali senjata-senjata itu. Gntuk sesaat ia dikuasai rasa panik. Bagaimana mereka bisa meloloskan diri, jika mereka dikelilingi oleh senapan-senapan dengan daya tembak yang luar biasa"
"Mary sempat bercerita bahwa Kepala Kampung kalian sering membelikan barang-barang untuk orang-orang di desamu," Bob menambahkan. "Barang-barang mahal, seperti suku cadang mesin mobil. Lalu masih ada mobilnya yang baru. Barangkali ia dibayar oleh Nancarrow supaya tutup mulut mengenai tempat ini."
Daniel langsung mengerutkan kening. "Tidak mungkin!" ia memprotes. "Paman Kepala Kampung adalah laki-laki terhormat. Dia tidak mungkin merusak kesucian Lembah Leluhur."
Suasana di dalam karavan terasa mencekam. Dan kemarahan Daniel semakin menambah ketegangan.
"Kita berada dalam posisi terjepit," kata Mr. Andrews secara diplomatis, "tapi saya sependapat dengan Daniel. Kita tidak punya bukti yang memberatkan si Kepala Kampung ataupun Ike Ladysmith."
"Kalau begitu siapa yang menyabot rem di pick-up yang kami pakai" tanya Pete.
Daniel menatapnya untuk sejenak, kemudian mengalihkan pandangan. "Aku tidak tahu," ia berkata dengan nada menyesal.
"Hmm," Jupe bergumam, ia kembali menuju kursi sopir. "Satu hal sudah pasti. Kita harus cari jalan untuk keluar dari sini-secepatnya."
"Barangkali ada senjata di sini," ujar Pete sambil memeriksa sebuah lemari.
"Lupakan saja," kata Mr. Andrews. "Nancarrow tidak pernah melepaskan senapannya. Kita harus cari jalan lain."
Tangan Jupe meraba-raba bagian bawah dashboard. "Bibi Mathilda selalu mengingatkan saya agar bersiap-siap terhadap segala kemungkinan. Nancarrow pasti juga bersikap seperti itu, terutama kalau dia menggunakan karavan ini sebagai kantor.... Aha!" Jupe menarik tangannya, lalu memperlihatkan sebuah kotak magnetik. Kotak seperti itu sering digunakan untuk menyimpan kunci cadangan.
Gntuk sejenak ketegangan di dalam karavan agak berkurang. Sambil t
ersenyum dengan puas, Jupe menyerahkan kotak itu pada Pete. Pete segera duduk di kursi sopir.
"Oke, Pete," Mr. Andrews berkata, ia duduk kembali. "Buktikan bahwa kau memang pengemudi jempolan. Tancap terus, meskipun mereka menembak ban mobil. Pokoknya jangan berhenti! Kita harus mencapai Diamond Lake!"
Bob segera menoleh ke arah ayahnya. Mr. Andrews jarang memperlihatkan rasa takut. Tapi kali ini ia menyadari bahwa keselamatan mereka tergantung pada keterampilan Pete sebagai pengemudi.
Pete mengangguk. "Semuanya tiarap. Cari tempat untuk berpegangan!"
Mr. Andrews, Bob, Jupe, dan Daniel segera membaringkan diri di lantai. Dalam hati Bob bertanya-tanya apakah ia akan bertemu lagi dengan Jennifer, atau Amy, atau Debbie... Jupe menelan ludah, lalu mulai berdoa.
Pete menarik napas panjang, kemudian memutar kunci kontak. Mesin mobil segera menyala.
16. Bertarung Melawan Tukang Sihir
Karavan itu mulai menggelinding. Pete menyetir sambil membungkukkan badan. Dalam sekejap saja mereka telah meninggalkan lapangan. Pete sempat melihat bahwa Oliver Nancarrow nampak terkejut.
Kemudian peluru-peluru mulai berdesingan. Butir-butir timah panas menembus dinding karavan, lalu keluar lewat dinding seberang.
"Bagaimana keadaan di belakang"" teriak Pete.
"Aman!!" empat suara menyahut.
Kaca depan pecah diterjang peluru. Pete terus tancap gas, dan menuju ke jalan tanah yang menjauh dari lapangan.
Si Kepala Kampung muncul di samping Oliver Nancarrow. ia nampak berbicara dengan sengit. Nancarrow mendengarnya, lalu memberi isyarat pada yang lain agar berhenti menembak. Kemudian ia mengatakan sesuatu melalui walkie-talkie.
Ketika karavan yang dikemudikan Pete melewatinya dengan kecepatan tinggi, Nancarrow melakukan sesuatu yang aneh-ia tersenyum sinis sambil memperhatikan kendaraan itu. Pete tidak mengerti apa sebabnya. Mereka sedang melarikan diri. Tapi kenapa Nancarrow malah tersenyum"
"Mereka membiarkan kita lolos!" Pete berseru pada rekan-rekannya.
Karavan itu melaju dengan kencang. Pete menekan pedal gas sebatas keberaniannya. Jalan yang mereka lewati berkelok-kelok, sehingga ia hanya bisa melihat 25 meter ke depan. Karavan itu sempat oleng, dan menyerempet dahan-dahan pohon.
Kemudian ia menyadari kenapa Nancarrow bersikap tenang-tenang saja. Pete segera menginjak rem.
"Ada apa"" seseorang bertanya dari belakang.
Di depan mereka ada sebuah truk besar milik Nancarrow Trucking Company. Kendaraan berat itu berhenti melintang di jalan. Rupanya George atau orang lain hendak membawa kiriman baru. Pete tidak mungkin menghindari truk itu.
"Kita terperangkap!" Pete memekik.
Karavan itu berhenti secara mendadak. George muncul dari balik truk. Senapan M-16 yang disandangnya mengarah pada Pete.
Keempat penumpang segera berdiri dan melihat ke luar.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan"" Bob mendesah.
Jupe mulai menggigit-gigit bibir.
"Ayo, keluar!" George berteriak. "Aku akan membiarkan kalian hidup-tapi hanya karena permintaan Bos!"
"Sebentar lagi Nancarrow dan yang lain sudah sampai di sini," Mr. Andrews berkata dengan waswas.
"Aku punya ide," ujar Jupe tiba-tiba. "Aku akan mengalihkan perhatian George. Sementara itu kalian bisa kabur ke semak-semak."
"Cepat!" George kembali berteriak.
"Hati-hati!" Mr. Andrews mengingatkan.
Jupe mengangguk, ia menggenggam pegangan pintu, lalu berhenti sejenak. Setelah menarik napas dalam-dalam, ia membuka pintu, ia memegangi kepala, dan berlagak kesakitan.
"Ohhh," Jupe mengerang sambil melangkah keluar. "Ohhh, sakitnya!" ia terhuyung-huyung ke arah George.
George mengerutkan kening, ia nampak curiga. Laras senapannya terus diarahkan pada Jupe.
"Tolong!" Jupe berseru. "Saya belum mau mati!"
"Jangan mendekat!" teriak George.
Jupe melambaikan tangan, dan secara "tidak sengaja" menepis moncong M-16 di tangan George. "Tolong!" Dengan putus asa ia menerjang pria bersenjata itu.
"Brengsek!" Pete melompat keluar lewat pintu sopir, ia disusul oleh Bob, Mr. Andrews, dan Daniel.
Jupe dan George sama-sama terjatuh. Tapi Jupe berada di atas.
"Lepaskan saya, Gendut!" George berteriak sambil berusaha membebaskan diri dari himpitan t
ubuh Jupe. "Awas! Mereka mau kabur lagi!" Nancarrow berseru dari jauh. "Hentikan mereka!"
Nancarrow dan anak buahnya berlari mendekat.
Jupiter segera bangkit. Bob dan Mr. Andrews bergegas ke arah hutan. Pete berlari ke arah jalan yang keluar dari lembah. Daniel menghampiri truk lain milik Nancarrow. Dan Jupe berusaha menyusul Pete.
Tetapi ia dikejar oleh si Kepala Kampung. Langkah orang Indian itu jauh lebih panjang dibandingkan langkah Jupe. Karena sadar bahwa ia tak mungkin lolos, Jupe pun berganti taktik, ia membelok dan berlari ke arah deretan gua. Sebuah ide terlintas di kepalanya, ia teringat bahwa kepala kampung itu sempat marah-marah di depan Nancarrow.
Jupe memasuki gua pertama. Si Kepala Kampung hanya beberapa meter di belakangnya.
"Ayo, keluar!" Amos Turner berkata dengan marah, ia berdiri di mulut gua. "Kau sudah cukup banyak membuat onar di sini. Seharusnya kau tidak boleh berada di Lembah Leluhur!"
"Bagaimana dengan Nancarrow dan anak buahnya"" balas Jupe.
"Mereka membantu orang-orang kami! Sang Pencipta pasti bisa mengerti. Kami menjalani kehidupan yang berat. Sejak Mr. Nancarrow menyewa ujung lembah ini, segala sesuatu menjadi lebih baik."
"Dan penyakit yang kalian derita""
"Itu tidak ada hubungannya dengan Mr. Nancarrow!" Amos Turner berkeras. "Ayo, keluar!"
"Coba perhatikan drum-drum ini," Jupe berkata tanpa mempedulikan perintah si Kepala Kampung. "Anda bisa mencium bau busuk di dalam gua" Drum-drum ini berisi limbah beracun!"
Si Kepala Kampung memperhatikan tumpukan drum di depannya. Kemudian ia menggeleng. "Mr. Nancarrow mengatakan bahwa ia menyimpan bahan peledak di sini. Saya bertugas untuk melaporkan kedatangan setiap orang asing di daerah ini. Mr. Nancarrow punya banyak saingan. Mereka bersedia melakukan apa saja untuk menjatuhkannya. Karena itulah dia minta agar saya merahasiakan gua-gua ini. Kalau dia juga menyimpan barang lain di sini, maka itu urusan dia sendiri." Amos Turner terdiam sejenak, kemudian menambahkan, "Gang sewa yang kami peroleh dari Mr. Nancarrow sangat penting bagi desa kami. Gang itu meringankan beban yang harus kami pikul."
"Tapi limbah beracun ini justru membuat kalian sakit!"
Si Kepala Kampung melewati Jupe, kemudian membidikkan senapannya ke punggung detektif muda itu. "Ayo, jalan!" ia memerintah.
"Nancarrow-lah tukang sihir yang dimaksud oleh Shaman," Jupiter terus berusaha meyakinkan orang Indian itu. "Dan saya tidak percaya bahwa Anda benar-benar akan menembak saya."
Sejenak si Kepala Kampung nampak ragu-ragu. Kemudian ia kembali membidikkan senapan berburunya ke arah Jupe. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia lalu menggiring pemuda itu ke tempat Nancarrow menunggu.
Ike Ladysmith dengan sabar mengikuti Mr. Andrews dan Bob ke dalam hutan. Dalam waktu tidak terlalu lama ia pasti akan menemukan mereka.
Pete dan Biff bertarung di dekat sungai. Pete belum berhasil merebut M-16 dari tangan laki-laki itu.
"Daniel!" si Kepala Kampung memanggil.
Daniel sedang berusaha untuk menyalakan mesin truk. Tapi George keburu membuka pintu dan menodongnya dengan senapan M-16.
"Daniel, hentikan kebodohanmu!" Amos Turner berseru. "Ayo, ke sini!"
Jupe menyadari bahwa ia dan rekan-rekannya terperangkap. Kini hanya masalah waktu sampai Nancarrow memerintahkan untuk menembak Mr. Andrews dan yang lainnya. Nancarrow sudah tidak punya alasan untuk membiarkan mereka hidup lebih lama lagi.
Tanpa gangguan dari mereka, Nancarrow bisa terus mencemari lembah ini. Sementara orang-orang Indian akan terus mencari tukang sihir asing dengan sia-sia. Mereka hanya bisa mengadakan upacara, sambil mengharap agar Sang Pencipta menurunkan wahyuNya.
Wahyu! Seusai menjalankan upacara, Shaman telah menceritakan wahyu yang diterimanya pada Daniel: tukang sihir asing itu hanya bisa dihancurkan jika kita memberikan sesuatu yang diinginkannya!
Jupiter memandang sekeliling. Jika memang Nancarrow tukang sihir yang dimaksud, maka yang diinginkannya adalah menangkap mereka semua. Jupe merenung sejenak. Perlahan-lahan sebuah ide terbentuk di kepalanya. Risikonya besar... namun mereka tidak punya pilihan lain.
"Daniel! Pete! Bob! Mr
. Andrews!" Jupe memanggil. "Percuma saja kita mengadakan perlawanan. Sebaiknya menyerah saja!"
"Tidak!" teriak Pete. Pada saat yang sama Biff menghantamkan popor senapannya ke perut Pete.
"Tidak!" teriak Daniel. Namun kemudian ia menyadari bahwa M-16 di tangan George terarah pada jantungnya.
Ike Ladysmith menerjang semak belukar. Ketika muncul lagi, ia menggenggam kerah baju Mr. Andrews. Bob berdiri di sampingnya.
"Ayo!" Jupe mendesak. "Kita tidak punya pilihan selain menyerah."
Dengan heran, dan sambil menahan geram, mereka menuju ke tengah lapangan. Anak buah Nancarrow menyusul.
"Anda pasti tahu bahwa Nancarrow akan membunuh kami," Jupe berkata pada Amos Turner.
"Mr. Nancarrow hanya akan mengusir kalian dari sini," si Kepala Kampung menanggapinya dengan dingin, ia masih beranggapan bahwa Jupe hanya mengada-ada.
"Apakah Anda tahu bahwa rem pada mobil yang kami pinjam telah disabot oleh seseorang"" Jupe kembali bertanya.
"Apa"" Amos Turner bertanya dengan kaget. "Saya memang lihat bahwa mobil kalian telah menabrak tebing, tapi saya tidak..." ia mulai kelihatan ragu-ragu.
Ketika semuanya berkumpul di tengah lapangan, Jupiter menunjuk ikat pinggang yang dikenakan Daniel. "Selain Daniel masih ada lagi yang memakai ikat pinggang seperti itu"" ia bertanya pada si Kepala Kampung.
"Pamannya," orang Indian itu menjawab.
Daniel mengeluarkan gesper pamannya dari kantonq baju, lalu menyerahkannya pada si Kepala Kampung. "Jupiter menemukan gesper ini tergeletak di samping tulang-belulang manusia. Tengkoraknya ditembus peluru."
Biff terperanjat Ia langsung berpaling pada Nancarrow dan berteriak. "Aku kan sudah bilang bahwa mereka sebaiknya dibunuh saja-seperti Indian tua itu!"
Biff mulai berlari ke arah truk.
"Berhenti, Pengecut!" Nancarrow berseru.
Sebelum Nancarrow sempat bergerak, si Kepala Kampung sudah membidikkan senapannya. Suara tembakan terdengar menggema.
Senapan Biff terlepas dari tangannya dan jatuh ke tanah. Pete segera mengejar laki-laki itu.
Si Kepala Kampung membalik. Kini bidikannya terarah pada Nancarrow.
"Jangan!" Nancarrow memohon. Ia menjatuhkan senapannya, lalu bergerak mundur.
"Kalian membunuh sepupu saya!" si Kepala Kampung membentak Oliver Nancarrow sambil menghampiri penjahat yang ketakutan itu. "Dan sekarang kalian ingin membunuh orang-orang yang tidak bersalah ini!"
Nancarrow membungkuk. Si Kepala Kampung segera melayangkan tinju ke wajah Nancarrow. Untuk sedetik Nancarrow nampak bengong. Kemudian ia memejamkan mata dan jatuh pingsan.
Bob segera melancarkan serangan. Tendangan karatenya mendarat telak pada dagu George. Bob berputar, lalu menendang sekali lagi. George pun ambruk tanpa sempat mengadakan perlawanan.
Pete menggenggam lengan Biff. Si Pendek kehilangan keseimbangan, dan Pete melumpuhkannya dengan pukulan mae hiji-ate ke arah dada.
"Jangan! Jangan!" Biff meraung-raung, ia mengangkat kedua tangannya untuk melindungi wajah. Pete menatapnya dengan jijik, lalu menggiringnya kembali ke tengah lapangan.
"Saya berhutang budi pada kalian," ujar Amos Turner. "Sukar bagi saya untuk percaya bahwa Mr. Nancarrow ternyata berhati busuk."
"Dia memang cerdik sekali," Mr. Andrews mengakui. "Dengan memberikan hadiah-hadiah untuk desa Anda, dia berhasil menghapus segala kecurigaan."
"Sebenarnya Anda harus berterima kasih pada Shaman," kata Jupe, lalu menjelaskan bagaimana ia dibantu oleh wahyu yang diterima orang tua itu.
Daniel memandang sekeliling. "Hei, aku tidak melihat Ike!" katanya. "Di mana bajingan itu""
Ike ternyata telah memanfaatkan suasana kacau-balau untuk melarikan diri ke dalam hutan.
"Dia pasti dibayar oleh Nancarrow," si Kepala Kampung berkata pada Daniel. "Kelihatannya Ike yang menyabot rem pick-up saya. Dia nyaris mencelakakan ketiga temanmu."
"Dia tidak boleh melarikan diri!" Daniel berseru.
"Saya akan menemukannya," si Kepala Kampung menjawab dengan pasti. "Tapi sekarang kita harus mengikat Nancarrow dan kedua anak buahnya. Kita masukkan mereka ke dalam truk, lalu..."
"Ke dalam karavan saja," Mr. Andrews memotong. "Di dalam mobil itu ada dokumen-dokumen penting yang harus ditunjukkan pada poli
si." "Baiklah," si Kepala Kampung berkata sambil mengangguk. "Kita pakai karavan saja. Daniel akan menemani Anda. Dia akan menunjukkan jalan ke kantor polisi."
"Tapi bagaimana dengan Ike"" tanya Pete.
"Kami punya polisi sendiri," si Kepala Kampung berkata.
"Paman adalah kepala polisi kami," Daniel menjelaskan.
"Perjanjian antara kami dengan pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa kami berhak menangani kejahatan yang terjadi di kalangan kami sendiri," kata Amos Turner. "Kami juga berhak mengadili para pelanggar hukum."
"Kakek menjabat sebagai hakim," Daniel menambahkan.
Mereka mengikat Nancarrow dan kedua tukang pukulnya. Ketiga bajingan itu dimasukkan ke dalam karavan. Amos Turner lalu meminggirkan truk besar yang menghalangi jalan. Ketika Pete mengarahkan karavan ke jalan kehutanan, si Kepala Kampung melambaikan tangan. Senyum lebar menghiasi wajahnya.
ia melompat ke samping, kemudian menghilang di hutan.
*** Daniel menunjukkan jalan menuju Diamond Lake. Mereka melewati rute yang digambarkan oleh saudara perempuannya.
Ketika menuju ke pusat kota wisata itu, mereka melewati kolam renang, lapangan golf, beberapa lapangan tennis, orang-orang berpakaian koboi yang sedang naik kuda, pencinta alam yang membawa ransel berwarna-warni, pejalan kaki berpakaian olahraga, pondok-pondok mungil, serta hotel-hotel mewah. Sebuah pesawat jet pribadi baru saja mendarat di lapangan terbang.
"Akhirnya berhasil juga," Pete mendesah dengan lega.
"Aku sudah hampir mati kelaparan!" Jupe berkomentar.
"Saya butuh telepon," kata Mr. Andrews, "dan kamar hotel dengan kamar mandi."
"Dan perawatan dokter," Bob menambahkan sambil tersenyum.
Tiga gadis muda nampak tertarik oleh senyum Bob. Mereka segera bersuit-suit sambil melambaikan tangan.
Daniel nampak terheran-heran. "Apa tidak kebalik"" ia bertanya dengan polos.
"Wah, aku tidak bisa bilang apa-apa," ujar Bob sambil tetap memamerkan giginya yang putih.
Pete langsung melepaskan kemudi, ia membalik dan melemparkan sebuah bantal ke arah Bob.
Jupe segera menghimpit sahabatnya itu.
"Sang Shaman bisa membantumu, Bob," Daniel berkata dengan sungguh-sungguh. "Dia bisa menggunakan kekuatan gaibnya untuk membebaskanmu dari beban yang disebabkan oleh daya tarik yang kaumiliki..."
"Jangan, jangan! Stop!" Bob berseru sambil ketawa. "Jupe! Lepaskan aku! Berat badanmu memang turun selama beberapa hari terakhir, tapi kau tetap saja bisa membuatku gepeng. Tolong! Aku akan mencarikan teman kencan untuk kalian semua!"
"Oke," ujar Jupe sambil berdiri. "Nanti akan kuceritakan kasus ini secara lengkap. Aku yakin gadis-gadis itu tertarik pada sejarah pembentukan sierra. Ngomong-ngomong, apakah kalian tahu bahwa kata sierra berasal dari bahasa Spanyol dan berarti barisan pegunungan" Jadi. istilah 'pegunungan sierra' yang lazim disebut oleh orang-orang, sebenarnya berarti 'pegunungan barisan pegunungan'..."
Semuanya mendesah panjang ketika Pete membelok ke kantor polisi Diamond Lake.
TAMAT Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
tamat Budha Pedang Penyamun Terbang 6 Satu Cinta Seluas Angkasa Karya Petrus Hepi Witono Iblis Buta 1
^