Misteri Warisan Hitchcock 1
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock Bagian 1
Misteri Warisan Hitchcock
dari The Mystery of The Hitchcock Inheritance
Download Ebook Jar lainnya Di
http://inzomnia.wapka.mobi
http://mobiku.tk KATA PENGANTAR DARI REGINALD CLARKE
Salam, para penggemar Trio Detektif! Hari ini adalah kesempatan langka bagi
kalian ... karena yang kalian pegang di tangan kalian saat ini adalah 'kasus yang
hilang' dari detektif muda kita yang telah berpengalaman! Seperti kalian
ketahui, banyak orang di dunia bersedih atas meninggalnya sutradara film besar
dan pembimbing Trio Detektif, Alfred Hitchcock. Anak-anak itu merasa mereka
telah kehilangan seorang sahabat karib dengan kepergiannya dan memang
itulah yang terjadi. Maka ketika data ng kesempatan untuk memecahkan sebuah
misteri yang melibatkan surat wasiatnya, mereka langsung bersedia!
Jika kalian tidak terlalu mengenal Jupiter, Pete, dan Bob, maka biarlah ini
menjadi kata perkenalan bagi kalian. Jika kalian telah mengenal mereka
dengan baik, silakan langsung menuju Bab I dan menikmati cerita ini.
Seperti yang telah kuketahui dari teman lamaku Hitch, setiap kata pengantar
Trio Detektif haruslah dimulai dengan Jupiter Jones yang sedikit kelebihan
berat badan. Dikenal sebagai Jupe oleh kawan-kawannya, Penyelidik Pertama
ini memiliki otak yang logis, hati yang penuh keberanian, dan tekad yang kuat
untuk memecahkan teka-teki. Penyelidik Kedua adalah Pete Crenshaw, yang
dengan perawakannya yang kekar dan atletis merupakan aset yang sangat
penting bagi Trio Detektif. Dan tidak ada biro detektif yang dapat bertahan
lama tanpa adanya catatan dan riset yang teratur rapi. Ini adalah bagian Bob
Andrews. Bob cekatan dalam bertindak dan dengan fakta. Catatannya yang
teliti memungkinkan kita semua untuk menikmati petualangan demi
petualangan kelompok detektif muda ini.
Anak-anak itu tinggal di sebuah kota pantai bernama Rocky Beach, California,
yang terletak di antara Santa Monica yang penuh bukit dan Hollywood yang
gemerlap. Markas mereka adalah sebu ah karavan rusak sepanjang sepuluh
meter, yang mereka sembunyikan di antara tumpukan rongsokan di pangkalan
barang bekas yang dikenal sebagai Jones Salvage Yard -- dimiliki dan
dioperasikan oleh paman dan bibi Jupe: Titus dan Mathilda Jones.
Semboyan mereka adalah "Kami menyelidiki Apa Saja" dan dalam kasus ini
mereka membuktikannya. Dan sekarang, cukup dengan kata pengantar. Seperti
yang suka diucapkan teman lamaku Alfred Hitchcock ....
Lampu, kamera, action! REGINALD CLARKE BAB I PERPISAHAN DENGAN SEORANG SAHABAT
"Aku masih tidak bisa percaya," kata Pete Crenshaw. Remaja jangkung itu
duduk di atas peti tempat jeruk di bengkel Jupiter Jones, yang terletak di
sudut Jones Salvage Yard. "Rasanya aku tidak pernah merasa sesedih ini."
Bob Andrews menghela nafas dan menendang sebutir kerikil. "Sulit dipercaya
Mr. Hitchcock telah pergi," katanya. "Aku tahu kita baru saja pulang dari
pemakamannya namun sepertinya masih sulit menerimanya."
Jupiter duduk di atas mesin cetak tua yang telah diperbaikinya beberapa waktu
yang lalu. "Perasaan seperti itu wajar bagi orang yang baru saja kehilangan
seseorang yang disayangi, Data," katanya, melonggarkan dasi. "Kita harus
berusaha sebisa-bisanya membiasakan diri meskipun aku tidak yakin apa
dampak kejadian ini bagi masa depan Trio Detektif."
Pete mengusap dagu dan menatap kosong. Tadi pagi ia, Jupiter, dan Bob
meninggalkan Rocky Beach bersama Paman Titus dan Bibi Mathilda menuju ke
Hollywood untuk menghadiri pemakaman sahabat lama mereka, Alfred
Hitchcock, sang sutradara film kenamaan. Mereka telah mengenal Mr.
Hitchcock sejak kasus pertama mereka, Misteri Puri Setan, dan sutradara besar
itu telah menuliskan kata pengantar untuk setiap kasus mereka hingga yang
terakhir, Misteri Karang Hiu. Sekarang pembimbing mereka telah pergi dan
anak-anak itu merasa ditinggalkan.
"Jupe," kata Pete, "apa yang akan kita lakukan tanpa Mr. Hitchcock yang
memberi kata pengantar untuk kasus kita""
"Aku tidak tahu, Dua," jawab temannya yang gempal itu. "Sekarang aku bahkan
tidak yakin bisa memecahkan misteri apapun."
Teman-temannya mengangguk setuju. Sukar untuk berpikir jernih sejak
mereka mendengar berita duka itu. Tidak satupun dari mereka pernah ditinggalkan
orang yang dekat dengan mereka. Meskipun Jupiter adalah seorang anak yatim
piatu yang diadopsi oleh paman dan bibinya, ia masih terlalu kecil ketika
orangtuanya meninggal untuk mengingat mereka dengan jelas.
Hans dan Konrad, dua bersaudara dari Bavaria yang membantu di pangkalan
barang bekas, muncul di pintu masuk bengkel. Mereka menggenggam topi
mereka di tangan dan menyeret kaki mereka. Hans berdehem. "Jupe, Pete,
Bob. Konrad dan aku ingin mengucapkan turut berduka cita atas kepergian Mr.
Hitchcock." "Ya," kata Konrad tulus, "apapun akan kami lakukan jika kalian
memerlukannya." "Terima kasih, Hans, terima kasih, Konrad," kata Jupe pelan. "Kami
menghargainya." "Baiklah," kata Hans. "Kalau ada yang kalian butuhkan, cukup bersiul saja." Dan
kedua pemuda berambut pirang itu pergi dengan sedih, kepala mereka
tertunduk. ***** Beberapa hari kemudian anak-anak itu masih merasa sangat kehilangan. Untuk
membantu mengalihkan pikiran mereka telah dengan suka rela membantu
Paman Titus, Hans, dan Konrad menggant i lembaran seng yang menempel pada
bagian dalam pagar pangkalan yang tinggi . Seng itu berfungsi sebagai atap yang
melindungi barang-barang yang cukup berharga dari hujan dan panas matahari.
Mereka sedang berjalan ke gerbang depan untuk mengambil lembaran seng
terakhir ketika Bob melihat lampu merah di bengkel Jupiter berkedip-kedip.
"Telepon di markas!" katanya. "Mungkin sebuah kasus!"
Ketiga anak itu melupakan lembaran seng itu dan berlarian menuju karavan
tua. "Gunakan Pintu Empat karena kita berada di sisi jauh markas," kata Jupiter.
Pintu Empat adalah salah satu dari banyak jalan rahasia yang mereka gunakan
untuk keluar masuk karavan yang tersembunyi itu. Darurat Satu, Lorong Dua,
dan Gampang Tiga adalah jalan-jalan yang lain. Mereka berlari melalui sela-sela tumpukan barang bekas yang memb entuk lorong yang rumit dan masuk ke
markas melalui dinding samping. Jupiter menyambar telepon.
"Trio Detektif," katanya kehabisan nafas. "Dengan Jupiter Jones."
"Selamat siang, Jones. Namaku Reginald Clarke," kata sebuah suara yang sangat
dalam dan penuh ketegasan. "Mudah-mudahan kau bisa meluangkan sedikit
waktu." Jupiter bergegas menyalakan pengeras suara yang terhubung ke telepon, yang
terdiri dari sebuah radio tua dan mikrofon. Sekarang ketiga anak itu dapat
mendengar pembicaraan yang sedang berlangsung.
"Reginald Clarke, produser film itu"" tanyanya heran.
"Itulah aku," kata Mr. Clarke. "Aku sadar kita belum pernah bertemu namun aku
adalah sahabat Alfred Hitchcock ... kau tahu kami bekerja sama dalam
beberapa film. Aku ingin mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya."
Terima kasih, sir," kata Jupiter. "Anda begitu baik."
Suara bariton Reginald Clarke yang da lam diam sejenak kemudian berlanjut.
"Ada alasan kedua mengapa aku menelepon, itu jika Trio Detektif masih
beroperasi." "Ya, masih," kata Jupiter. "Apa yang bisa kami lakukan untuk Anda""
"Persoalannya cukup pelik," kata Reginald Clarke. "Sebaiknya kita tidak
membicarakannya di telepon. Bisakah kalian datang ke kantorku di World
Studios pukup sembilan besok pagi""
Jupiter menatap Bob dan Pete, keduanya mengangguk setuju. "Kami akan ada
di sana, Mr. Clarke. Jam sembilan tepat!"
"Bagus," suara produser itu menggelegar. "Sampai jumpa."
"Sampai jumpa, sir," kata Jupiter. Ia memutuskan hubungan dan menatap Bob
dan Pete. "Waduh, apa kira-kira yang akan dibicarakan oleh Mr. Clarke ya""
"World Studios," kata Pete sambil mengangkat patung dada Alfred Hitchcock
yang terbuat dari marmer dari tempat terhormatnya di atas lemari arsip.
"Jangan-jangan ada hubungannya dengan Mr. Hitchcock."
"Rasanya kita harus menunggu sampai be sok untuk mengetahuinya," kata Bob.
"Sekarang aku sebaiknya pergi ke perpustakaan. Aku hampir terlambat dan
menurut Miss Bennett setengah dari buku -buku yang ada di perpustakaan perlu
dikembalikan ke raknya! Sampai jumpa besok pagi di gerbang depan."
"Sampai besok, Bob," kata Jupiter dan Pete sementara rekan mereka
menghilang ke dalam Lorong Dua, sebuah tingkap di lantai yang mem
buka ke sebuah pipa di bawah markas.
"Ayo, Pete," Jupiter menghela nafas. "Kembali bekerja. Boleh jadi Paman Titus
sedang kebingungan memikirkan ke mana kita telah menghilang."
Dengan murung Pete mengembalikan patung dada itu ke atas lemari arsip dan
mematikan lampu sambil keluar.
BAB II TANTANGAN DARI KUBUR Keesokan paginya anak-anak itu berdiri menunggu di luar gerbang besar Jones
Salvage Yard. Masing-masing telah mand i sebersih-bersihnya dan mengenakan
pakaian terbagus mereka, seperti yang tiap kali mereka lakukan jika hendak
mengunjungi World Studios untuk menemui Alfred Hitchcock.
"Ini dia Worthington," kata Jupiter. Worthington adalah seorang supir sempurna
berkebangsaan Inggris yang bertanggung jawab atas Rolls Royce bersepuh emas
yang dimenangkan Jupiter dalam suatu lomba beberapa waktu yang lalu.
Berkat kedermawanan seorang klien bernama August August, mereka telah
mendapatkan hak untuk menggunakan mobil mewah itu tanpa batas waktu.
Mobil itu memberi kesan tersendiri setiap kali mereka mengunjungi World
Studios untuk meminta Alfred Hitchcock menuliskan kata pengantar untuk
sebuah kasus. Worthington menoleh di tempat duduk pengemudi ketika anak-anak itu masuk.
"Selamat pagi, Tuan-tuan," katanya. "Sebelum ini saya khawatir bahwa jasa
transportasi yang saya sediakan untuk pemakaman Mr. Hitchcock akan menjadi
tugas saya yang terakhir bagi Anda. Saya sangat gembira bahwa saya telah
salah." "Tidak mungkin, Worthington," kata Pete. "Bahkan sekarang kita akan pergi ke
World Studios untuk mengunjungi seorang produser film yang lain."
"Bagus sekali, Master Pete," Worthing ton tersenyum. "Ke World Studios!"
Sebentar kemudian mobil hitam mengagumkan itu meluncur masuk melalui
gerbang studio besar tersebut. Ernie, penjaga gerbang, telah mengenal mobil
itu dan melambai menyilakan mereka lewat sambil tersenyum. Worthington
membawa mobil itu ke sebuah kantor dengan "R. CLARKE" tertulis di pintu
dengan huruf-huruf rapi. Anak-anak keluar dari mobil dan Jupuiter mengetuk pintu, kemudian masuk. Di
tempat penerima tamu duduk Henrietta Larson, sekretaris pribadi Mr.
Hitchcock sebelum kepergiannya. Anak-anak itu masih ingat kesulitan yang
mereka hadapi ketika mereka berusaha melewati Si Angkuh Henrietta untuk
menemui Mr. Hitchcock pertama kalinya. Sekarang nampaknya ia akan menjadi
sekretaris Mr. Clarke. "Selamat pagi, Henrietta," kata Jupite r. "Mr. Clarke ada" Kami ada janji
dengannya pukul sembilan."
Henrietta sedang mengeluarkan barang-barang dari sebuah kotak kecil. Jupiter
dapat melihat bahwa ia baru saja memindahkan benda-benda pribadinya dari
meja lamanya di kantor Mr. Hitchcock. Hal itu jelas telah membuat gadis itu
merasa tertekan dan ia mengusap matanya dengan saputangan. "Ya, tentu
saja," katanya terisak. "Silakan langsung masuk."
Anak-anak merasa kasihan terhadapnya. Tanpa bersuara mereka berjalan ke
pintu. "Jupiter, Peter, Robert ...," katanya.
Ketiga anak itu menoleh. "Senang bertemu dengan kalian lagi."
Mereka tersenyum. "Senang bertemu denganmu lagi, Henrietta," kata Bob.
"Kami gembira engkau sekarang bekerja untuk Mr. Clarke."
Mereka memasuki ruangan kantor yang luas itu, Reginald Clarke, produser film
ternama itu, duduk di belakang sebuah me ja kayu yang sangat besar. Ia sedang
berbicara di telepon, maka anak-ana k duduk dengan tenang dan menunggunya
selesai. Sebentar kemudian ia meletakkan telepon dan berpaling menatap mereka.
"Selamat pagi, Teman-teman. Terima kasih telah datang menemuiku."
"Suatu kehormatan bagi kami, Mr. Clarke," kata Jupiter. "Apa yang bisa
dilakukan Trio Detektif untuk Anda""
"Hmmm," gumam pria bertubuh besar itu, "sebenarnya bukan apa yang bisa
kalian lakukan untukku," katanya. "Lebih tepat dikatakan apa yang bisa kalian
lakukan untuk Mr. Hitchcock."
Anak-anak menatapnya dengan bingung dan Mr. Clarke terkekeh.
"Tidak terlalu membingungkan sebenarnya ... paling tidak belum!" katanya.
"Keluarga Mr. Hitchcock yang sebenarnya memerlukan bantuan."
"Apapun yang dapat kami lakukan, kami siap," kata Jupiter. "Hanya itulah yang
dapat kami tawarkan."
Produser itu memandang mereka dengan suram dan m
engangguk. "Memang kuharap kau akan berkata demikian," katanya akhirnya. "Hari ketika sahabat
karibku Alfred Hitchcock meninggal adalah hari yang menyedihkan namun ialah
yang tertawa paling akhir ... dari dalam kubur!"
"Waduh!" kata Pete. "Aku tidak terlalu suka mendengarnya!"
Mr. Clarke terkekeh lagi. "Kau pastilah Pe te," katanya. "Meski pun ini adalah kali
pertama kita bertemu, aku merasa aku telah mengenal kalian. Hitch sering
berbicara tentang kalian dan beberapa kali menyinggung petualangan yang
kalian bawa ke mejanya. Nah, sekarang aku punya sebuah petualangan terakhir
dari mejanya jika kalian punya keberanian untuk menerimanya."
"Jika melibatkan Mr. Hitchcock, kami ak an menerimanya," kata Jupiter dengan
segera. "Kami berutang banyak kepadanya."
"Bagus," kata Reginald Clarke. "Dan sekarang inilah misterinya. Sebelum
meninggal, Hitch telah menuliskan surat wasiatnya yang meninggalkan sebagian
besar miliknya untuk keluarganya, khususnya Patricia, putri tunggalnya. Bagi
Hitch keluarga selalulah yang utama dan kini mereka takkan kekurangan apa-apa lagi. Bagaimanapun, Hitch jugalah seseorang yang gemar bercanda.
Menurutku, persahabatannya dengan kalian bertiga memainkan peranan besar
dalam hal itu. Ia menyukai misteri. Dan semakin misterius semakin bagus kalau
boleh kutambahkan! Nah, mungkin si fatnya yang gemar bercanda yang
membuatnya menambahkan paragraf kecil ini pada halaman terakhir surat
wasiatnya." Mr. Clarke mendorong setumpuk kertas melintasi mejanya dan anak-anak
berkerumun mendekat untuk mengamatinya . Itu adalah fotokopi dari surat
wasiat Alfred Hitchcock. Mr. Clarke melanjutkan sementara anak-anak
mempelajari dokumen itu. "Aku mendapatkannya dari putri Hitch, Patricia. Ia sama sekali tidak mengerti
maksudnya dan ia memintaku untuk menghubungi tiga remaja yang mengenal
ayahnya dan senang menyelesaikan teka-teki. Nah, sekarang kalian ada di sini
dan inilah surat wasiatnya. Ada pendapat""
Jupiter menggaruk kepalanya dan kelihatan agak kesal. "Maaf, sir," katanya
lambat-lambat. "Saya tidak yakin bagian mana yang harus kami lihat. Semua
nampak seperti bahasa resmi yang digunakan para pengacara."
Reginald tersenyum dan mencondongkan badannya. Produser itu menunjuk ke
sebuah paragraf pendek di bagian paling bawah surat wasiat, paragraf yang
sebelumnya tidak mereka lihat. Bunyinya:
"Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan." *)
"Ya ampun!" seru Bob. "Apa maksudnya itu""
Mata Jupiter berbinar-binar sementara ia membaca pesan aneh itu. "Sepertinya
ia meninggalkan ini hanya untuk kita!" serunya. "Apakah Anda keberatan jika
kami menyalinnya, Mr. Clarke""
"Sama sekali tidak," kata sang produser dengan mata bersinar. "Aku punya
perasaan kalian akan sering mengacu ke paragraf itu selama beberapa waktu
setelah ini." Bob segera mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dan pensil dari saku
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakangnya dan mulai menyalin pesan aneh itu. Jupiter hampir-hampir
melupakan sekelilingnya karena bergairah.
"Kita bisa langsung mulai! Sudah jelas kita harus mengunjungi tanah milik Mr.
Hitchcock, seperti yang dikatakan ka limat pertama. Apakah Anda tahu
kediaman pribadi Mr. Hitchcock, Mr. Clarke""
"Ya," kata produser film itu. "Bahkan aku telah memberi petunjuk arah kepada
Worthington dan putri Hitch, Patricia, me nunggu kedatangan kalian pada pukul
setengah sepuluh." "Waduh, lima belas menit lagi!" kata Pete. "Kita harus buru-buru!"
Anak-anak mengucapkan terima kasih kepada produser besar itu dan bergegas
keluar dari kantornya. Reginald Clarke hanya dapat tersenyum. Ia merasa akan
sering melihat Trio Detektif untuk beberapa waktu selanjutnya.
BAB III LANGKAHI H2O Limat menit sebelum waktu yang telah ditentukan Worthington mengemudikan
Rolls Royce melewati jalan masuk dengan batu bata sebagai pembatasn
ya, menuju sebuah rumah sederhana dengan gaya peternakan. Tanaman yang
terawat rapi mengelilingi rumah itu dan pohon-pohon pisang berdaun lebat
serta bunga mawar menghiasi bagian tengah jalan masuk yang melingkar.
"Wah, jelas tidak seperti yang kubayangkan," kata Pete. "Kubayangkan Mr.
Hitchcock tinggal di suatu tempat yang lebih misterius."
Jupiter setuju dengannya. "Kuakui bukan tempat seperti ini yang dalam
benakku akan dipilih oleh seorang raja kengerian sebagai tempat tinggal.
Sepertinya di luar studio ia hidup normal seperti orang-orang lain."
Trio Detektif keluar dari mobil dan membunyikan bel rumah yang dulu
ditinggali Alfred Hitchcock. Pintu dibu ka dengan segera oleh seorang wanita
separuh baya yang masih nampak cantik dan, cukup mengejutkan bagi anak-anak itu, sangat mirip dengan sang sutradara. Wanita it u mengenakan baju
sederhana bermotif bunga dan seuntai kalung mutiara dan matanya yang
berwarna biru terang nampak semakin terang sebagai efek dari rambut
merahnya yang tertata rapi.
"Miss Hitchcock kalau saya tidak salah"" kata Jupiter.
"Tepatnya Mrs. O'Connell sekarang," kata wanita itu sambil tersenyum hangat.
"Tapi kalian boleh memanggilku Patricia. Dan kau pastilah Jupiter, Pete, dan
Bob. Ayah sering membicarakan kalian ... sungguh menyenangkan akhirnya kita
dapat bertatap muka. Silakan masuk."
Anak-anak berterima kasih dan masuk ke sebuah ruangan bercahaya remang-remang yang begitu penuh dengan foto sehingga mereka hampir-hampir tidak
dapat melihat dindingnya. Ada foto-foto Alfred Hitchcock di lokasi pengambilan
film, foto-foto keluarganya, foto-fotonya bersama para bintang film. Bahkan
ada foto Mr. Hitchcock yang masih sangat muda berjabatan tangan dengan
Stephen Terrill, seorang aktor dari era film bisu yang pernah ditemui anak-anak
ketika mereka mengungkap Misteri Puri Setan! Sebagian besar dari foto-foto
berbingkai itu dibubuhi tanda tangan dengan beberapa kalimat terima kasih
kepada sang sutradara besar.
"Ayah begitu mencintai film," kata Patricia dengan bangga. "Itulah seluruh
hidupnya. Ia tidak pernah nampak lebih bergairah daripada ketika ia sedang
menakut-nakuti orang dengan salah satu filmnya." Ia memandang dinding penuh
foto itu dengan sedih selama beberapa saat, kemudian menggeleng. "Sungguh
berat bagi kami sejak kepergiannya. Dan kini dengan teka-teki yang ditulisnya
di surat wasiat ... tidak seorang pun dapat berpikir jernih di tengah segala
kesibukan untuk pemakamannya. Terus terang, aku tidak tahu apa yang Ayah
coba katakan. Aku sungguh berharap kalian dapat menolong."
"Sudah pasti kami akan berusaha semampu kami, ma'am," kata Jupiter
meyakinkan. "Jika Anda tidak keberatan, kami ingin segera mulai."
"Tentu saja, Anak-anak," wanita itu tersenyum. "Kalian punya salinan surat
wasiat itu"" Jupiter mengangguk. "Bob telah menyalin bagian yang kami perlukan," katanya.
"Mari kita lihat apa bunyinya, Data."
Bob mengeluarkan buku catatannya dari saku belakang dan membalik-balik
halaman sampai menemukan pesan misterius itu. Mereka semua membacanya
dengan cermat. "Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Demi belalang!" seru Pete. "Sepertinya setiap kali kubaca, semakin aneh!"
"Menurutku kita bisa mengasumsikan de ngan aman bahwa pikiran Mr. Hitchcock
masih normal menjelang kepergiannya," kata Jupiter. "Seandainya ini hanyalah
igauan seseorang yang tidak waras lagi , ia cukup mengatakannya saja. Tapi
bersusah payah menuliskannya di dalam surat wasiat ... ia pasti punya suatu
permainan dalam pikirannya."
"Memang seperti Ayah," kata Patricia. Ia duduk di sofa dan mengusap keningnya
seolah-olah merasa pening. "Memang hal seperti inilah yang kuduga akan
dilakukannya. Pasti sekarang ia sedang tertawa di dalam kuburnya menyaksikan
kebingungan kita." "Langkahi H2O," kat
a Jupiter kepada dirinya sendiri. "H2O adalah air tapi aku
tidak yakin apa maksudnya di sini. Bagaimanapun, 'di dalam tanah milikku kau
akan menemukan peti' nampak cukup je las. Maksudnya 'di rumahku kau akan
menemukan sebuah kotak.' Meskipun kita masih harus memikirkan apa yang
dimaksud dengan 'gerobak bergembok' dalam teka-teki ini."
"Apa itu gerobak bergembok"" tanya Pete.
Sebuah suara dengan aksen Inggris yang jelas berbicara dari ujung ruangan. "Itu
adalah sebuah istilah kuno untuk sebu ah kendaraan berterali yang digunakan
polisi untuk membawa para tahanan." Anak-anak menoleh dan melihat seorang
anak lelaki yang tinggi dan berambut hitam, kira-kira berumur tujuh belas
tahun, masuk ke dalam ruangan.
Patricia berdiri dan memeluk remaja itu. "Benjamin!" katanya. "Aku sungguh
gembira kau datang. Anak-anak, ini keponakanku Benjamin Hitchcock. Ia
datang jauh-jauh dari Inggris untuk menghadiri pemakaman kakeknya."
"Apa kabar"" katanya sopan. "Panggil sa ja Ben. Sekarang ... apa maksudnya
semua ini"" Jupiter berdiri tegak dan nampak sangat serius -- seperti yang selalu
dilakukannya jika ia ingin dianggap serius. "Kami telah disewa oleh bibimu
untuk mengungkap sebuah teka-teki yang ditinggalkan kakekmu di dalam surat
wasiatnya," ia menjelaskan dengan sikapnya yang paling profesional.
"Disewa"" kata Ben. "Aku ku rang mengerti maksudmu."
Jupiter mengeluarkan sebuah kartu nama berukuran besar yang dicetaknya
menggunakan mesin cetak tua yang ada di pangkalan. Anak-anak tidak pernah
bepergian tanpa membawa kartu nama itu. Bunyinya:
TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja"
" " " Penyelidik Pertama...........Jupiter Jones
Penyelidik Kedua............Peter Crenshaw
Catatan dan Riset..............Bob Andrews
Beb Hitchcock mengamati kartu nama itu, membolak-baliknya di tangannya.
"Bolehkah aku bertanya apa maksud ke tiga tanda tanya ini"" tanyanya.
Pete dan Bob saling menyeringai. Semua orang pasti bertanya apa maksud
tanda tanya itu. Itu adalah ide Jupe untuk membantu orang-orang mengingat
nama Trio Detektif. "Ketiga tanda tanya itu mewakili misteri yang tak terpecahkan, pertanyaan
yang tak terjawab, dan keanehan apapun," kata Jupiter Jones, "yang kami
berusaha selesaikan. Karena itu, tanda tanya adalah lambang kami. Seperti kau
lihat, semboyan kami adalah 'Kami Menyelidiki Apa Saja.' Saat ini kami sedang
menyelidiki sebuah paragraf misterius di dalam surat wasiat kakekmu. Ini dia
...." Ia menyerahkan buku catatan Bob kepada Ben, yang membacanya sambil
berkerut. "Wah! Apa pula maksudnya ini"" serunya. "Nampaknya sama sekali tak
bermakna!" "Mungkin kau bisa membantu kami mengetahui maknanya, Ben," kata Jupiter.
"Seperti yang kukatakan tadi, baris pertama nampak cukup jelas ... selain
bagian 'langkahi H2O'. Pasti ada semacam kotak atau peti yang tersembunyi di
rumah ini atau di halaman. Kemungkinan sesuatu yang mengambang."
"Wah, Jupe," kata Bob, "itu tidak terlalu spesifik. Bagaimana kita tahu kalau
kita telah menemukannya""
Jupe mencubiti bibir bawahnya dengan ibu jari dan telunjuknya -- suatu
kebiasaannya yang menandakan ia seda ng menyuruh otaknya bekerja keras.
"Dugaanku itu pastilah sebuah kotak khusus, sesuatu yang nampak janggal
dibandingkan bagian rumah ini yang lain . Patricia, apakah Anda tahu adanya
kotak yang mungkin dimaksud dalam teka-teki ini""
"Maaf, Jupiter," katanya menggeleng. "Aku tidak yakin apa saja yang diletakkan
ayahku di sekitar rumah ini. Mungkin kita akan tahu saat kita melihatnya."
"Saya rasa demikian," kata Jupiter setuju. "Bagaimanapun, mari kita berpencar
dan mulai mencari. Pete dan Ben, kalian mencari di lantai ini. Bob dan
Patricia, kalian mencari di lantai bawah. Aku akan mencari di luar dan di
garasi. Kalau kalian melihat sesuatu yang nampak seperti peti yang kita cari,
bawalah masuk ke ruang tamu dan letakkan di atas meja. Kita bertemu lagi di
sini dalam sejam." Maka regu pencari pun berpencar. Mereka mencari di bawah bantal-bantal, di
belakang foto-foto, di lemari-lemari. Bob dan Patricia menurunkan buku-buku
dari raknya dan menggeledah laci-laci meja. Pete dan Ben mencari di setiap
jengkal l antai, bahkan mengintip ke dalam perapian dan di loteng kecil yang
berfungsi sebagai gudang. Akhirnya satu jam telah berlalu dan mereka
berkumpul kembali di ruang tamu. Jupiter masuk melalui pintu sorong, nampak
kecewa dan kotor, dan jelas-jelas kesal karena tidak ada kota k apapun di atas
meja. "Aku mencari di seluruh halaman dan di garasi," katanya tersengal-sengal,
menjatuhkan diri di sofa. "Jika memang ada kotak di luar sana, pastilah
terkubur di bawah tanah." Kegiatan fisik bukanlah pilihan utama Jupiter.
Remaja gempal itu lebih memilih meng asah otaknya daripada badannya.
"Waduh!" seru Pete. "Kau kan tidak berpikir Mr. Hitchcock benar-benar
mengubur harta di halaman luar sana, Pertama""
Jupiter menggenggam buku catatan yang berisi pesan aneh itu di depan
badannya dan berdiri, berjalan mondar-mandir. "Tidak," katanya kemudian,
"sepertinya tidak tersirat apapun tentang sesuatu yang terkubur."
"Mungkin bagian 'langkahi H2O' adalah petunjuk di mana kita akan menemukan
kotak itu," usul Bob.
"Deduksi yang bagus sekali, Data," kata Jupiter tegas -- ia sendiri baru hendak
mengatakan hal yang sama. "Kurasa kita harus memecahkan bagian itu dahulu
sebelum melanjutkan."
"Mungkin maksudnya melangkahi sebongkah batu," usul Ben. "Kalian tahu,
seperti yang ada di kolam."
"Yah," kata Pete. "Kolam adalah H2O! Apakah ada semacam kolam di sini,
Patricia"" "Setahuku tidak," katanya. "Meskipun di belakang rumah ini ada sebuah
lapangan golf. Pasti ada semacam kolam penghalang di sana ... meskipun
demikian aku tidak pernah tahu Ayah berm ain golf atau olahraga lainnya, jadi
sepertinya tidak mungkin."
Jupiter setuju dengannya. "Tidak, aku yakin maksudnya pasti sesuatu yang
berkenaan dengan air di tanah miliknya." Ia mulai berjalan mondar-mandir lagi
dan ruangan itu menjadi hening sementara mereka masing-masing berusaha
menduga apa yang dimaksud dengan 'langkahi H2O'.
Sekonyong-konyong mata Jupiter berb inar-binar dan ia menepuk dahinya
sendiri dengan telapak tangan. "Tentu saja!" serunya. "Patricia, apakah ayah
Anda memiliki tanah lagi selain rumah ini" Lebih khusus lagi, apakah ia memiliki
tempat tinggal di sebuah negara lain""
Patricia berpikir sejenak namun kemudian Ben berseru. "Ya ampun! Paman
Alfred memiliki sebuah rumah musim panas di Inggris, ingat, Bibi Patty" Tempat
ia dan Bibi Alma berlibur kadang-kadang!"
"Oh, tentu saja!" seru wanita itu. "Ben benar! Ayah memang memiliki sebuah
rumah di luar London. Aku sama sekali lupa!"
"Apa artinya itu berkaitan dengan te ka-teki ini, Jupe"" tanya Bob.
Jupiter nampak penuh kemenangan. "Apa maksudnya 'skip' -- 'melangkahi'
sesuatu"" tanyanya.
"Menyeberangi ... atau mungkin melintasi," jawab Pete.
"Dan apakah H2O"" tanya Jupiter berbangga hati.
"Air!" seru Bob. "Seberangi air! Itulah maksud bagian pertama teka-teki itu!
Seberangi air ... maksudnya lautan ... dan di dalam tanah milikku kau akan
menemukan peti!" "Ben, berapa lama lagi kau akan pulang ke Inggris"" tanya Jupiter cepat.
"Dua hari lagi," jawab remaja Inggris itu. "Begitu urusan resmi Bibi Patty telah
beres." "Jupe, apakah kau memikirkan yang kupikir kau pikirkan"" tanya Pete.
"Apa yang kau pikirkan, Jupiter"" tanya Patricia Hitchcock O'Connell.
"Trio Detektif akan meneruskan penyelidikan ini ke seberang Samudra Atlantik,"
jawab remaja gempal itu. "Di sanalah harta itu tersembunyi dan ke sanalah kita
harus pergi!" "Tapi bagaimana dengan orangtua kalian"" kata Patricia. "Jelas kalian tidak bisa
pergi ke Inggris sendirian!"
"Kami tidak akan sendirian," kata Bob. "K ami akan bersama Ben! Di samping itu,
sekarang kami sedang di tengah liburan musim panas. Saya yakin orangtua kami
akan setuju jika kami katakan bahwa kami sedang membantu keluarga Mr.
Hitchcock!" Patricia memikirkan hal ini sejenak. "Jika kalian mendapatkan izin dari
orangtua kalian," katanya, "aku akan membayar ongkos perjalanan kalian dan
bertindak sebagai pengawas selama kalian di luar negeri."
Jupiter mengangkat tangan dan menggelengkan kepala. "Kami tidak dapat
membiarkan Anda melakukan itu," katanya. "Tiket pesawat ke Inggris akan
sangat mahal. Dengan tabungan hasi
l kami bekerja di pangkalan, hanya seorang
dari kami dapat pergi."
"Aku memaksa!" kata wanita itu keras kepala. "Jika ini adalah rencana Ayah,
maka seluruh Trio Detektif akan pergi! Lagipula uang tidak akan menjadi
masalah dengan warisan yang ditinggalkannya untukku."
Jupiter memandang Ben seolah-olah meminta pertolongan namun remaja
jangkung itu hanya melipat tangan di depan dada tanda setuju dengan bibinya.
Akhirnya detektif gempal itu memandang Bob dan Pete, lalu mengangkat bahu.
"Baiklah," senyumnya, "mari kita minta izin!"
Anak-anak dan Ben bergegas menuju pintu dan Rolls Royce yang telah
menunggu. Ketika mereka masuk ke bagian dalam mobil yang mewah itu,
Jupiter berbicara. "Wah, Ben," katany a, "kalau bibimu Patricia telah
memutuskan sesuatu, tidak ada yang bi sa mengubahnya! Sungguh mudah untuk
melihat bahwa ia benar-benar mirip ayahnya ... Alfred Hitchcock!"
BAB IV TRIO DETEKTIF DI INGGRIS Dua hari kemudian pesawat Trio Detektif melakukan pendaratan di Bandara
Heathrow, London. Anak-anak dengan mudah memperoleh izin dari orangtua
mereka begitu mereka menjelaskan bahwa mereka sedang menolong putri
Alfred Hitchcock. Tidak ada kejadian menarik selama penerbangan, selain
goncangan kecil akibat badai yang mendekati London, yang hampir saja
membuat Pete mabuk udara. Akhirnya pesawat itu mendarat dan mereka
berlima masuk ke sebuah limousine yang sudah menanti, mengobrol penuh
semangat. Ben Hitchcock sudah tidak sabar menunjukkan kota bersejarah itu dengan
segala atraksinya kepada Trio Detektif.
"Apakah sebaiknya kita menghabiskan hari ini melihat-lihat kota, Teman-teman"" ia bertanya kepada teman-teman barunya dengan bergairah.
"Sudah lama aku ingin melihat Menara London!" seru Bob.
"Aku ingin melihat Big Ben!" seru Pete.
"Aku ingin melihat tempat tinggal kedua Mr. Hitchcock yang berada di luar
London," kata Jupe tegas. "Kita akan punya waktu untuk melihat-lihat begitu
kita telah berhasil memecahkan teka-teki ini. Kita hanya ada di sini seminggu,
jadi mari kita manfaatkan sebaik-baiknya."
Pete menyikut Ben. "Biasakan kalah suara dari Jupe," katanya. "Aku dan Bob
selalu mengalaminya!"
"Jadi begitulah demokrasi yang sebenarnya di Amerika," canda Ben.
Anak-anak dan Patricia tertawa sementara limousine meluncur masuk ke kabut
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
London yang dingin. Satu jam kemudian mobil itu telah keluar dari kota yang sibuk itu tepat ketika
matahari mulai terbenam. Dengan cahaya kilat yang sebentar-sebentar
menyambar anak-anak dapat melihat bahwa mereka telah memasuki suatu
jalan pedesaan dengan rumah-rumah sederhana. Kebisingan kota telah
digantikan oleh suasana yang lebih asri dan tenang.
"Sungguh aneh rasanya berjalan di sisi yang salah dari jalan," kata Pete.
"Itulah yang kurasakan ketika berada di negaramu," kata Ben. "Di sini sisi kiri --
the left side -- adalah sisi ya ng benar -- the right side."
"Rumah musim panas Ayah ada di jalan ini juga," kata Patricia. "Tidak akan
lama lagi." Limousine berbelok memasuki sebuah jalan tanah yang sempit dan dijaga oleh
semak-semak yang terpangkas rapi dalam wujud singa. Ketika mereka
mendekati rumah itu, Pete menahan nafas.
"Nah, inilah yang ada di bayanganku tentang rumah Mr. Hitchcock!" serunya.
Jupe dan Bob berdesakan melihat melalui jendela di sebelah Pete. Rumah di
depan mereka sebenarnya sama sekali tidak seperti rumah ... jauh lebih
menyerupai sebuah puri! Dinding-dindingnya yang tinggi tersusun dari batu-batu halus berwarna abu-abu dan tertutup tumbuhan merambat yang tebal.
Jendela-jendelanya merupakan mosaik yang nampak seolah-olah berasal dari
sebuah gereja kuno berabad-abad yang lalu. Di bawah langit yang berwarna
ungu suram dan di tengah kabut yang bergulung-gulung mudah saja bagi anak-anak untuk membayangkan segala macam hantu dan roh yang berkeliaran di
balik dinding-dinding rumah besar itu.
"Jupe, Pete, Bob ... selamat datang di Puri Hitchcock," Ben menyeringai.
"Aku lebih suka kediamannya yang satu lagi," Pete menggigil. "Yang ini
memberiku kesan seram!" Di kejauhan kilat menyambar seolah-olah setuju
dengan Penyelidik Kedua. Patricia menepuk bahu Pete sementara mereka keluar dari
mobil. "Ayah selalu berkata bahwa rumah ini berhantu namun sebenarnya tidak seburuk
kelihatannya," katanya menenangkan. "Di dalam sebenarnya cukup nyaman.
Lihat saja nanti." "Rumah ini memang berhantu!" sebuah suara dengan aksen Inggris yang kental
menggeram di tengah kegelapan.
"Siapa itu"" Patricia yang kaget berseru. "Winston, kaukah itu""
Dari sudut rumah muncul seorang pria kira-kira berumur lima puluh tahun
dengan kumis lebat, berjalan terpincang-pincang. Ia mengenakan semacam topi
tak berbentuk di kepalanya dan menggenggam sebatang tongkat berliku di
tangan kanannya. Cambangnya lebat dan menyatu dengan berewok tipis hitam
beruban yang menutupi wajahnya. Ia menuding dengan tongkatnya ke arah
mereka. "Rumah ini memang berhantu! Arwah Molly Thibidoux, seorang pelayan yang
menggantung diri dari pohon willow besar di belakang rumah, lebih dari seratus
tahun yang lalu," katanya serak. "Tuna ngannya meninggalkannya demi seorang
wanita lain. Karena sedih Molly muda bunuh diri. Sekarang arwahnya
berkeliaran di dinding-dinding Puri Hitchcock, menunggu tunangannya kembali
ke pelukannya!" "Jebediah O' Connell!" tukas Patricia. "Hentikan omong kosong itu sekarang!
Begitukah caramu menyambut tamu-tamu kita""
"Tentu saja aku akan menyambut tamu kita," Jebediah O'Connell mencibir,
"namun demi keselamatan mereka sendir i aku memperingatkan mereka tentang
hantu itu! Ia adalah yang berbahaya! Orang Jerman menyebutnya poltergeist --
hantu yang suka membuat keributan!"
Patricia menoleh ke arah anak-anak sambil bertolak pinggang. "Jangan
pedulikan sepupuku Jeb," perintahnya. "Ia adalah pembuat onar nomor satu dan
hanya berusaha menakut-nakuti kalian ... ia tidak suka akan anak-anak."
"Ini kataku," bisik Ben kepada Jupite r. "Sejujurnya aku tidak mempercayai
Paman Jeb. Ingat kata-kataku ini, ia punya maksud tidak baik!"
"Mari, Anak-anak," kata Patricia, "masukkan barang-barang kalian."
"Gagasan yang baik," kata Jupe setuju. "Saya berharap bisa ada kemajuan
dalam teka-teki ayah Anda sebelum kita tidur."
"Ah, teka-teki yang kocak," kata Jebediah sambil mengikuti mereka ke dalam.
Lelaki aneh itu menutup pintu oak besar di belakang mereka, menimbulkan
bunyi gemuruh yang membuat mereka semua terlompat. "Kita sebaiknya
memberi tahu arwah itu bahwa kalian ada di sini," ia menyeringai licik.
Patricia menatap sepupunya dengan marah. "Cukup sudah, Jebediah! Kau tidak
pernah tahu kapan kau telah melampaui batas."
Jeb mengangkat bahu, memasukkan tangannya ke dalam saku, dan terpincang-pincang menaiki tangga. "Aku akan ada di kamar seandainya kalian nanti
terbangun oleh sesuatu," gumamnya. "Hidup atau mati!"
"Maaf, Anak-anak," kata Patricia.
"Tidak perlu minta maaf, ma'am," jawab Ju piter. "Kami juga tidak percaya akan
hantu, benar kan, Teman-teman""
"Jupe benar," kata Bob tersenyum. "Kami tidak semudah itu ditakut-takuti ...
benar kan, Pete""
"Apa katamu lah," kata Pete, suaranya gemetar. "Mungkin aku takkan bisa tidur
sampai kita ada di pesawat lagi!"
"Ah, tidur," kata Ben mengantuk. "Entahlah dengan kalian, Teman-teman,
namun aku benar-benar lelah."
"Jet-lag," kata Jupiter sambil meng uap. "Perubahan wilayah waktu telah
membuat pola tidur kita berantakan. Sekarang baru setengah sembilan namun
kurasa kita harus menunggu hingga besok untuk mencari tahu apa yang
dimaksud oleh baris berikutnya dalam teka-teki," katanya enggan. "Ayo,
Teman-teman, kita tidur."
Anak-anak dan Ben meraih bawaan masing-masing dan berbaris menaiki tangga
lebar yang diterangi cahaya samar-samar. Mereka baru separuh jalan ketika
sebuah teriakan membuat mereka berhenti seketika.
"Seperti suara Jebediah!" seru Ben.
Anak-anak menjatuhkan tas-tas mereka dan berlari ke lantai dua, diikuti oleh
Patricia. Di tengah-tengah tangga antara lant ai dua dan tiga mereka menemukan
Jebediah O'Connell terduduk. Kilat menyambar dan pria itu meringkuk seperti
anak kecil. "Hantu!" katanya tersengal-sengal, menu njuk dengan jari gemetar ke tangga
gelap yang menuju ke lantai tiga. "Aku melihat hantu itu di atas tangga ini ...
berpendar di kegelapan dengan seutas tali di lehernya!"
Patricia namp ak sangat marah. "Sepupu, jika ini adalah semacam permainan
...." "Bukan, Sepupu Patty!" tukasnya, menuding ke atas lagi. "Aku benar-benar
melihatnya!" "Ada apa di lantai tiga, ma'am"" tanya Jupiter kepada Patricia.
"Orangtuaku jarang naik ke lantai tiga," kata wanita itu. "Hanya untuk tempat
menyimpan barang. Bahkan tidak ada pemanas di atas sana." Ia mencoba saklar
lampu di dasar tangga namun tangga besar itu tetap gelap. "Rusak. Mungkin
bola lampu di atas tidak pernah diganti selama bertahun-tahun."
"Anda punya senter"" tanya Jupiter, naik beberapa anak tangga menuju ke
kegelapan. "Akan kuambilkan," Ben menawarkan diri . Remaja itu berlari menuruni tangga.
Mereka mendengar pintu lemari dibuka dan ditutup di dapur dan kemudian
langkah-langkah berlari menaiki tangga. "Aku cuma menemukan satu," katanya
sambil menyerahkan senter kepada Jupiter. "Tapi ini ada beberapa batang
lilin." Mereka menyalakan lilin dan, dengan Jupiter memimpin di depan, maju
menaiki anak tangga yang berderit. Di luar kilat dan guruh menyambar dan
menggelegar, membuat mereka tidak ingin jauh-jauh dari yang lain.
Setengah jam kemudian mereka telah memeriksa lantai tiga dengan seksama
dan tidak menemukan apa-apa selain kotak-kotak berdebu dan peti-peti
bersarang laba-laba. Mereka memeriksa peti-peti itu untuk memastikan tidak
ada yang bersembunyi di dalam namun peti-peti itu terkunci atau berisi
pakaian. "Jika tadi ada yang menaiki tangga, ia pastilah masih di sini," kata Bob. "Karena
tidak ada jalan keluar lain selain melalui tangga."
"Kecuali kalau ia adalah hantu!" kata Pete.
"Ya," kata Jebediah setuju. "Seperti yang kukatakan tadi!"
"Tidak ada yang namanya hantu," kata Ju piter keras kepala. "Pastilah ada jalan
keluar lain di sini. Suatu jalan rahasia. Ben, Patricia, kalian tahu akan adanya
jalan rahasia di rumah ini""
"Aku tahu ada beberapa," kata Patricia. "Dulu aku sering bermain dengan jalan-jalan rahasia itu ketika masih kecil. Tapi itu sudah demikian lama, aku bahkan
tidak bisa mengingat lagi letaknya. Kita harus bertanya kepada Julia, pelayan
Ayah. Ia sudah bekerja di sini selama hampir tiga puluh tahun. Jika memang
ada jalan rahasia di lantai ini, ia tentunya tahu."
"Besok pagi-pagi kita tanya dia," kata Jupiter memutuskan. "Sekarang mari
benar-benar tidur. Aku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk!"
"Siapa yang mengantuk"" kata Pete. "Kurasa meskipun aku ingin, aku takkan
bisa tidur!" Namun Pete salah. Begitu kepala mereka menyentuh bantal, dengan cepat
mereka terlelap. BAB V DI MANA PETI ITU" Keesokan paginya anak-anak terbangun oleh bau harum telur dan daging
goreng. Mereka cepat-cepat berpakaian dan turun ke dapur. Ben dan Patricia
sudah mulai makan di sana.
"Selamat pagi!" kata Ben riang. "Sepertinya kalian tidur nyenyak. Tidak
bermimpi buruk kuharap, Pete."
"Hanya satu ... tentang sarapan sudah dibereskan sebelum aku bangun!"
Penyelidik Dua yang jangkung tertawa.
Seorang wanita gemuk dengan raut wajah tegas dan seragam pelayan
meletakkan sepiring telur dan menuangkan jus jeruk ke dalam gelas-gelas
tinggi di hadapan mereka.
"Anak-anak, perkenalkan Julia Abernathy," kata Patricia. "Ia telah bekerja
untuk ayahku selama hampir tiga pulu h tahun. Suaminya, Winston, adalah
kepala pelayan kami. Mereka menikah tahun lalu, di rumah ini juga."
"Benar," kata Julia muram. "Sungguh menyedihkan hari ketika Mr. Hitchcock
meninggal dunia. Winston bahkan tidak sempat bertemu dengannya. Dan kini
masa depan kami di rumah ini tidak jelas." Ia berdiri diam selama beberapa
saat, mengaitkan jari-jarinya, lalu kembali ke dekat kompor.
"Rumah ini akan dijual sebulan lagi," kata Patricia menjelaskan dengan pelan.
"Kami dengan senang hati akan mempertahankan Keluarga Abernathy sebagai
bagian dari tanah ini namun kami tidak dapat menjanjikan pemilik baru yang
belum memiliki pelayan. Julia tinggal di pondok pelayan di belakang sejak
ayahku membeli puri ini."
Tepat pada saat itu seorang pria jangku ng dengan jas hitam memasuki ruangan.
Wajahnya tirus dan hidung bengkok seperti elang. Rambutnya mulai beruban
dan bagian atas kepalanya botak sama sekali. Ia membung
kuk ke arah anak-anak dan kemudian tersenyum hangat.
"Selamat pagi, Tuan-tuan," katanya dengan logat Inggris yang terpelajar. "Nama
saya Winston dan saya siap melayani Anda selama Anda tinggal di Puri
Hitchcock." "Selamat pagi, Winston," jawab Jupite r. "Kau baik sekali. Bolehkah aku
bertanya sesuatu""
"Tentu saja, sir," jawab Winston.
"Apakah kau tahu tentang adanya jalan rahasia di lantai tiga rumah ini" Mungkin
dinding atau pintu palsu""
Kepala pelayan itu menegakkan tubuhnya seolah-olah bersiap memberikan
kuliah yang dihapalnya dan telah dilakukannya beratus-ratus kali sebelumnya.
"Setiap lantai memiliki sebuah kamar tersembunyi," katanya menjelaskan.
"Rancangan rumah ini mengikuti sebuah puri tua tempat sang raja memiliki
ruangan rahasia untuk bersembunyi jika sewaktu-waktu mereka diserang. Sang
raja ingin memastikan bahwa di lantai mana pun keluarganya berada, mereka
akan memiliki tempat berlindung yang aman untuk bersembunyi dari musuh.
Meskipun demikian, setahu saya tidak ada ruangan rahasia di lantai tiga. Satu-satunya yang menghubungkannya dengan lantai yang lain, selain tangga, adalah
lubang makanan, yang digunakan untuk mengangkat makanan dari dapur dan
menurunkan piring-piring kotor."
"Begitu," kata Jupiter Jones.
"Ada lagi, sir"" tanya sang kepala pelayan.
"Satu hal lagi," kata Penyelidik Pertama. "Sejak kau mulai bekerja di Puri
Hitchcock, pernahkah kau melihat penampakan apapun atau hantu di rumah
ini"" "Anda pasti mengacu ke Molly Thibid oux, pelayan Prancis malang yang
menggantung diri di sebatang pohon," Winston tertawa riang. "Demi Tuhan,
tidak. Itu hanyalah sebuah cerita tu a, diceritakan untuk membangun suasana
rumah ini, seperti yang dilakukan Mr. Hitchcock dalam film-filmnya."
Jupiter baru hendak menanyai Julia kalau wanita itu pernah melihat hantu di
Puri Hitchcock ketika ia dipotong oleh suara pertengkaran yang terdengar
mendekati dapur. "Demi Tuhan!" kata Patricia. "Aku sama se kali lupa akan Keluarga Fitchhorns!"
"Siapa"" tanya Pete.
"Kalian pasti belum pernah bertemu dengan orang seperti Timothy dan Stella
Fitchhorn," kata Ben. "Mereka mengaku sebagai saudara jauh Bibi Patty dan
datang dari Skotlandia untuk menuntut bagian mereka atas harta itu."
Jupiter, Pete, dan Bob memandang dengan mata terbelalak ke arah Keluarga
Fitchhorn yang membawa pertengkaran mereka masuk ke dapur.
Timothy Fitchhorn adalah seorang pria yang gemuk dan tak henti-hentinya
berkeringat. Matanya berbinar-binar di balik kacamata berbingkai gading.
Berulang kali rambutnya jatuh menutupi matanya dan berulang kali ia
mendorongnya kembali ke atas. Ia mengenakan jas bergaris-garis yang terlalu
sempit dan celana panjang yang terlalu pendek.
Di mata anak-anak, pria itu benar-benar kebalikan dari istrinya yang tak henti-hentinya mengeluh. Stella Fitchhorn mengenakan jas bergaris-garis yang identik
dengan suaminya -- meskipun dengan ukur an yang pas. Stella adalah seorang
wanita bertubuh pendek -- lebih pendek daripada anak-anak -- dan kurus
sekali. "Tidak pernah!" jeritnya.
"Kau selalu mempermasalahkan caraku mengemudi!" teriak suaminya, tidak
menyadari kehadiran anak-anak di meja. "Bukan salahku mereka berjalan di sisi
yang salah di negeri ini."
Stella Fitchhorn sudah siap untuk memb alas ketika ia menyadari orang-orang
yang duduk di meja. "Oh," katanya. "Pat ricia, senang bertemu denganmu lagi.
Dan kau juga, Ben!" Namun ketika melihat Trio Detektif ia nampak bingung.
"Tapi siapa anak-anak ini""
"Pemburu uang pasti," tuduh Mr. Fitchhorn. "Aku berhak atas bagianku dan
apapun yang terjadi aku akan me ndapatkannya!" katanya tegas.
Jupiter, yang melihat emosi Patricia ny aris meledak, bergegas mengambil alih.
"Yakinlah bahwa kami bukanlah pemburu uang," katanya. "Kami adalah teman-teman Ben dari Amerika yang sedang berlibur di sini. Dari Rocky Beach,
California, tepatnya. Saya dengar kalian datang dari Skotlandia," katanya
tenang, "bolehkah saya tahu dari daerah mana""
"Chestershire," kata Timothy Fitchhorn.
"Braxton," kata Stella Fitchhorn pa da saat yang sama. Mereka saling
berpandangan dan Stella terbatuk. "Maksudnya kami tingg
al di Braxton sebelum pindah ke Chestershire, benar kan, Sayang""
"Benar," kata suaminya. "Bagaimanapun," katanya sambil mendorong rambutnya
yang berminyak kembali ke tempatnya, "aku punya hak secara hukum atas
harta yang ditemukan di tanah ini selagi kalian ada di sini. Tidak ada peraturan
'hak milik yang menemukan' di negara ini."
"Maksud Anda, ada harta karun terkubur di tanah ini"" tanya Bob polos. "Waduh,
kita harus mulai menggali, Teman-teman!"
"Ya," sambut Pete, berusaha menyembunyik an senyum. "Kau punya sekop, Ben""
Timothy Fitchhorn nampak seolah-olah siap meledak. Ia mengusap alisnya
dengan saputangan dan menatap marah ke arah anak-anak. "Dengar!" katanya.
Namun anak-anak tidak mendengarkan. Mereka permisi dari meja dan berlari
keluar dapur, berusaha keras untuk tidak tertawa terbahak-bahak.
"Gurauan yang sungguh kejam, Bob," Jupiter tertawa sementara anak-anak
berlari menuju ruang tamu yang besar.
"Tapi sungguh perlu!" Ben terkekeh. "Kita harus hati-hati akan perburuan harta
karun kita dengan adanya kedua orang itu."
"Sudah jelas!" kata Pete. "Jadi di mana menurutmu kita harus mulai mencari
harta itu, Pertama"" ia be rtanya kepada Jupiter.
Jupiter segera berubah serius. Ia mencubit bibir bawahnya dan berpikir
sejenak. "Kita telah sepakat bahwa kita harus menemukan semacam peti,"
katanya. "Namun mari kita baca petunjuk itu sekali lagi, siapa tahu kita
mendapat ide baru."
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bob mengeluarkan buku catatannya dan membuka halaman yang berisi teka-teki itu. Anak-anak itu berkerumun untuk membaca paragraf aneh itu sekali
lagi. "Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Kalian tahu, selama ini aku berpikir-pikir," kata Bob. "Mungkin yang kita cari
sebenarnya sama sekali bukan sebuah peti."
"Apa maksudmu, Data"" tanya Jupiter sambil membaca paragraf itu lagi.
Bob Andrews menggaruk kepala dan kembali membaca petunjuk itu. "Aku
bertanya-tanya -- mengapa kata 'peti' -- Crate -- ditulis dengan huruf C besar,"
katanya. "Kata-kata yang lain ditulis biasa saja namun kata yang satu ini diawali
dengan huruf besar seolah-olah merupakan nama sesuatu."
"Mungkin kita harus mencari sesuatu di rumah ini dengan tulisan 'Crate' di
atasnya," usul Pete. "Atau seseorang bernama Crate."
Jupiter kembali mencubiti bibirnya. "Jika kita harus mencari seseorang, teka-teki itu akan berbunyi 'find Crate'. Namun jelas-jelas tertulis 'find THE Crate'."
"Kecuali kalau kakekku sengaja melakukannya, hanya untuk membingungkan
kita," kata Ben. "Mungkin saja," kata Jupiter mengakui. "Apakah kau atau bibimu Patricia
mengenal salah seorang teman Mr. Hitchcock yang bernama Crate""
Ben menggeleng. "Aku harus bertanya kepada Bibi Patty," katanya. "Namun jika
ia adalah seseorang yang dikenal kakekku dari dunia film, hampir pasti kita
akan bisa menemukannya di ruangan yang digunakan Kakek sebagai kantor."
"Bisakah kita mencari di sana"" tanya Pete.
"Ruangan itu selalu dikunci namun aku bisa meminta kuncinya dari Bibi Patty."
Anak-anak mengikutinya sementara ia mengambil kunci dari bibinya, kemudian
mereka berbaris sepanjang koridor sempit menuju ke sebuah pintu besar dari
kayu oak, kantor pribadi Alfred Hitchcock. Ben memasukkan anak kunci namun
sebelum sempat memutarnya, ia menegang.
"Ada apa"" tanya Pete. "Salah kunci""
"Tidak," kata Ben pelan. "Pintu ini telah dibuka sebelumnya ... lihat!" Ia
mendorong dengan tangannya dan di depan mata mereka pintu itu terbuka
perlahan. Jupe menunduk untuk memeriksa lubang kunci. "Ada yang membobol kunci ini,"
katanya. "Dan belum lama. Lihatlah goresan-goresan di sekitar lubang kunci ini,
masih baru. Sepertinya seseorang telah menggunakan peniti atau obeng kecil
untuk membuka pintu."
"Dan lihatlah kekacauan yang mereka tinggalkan!" kata Bob, menunjuk ke meja
besar yang ada di tengah ruangan
. Kertas-kertas berserakan di atas meja, beberapa lembar bahkan jatuh ke
lantai. Map-map telah ditarik keluar dari lemari arsip dan laci-laci meja itu
terbuka sebagian. "Sudah jelas ada seseorang di rumah ini yang berusaha mendahului kita," kata
Jupiter. "Keluarga Fitchhorn!" desis Ben. "Tunggu sampai kulaporkan kepada Bibi Patty!
Ia akan mengusir mereka sebelum makan siang!"
Jupiter menggelengkan kepala. "Kita tidak punya bukti. Mungkin saja sepupu
bibimu Jeb, atau Winston dan Julia."
"Bukan Julia," kata Ben. "Ia sudah terlalu lama tinggal di sini untuk melakukan
perbuatan semacam ini. Namun Jebediah mungkin sekali. Dasar pembuat onar!"
Selagi Ben berbicara, Jupiter telah berjalan mendekati dinding. Panel kayu
dengan ukiran tangan setinggi kira-kira satu meter menutupi bagian bawah
dinding namun bagian atasnya hingga ke langit-langit penuh dengan foto-foto
berbingkai, seperti di rumah Mr. Hitchcock di Hollywood.
"Ada apa, Pertama"" tanya Bob.
"Aku baru ingat sesuatu," kata Jupiter pelan. "Sebuah film hasil karya Mr.
Hitchcock beberapa tahun yang lalu. Ceritanya tentang seorang pria yang telah
dengan salah dituduh membunuh dan adegan klimaksnya yang mengambil
tempat di sebuah ruang pengadilan besar menggambarkan bintang film itu
menuding ke arah pembunuh sebenarnya."
"Apa hubungannya itu dengan adanya seseorang yang membobol kantor Mr.
Hitchcock"" tanya Pete.
"Bukan kantor ... teka-teki!" kata Jupiter.
"Ya, aku ingat sekarang," kata Bob bers emangat. "Film itu berjudul 'The Fine
Art of Murder' dan dibintangi oleh Creighton Duke! Mungkinkah ia adalah 'Crate'
yang dimaksud""
Jupiter mengamati ratusan foto yang menutupi dinding-dinding ruangan.
"Berpencar!" perintahnya. "C ari foto Creighton Duke!"
Masing-masing memeriksa satu dinding da n mulai memeriksa setiap foto dengan
seksama. Beberapa menit kemudian Ben berseru penuh kemenangan.
"Aku menemukannya!"
Trio Detektif bergegas mendekat untuk mengamati foto hitam putih itu. Foto
itu diambil dari adegan klimaks 'The Fine Art of Murder'. Creighton Duke, yang
berperan sebagai pria yang telah salah dituduh, berdiri di ruang sidang sambil
menunjuk ke arah pembunuh yang sebenarnya. Foto itu dibubuhi tanda tangan
dengan tinta hitam. Bunyinya: "Untuk Hitch -- aku tidak melakukannya!
Temanmu, Crate." "Ini pastilah Crate yang dimaksud dalam teka-teki," kata Jupiter. "Sekarang
mari kita lihat ke mana Creighton Duke menuding. Semestinya ia akan
membawa kita ke foto sebuah gerobak bergembok!"
Anak-anak mengikuti arah yang ditunjuk sang aktor, foto-foto di dinding
seberang. Mereka mengamati setiap foto dengan seksama namun tidak ada
yang nampak seperti gerobak.
"Pasti ada di sini!" kata Pete. "Mari kita periksa sekali lagi."
"Sebentar," kata Jupiter, mengangkat tang an. "Mari kita pikirkan secara logis.
Mr. Hitchcock telah menunjukkan kepada kita bahwa ia sanggup bermain
dengan kata-kata. Mungkin ini satu lagi tipuannya. Apa lagi yang mungkin
dimaksud dengan gerobak bergembok -- paddy wagon""
Anak-anak berdiam diri di dalam kantor yang berantakan itu selama beberapa
saat, masing-masing berpikir keras.
"Mungkinkah sebuah ambulans"" saran Pete.
"Atau semacam mobil polisi"" kata Bob.
"Pemadam kebakaran"" usul Ben.
"Sebentar, sebentar!" seru Jupiter. "S epertinya aku tahu, suatu permainan kata
yang sungguh bagus!" katanya. "Ben, bibimu bernama Patricia, benar""
"Benar," jawab remaja Inggris itu.
"Tapi kau tidak selalu memanggilnya dengan nama itu kan"" desak Jupe.
"Kadang-kadang aku memanggilnya Bibi Patty," katanya, "namun apa hubungan
... oh!" Raut wajah Ben menunjukkan bahwa ia mulai mengerti arah
pembicaraan Jupe. "Patty," serunya, "bun yinya mirip dengan 'PADDY wagon'!"
"Tepat," sambut Jupe. "Creighton Duke pastilah menunjuk ke arah sebuah foto
yang menggambarkan bibimu Patricia, kemungkinan sebagai seorang gadis kecil
di dalam sebuah gerobak!"
"Dan inilah dia!" seru Bob. Mereka berkerumun di depan foto yang dimaksud. Di
dalam foto itu seorang gadis kecil yang mengenakan gaun putih berenda-renda
dan mendekap sebuah boneka duduk di dalam sebuah gerobak berwarna merah.
Di sisi gerobak i tu terdapat tulisan berwarna putih, "GEROBAK PATTY".
"Kita telah menemukannya!" kata Ben bega irah. "Gerobak bergembok dari teka-teki."
Penuh semangat Jupiter meraih bingkai foto itu dan berusaha menariknya dari
dinding. Saat itu terdenga r bunyi "klik" yang kencang dan setengah meter dari
panel kayu yang menghiasi dinding terbuka seperti sebuah pintu kecil.
"Foto itu adalah sebuah kunci untuk membuka pintu rahasia," kata Jupe kagum.
"Hebat! Ayo, mari masuk dan meliha t ada apa di balik pintu ini!"
Jalan rahasia itu kecil dan sempit pada awalnya namun kemudian melebar
setelah beberapa meter sehingga mereka hampir-hampir dapat berdiri tegak.
Tidak ada lampu, maka mereka berusaha melihat dengan menggunakan cahaya
yang masuk dari pintu kecil itu.
"Ada undakan di sini," kata Jupiter. "Jalan rahasia ini pastilah menuju ke salah
satu tempat di lantai dua."
Tepat pada saat itu terdengar benturan di belakang mereka dan anak-anak
berada di dalam kegelapan total.
"Seseorang telah menutup pintu!" teriak Ben terkejut.
"Cepat, kembali ke tempat kita masuk!" perintah Pete.
Mereka bergegas kembali ke pintu sempit itu namun segera menyadari bahwa
pintu itu terkunci dari luar.
"Tidak ada pegangan untuk membuka pintu di sisi ini," kata Bob. "Kita
terjebak!" BAB VI TERJEBAK! "Hei, keluarkan kami!" teriak Pete.
"Ssst! Diam!" desis Jupe. "Dengar ... aku dapat mendengar langkah-langkah kaki
di kantor." Anak-anak menahan nafas. Samar-samar terdengar suara langkah kaki di
koridor yang panjang. "Kau dengar bagaimana suara langkah kaki itu"" tanya Jupiter, menyuarakan
pikirannya. "Apa maksudmu"" bisik Pete di tengah kegelapan. "Kedengarannya seperti
langkah kaki biasa."
"Tidak," kata Jupiter, "ada yang aneh. Sepertinya langkah yang satu terdengar
lebih berat daripada yang lain."
Bob dan Pete telah mengenal Jupiter Jones dengan baik dan mereka tidak mau
berdebat dengannya tentang sesuatu yang menyangkut ingatan. Otak Jupiter
nyaris dapat merekam segala sesuatu yang terjadi dan ia jarang sekali
melupakan hal-hal kecil sekalipun.
"Benar," kata Ben. "Sepertinya seseor ang berjalan terpincang-pincang."
"Atau dengan tongkat!" kata Bob.
Pete berseru, "Jebediah yang mengurung kita!"
"Atau seseorang yang ingin kita menyangk a Jebediah," koreksi Jupiter. Di dalam
kegelapan otak Penyelidik Pertama berputar kencang. "Ben, bagaimana
tepatnya Jebediah menjadi pincang""
Ben berpikir sejenak. "Sepertinya Bibi Patty pernah berkata akibat kecelakaan
mobil bertahun-tahun yang lalu. Kurasa kakinya benar-benar hancur. Mengapa
kau bertanya, Jupiter""
"Karena meskipun Jebediah menggunakan tongkat, ia masih dapat bergerak
dengan cukup lincah. Siapapun yang meng urung kita di sini berjalan menjauh
dengan sangat lambat, seolah-olah deng an sengaja agar ki ta mendengar. Aku
sama sekali tidak yakin itu adalah Jebediah!"
"Tapi mengapa ada orang yang mau berpura-pura sebagai Sepupu Jeb"" tanya
Ben. "Mungkin sekali untuk mengalihkan kecurigaan terhadapnya," kata Jupiter,
"sekaligus membelokkan penyelidikan kita."
"Aku memilih untuk mendiskusikan hal ini nanti saja," kata Pete tidak sabar.
"Aku merasa lebih enak jika dapat melihat tanganku di depan mukaku."
"Aku setuju dengan Pete," kata Bob. "Semakin cepat kita keluar dari sini
semakin baik." "Baiklah," Jupiter mengalah. "Kemungkinan ada semacam mekanisme untuk
membuka pintu itu dari dalam sini, mari kita coba dulu."
Bob meraba-raba permukaan pintu yang halus. "Tidak ada pegangan pintu,"
katanya cemas. "Mungkin ada namun kita takkan menemukannya dalam
kegelapan. Mari kita menaiki tangga dan mencoba pintu di ujung satunya."
"Baik," kata Penyelidik Pertama. "Berpegangan pada ikat di depan kalian ...
siapa tahu." "Siapa tahu apa"" tanya Pete gugup.
Dengan Jupiter di depan, anak-anak menaiki undakan yang curam itu dengan
hati-hati. Sekitar dua puluh anak tan gga kemudian mereka sampai ke suatu
dataran dan langit-langit kembali merendah. Sambil merangkak anak-anak
mencapai pintu rahasia di ujung satunya.
"Di sini pun aku tidak menemukan pegangan pintu," kata Jupiter, berusaha
menyembunyikan rasa cemas. "Tapi aku bisa melihat ca
haya melalui retakan di pintu. Mungkin dua di antara kita bisa mendobraknya."
"Biar kubantu," kata Ben. "Mari kita dorong pada hitungan ketiga."
"Hitungan ketiga," ulang Jupiter. "Siap" Satu, dua, tiga!" secara serempak
mereka membenturkan bahu ke pintu kecil itu. Terdengar bunyi kayu pecah di
sisi sebaliknya dan kemudian udara segar beserta cahaya masuk ke dalam
lorong. Jupiter dan Ben berjatuhan ke lantai.
"Berhasil!" seru Pete dan Bob serempak.
Anak-anak merangkak keluar dari jalan rahasia itu dan memandang berkeliling.
Ruangan tempat mereka berada nampak seperti perpaduan antara bioskop dan
museum. Benda-benda dari beberapa film Alfred Hitchcock yang termasyur
memenuhi ruangan sementara di ujung ruangan sebuah layar film yang besar
memenuhi dinding. Berbaris-baris kurs i bioskop yang mewah mengisi bagian
tengah ruangan. Tali pemisah berwarna merah tergantung pada tiang-tiang
kuningan, persis seperti sebuah bioskop yang sebenarnya.
"Ini ruangan proyektor milik kakekku!" seru Ben. "Bibi Patty pernah bercerita
kepadaku tentang ruangan ini namun aku belum pernah masuk ke dalam.
Pintunya selalu dikunci."
Jupe, yang selalu membanggakan diri atas pengetahuannya yang mendalam
mengenai film dan teater, ternganga melihat segala tanda mata yang berjajar
di ruangan. "Lihatlah ini!" katanya. "Ini adalah miniatur Mount Rushmore yang
digunakan dalam film 'North By Northwes t'! Dan yang di sana itu adalah gagak
mekanik yang digunakan dalam 'The Birds'! Dan mesin pemutar lagu ini dari
'Diabolical'." "Apa ini"" tanya Pete, mengangkat sebuah botol anggur berisi semacam pasir.
"Itu dari film 'Notorious'," kata Ben dengan kagum. "Dalam film pasir hitam itu
adalah uranium. Sebuah film yang hebat!"
Bob sedang berada di ujung ruangan untuk mengamati tirai kamar mandi dan
seperangkat pisau ketika sesuatu di lantai menarik perhatiannya.
"Oh, Ben," katanya.
"Ya, Bob, apa yang kau temukan di sana""
"Kau bilang ruangan ini selalu terkunci""
"Setiap saat," kata Ben. "Ada apa""
Bob menelan ludah dan menunjuk ke benda yang menarik perhatiannya.
Beberapa serpihan kayu tergeletak di lantai dekat kaki Bob! "Seseorang telah
mendahului kita lagi," katanya.
Jupiter berlari mendekat dan memeriksa pintu. Tertutup namun tidak terkunci.
"Pintu ini telah dicongkel ... sepertinya dengan menggunakan linggis," remaja
gempal itu melaporkan. "Seseorang berusaha masuk ke ruangan ini dengan
terburu-buru. Kemungkinan setelah mengun ci kita di dalam lorong rahasia!"
"Berarti mereka mungkin saja telah menemukan harta itu sekarang!" seru Ben.
"Tidak, kecuali mereka telah memecahkan bagian terakhir teka-teki!" kata
Jupiter. "Bob, mari kita lihat catatanmu lagi."
Sekali lagi anak-anak membaca pesan itu.
"Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Creighton Duke -- 'peti' kita -- telah me mbawa kita ke foto bibimu Patricia,"
kata Jupiter, menyuarakan pikirannya. "Kita telah mengikuti petunjuk dan tiba
di ruang proyektor Mr. Hitchcock. Sekarang kita harus melakukan kewajiban
kita dan yang kedua dari 55 akan memberi kita penghargaan."
"Kita memang telah mengikuti petunjuk," kata Pete. "Tapi apa maksudnya
'melakukan kewajiban'""
"Mungkin membayar semacam iuran keanggo taan -- pay your dues," kata Ben.
"Kita harus membayar iuran untuk teta p menjadi anggota klub. Bagaimana,
Jupiter"" Jupiter berdiri tenang, mencubiti bibir bawahnya penuh konsentrasi. Matanya
menyapu ruangan, berusaha mencari hubungan antara teka-teki itu dan benda-benda yang berasal dari film. Tapi akhirnya Bob yang menemukannya.
"Wah!" serunya. "Sepertinya aku tahu!" Detektif berbadan kecil itu masuk
kembali ke lorong rahasia melalui pintu kecil di dinding. Ia menutup pintu dan
membukanya lagi sementara yang lain berusaha memahami tindakannya.
"Rasanya aku tidak mengerti, Da
ta," kata Jupiter sambil mengerutkan kening.
"Benda apa yang pertama kali kulihat ketika aku membuka pintu rahasia ini""
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanyanya. "Mesin pemutar lagu! Apa yang kita lakukan dengan sebuah mesin
pemutar lagu"" "Kita memasukkan koin untuk menyuruhnya memainkan lagu!" seru Ben. "Itulah
kewajiban yang harus kita lakukan!"
Jupiter Jones nampak agak kesal karena bukan ia yang memecahkan bagian
teka-teki itu namun ia menyelamati Bob dengan sportif.
"Deduksi yang hebat, Data," katanya.
Wajah Bob nyaris bersinar akibat pujian Jupe. Tidak sering Penyelidik Pertama
mengakui bahwa seseorang telah mendahuluinya memecahkan masalah.
"Kalau begitu yang kedua dari 55 past ilah sesuatu yang berhubungan dengan
mesin pemutar lagu," kata Pete. "Mr. Hitchcock pastilah memaksudkan baris
kedua atau bait kedua dari lagu nomor 55 sebagai petunjuk selanjutnya!"
Jupiter dengan cepat menyalakan mesin itu dan menekan nomor 55 di layar.
Anak-anak dengan bergairah menunggu mulainya lagu itu.
Tidak terjadi apa-apa. "Ada yang tidak beres," kata Jupiter. Ia menekan nomor 55 lagi dan menunggu.
"Mengapa lagu itu tidak dimainkan"" seru Pete.
Jupiter berlutut dan memeriksa mesin itu. Jemarinya menemukan sebuah tuas
kecil yang membuka bagian depan mesin. Ia membukanya dan mengangkat
bagian depan mesin itu. Nampaklah berbaris-baris piringan hitam antik.
"Seperti yang kutakutkan," kata Jupiter muram. "Nomor 55 tidak ada!"
BAB VII HARTA TERSEMBUNYI "Bagaimana kita bisa tahu yang kedua dari 55 jika lagu nomor 55 tidak ada""
tanya Pete putus asa. Keempat anak itu berdiri mengelilingi mesin pemutar lagu di ruang proyektor
Alfred Hitchcock, menatap tempat piringan hitam yang kosong itu dengan tidak
percaya. "Nampaknya kita telah kalah, Teman-teman," kata Ben sedih, menutup bagian
depan mesin itu. "Bagaimanapun juga, usaha yang bagus. Kalian benar-benar
detektif hebat, bisa sampai sejauh ini. Kalian patut mendapatkan pujian."
Orang biasa akan menyerah kalah saat itu juga. Namun Jupiter Jones sama
sekali bukan orang biasa. Ia mengerutkan kening sambil menatap mesin
pemutar lagu itu, merasa yakin ada ya ng terlewatkan. Sesuatu yang jelas.
Ketika akhirnya ia mendapatkannya, ia tersenyum bangga.
"Dari raut wajah Jupe," kata Bob, menyadari senyuman Jupiter, "aku berani
mengatakan Trio Detektif belum lagi kalah!"
"Kau menemukan sesuatu, Jupiter"" tanya Ben penuh harap.
"Penjahat itu tidak sepintar sangkaan mereka," kata Jupiter. "Ia mengambil
Pena Wasiat 16 Goosebumps - Suatu Hari Di Horrorland Pendekar Pedang Sakti 7
Misteri Warisan Hitchcock
dari The Mystery of The Hitchcock Inheritance
Download Ebook Jar lainnya Di
http://inzomnia.wapka.mobi
http://mobiku.tk KATA PENGANTAR DARI REGINALD CLARKE
Salam, para penggemar Trio Detektif! Hari ini adalah kesempatan langka bagi
kalian ... karena yang kalian pegang di tangan kalian saat ini adalah 'kasus yang
hilang' dari detektif muda kita yang telah berpengalaman! Seperti kalian
ketahui, banyak orang di dunia bersedih atas meninggalnya sutradara film besar
dan pembimbing Trio Detektif, Alfred Hitchcock. Anak-anak itu merasa mereka
telah kehilangan seorang sahabat karib dengan kepergiannya dan memang
itulah yang terjadi. Maka ketika data ng kesempatan untuk memecahkan sebuah
misteri yang melibatkan surat wasiatnya, mereka langsung bersedia!
Jika kalian tidak terlalu mengenal Jupiter, Pete, dan Bob, maka biarlah ini
menjadi kata perkenalan bagi kalian. Jika kalian telah mengenal mereka
dengan baik, silakan langsung menuju Bab I dan menikmati cerita ini.
Seperti yang telah kuketahui dari teman lamaku Hitch, setiap kata pengantar
Trio Detektif haruslah dimulai dengan Jupiter Jones yang sedikit kelebihan
berat badan. Dikenal sebagai Jupe oleh kawan-kawannya, Penyelidik Pertama
ini memiliki otak yang logis, hati yang penuh keberanian, dan tekad yang kuat
untuk memecahkan teka-teki. Penyelidik Kedua adalah Pete Crenshaw, yang
dengan perawakannya yang kekar dan atletis merupakan aset yang sangat
penting bagi Trio Detektif. Dan tidak ada biro detektif yang dapat bertahan
lama tanpa adanya catatan dan riset yang teratur rapi. Ini adalah bagian Bob
Andrews. Bob cekatan dalam bertindak dan dengan fakta. Catatannya yang
teliti memungkinkan kita semua untuk menikmati petualangan demi
petualangan kelompok detektif muda ini.
Anak-anak itu tinggal di sebuah kota pantai bernama Rocky Beach, California,
yang terletak di antara Santa Monica yang penuh bukit dan Hollywood yang
gemerlap. Markas mereka adalah sebu ah karavan rusak sepanjang sepuluh
meter, yang mereka sembunyikan di antara tumpukan rongsokan di pangkalan
barang bekas yang dikenal sebagai Jones Salvage Yard -- dimiliki dan
dioperasikan oleh paman dan bibi Jupe: Titus dan Mathilda Jones.
Semboyan mereka adalah "Kami menyelidiki Apa Saja" dan dalam kasus ini
mereka membuktikannya. Dan sekarang, cukup dengan kata pengantar. Seperti
yang suka diucapkan teman lamaku Alfred Hitchcock ....
Lampu, kamera, action! REGINALD CLARKE BAB I PERPISAHAN DENGAN SEORANG SAHABAT
"Aku masih tidak bisa percaya," kata Pete Crenshaw. Remaja jangkung itu
duduk di atas peti tempat jeruk di bengkel Jupiter Jones, yang terletak di
sudut Jones Salvage Yard. "Rasanya aku tidak pernah merasa sesedih ini."
Bob Andrews menghela nafas dan menendang sebutir kerikil. "Sulit dipercaya
Mr. Hitchcock telah pergi," katanya. "Aku tahu kita baru saja pulang dari
pemakamannya namun sepertinya masih sulit menerimanya."
Jupiter duduk di atas mesin cetak tua yang telah diperbaikinya beberapa waktu
yang lalu. "Perasaan seperti itu wajar bagi orang yang baru saja kehilangan
seseorang yang disayangi, Data," katanya, melonggarkan dasi. "Kita harus
berusaha sebisa-bisanya membiasakan diri meskipun aku tidak yakin apa
dampak kejadian ini bagi masa depan Trio Detektif."
Pete mengusap dagu dan menatap kosong. Tadi pagi ia, Jupiter, dan Bob
meninggalkan Rocky Beach bersama Paman Titus dan Bibi Mathilda menuju ke
Hollywood untuk menghadiri pemakaman sahabat lama mereka, Alfred
Hitchcock, sang sutradara film kenamaan. Mereka telah mengenal Mr.
Hitchcock sejak kasus pertama mereka, Misteri Puri Setan, dan sutradara besar
itu telah menuliskan kata pengantar untuk setiap kasus mereka hingga yang
terakhir, Misteri Karang Hiu. Sekarang pembimbing mereka telah pergi dan
anak-anak itu merasa ditinggalkan.
"Jupe," kata Pete, "apa yang akan kita lakukan tanpa Mr. Hitchcock yang
memberi kata pengantar untuk kasus kita""
"Aku tidak tahu, Dua," jawab temannya yang gempal itu. "Sekarang aku bahkan
tidak yakin bisa memecahkan misteri apapun."
Teman-temannya mengangguk setuju. Sukar untuk berpikir jernih sejak
mereka mendengar berita duka itu. Tidak satupun dari mereka pernah ditinggalkan
orang yang dekat dengan mereka. Meskipun Jupiter adalah seorang anak yatim
piatu yang diadopsi oleh paman dan bibinya, ia masih terlalu kecil ketika
orangtuanya meninggal untuk mengingat mereka dengan jelas.
Hans dan Konrad, dua bersaudara dari Bavaria yang membantu di pangkalan
barang bekas, muncul di pintu masuk bengkel. Mereka menggenggam topi
mereka di tangan dan menyeret kaki mereka. Hans berdehem. "Jupe, Pete,
Bob. Konrad dan aku ingin mengucapkan turut berduka cita atas kepergian Mr.
Hitchcock." "Ya," kata Konrad tulus, "apapun akan kami lakukan jika kalian
memerlukannya." "Terima kasih, Hans, terima kasih, Konrad," kata Jupe pelan. "Kami
menghargainya." "Baiklah," kata Hans. "Kalau ada yang kalian butuhkan, cukup bersiul saja." Dan
kedua pemuda berambut pirang itu pergi dengan sedih, kepala mereka
tertunduk. ***** Beberapa hari kemudian anak-anak itu masih merasa sangat kehilangan. Untuk
membantu mengalihkan pikiran mereka telah dengan suka rela membantu
Paman Titus, Hans, dan Konrad menggant i lembaran seng yang menempel pada
bagian dalam pagar pangkalan yang tinggi . Seng itu berfungsi sebagai atap yang
melindungi barang-barang yang cukup berharga dari hujan dan panas matahari.
Mereka sedang berjalan ke gerbang depan untuk mengambil lembaran seng
terakhir ketika Bob melihat lampu merah di bengkel Jupiter berkedip-kedip.
"Telepon di markas!" katanya. "Mungkin sebuah kasus!"
Ketiga anak itu melupakan lembaran seng itu dan berlarian menuju karavan
tua. "Gunakan Pintu Empat karena kita berada di sisi jauh markas," kata Jupiter.
Pintu Empat adalah salah satu dari banyak jalan rahasia yang mereka gunakan
untuk keluar masuk karavan yang tersembunyi itu. Darurat Satu, Lorong Dua,
dan Gampang Tiga adalah jalan-jalan yang lain. Mereka berlari melalui sela-sela tumpukan barang bekas yang memb entuk lorong yang rumit dan masuk ke
markas melalui dinding samping. Jupiter menyambar telepon.
"Trio Detektif," katanya kehabisan nafas. "Dengan Jupiter Jones."
"Selamat siang, Jones. Namaku Reginald Clarke," kata sebuah suara yang sangat
dalam dan penuh ketegasan. "Mudah-mudahan kau bisa meluangkan sedikit
waktu." Jupiter bergegas menyalakan pengeras suara yang terhubung ke telepon, yang
terdiri dari sebuah radio tua dan mikrofon. Sekarang ketiga anak itu dapat
mendengar pembicaraan yang sedang berlangsung.
"Reginald Clarke, produser film itu"" tanyanya heran.
"Itulah aku," kata Mr. Clarke. "Aku sadar kita belum pernah bertemu namun aku
adalah sahabat Alfred Hitchcock ... kau tahu kami bekerja sama dalam
beberapa film. Aku ingin mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya."
Terima kasih, sir," kata Jupiter. "Anda begitu baik."
Suara bariton Reginald Clarke yang da lam diam sejenak kemudian berlanjut.
"Ada alasan kedua mengapa aku menelepon, itu jika Trio Detektif masih
beroperasi." "Ya, masih," kata Jupiter. "Apa yang bisa kami lakukan untuk Anda""
"Persoalannya cukup pelik," kata Reginald Clarke. "Sebaiknya kita tidak
membicarakannya di telepon. Bisakah kalian datang ke kantorku di World
Studios pukup sembilan besok pagi""
Jupiter menatap Bob dan Pete, keduanya mengangguk setuju. "Kami akan ada
di sana, Mr. Clarke. Jam sembilan tepat!"
"Bagus," suara produser itu menggelegar. "Sampai jumpa."
"Sampai jumpa, sir," kata Jupiter. Ia memutuskan hubungan dan menatap Bob
dan Pete. "Waduh, apa kira-kira yang akan dibicarakan oleh Mr. Clarke ya""
"World Studios," kata Pete sambil mengangkat patung dada Alfred Hitchcock
yang terbuat dari marmer dari tempat terhormatnya di atas lemari arsip.
"Jangan-jangan ada hubungannya dengan Mr. Hitchcock."
"Rasanya kita harus menunggu sampai be sok untuk mengetahuinya," kata Bob.
"Sekarang aku sebaiknya pergi ke perpustakaan. Aku hampir terlambat dan
menurut Miss Bennett setengah dari buku -buku yang ada di perpustakaan perlu
dikembalikan ke raknya! Sampai jumpa besok pagi di gerbang depan."
"Sampai besok, Bob," kata Jupiter dan Pete sementara rekan mereka
menghilang ke dalam Lorong Dua, sebuah tingkap di lantai yang mem
buka ke sebuah pipa di bawah markas.
"Ayo, Pete," Jupiter menghela nafas. "Kembali bekerja. Boleh jadi Paman Titus
sedang kebingungan memikirkan ke mana kita telah menghilang."
Dengan murung Pete mengembalikan patung dada itu ke atas lemari arsip dan
mematikan lampu sambil keluar.
BAB II TANTANGAN DARI KUBUR Keesokan paginya anak-anak itu berdiri menunggu di luar gerbang besar Jones
Salvage Yard. Masing-masing telah mand i sebersih-bersihnya dan mengenakan
pakaian terbagus mereka, seperti yang tiap kali mereka lakukan jika hendak
mengunjungi World Studios untuk menemui Alfred Hitchcock.
"Ini dia Worthington," kata Jupiter. Worthington adalah seorang supir sempurna
berkebangsaan Inggris yang bertanggung jawab atas Rolls Royce bersepuh emas
yang dimenangkan Jupiter dalam suatu lomba beberapa waktu yang lalu.
Berkat kedermawanan seorang klien bernama August August, mereka telah
mendapatkan hak untuk menggunakan mobil mewah itu tanpa batas waktu.
Mobil itu memberi kesan tersendiri setiap kali mereka mengunjungi World
Studios untuk meminta Alfred Hitchcock menuliskan kata pengantar untuk
sebuah kasus. Worthington menoleh di tempat duduk pengemudi ketika anak-anak itu masuk.
"Selamat pagi, Tuan-tuan," katanya. "Sebelum ini saya khawatir bahwa jasa
transportasi yang saya sediakan untuk pemakaman Mr. Hitchcock akan menjadi
tugas saya yang terakhir bagi Anda. Saya sangat gembira bahwa saya telah
salah." "Tidak mungkin, Worthington," kata Pete. "Bahkan sekarang kita akan pergi ke
World Studios untuk mengunjungi seorang produser film yang lain."
"Bagus sekali, Master Pete," Worthing ton tersenyum. "Ke World Studios!"
Sebentar kemudian mobil hitam mengagumkan itu meluncur masuk melalui
gerbang studio besar tersebut. Ernie, penjaga gerbang, telah mengenal mobil
itu dan melambai menyilakan mereka lewat sambil tersenyum. Worthington
membawa mobil itu ke sebuah kantor dengan "R. CLARKE" tertulis di pintu
dengan huruf-huruf rapi. Anak-anak keluar dari mobil dan Jupuiter mengetuk pintu, kemudian masuk. Di
tempat penerima tamu duduk Henrietta Larson, sekretaris pribadi Mr.
Hitchcock sebelum kepergiannya. Anak-anak itu masih ingat kesulitan yang
mereka hadapi ketika mereka berusaha melewati Si Angkuh Henrietta untuk
menemui Mr. Hitchcock pertama kalinya. Sekarang nampaknya ia akan menjadi
sekretaris Mr. Clarke. "Selamat pagi, Henrietta," kata Jupite r. "Mr. Clarke ada" Kami ada janji
dengannya pukul sembilan."
Henrietta sedang mengeluarkan barang-barang dari sebuah kotak kecil. Jupiter
dapat melihat bahwa ia baru saja memindahkan benda-benda pribadinya dari
meja lamanya di kantor Mr. Hitchcock. Hal itu jelas telah membuat gadis itu
merasa tertekan dan ia mengusap matanya dengan saputangan. "Ya, tentu
saja," katanya terisak. "Silakan langsung masuk."
Anak-anak merasa kasihan terhadapnya. Tanpa bersuara mereka berjalan ke
pintu. "Jupiter, Peter, Robert ...," katanya.
Ketiga anak itu menoleh. "Senang bertemu dengan kalian lagi."
Mereka tersenyum. "Senang bertemu denganmu lagi, Henrietta," kata Bob.
"Kami gembira engkau sekarang bekerja untuk Mr. Clarke."
Mereka memasuki ruangan kantor yang luas itu, Reginald Clarke, produser film
ternama itu, duduk di belakang sebuah me ja kayu yang sangat besar. Ia sedang
berbicara di telepon, maka anak-ana k duduk dengan tenang dan menunggunya
selesai. Sebentar kemudian ia meletakkan telepon dan berpaling menatap mereka.
"Selamat pagi, Teman-teman. Terima kasih telah datang menemuiku."
"Suatu kehormatan bagi kami, Mr. Clarke," kata Jupiter. "Apa yang bisa
dilakukan Trio Detektif untuk Anda""
"Hmmm," gumam pria bertubuh besar itu, "sebenarnya bukan apa yang bisa
kalian lakukan untukku," katanya. "Lebih tepat dikatakan apa yang bisa kalian
lakukan untuk Mr. Hitchcock."
Anak-anak menatapnya dengan bingung dan Mr. Clarke terkekeh.
"Tidak terlalu membingungkan sebenarnya ... paling tidak belum!" katanya.
"Keluarga Mr. Hitchcock yang sebenarnya memerlukan bantuan."
"Apapun yang dapat kami lakukan, kami siap," kata Jupiter. "Hanya itulah yang
dapat kami tawarkan."
Produser itu memandang mereka dengan suram dan m
engangguk. "Memang kuharap kau akan berkata demikian," katanya akhirnya. "Hari ketika sahabat
karibku Alfred Hitchcock meninggal adalah hari yang menyedihkan namun ialah
yang tertawa paling akhir ... dari dalam kubur!"
"Waduh!" kata Pete. "Aku tidak terlalu suka mendengarnya!"
Mr. Clarke terkekeh lagi. "Kau pastilah Pe te," katanya. "Meski pun ini adalah kali
pertama kita bertemu, aku merasa aku telah mengenal kalian. Hitch sering
berbicara tentang kalian dan beberapa kali menyinggung petualangan yang
kalian bawa ke mejanya. Nah, sekarang aku punya sebuah petualangan terakhir
dari mejanya jika kalian punya keberanian untuk menerimanya."
"Jika melibatkan Mr. Hitchcock, kami ak an menerimanya," kata Jupiter dengan
segera. "Kami berutang banyak kepadanya."
"Bagus," kata Reginald Clarke. "Dan sekarang inilah misterinya. Sebelum
meninggal, Hitch telah menuliskan surat wasiatnya yang meninggalkan sebagian
besar miliknya untuk keluarganya, khususnya Patricia, putri tunggalnya. Bagi
Hitch keluarga selalulah yang utama dan kini mereka takkan kekurangan apa-apa lagi. Bagaimanapun, Hitch jugalah seseorang yang gemar bercanda.
Menurutku, persahabatannya dengan kalian bertiga memainkan peranan besar
dalam hal itu. Ia menyukai misteri. Dan semakin misterius semakin bagus kalau
boleh kutambahkan! Nah, mungkin si fatnya yang gemar bercanda yang
membuatnya menambahkan paragraf kecil ini pada halaman terakhir surat
wasiatnya." Mr. Clarke mendorong setumpuk kertas melintasi mejanya dan anak-anak
berkerumun mendekat untuk mengamatinya . Itu adalah fotokopi dari surat
wasiat Alfred Hitchcock. Mr. Clarke melanjutkan sementara anak-anak
mempelajari dokumen itu. "Aku mendapatkannya dari putri Hitch, Patricia. Ia sama sekali tidak mengerti
maksudnya dan ia memintaku untuk menghubungi tiga remaja yang mengenal
ayahnya dan senang menyelesaikan teka-teki. Nah, sekarang kalian ada di sini
dan inilah surat wasiatnya. Ada pendapat""
Jupiter menggaruk kepalanya dan kelihatan agak kesal. "Maaf, sir," katanya
lambat-lambat. "Saya tidak yakin bagian mana yang harus kami lihat. Semua
nampak seperti bahasa resmi yang digunakan para pengacara."
Reginald tersenyum dan mencondongkan badannya. Produser itu menunjuk ke
sebuah paragraf pendek di bagian paling bawah surat wasiat, paragraf yang
sebelumnya tidak mereka lihat. Bunyinya:
"Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan." *)
"Ya ampun!" seru Bob. "Apa maksudnya itu""
Mata Jupiter berbinar-binar sementara ia membaca pesan aneh itu. "Sepertinya
ia meninggalkan ini hanya untuk kita!" serunya. "Apakah Anda keberatan jika
kami menyalinnya, Mr. Clarke""
"Sama sekali tidak," kata sang produser dengan mata bersinar. "Aku punya
perasaan kalian akan sering mengacu ke paragraf itu selama beberapa waktu
setelah ini." Bob segera mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dan pensil dari saku
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakangnya dan mulai menyalin pesan aneh itu. Jupiter hampir-hampir
melupakan sekelilingnya karena bergairah.
"Kita bisa langsung mulai! Sudah jelas kita harus mengunjungi tanah milik Mr.
Hitchcock, seperti yang dikatakan ka limat pertama. Apakah Anda tahu
kediaman pribadi Mr. Hitchcock, Mr. Clarke""
"Ya," kata produser film itu. "Bahkan aku telah memberi petunjuk arah kepada
Worthington dan putri Hitch, Patricia, me nunggu kedatangan kalian pada pukul
setengah sepuluh." "Waduh, lima belas menit lagi!" kata Pete. "Kita harus buru-buru!"
Anak-anak mengucapkan terima kasih kepada produser besar itu dan bergegas
keluar dari kantornya. Reginald Clarke hanya dapat tersenyum. Ia merasa akan
sering melihat Trio Detektif untuk beberapa waktu selanjutnya.
BAB III LANGKAHI H2O Limat menit sebelum waktu yang telah ditentukan Worthington mengemudikan
Rolls Royce melewati jalan masuk dengan batu bata sebagai pembatasn
ya, menuju sebuah rumah sederhana dengan gaya peternakan. Tanaman yang
terawat rapi mengelilingi rumah itu dan pohon-pohon pisang berdaun lebat
serta bunga mawar menghiasi bagian tengah jalan masuk yang melingkar.
"Wah, jelas tidak seperti yang kubayangkan," kata Pete. "Kubayangkan Mr.
Hitchcock tinggal di suatu tempat yang lebih misterius."
Jupiter setuju dengannya. "Kuakui bukan tempat seperti ini yang dalam
benakku akan dipilih oleh seorang raja kengerian sebagai tempat tinggal.
Sepertinya di luar studio ia hidup normal seperti orang-orang lain."
Trio Detektif keluar dari mobil dan membunyikan bel rumah yang dulu
ditinggali Alfred Hitchcock. Pintu dibu ka dengan segera oleh seorang wanita
separuh baya yang masih nampak cantik dan, cukup mengejutkan bagi anak-anak itu, sangat mirip dengan sang sutradara. Wanita it u mengenakan baju
sederhana bermotif bunga dan seuntai kalung mutiara dan matanya yang
berwarna biru terang nampak semakin terang sebagai efek dari rambut
merahnya yang tertata rapi.
"Miss Hitchcock kalau saya tidak salah"" kata Jupiter.
"Tepatnya Mrs. O'Connell sekarang," kata wanita itu sambil tersenyum hangat.
"Tapi kalian boleh memanggilku Patricia. Dan kau pastilah Jupiter, Pete, dan
Bob. Ayah sering membicarakan kalian ... sungguh menyenangkan akhirnya kita
dapat bertatap muka. Silakan masuk."
Anak-anak berterima kasih dan masuk ke sebuah ruangan bercahaya remang-remang yang begitu penuh dengan foto sehingga mereka hampir-hampir tidak
dapat melihat dindingnya. Ada foto-foto Alfred Hitchcock di lokasi pengambilan
film, foto-foto keluarganya, foto-fotonya bersama para bintang film. Bahkan
ada foto Mr. Hitchcock yang masih sangat muda berjabatan tangan dengan
Stephen Terrill, seorang aktor dari era film bisu yang pernah ditemui anak-anak
ketika mereka mengungkap Misteri Puri Setan! Sebagian besar dari foto-foto
berbingkai itu dibubuhi tanda tangan dengan beberapa kalimat terima kasih
kepada sang sutradara besar.
"Ayah begitu mencintai film," kata Patricia dengan bangga. "Itulah seluruh
hidupnya. Ia tidak pernah nampak lebih bergairah daripada ketika ia sedang
menakut-nakuti orang dengan salah satu filmnya." Ia memandang dinding penuh
foto itu dengan sedih selama beberapa saat, kemudian menggeleng. "Sungguh
berat bagi kami sejak kepergiannya. Dan kini dengan teka-teki yang ditulisnya
di surat wasiat ... tidak seorang pun dapat berpikir jernih di tengah segala
kesibukan untuk pemakamannya. Terus terang, aku tidak tahu apa yang Ayah
coba katakan. Aku sungguh berharap kalian dapat menolong."
"Sudah pasti kami akan berusaha semampu kami, ma'am," kata Jupiter
meyakinkan. "Jika Anda tidak keberatan, kami ingin segera mulai."
"Tentu saja, Anak-anak," wanita itu tersenyum. "Kalian punya salinan surat
wasiat itu"" Jupiter mengangguk. "Bob telah menyalin bagian yang kami perlukan," katanya.
"Mari kita lihat apa bunyinya, Data."
Bob mengeluarkan buku catatannya dari saku belakang dan membalik-balik
halaman sampai menemukan pesan misterius itu. Mereka semua membacanya
dengan cermat. "Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Demi belalang!" seru Pete. "Sepertinya setiap kali kubaca, semakin aneh!"
"Menurutku kita bisa mengasumsikan de ngan aman bahwa pikiran Mr. Hitchcock
masih normal menjelang kepergiannya," kata Jupiter. "Seandainya ini hanyalah
igauan seseorang yang tidak waras lagi , ia cukup mengatakannya saja. Tapi
bersusah payah menuliskannya di dalam surat wasiat ... ia pasti punya suatu
permainan dalam pikirannya."
"Memang seperti Ayah," kata Patricia. Ia duduk di sofa dan mengusap keningnya
seolah-olah merasa pening. "Memang hal seperti inilah yang kuduga akan
dilakukannya. Pasti sekarang ia sedang tertawa di dalam kuburnya menyaksikan
kebingungan kita." "Langkahi H2O," kat
a Jupiter kepada dirinya sendiri. "H2O adalah air tapi aku
tidak yakin apa maksudnya di sini. Bagaimanapun, 'di dalam tanah milikku kau
akan menemukan peti' nampak cukup je las. Maksudnya 'di rumahku kau akan
menemukan sebuah kotak.' Meskipun kita masih harus memikirkan apa yang
dimaksud dengan 'gerobak bergembok' dalam teka-teki ini."
"Apa itu gerobak bergembok"" tanya Pete.
Sebuah suara dengan aksen Inggris yang jelas berbicara dari ujung ruangan. "Itu
adalah sebuah istilah kuno untuk sebu ah kendaraan berterali yang digunakan
polisi untuk membawa para tahanan." Anak-anak menoleh dan melihat seorang
anak lelaki yang tinggi dan berambut hitam, kira-kira berumur tujuh belas
tahun, masuk ke dalam ruangan.
Patricia berdiri dan memeluk remaja itu. "Benjamin!" katanya. "Aku sungguh
gembira kau datang. Anak-anak, ini keponakanku Benjamin Hitchcock. Ia
datang jauh-jauh dari Inggris untuk menghadiri pemakaman kakeknya."
"Apa kabar"" katanya sopan. "Panggil sa ja Ben. Sekarang ... apa maksudnya
semua ini"" Jupiter berdiri tegak dan nampak sangat serius -- seperti yang selalu
dilakukannya jika ia ingin dianggap serius. "Kami telah disewa oleh bibimu
untuk mengungkap sebuah teka-teki yang ditinggalkan kakekmu di dalam surat
wasiatnya," ia menjelaskan dengan sikapnya yang paling profesional.
"Disewa"" kata Ben. "Aku ku rang mengerti maksudmu."
Jupiter mengeluarkan sebuah kartu nama berukuran besar yang dicetaknya
menggunakan mesin cetak tua yang ada di pangkalan. Anak-anak tidak pernah
bepergian tanpa membawa kartu nama itu. Bunyinya:
TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja"
" " " Penyelidik Pertama...........Jupiter Jones
Penyelidik Kedua............Peter Crenshaw
Catatan dan Riset..............Bob Andrews
Beb Hitchcock mengamati kartu nama itu, membolak-baliknya di tangannya.
"Bolehkah aku bertanya apa maksud ke tiga tanda tanya ini"" tanyanya.
Pete dan Bob saling menyeringai. Semua orang pasti bertanya apa maksud
tanda tanya itu. Itu adalah ide Jupe untuk membantu orang-orang mengingat
nama Trio Detektif. "Ketiga tanda tanya itu mewakili misteri yang tak terpecahkan, pertanyaan
yang tak terjawab, dan keanehan apapun," kata Jupiter Jones, "yang kami
berusaha selesaikan. Karena itu, tanda tanya adalah lambang kami. Seperti kau
lihat, semboyan kami adalah 'Kami Menyelidiki Apa Saja.' Saat ini kami sedang
menyelidiki sebuah paragraf misterius di dalam surat wasiat kakekmu. Ini dia
...." Ia menyerahkan buku catatan Bob kepada Ben, yang membacanya sambil
berkerut. "Wah! Apa pula maksudnya ini"" serunya. "Nampaknya sama sekali tak
bermakna!" "Mungkin kau bisa membantu kami mengetahui maknanya, Ben," kata Jupiter.
"Seperti yang kukatakan tadi, baris pertama nampak cukup jelas ... selain
bagian 'langkahi H2O'. Pasti ada semacam kotak atau peti yang tersembunyi di
rumah ini atau di halaman. Kemungkinan sesuatu yang mengambang."
"Wah, Jupe," kata Bob, "itu tidak terlalu spesifik. Bagaimana kita tahu kalau
kita telah menemukannya""
Jupe mencubiti bibir bawahnya dengan ibu jari dan telunjuknya -- suatu
kebiasaannya yang menandakan ia seda ng menyuruh otaknya bekerja keras.
"Dugaanku itu pastilah sebuah kotak khusus, sesuatu yang nampak janggal
dibandingkan bagian rumah ini yang lain . Patricia, apakah Anda tahu adanya
kotak yang mungkin dimaksud dalam teka-teki ini""
"Maaf, Jupiter," katanya menggeleng. "Aku tidak yakin apa saja yang diletakkan
ayahku di sekitar rumah ini. Mungkin kita akan tahu saat kita melihatnya."
"Saya rasa demikian," kata Jupiter setuju. "Bagaimanapun, mari kita berpencar
dan mulai mencari. Pete dan Ben, kalian mencari di lantai ini. Bob dan
Patricia, kalian mencari di lantai bawah. Aku akan mencari di luar dan di
garasi. Kalau kalian melihat sesuatu yang nampak seperti peti yang kita cari,
bawalah masuk ke ruang tamu dan letakkan di atas meja. Kita bertemu lagi di
sini dalam sejam." Maka regu pencari pun berpencar. Mereka mencari di bawah bantal-bantal, di
belakang foto-foto, di lemari-lemari. Bob dan Patricia menurunkan buku-buku
dari raknya dan menggeledah laci-laci meja. Pete dan Ben mencari di setiap
jengkal l antai, bahkan mengintip ke dalam perapian dan di loteng kecil yang
berfungsi sebagai gudang. Akhirnya satu jam telah berlalu dan mereka
berkumpul kembali di ruang tamu. Jupiter masuk melalui pintu sorong, nampak
kecewa dan kotor, dan jelas-jelas kesal karena tidak ada kota k apapun di atas
meja. "Aku mencari di seluruh halaman dan di garasi," katanya tersengal-sengal,
menjatuhkan diri di sofa. "Jika memang ada kotak di luar sana, pastilah
terkubur di bawah tanah." Kegiatan fisik bukanlah pilihan utama Jupiter.
Remaja gempal itu lebih memilih meng asah otaknya daripada badannya.
"Waduh!" seru Pete. "Kau kan tidak berpikir Mr. Hitchcock benar-benar
mengubur harta di halaman luar sana, Pertama""
Jupiter menggenggam buku catatan yang berisi pesan aneh itu di depan
badannya dan berdiri, berjalan mondar-mandir. "Tidak," katanya kemudian,
"sepertinya tidak tersirat apapun tentang sesuatu yang terkubur."
"Mungkin bagian 'langkahi H2O' adalah petunjuk di mana kita akan menemukan
kotak itu," usul Bob.
"Deduksi yang bagus sekali, Data," kata Jupiter tegas -- ia sendiri baru hendak
mengatakan hal yang sama. "Kurasa kita harus memecahkan bagian itu dahulu
sebelum melanjutkan."
"Mungkin maksudnya melangkahi sebongkah batu," usul Ben. "Kalian tahu,
seperti yang ada di kolam."
"Yah," kata Pete. "Kolam adalah H2O! Apakah ada semacam kolam di sini,
Patricia"" "Setahuku tidak," katanya. "Meskipun di belakang rumah ini ada sebuah
lapangan golf. Pasti ada semacam kolam penghalang di sana ... meskipun
demikian aku tidak pernah tahu Ayah berm ain golf atau olahraga lainnya, jadi
sepertinya tidak mungkin."
Jupiter setuju dengannya. "Tidak, aku yakin maksudnya pasti sesuatu yang
berkenaan dengan air di tanah miliknya." Ia mulai berjalan mondar-mandir lagi
dan ruangan itu menjadi hening sementara mereka masing-masing berusaha
menduga apa yang dimaksud dengan 'langkahi H2O'.
Sekonyong-konyong mata Jupiter berb inar-binar dan ia menepuk dahinya
sendiri dengan telapak tangan. "Tentu saja!" serunya. "Patricia, apakah ayah
Anda memiliki tanah lagi selain rumah ini" Lebih khusus lagi, apakah ia memiliki
tempat tinggal di sebuah negara lain""
Patricia berpikir sejenak namun kemudian Ben berseru. "Ya ampun! Paman
Alfred memiliki sebuah rumah musim panas di Inggris, ingat, Bibi Patty" Tempat
ia dan Bibi Alma berlibur kadang-kadang!"
"Oh, tentu saja!" seru wanita itu. "Ben benar! Ayah memang memiliki sebuah
rumah di luar London. Aku sama sekali lupa!"
"Apa artinya itu berkaitan dengan te ka-teki ini, Jupe"" tanya Bob.
Jupiter nampak penuh kemenangan. "Apa maksudnya 'skip' -- 'melangkahi'
sesuatu"" tanyanya.
"Menyeberangi ... atau mungkin melintasi," jawab Pete.
"Dan apakah H2O"" tanya Jupiter berbangga hati.
"Air!" seru Bob. "Seberangi air! Itulah maksud bagian pertama teka-teki itu!
Seberangi air ... maksudnya lautan ... dan di dalam tanah milikku kau akan
menemukan peti!" "Ben, berapa lama lagi kau akan pulang ke Inggris"" tanya Jupiter cepat.
"Dua hari lagi," jawab remaja Inggris itu. "Begitu urusan resmi Bibi Patty telah
beres." "Jupe, apakah kau memikirkan yang kupikir kau pikirkan"" tanya Pete.
"Apa yang kau pikirkan, Jupiter"" tanya Patricia Hitchcock O'Connell.
"Trio Detektif akan meneruskan penyelidikan ini ke seberang Samudra Atlantik,"
jawab remaja gempal itu. "Di sanalah harta itu tersembunyi dan ke sanalah kita
harus pergi!" "Tapi bagaimana dengan orangtua kalian"" kata Patricia. "Jelas kalian tidak bisa
pergi ke Inggris sendirian!"
"Kami tidak akan sendirian," kata Bob. "K ami akan bersama Ben! Di samping itu,
sekarang kami sedang di tengah liburan musim panas. Saya yakin orangtua kami
akan setuju jika kami katakan bahwa kami sedang membantu keluarga Mr.
Hitchcock!" Patricia memikirkan hal ini sejenak. "Jika kalian mendapatkan izin dari
orangtua kalian," katanya, "aku akan membayar ongkos perjalanan kalian dan
bertindak sebagai pengawas selama kalian di luar negeri."
Jupiter mengangkat tangan dan menggelengkan kepala. "Kami tidak dapat
membiarkan Anda melakukan itu," katanya. "Tiket pesawat ke Inggris akan
sangat mahal. Dengan tabungan hasi
l kami bekerja di pangkalan, hanya seorang
dari kami dapat pergi."
"Aku memaksa!" kata wanita itu keras kepala. "Jika ini adalah rencana Ayah,
maka seluruh Trio Detektif akan pergi! Lagipula uang tidak akan menjadi
masalah dengan warisan yang ditinggalkannya untukku."
Jupiter memandang Ben seolah-olah meminta pertolongan namun remaja
jangkung itu hanya melipat tangan di depan dada tanda setuju dengan bibinya.
Akhirnya detektif gempal itu memandang Bob dan Pete, lalu mengangkat bahu.
"Baiklah," senyumnya, "mari kita minta izin!"
Anak-anak dan Ben bergegas menuju pintu dan Rolls Royce yang telah
menunggu. Ketika mereka masuk ke bagian dalam mobil yang mewah itu,
Jupiter berbicara. "Wah, Ben," katany a, "kalau bibimu Patricia telah
memutuskan sesuatu, tidak ada yang bi sa mengubahnya! Sungguh mudah untuk
melihat bahwa ia benar-benar mirip ayahnya ... Alfred Hitchcock!"
BAB IV TRIO DETEKTIF DI INGGRIS Dua hari kemudian pesawat Trio Detektif melakukan pendaratan di Bandara
Heathrow, London. Anak-anak dengan mudah memperoleh izin dari orangtua
mereka begitu mereka menjelaskan bahwa mereka sedang menolong putri
Alfred Hitchcock. Tidak ada kejadian menarik selama penerbangan, selain
goncangan kecil akibat badai yang mendekati London, yang hampir saja
membuat Pete mabuk udara. Akhirnya pesawat itu mendarat dan mereka
berlima masuk ke sebuah limousine yang sudah menanti, mengobrol penuh
semangat. Ben Hitchcock sudah tidak sabar menunjukkan kota bersejarah itu dengan
segala atraksinya kepada Trio Detektif.
"Apakah sebaiknya kita menghabiskan hari ini melihat-lihat kota, Teman-teman"" ia bertanya kepada teman-teman barunya dengan bergairah.
"Sudah lama aku ingin melihat Menara London!" seru Bob.
"Aku ingin melihat Big Ben!" seru Pete.
"Aku ingin melihat tempat tinggal kedua Mr. Hitchcock yang berada di luar
London," kata Jupe tegas. "Kita akan punya waktu untuk melihat-lihat begitu
kita telah berhasil memecahkan teka-teki ini. Kita hanya ada di sini seminggu,
jadi mari kita manfaatkan sebaik-baiknya."
Pete menyikut Ben. "Biasakan kalah suara dari Jupe," katanya. "Aku dan Bob
selalu mengalaminya!"
"Jadi begitulah demokrasi yang sebenarnya di Amerika," canda Ben.
Anak-anak dan Patricia tertawa sementara limousine meluncur masuk ke kabut
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
London yang dingin. Satu jam kemudian mobil itu telah keluar dari kota yang sibuk itu tepat ketika
matahari mulai terbenam. Dengan cahaya kilat yang sebentar-sebentar
menyambar anak-anak dapat melihat bahwa mereka telah memasuki suatu
jalan pedesaan dengan rumah-rumah sederhana. Kebisingan kota telah
digantikan oleh suasana yang lebih asri dan tenang.
"Sungguh aneh rasanya berjalan di sisi yang salah dari jalan," kata Pete.
"Itulah yang kurasakan ketika berada di negaramu," kata Ben. "Di sini sisi kiri --
the left side -- adalah sisi ya ng benar -- the right side."
"Rumah musim panas Ayah ada di jalan ini juga," kata Patricia. "Tidak akan
lama lagi." Limousine berbelok memasuki sebuah jalan tanah yang sempit dan dijaga oleh
semak-semak yang terpangkas rapi dalam wujud singa. Ketika mereka
mendekati rumah itu, Pete menahan nafas.
"Nah, inilah yang ada di bayanganku tentang rumah Mr. Hitchcock!" serunya.
Jupe dan Bob berdesakan melihat melalui jendela di sebelah Pete. Rumah di
depan mereka sebenarnya sama sekali tidak seperti rumah ... jauh lebih
menyerupai sebuah puri! Dinding-dindingnya yang tinggi tersusun dari batu-batu halus berwarna abu-abu dan tertutup tumbuhan merambat yang tebal.
Jendela-jendelanya merupakan mosaik yang nampak seolah-olah berasal dari
sebuah gereja kuno berabad-abad yang lalu. Di bawah langit yang berwarna
ungu suram dan di tengah kabut yang bergulung-gulung mudah saja bagi anak-anak untuk membayangkan segala macam hantu dan roh yang berkeliaran di
balik dinding-dinding rumah besar itu.
"Jupe, Pete, Bob ... selamat datang di Puri Hitchcock," Ben menyeringai.
"Aku lebih suka kediamannya yang satu lagi," Pete menggigil. "Yang ini
memberiku kesan seram!" Di kejauhan kilat menyambar seolah-olah setuju
dengan Penyelidik Kedua. Patricia menepuk bahu Pete sementara mereka keluar dari
mobil. "Ayah selalu berkata bahwa rumah ini berhantu namun sebenarnya tidak seburuk
kelihatannya," katanya menenangkan. "Di dalam sebenarnya cukup nyaman.
Lihat saja nanti." "Rumah ini memang berhantu!" sebuah suara dengan aksen Inggris yang kental
menggeram di tengah kegelapan.
"Siapa itu"" Patricia yang kaget berseru. "Winston, kaukah itu""
Dari sudut rumah muncul seorang pria kira-kira berumur lima puluh tahun
dengan kumis lebat, berjalan terpincang-pincang. Ia mengenakan semacam topi
tak berbentuk di kepalanya dan menggenggam sebatang tongkat berliku di
tangan kanannya. Cambangnya lebat dan menyatu dengan berewok tipis hitam
beruban yang menutupi wajahnya. Ia menuding dengan tongkatnya ke arah
mereka. "Rumah ini memang berhantu! Arwah Molly Thibidoux, seorang pelayan yang
menggantung diri dari pohon willow besar di belakang rumah, lebih dari seratus
tahun yang lalu," katanya serak. "Tuna ngannya meninggalkannya demi seorang
wanita lain. Karena sedih Molly muda bunuh diri. Sekarang arwahnya
berkeliaran di dinding-dinding Puri Hitchcock, menunggu tunangannya kembali
ke pelukannya!" "Jebediah O' Connell!" tukas Patricia. "Hentikan omong kosong itu sekarang!
Begitukah caramu menyambut tamu-tamu kita""
"Tentu saja aku akan menyambut tamu kita," Jebediah O'Connell mencibir,
"namun demi keselamatan mereka sendir i aku memperingatkan mereka tentang
hantu itu! Ia adalah yang berbahaya! Orang Jerman menyebutnya poltergeist --
hantu yang suka membuat keributan!"
Patricia menoleh ke arah anak-anak sambil bertolak pinggang. "Jangan
pedulikan sepupuku Jeb," perintahnya. "Ia adalah pembuat onar nomor satu dan
hanya berusaha menakut-nakuti kalian ... ia tidak suka akan anak-anak."
"Ini kataku," bisik Ben kepada Jupite r. "Sejujurnya aku tidak mempercayai
Paman Jeb. Ingat kata-kataku ini, ia punya maksud tidak baik!"
"Mari, Anak-anak," kata Patricia, "masukkan barang-barang kalian."
"Gagasan yang baik," kata Jupe setuju. "Saya berharap bisa ada kemajuan
dalam teka-teki ayah Anda sebelum kita tidur."
"Ah, teka-teki yang kocak," kata Jebediah sambil mengikuti mereka ke dalam.
Lelaki aneh itu menutup pintu oak besar di belakang mereka, menimbulkan
bunyi gemuruh yang membuat mereka semua terlompat. "Kita sebaiknya
memberi tahu arwah itu bahwa kalian ada di sini," ia menyeringai licik.
Patricia menatap sepupunya dengan marah. "Cukup sudah, Jebediah! Kau tidak
pernah tahu kapan kau telah melampaui batas."
Jeb mengangkat bahu, memasukkan tangannya ke dalam saku, dan terpincang-pincang menaiki tangga. "Aku akan ada di kamar seandainya kalian nanti
terbangun oleh sesuatu," gumamnya. "Hidup atau mati!"
"Maaf, Anak-anak," kata Patricia.
"Tidak perlu minta maaf, ma'am," jawab Ju piter. "Kami juga tidak percaya akan
hantu, benar kan, Teman-teman""
"Jupe benar," kata Bob tersenyum. "Kami tidak semudah itu ditakut-takuti ...
benar kan, Pete""
"Apa katamu lah," kata Pete, suaranya gemetar. "Mungkin aku takkan bisa tidur
sampai kita ada di pesawat lagi!"
"Ah, tidur," kata Ben mengantuk. "Entahlah dengan kalian, Teman-teman,
namun aku benar-benar lelah."
"Jet-lag," kata Jupiter sambil meng uap. "Perubahan wilayah waktu telah
membuat pola tidur kita berantakan. Sekarang baru setengah sembilan namun
kurasa kita harus menunggu hingga besok untuk mencari tahu apa yang
dimaksud oleh baris berikutnya dalam teka-teki," katanya enggan. "Ayo,
Teman-teman, kita tidur."
Anak-anak dan Ben meraih bawaan masing-masing dan berbaris menaiki tangga
lebar yang diterangi cahaya samar-samar. Mereka baru separuh jalan ketika
sebuah teriakan membuat mereka berhenti seketika.
"Seperti suara Jebediah!" seru Ben.
Anak-anak menjatuhkan tas-tas mereka dan berlari ke lantai dua, diikuti oleh
Patricia. Di tengah-tengah tangga antara lant ai dua dan tiga mereka menemukan
Jebediah O'Connell terduduk. Kilat menyambar dan pria itu meringkuk seperti
anak kecil. "Hantu!" katanya tersengal-sengal, menu njuk dengan jari gemetar ke tangga
gelap yang menuju ke lantai tiga. "Aku melihat hantu itu di atas tangga ini ...
berpendar di kegelapan dengan seutas tali di lehernya!"
Patricia namp ak sangat marah. "Sepupu, jika ini adalah semacam permainan
...." "Bukan, Sepupu Patty!" tukasnya, menuding ke atas lagi. "Aku benar-benar
melihatnya!" "Ada apa di lantai tiga, ma'am"" tanya Jupiter kepada Patricia.
"Orangtuaku jarang naik ke lantai tiga," kata wanita itu. "Hanya untuk tempat
menyimpan barang. Bahkan tidak ada pemanas di atas sana." Ia mencoba saklar
lampu di dasar tangga namun tangga besar itu tetap gelap. "Rusak. Mungkin
bola lampu di atas tidak pernah diganti selama bertahun-tahun."
"Anda punya senter"" tanya Jupiter, naik beberapa anak tangga menuju ke
kegelapan. "Akan kuambilkan," Ben menawarkan diri . Remaja itu berlari menuruni tangga.
Mereka mendengar pintu lemari dibuka dan ditutup di dapur dan kemudian
langkah-langkah berlari menaiki tangga. "Aku cuma menemukan satu," katanya
sambil menyerahkan senter kepada Jupiter. "Tapi ini ada beberapa batang
lilin." Mereka menyalakan lilin dan, dengan Jupiter memimpin di depan, maju
menaiki anak tangga yang berderit. Di luar kilat dan guruh menyambar dan
menggelegar, membuat mereka tidak ingin jauh-jauh dari yang lain.
Setengah jam kemudian mereka telah memeriksa lantai tiga dengan seksama
dan tidak menemukan apa-apa selain kotak-kotak berdebu dan peti-peti
bersarang laba-laba. Mereka memeriksa peti-peti itu untuk memastikan tidak
ada yang bersembunyi di dalam namun peti-peti itu terkunci atau berisi
pakaian. "Jika tadi ada yang menaiki tangga, ia pastilah masih di sini," kata Bob. "Karena
tidak ada jalan keluar lain selain melalui tangga."
"Kecuali kalau ia adalah hantu!" kata Pete.
"Ya," kata Jebediah setuju. "Seperti yang kukatakan tadi!"
"Tidak ada yang namanya hantu," kata Ju piter keras kepala. "Pastilah ada jalan
keluar lain di sini. Suatu jalan rahasia. Ben, Patricia, kalian tahu akan adanya
jalan rahasia di rumah ini""
"Aku tahu ada beberapa," kata Patricia. "Dulu aku sering bermain dengan jalan-jalan rahasia itu ketika masih kecil. Tapi itu sudah demikian lama, aku bahkan
tidak bisa mengingat lagi letaknya. Kita harus bertanya kepada Julia, pelayan
Ayah. Ia sudah bekerja di sini selama hampir tiga puluh tahun. Jika memang
ada jalan rahasia di lantai ini, ia tentunya tahu."
"Besok pagi-pagi kita tanya dia," kata Jupiter memutuskan. "Sekarang mari
benar-benar tidur. Aku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk!"
"Siapa yang mengantuk"" kata Pete. "Kurasa meskipun aku ingin, aku takkan
bisa tidur!" Namun Pete salah. Begitu kepala mereka menyentuh bantal, dengan cepat
mereka terlelap. BAB V DI MANA PETI ITU" Keesokan paginya anak-anak terbangun oleh bau harum telur dan daging
goreng. Mereka cepat-cepat berpakaian dan turun ke dapur. Ben dan Patricia
sudah mulai makan di sana.
"Selamat pagi!" kata Ben riang. "Sepertinya kalian tidur nyenyak. Tidak
bermimpi buruk kuharap, Pete."
"Hanya satu ... tentang sarapan sudah dibereskan sebelum aku bangun!"
Penyelidik Dua yang jangkung tertawa.
Seorang wanita gemuk dengan raut wajah tegas dan seragam pelayan
meletakkan sepiring telur dan menuangkan jus jeruk ke dalam gelas-gelas
tinggi di hadapan mereka.
"Anak-anak, perkenalkan Julia Abernathy," kata Patricia. "Ia telah bekerja
untuk ayahku selama hampir tiga pulu h tahun. Suaminya, Winston, adalah
kepala pelayan kami. Mereka menikah tahun lalu, di rumah ini juga."
"Benar," kata Julia muram. "Sungguh menyedihkan hari ketika Mr. Hitchcock
meninggal dunia. Winston bahkan tidak sempat bertemu dengannya. Dan kini
masa depan kami di rumah ini tidak jelas." Ia berdiri diam selama beberapa
saat, mengaitkan jari-jarinya, lalu kembali ke dekat kompor.
"Rumah ini akan dijual sebulan lagi," kata Patricia menjelaskan dengan pelan.
"Kami dengan senang hati akan mempertahankan Keluarga Abernathy sebagai
bagian dari tanah ini namun kami tidak dapat menjanjikan pemilik baru yang
belum memiliki pelayan. Julia tinggal di pondok pelayan di belakang sejak
ayahku membeli puri ini."
Tepat pada saat itu seorang pria jangku ng dengan jas hitam memasuki ruangan.
Wajahnya tirus dan hidung bengkok seperti elang. Rambutnya mulai beruban
dan bagian atas kepalanya botak sama sekali. Ia membung
kuk ke arah anak-anak dan kemudian tersenyum hangat.
"Selamat pagi, Tuan-tuan," katanya dengan logat Inggris yang terpelajar. "Nama
saya Winston dan saya siap melayani Anda selama Anda tinggal di Puri
Hitchcock." "Selamat pagi, Winston," jawab Jupite r. "Kau baik sekali. Bolehkah aku
bertanya sesuatu""
"Tentu saja, sir," jawab Winston.
"Apakah kau tahu tentang adanya jalan rahasia di lantai tiga rumah ini" Mungkin
dinding atau pintu palsu""
Kepala pelayan itu menegakkan tubuhnya seolah-olah bersiap memberikan
kuliah yang dihapalnya dan telah dilakukannya beratus-ratus kali sebelumnya.
"Setiap lantai memiliki sebuah kamar tersembunyi," katanya menjelaskan.
"Rancangan rumah ini mengikuti sebuah puri tua tempat sang raja memiliki
ruangan rahasia untuk bersembunyi jika sewaktu-waktu mereka diserang. Sang
raja ingin memastikan bahwa di lantai mana pun keluarganya berada, mereka
akan memiliki tempat berlindung yang aman untuk bersembunyi dari musuh.
Meskipun demikian, setahu saya tidak ada ruangan rahasia di lantai tiga. Satu-satunya yang menghubungkannya dengan lantai yang lain, selain tangga, adalah
lubang makanan, yang digunakan untuk mengangkat makanan dari dapur dan
menurunkan piring-piring kotor."
"Begitu," kata Jupiter Jones.
"Ada lagi, sir"" tanya sang kepala pelayan.
"Satu hal lagi," kata Penyelidik Pertama. "Sejak kau mulai bekerja di Puri
Hitchcock, pernahkah kau melihat penampakan apapun atau hantu di rumah
ini"" "Anda pasti mengacu ke Molly Thibid oux, pelayan Prancis malang yang
menggantung diri di sebatang pohon," Winston tertawa riang. "Demi Tuhan,
tidak. Itu hanyalah sebuah cerita tu a, diceritakan untuk membangun suasana
rumah ini, seperti yang dilakukan Mr. Hitchcock dalam film-filmnya."
Jupiter baru hendak menanyai Julia kalau wanita itu pernah melihat hantu di
Puri Hitchcock ketika ia dipotong oleh suara pertengkaran yang terdengar
mendekati dapur. "Demi Tuhan!" kata Patricia. "Aku sama se kali lupa akan Keluarga Fitchhorns!"
"Siapa"" tanya Pete.
"Kalian pasti belum pernah bertemu dengan orang seperti Timothy dan Stella
Fitchhorn," kata Ben. "Mereka mengaku sebagai saudara jauh Bibi Patty dan
datang dari Skotlandia untuk menuntut bagian mereka atas harta itu."
Jupiter, Pete, dan Bob memandang dengan mata terbelalak ke arah Keluarga
Fitchhorn yang membawa pertengkaran mereka masuk ke dapur.
Timothy Fitchhorn adalah seorang pria yang gemuk dan tak henti-hentinya
berkeringat. Matanya berbinar-binar di balik kacamata berbingkai gading.
Berulang kali rambutnya jatuh menutupi matanya dan berulang kali ia
mendorongnya kembali ke atas. Ia mengenakan jas bergaris-garis yang terlalu
sempit dan celana panjang yang terlalu pendek.
Di mata anak-anak, pria itu benar-benar kebalikan dari istrinya yang tak henti-hentinya mengeluh. Stella Fitchhorn mengenakan jas bergaris-garis yang identik
dengan suaminya -- meskipun dengan ukur an yang pas. Stella adalah seorang
wanita bertubuh pendek -- lebih pendek daripada anak-anak -- dan kurus
sekali. "Tidak pernah!" jeritnya.
"Kau selalu mempermasalahkan caraku mengemudi!" teriak suaminya, tidak
menyadari kehadiran anak-anak di meja. "Bukan salahku mereka berjalan di sisi
yang salah di negeri ini."
Stella Fitchhorn sudah siap untuk memb alas ketika ia menyadari orang-orang
yang duduk di meja. "Oh," katanya. "Pat ricia, senang bertemu denganmu lagi.
Dan kau juga, Ben!" Namun ketika melihat Trio Detektif ia nampak bingung.
"Tapi siapa anak-anak ini""
"Pemburu uang pasti," tuduh Mr. Fitchhorn. "Aku berhak atas bagianku dan
apapun yang terjadi aku akan me ndapatkannya!" katanya tegas.
Jupiter, yang melihat emosi Patricia ny aris meledak, bergegas mengambil alih.
"Yakinlah bahwa kami bukanlah pemburu uang," katanya. "Kami adalah teman-teman Ben dari Amerika yang sedang berlibur di sini. Dari Rocky Beach,
California, tepatnya. Saya dengar kalian datang dari Skotlandia," katanya
tenang, "bolehkah saya tahu dari daerah mana""
"Chestershire," kata Timothy Fitchhorn.
"Braxton," kata Stella Fitchhorn pa da saat yang sama. Mereka saling
berpandangan dan Stella terbatuk. "Maksudnya kami tingg
al di Braxton sebelum pindah ke Chestershire, benar kan, Sayang""
"Benar," kata suaminya. "Bagaimanapun," katanya sambil mendorong rambutnya
yang berminyak kembali ke tempatnya, "aku punya hak secara hukum atas
harta yang ditemukan di tanah ini selagi kalian ada di sini. Tidak ada peraturan
'hak milik yang menemukan' di negara ini."
"Maksud Anda, ada harta karun terkubur di tanah ini"" tanya Bob polos. "Waduh,
kita harus mulai menggali, Teman-teman!"
"Ya," sambut Pete, berusaha menyembunyik an senyum. "Kau punya sekop, Ben""
Timothy Fitchhorn nampak seolah-olah siap meledak. Ia mengusap alisnya
dengan saputangan dan menatap marah ke arah anak-anak. "Dengar!" katanya.
Namun anak-anak tidak mendengarkan. Mereka permisi dari meja dan berlari
keluar dapur, berusaha keras untuk tidak tertawa terbahak-bahak.
"Gurauan yang sungguh kejam, Bob," Jupiter tertawa sementara anak-anak
berlari menuju ruang tamu yang besar.
"Tapi sungguh perlu!" Ben terkekeh. "Kita harus hati-hati akan perburuan harta
karun kita dengan adanya kedua orang itu."
"Sudah jelas!" kata Pete. "Jadi di mana menurutmu kita harus mulai mencari
harta itu, Pertama"" ia be rtanya kepada Jupiter.
Jupiter segera berubah serius. Ia mencubit bibir bawahnya dan berpikir
sejenak. "Kita telah sepakat bahwa kita harus menemukan semacam peti,"
katanya. "Namun mari kita baca petunjuk itu sekali lagi, siapa tahu kita
mendapat ide baru."
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bob mengeluarkan buku catatannya dan membuka halaman yang berisi teka-teki itu. Anak-anak itu berkerumun untuk membaca paragraf aneh itu sekali
lagi. "Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Kalian tahu, selama ini aku berpikir-pikir," kata Bob. "Mungkin yang kita cari
sebenarnya sama sekali bukan sebuah peti."
"Apa maksudmu, Data"" tanya Jupiter sambil membaca paragraf itu lagi.
Bob Andrews menggaruk kepala dan kembali membaca petunjuk itu. "Aku
bertanya-tanya -- mengapa kata 'peti' -- Crate -- ditulis dengan huruf C besar,"
katanya. "Kata-kata yang lain ditulis biasa saja namun kata yang satu ini diawali
dengan huruf besar seolah-olah merupakan nama sesuatu."
"Mungkin kita harus mencari sesuatu di rumah ini dengan tulisan 'Crate' di
atasnya," usul Pete. "Atau seseorang bernama Crate."
Jupiter kembali mencubiti bibirnya. "Jika kita harus mencari seseorang, teka-teki itu akan berbunyi 'find Crate'. Namun jelas-jelas tertulis 'find THE Crate'."
"Kecuali kalau kakekku sengaja melakukannya, hanya untuk membingungkan
kita," kata Ben. "Mungkin saja," kata Jupiter mengakui. "Apakah kau atau bibimu Patricia
mengenal salah seorang teman Mr. Hitchcock yang bernama Crate""
Ben menggeleng. "Aku harus bertanya kepada Bibi Patty," katanya. "Namun jika
ia adalah seseorang yang dikenal kakekku dari dunia film, hampir pasti kita
akan bisa menemukannya di ruangan yang digunakan Kakek sebagai kantor."
"Bisakah kita mencari di sana"" tanya Pete.
"Ruangan itu selalu dikunci namun aku bisa meminta kuncinya dari Bibi Patty."
Anak-anak mengikutinya sementara ia mengambil kunci dari bibinya, kemudian
mereka berbaris sepanjang koridor sempit menuju ke sebuah pintu besar dari
kayu oak, kantor pribadi Alfred Hitchcock. Ben memasukkan anak kunci namun
sebelum sempat memutarnya, ia menegang.
"Ada apa"" tanya Pete. "Salah kunci""
"Tidak," kata Ben pelan. "Pintu ini telah dibuka sebelumnya ... lihat!" Ia
mendorong dengan tangannya dan di depan mata mereka pintu itu terbuka
perlahan. Jupe menunduk untuk memeriksa lubang kunci. "Ada yang membobol kunci ini,"
katanya. "Dan belum lama. Lihatlah goresan-goresan di sekitar lubang kunci ini,
masih baru. Sepertinya seseorang telah menggunakan peniti atau obeng kecil
untuk membuka pintu."
"Dan lihatlah kekacauan yang mereka tinggalkan!" kata Bob, menunjuk ke meja
besar yang ada di tengah ruangan
. Kertas-kertas berserakan di atas meja, beberapa lembar bahkan jatuh ke
lantai. Map-map telah ditarik keluar dari lemari arsip dan laci-laci meja itu
terbuka sebagian. "Sudah jelas ada seseorang di rumah ini yang berusaha mendahului kita," kata
Jupiter. "Keluarga Fitchhorn!" desis Ben. "Tunggu sampai kulaporkan kepada Bibi Patty!
Ia akan mengusir mereka sebelum makan siang!"
Jupiter menggelengkan kepala. "Kita tidak punya bukti. Mungkin saja sepupu
bibimu Jeb, atau Winston dan Julia."
"Bukan Julia," kata Ben. "Ia sudah terlalu lama tinggal di sini untuk melakukan
perbuatan semacam ini. Namun Jebediah mungkin sekali. Dasar pembuat onar!"
Selagi Ben berbicara, Jupiter telah berjalan mendekati dinding. Panel kayu
dengan ukiran tangan setinggi kira-kira satu meter menutupi bagian bawah
dinding namun bagian atasnya hingga ke langit-langit penuh dengan foto-foto
berbingkai, seperti di rumah Mr. Hitchcock di Hollywood.
"Ada apa, Pertama"" tanya Bob.
"Aku baru ingat sesuatu," kata Jupiter pelan. "Sebuah film hasil karya Mr.
Hitchcock beberapa tahun yang lalu. Ceritanya tentang seorang pria yang telah
dengan salah dituduh membunuh dan adegan klimaksnya yang mengambil
tempat di sebuah ruang pengadilan besar menggambarkan bintang film itu
menuding ke arah pembunuh sebenarnya."
"Apa hubungannya itu dengan adanya seseorang yang membobol kantor Mr.
Hitchcock"" tanya Pete.
"Bukan kantor ... teka-teki!" kata Jupiter.
"Ya, aku ingat sekarang," kata Bob bers emangat. "Film itu berjudul 'The Fine
Art of Murder' dan dibintangi oleh Creighton Duke! Mungkinkah ia adalah 'Crate'
yang dimaksud""
Jupiter mengamati ratusan foto yang menutupi dinding-dinding ruangan.
"Berpencar!" perintahnya. "C ari foto Creighton Duke!"
Masing-masing memeriksa satu dinding da n mulai memeriksa setiap foto dengan
seksama. Beberapa menit kemudian Ben berseru penuh kemenangan.
"Aku menemukannya!"
Trio Detektif bergegas mendekat untuk mengamati foto hitam putih itu. Foto
itu diambil dari adegan klimaks 'The Fine Art of Murder'. Creighton Duke, yang
berperan sebagai pria yang telah salah dituduh, berdiri di ruang sidang sambil
menunjuk ke arah pembunuh yang sebenarnya. Foto itu dibubuhi tanda tangan
dengan tinta hitam. Bunyinya: "Untuk Hitch -- aku tidak melakukannya!
Temanmu, Crate." "Ini pastilah Crate yang dimaksud dalam teka-teki," kata Jupiter. "Sekarang
mari kita lihat ke mana Creighton Duke menuding. Semestinya ia akan
membawa kita ke foto sebuah gerobak bergembok!"
Anak-anak mengikuti arah yang ditunjuk sang aktor, foto-foto di dinding
seberang. Mereka mengamati setiap foto dengan seksama namun tidak ada
yang nampak seperti gerobak.
"Pasti ada di sini!" kata Pete. "Mari kita periksa sekali lagi."
"Sebentar," kata Jupiter, mengangkat tang an. "Mari kita pikirkan secara logis.
Mr. Hitchcock telah menunjukkan kepada kita bahwa ia sanggup bermain
dengan kata-kata. Mungkin ini satu lagi tipuannya. Apa lagi yang mungkin
dimaksud dengan gerobak bergembok -- paddy wagon""
Anak-anak berdiam diri di dalam kantor yang berantakan itu selama beberapa
saat, masing-masing berpikir keras.
"Mungkinkah sebuah ambulans"" saran Pete.
"Atau semacam mobil polisi"" kata Bob.
"Pemadam kebakaran"" usul Ben.
"Sebentar, sebentar!" seru Jupiter. "S epertinya aku tahu, suatu permainan kata
yang sungguh bagus!" katanya. "Ben, bibimu bernama Patricia, benar""
"Benar," jawab remaja Inggris itu.
"Tapi kau tidak selalu memanggilnya dengan nama itu kan"" desak Jupe.
"Kadang-kadang aku memanggilnya Bibi Patty," katanya, "namun apa hubungan
... oh!" Raut wajah Ben menunjukkan bahwa ia mulai mengerti arah
pembicaraan Jupe. "Patty," serunya, "bun yinya mirip dengan 'PADDY wagon'!"
"Tepat," sambut Jupe. "Creighton Duke pastilah menunjuk ke arah sebuah foto
yang menggambarkan bibimu Patricia, kemungkinan sebagai seorang gadis kecil
di dalam sebuah gerobak!"
"Dan inilah dia!" seru Bob. Mereka berkerumun di depan foto yang dimaksud. Di
dalam foto itu seorang gadis kecil yang mengenakan gaun putih berenda-renda
dan mendekap sebuah boneka duduk di dalam sebuah gerobak berwarna merah.
Di sisi gerobak i tu terdapat tulisan berwarna putih, "GEROBAK PATTY".
"Kita telah menemukannya!" kata Ben bega irah. "Gerobak bergembok dari teka-teki."
Penuh semangat Jupiter meraih bingkai foto itu dan berusaha menariknya dari
dinding. Saat itu terdenga r bunyi "klik" yang kencang dan setengah meter dari
panel kayu yang menghiasi dinding terbuka seperti sebuah pintu kecil.
"Foto itu adalah sebuah kunci untuk membuka pintu rahasia," kata Jupe kagum.
"Hebat! Ayo, mari masuk dan meliha t ada apa di balik pintu ini!"
Jalan rahasia itu kecil dan sempit pada awalnya namun kemudian melebar
setelah beberapa meter sehingga mereka hampir-hampir dapat berdiri tegak.
Tidak ada lampu, maka mereka berusaha melihat dengan menggunakan cahaya
yang masuk dari pintu kecil itu.
"Ada undakan di sini," kata Jupiter. "Jalan rahasia ini pastilah menuju ke salah
satu tempat di lantai dua."
Tepat pada saat itu terdengar benturan di belakang mereka dan anak-anak
berada di dalam kegelapan total.
"Seseorang telah menutup pintu!" teriak Ben terkejut.
"Cepat, kembali ke tempat kita masuk!" perintah Pete.
Mereka bergegas kembali ke pintu sempit itu namun segera menyadari bahwa
pintu itu terkunci dari luar.
"Tidak ada pegangan untuk membuka pintu di sisi ini," kata Bob. "Kita
terjebak!" BAB VI TERJEBAK! "Hei, keluarkan kami!" teriak Pete.
"Ssst! Diam!" desis Jupe. "Dengar ... aku dapat mendengar langkah-langkah kaki
di kantor." Anak-anak menahan nafas. Samar-samar terdengar suara langkah kaki di
koridor yang panjang. "Kau dengar bagaimana suara langkah kaki itu"" tanya Jupiter, menyuarakan
pikirannya. "Apa maksudmu"" bisik Pete di tengah kegelapan. "Kedengarannya seperti
langkah kaki biasa."
"Tidak," kata Jupiter, "ada yang aneh. Sepertinya langkah yang satu terdengar
lebih berat daripada yang lain."
Bob dan Pete telah mengenal Jupiter Jones dengan baik dan mereka tidak mau
berdebat dengannya tentang sesuatu yang menyangkut ingatan. Otak Jupiter
nyaris dapat merekam segala sesuatu yang terjadi dan ia jarang sekali
melupakan hal-hal kecil sekalipun.
"Benar," kata Ben. "Sepertinya seseor ang berjalan terpincang-pincang."
"Atau dengan tongkat!" kata Bob.
Pete berseru, "Jebediah yang mengurung kita!"
"Atau seseorang yang ingin kita menyangk a Jebediah," koreksi Jupiter. Di dalam
kegelapan otak Penyelidik Pertama berputar kencang. "Ben, bagaimana
tepatnya Jebediah menjadi pincang""
Ben berpikir sejenak. "Sepertinya Bibi Patty pernah berkata akibat kecelakaan
mobil bertahun-tahun yang lalu. Kurasa kakinya benar-benar hancur. Mengapa
kau bertanya, Jupiter""
"Karena meskipun Jebediah menggunakan tongkat, ia masih dapat bergerak
dengan cukup lincah. Siapapun yang meng urung kita di sini berjalan menjauh
dengan sangat lambat, seolah-olah deng an sengaja agar ki ta mendengar. Aku
sama sekali tidak yakin itu adalah Jebediah!"
"Tapi mengapa ada orang yang mau berpura-pura sebagai Sepupu Jeb"" tanya
Ben. "Mungkin sekali untuk mengalihkan kecurigaan terhadapnya," kata Jupiter,
"sekaligus membelokkan penyelidikan kita."
"Aku memilih untuk mendiskusikan hal ini nanti saja," kata Pete tidak sabar.
"Aku merasa lebih enak jika dapat melihat tanganku di depan mukaku."
"Aku setuju dengan Pete," kata Bob. "Semakin cepat kita keluar dari sini
semakin baik." "Baiklah," Jupiter mengalah. "Kemungkinan ada semacam mekanisme untuk
membuka pintu itu dari dalam sini, mari kita coba dulu."
Bob meraba-raba permukaan pintu yang halus. "Tidak ada pegangan pintu,"
katanya cemas. "Mungkin ada namun kita takkan menemukannya dalam
kegelapan. Mari kita menaiki tangga dan mencoba pintu di ujung satunya."
"Baik," kata Penyelidik Pertama. "Berpegangan pada ikat di depan kalian ...
siapa tahu." "Siapa tahu apa"" tanya Pete gugup.
Dengan Jupiter di depan, anak-anak menaiki undakan yang curam itu dengan
hati-hati. Sekitar dua puluh anak tan gga kemudian mereka sampai ke suatu
dataran dan langit-langit kembali merendah. Sambil merangkak anak-anak
mencapai pintu rahasia di ujung satunya.
"Di sini pun aku tidak menemukan pegangan pintu," kata Jupiter, berusaha
menyembunyikan rasa cemas. "Tapi aku bisa melihat ca
haya melalui retakan di pintu. Mungkin dua di antara kita bisa mendobraknya."
"Biar kubantu," kata Ben. "Mari kita dorong pada hitungan ketiga."
"Hitungan ketiga," ulang Jupiter. "Siap" Satu, dua, tiga!" secara serempak
mereka membenturkan bahu ke pintu kecil itu. Terdengar bunyi kayu pecah di
sisi sebaliknya dan kemudian udara segar beserta cahaya masuk ke dalam
lorong. Jupiter dan Ben berjatuhan ke lantai.
"Berhasil!" seru Pete dan Bob serempak.
Anak-anak merangkak keluar dari jalan rahasia itu dan memandang berkeliling.
Ruangan tempat mereka berada nampak seperti perpaduan antara bioskop dan
museum. Benda-benda dari beberapa film Alfred Hitchcock yang termasyur
memenuhi ruangan sementara di ujung ruangan sebuah layar film yang besar
memenuhi dinding. Berbaris-baris kurs i bioskop yang mewah mengisi bagian
tengah ruangan. Tali pemisah berwarna merah tergantung pada tiang-tiang
kuningan, persis seperti sebuah bioskop yang sebenarnya.
"Ini ruangan proyektor milik kakekku!" seru Ben. "Bibi Patty pernah bercerita
kepadaku tentang ruangan ini namun aku belum pernah masuk ke dalam.
Pintunya selalu dikunci."
Jupe, yang selalu membanggakan diri atas pengetahuannya yang mendalam
mengenai film dan teater, ternganga melihat segala tanda mata yang berjajar
di ruangan. "Lihatlah ini!" katanya. "Ini adalah miniatur Mount Rushmore yang
digunakan dalam film 'North By Northwes t'! Dan yang di sana itu adalah gagak
mekanik yang digunakan dalam 'The Birds'! Dan mesin pemutar lagu ini dari
'Diabolical'." "Apa ini"" tanya Pete, mengangkat sebuah botol anggur berisi semacam pasir.
"Itu dari film 'Notorious'," kata Ben dengan kagum. "Dalam film pasir hitam itu
adalah uranium. Sebuah film yang hebat!"
Bob sedang berada di ujung ruangan untuk mengamati tirai kamar mandi dan
seperangkat pisau ketika sesuatu di lantai menarik perhatiannya.
"Oh, Ben," katanya.
"Ya, Bob, apa yang kau temukan di sana""
"Kau bilang ruangan ini selalu terkunci""
"Setiap saat," kata Ben. "Ada apa""
Bob menelan ludah dan menunjuk ke benda yang menarik perhatiannya.
Beberapa serpihan kayu tergeletak di lantai dekat kaki Bob! "Seseorang telah
mendahului kita lagi," katanya.
Jupiter berlari mendekat dan memeriksa pintu. Tertutup namun tidak terkunci.
"Pintu ini telah dicongkel ... sepertinya dengan menggunakan linggis," remaja
gempal itu melaporkan. "Seseorang berusaha masuk ke ruangan ini dengan
terburu-buru. Kemungkinan setelah mengun ci kita di dalam lorong rahasia!"
"Berarti mereka mungkin saja telah menemukan harta itu sekarang!" seru Ben.
"Tidak, kecuali mereka telah memecahkan bagian terakhir teka-teki!" kata
Jupiter. "Bob, mari kita lihat catatanmu lagi."
Sekali lagi anak-anak membaca pesan itu.
"Article 33: Skip the H20 and within my estate you ll find the Crate that leads
you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55
will reward you." "Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti
yang akan membawamu ke gerobak be rgembok. Ikuti petunjuk, lakukan
kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Creighton Duke -- 'peti' kita -- telah me mbawa kita ke foto bibimu Patricia,"
kata Jupiter, menyuarakan pikirannya. "Kita telah mengikuti petunjuk dan tiba
di ruang proyektor Mr. Hitchcock. Sekarang kita harus melakukan kewajiban
kita dan yang kedua dari 55 akan memberi kita penghargaan."
"Kita memang telah mengikuti petunjuk," kata Pete. "Tapi apa maksudnya
'melakukan kewajiban'""
"Mungkin membayar semacam iuran keanggo taan -- pay your dues," kata Ben.
"Kita harus membayar iuran untuk teta p menjadi anggota klub. Bagaimana,
Jupiter"" Jupiter berdiri tenang, mencubiti bibir bawahnya penuh konsentrasi. Matanya
menyapu ruangan, berusaha mencari hubungan antara teka-teki itu dan benda-benda yang berasal dari film. Tapi akhirnya Bob yang menemukannya.
"Wah!" serunya. "Sepertinya aku tahu!" Detektif berbadan kecil itu masuk
kembali ke lorong rahasia melalui pintu kecil di dinding. Ia menutup pintu dan
membukanya lagi sementara yang lain berusaha memahami tindakannya.
"Rasanya aku tidak mengerti, Da
ta," kata Jupiter sambil mengerutkan kening.
"Benda apa yang pertama kali kulihat ketika aku membuka pintu rahasia ini""
Trio Detektif Misteri Warisan Hitchcock di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanyanya. "Mesin pemutar lagu! Apa yang kita lakukan dengan sebuah mesin
pemutar lagu"" "Kita memasukkan koin untuk menyuruhnya memainkan lagu!" seru Ben. "Itulah
kewajiban yang harus kita lakukan!"
Jupiter Jones nampak agak kesal karena bukan ia yang memecahkan bagian
teka-teki itu namun ia menyelamati Bob dengan sportif.
"Deduksi yang hebat, Data," katanya.
Wajah Bob nyaris bersinar akibat pujian Jupe. Tidak sering Penyelidik Pertama
mengakui bahwa seseorang telah mendahuluinya memecahkan masalah.
"Kalau begitu yang kedua dari 55 past ilah sesuatu yang berhubungan dengan
mesin pemutar lagu," kata Pete. "Mr. Hitchcock pastilah memaksudkan baris
kedua atau bait kedua dari lagu nomor 55 sebagai petunjuk selanjutnya!"
Jupiter dengan cepat menyalakan mesin itu dan menekan nomor 55 di layar.
Anak-anak dengan bergairah menunggu mulainya lagu itu.
Tidak terjadi apa-apa. "Ada yang tidak beres," kata Jupiter. Ia menekan nomor 55 lagi dan menunggu.
"Mengapa lagu itu tidak dimainkan"" seru Pete.
Jupiter berlutut dan memeriksa mesin itu. Jemarinya menemukan sebuah tuas
kecil yang membuka bagian depan mesin. Ia membukanya dan mengangkat
bagian depan mesin itu. Nampaklah berbaris-baris piringan hitam antik.
"Seperti yang kutakutkan," kata Jupiter muram. "Nomor 55 tidak ada!"
BAB VII HARTA TERSEMBUNYI "Bagaimana kita bisa tahu yang kedua dari 55 jika lagu nomor 55 tidak ada""
tanya Pete putus asa. Keempat anak itu berdiri mengelilingi mesin pemutar lagu di ruang proyektor
Alfred Hitchcock, menatap tempat piringan hitam yang kosong itu dengan tidak
percaya. "Nampaknya kita telah kalah, Teman-teman," kata Ben sedih, menutup bagian
depan mesin itu. "Bagaimanapun juga, usaha yang bagus. Kalian benar-benar
detektif hebat, bisa sampai sejauh ini. Kalian patut mendapatkan pujian."
Orang biasa akan menyerah kalah saat itu juga. Namun Jupiter Jones sama
sekali bukan orang biasa. Ia mengerutkan kening sambil menatap mesin
pemutar lagu itu, merasa yakin ada ya ng terlewatkan. Sesuatu yang jelas.
Ketika akhirnya ia mendapatkannya, ia tersenyum bangga.
"Dari raut wajah Jupe," kata Bob, menyadari senyuman Jupiter, "aku berani
mengatakan Trio Detektif belum lagi kalah!"
"Kau menemukan sesuatu, Jupiter"" tanya Ben penuh harap.
"Penjahat itu tidak sepintar sangkaan mereka," kata Jupiter. "Ia mengambil
Pena Wasiat 16 Goosebumps - Suatu Hari Di Horrorland Pendekar Pedang Sakti 7