Pencarian

Bumi Cinta 4

Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Bagian 4


sakan. Dengan kehebatannya bermain biola ia
sering dipuji orahg. Dan dengan keanggunan
yang ia miliki saat bermain biola, ia bahkan per-
nah menjadi istri seorang menteri muda Ru-
mania, meskipun cuma satu tahun. Ia memi
lih cerai karena bosan hidup dengan banyak aturan
dan tanpa tantangan. Kini kalau ia mau, ia bisa
menggaet bintang sepakbola paling cemerlang di
Rusia. Hampir yang ia mau bisa ia dapatkan.
Tapi entah kenapa itu semua ia rasakan tidak ada
artinya. Hidupnya terasa hampa dan kosong.
Linor menyentuhkan jari jemarinya pada tuts -
tuts piano. Ia memejamkan mata. Sebentar kemu-
dian ia memainkan Sonata Quasi Una Fantasia
karya Beethoven. Ia terus memainkan piano itu
sambil sesekali mengibaskan rambut pirangnya
ke belakang. Linor hanyut dalam permainan mu-
siknya seperti orang yang kesurupan. Ia berhenti
memainkan piano setelah tubuhnya kehabisan
tenaga karena kelelahan. Linor berusaha mengangkat tubuhnya ke kas -
ur. Ia menghempaskan tubuhnya begitu saja di
kasur nan empuk itu. Tubuhnya telah kehabisan
tenaga karena letih dan lelah, tapi pikirannya
benar-benar tidak bisa tenang.
Ia harus membunuh lagi. Kali ini ia ditugasi
langsung oleh Ben Solomon. Yang harus ia
bunuh adalah seorang gadis yang masih kuliah
semester dua di MGU. Gadis itu bernama Rihem,
putri salah seorang diplomat Syiria. Jika Rihem
mati, menurut Ben Solomon itu bisa berpengaruh
pada hubungan Syiria-Rusia. Dan ia diminta agar
pembunuhan gadis itu sebagai kejadian kriminal-
itas yang mengguncang dunia.
Linor sudah mengamati segala gerak-gerik
gadis itu. Ibarat kata, di mana pun berada, bayan-
gan gadis tak pernah luput dari mata spionase
Linor. Sungguh, baginya sangat mudah menyele -
saikan tugasnya. Masalahnya adalah, entah
kenapa untuk kali ini dia tidak ingin membunuh.
Gadis itu sedang menjadi kebanggaan ayah dan
ibunya. Ia tahu itu. Gadis itu selain kuliah di
MGU juga belajar musik di Moscow State
Conservatory. Dan ia telah melihat dengan mata dan kepa-
lanya sendiri betapa berbakatnya gadis itu me -
mainkan biola. Ia sendiri mengakui dalam hat-
inya, kalau kemampuan biola gadis itu terus di
asah, ia bisa kalah piawai dengannya. Dalam me -
mainkan biola, gadis itu memiliki tiga elemen
yang tidak dimiliki oleh semua orang; bakat,
kecerdasan, dan ketekunan. Sementara dirinya,
hanya ditopang oleh kecerdasan dan ketekunan
saja. Soal bakat, ia merasa tak memilikinya. Kar-
ena memang bakat itu sifatnya bawaan sejak
lahir. Ia pemberian Tuhan yang tak bisa diirikan.
Entah kenapa, biasanya ia tidak pernah memi -
liki belas kasihan kepada siapa pun. Tapi kali ini
ia teringat dirinya beberapa tahun yang lalu.
Gadis itu mirip dirinya beberapa tahun yang lalu,
ketika belajar bermain biola dengan didampingi
oleh ibunya. Ia tidak sampai hati membunuh
gadis itu, karena membunuh gadis itu seolah ia
membunuh dirinya sendiri. Akan tetapi, jika ia
tidak melaksanakan tugasnya, ia sendiri akan
dieksekusi oleh Ben Solomon atau agen lainnya.
Tak ada pilihan baginya; membunuh gadis itu,
atau ia mati dibunuh Ben Solomon. Bulu
kuduknya tiba-tiba berdiri merinding.
Selain tugas itu, ia menghadapi masalah baru.
Boris Melnikov, bos mafia Voykovskaya Bratva
yang terkenal kejam itu mulai mencurigainya se-
bagai pembunuh Sergei Gadotov. Sudah lebih
dari satu minggu Sergei Gadotov tidak memberi
kabar. Tangan kanan Boris Melnikov itu seperti
hilang ditelan bumi. Memang ada data bahwa Sergei mengirim sms
kepada Vyonna yang tak lain adik Boris Mel-
nikov, juga kepada Boris Melnikov. Tapi saat
sms itu diterima Vyonna, gadis itu sedang ber-
sama kakaknya berkunjung ke rumah sepupu
mereka yang sedang ulang tahun. Jadi per-
mintaan Sergei dalam sms itu yang minta Vy-
onna datang samasekali ditolak. Sejak itu Sergei
Gadotov tidak terdengar kabarnya. Nomornya
samasekali tidak bisa dihubungi.
Awalnya Boris Melnikov mengira, Sergei
marah karena permintaannya untuk kencan ber-
sama Vyonna ditolak. Tapi setelah lebih dari satu
minggu, ia merasa itu sangat tidak wajar. Sebab,
selama ini semarah-marahnya tangan kanannya
itu, paling lama cuma dua hari. Setelah itu dia
akan datang lagi lalu kembali setia menjalankan
tugas apa pun yang diberikan kepadanya. Boris
merasa ada yang tidak beres pada tangan
kanannya. Insting mafiosonya merasa, tangan kanannya
itu telah dibunuh seseorang. Sebab, semua
jaringan tela h ia periksa dan samasekali tidak
ditemukan jejak Sergei Gadotov. Hanya ada seor-
ang informan yang mengatakan, melihat Sergei
Gadotov bersama seorang cewek mengendarai
mobil BMV jenis SUV warna hitam. Informan
itu pun tidak bisa memberitahukan detil nomor
polisi mobil itu. Tapi dari informasi itu, Boris
Melnikov lalu mengembangkan menjadi satu ke-
curigaan kuat yang mengarah seseorang sebagai
pelaku pembunuhan Sergei. Dan orang itu adalah
Linor. Linor sendiri berusaha setenang mungkin
menghadapi tuduhan Boris Melnikov Dengan
tanpa gentar sedikit pun dan tanpa ragu
samasekali, ia mengatakan dirinya tidak ada ur-
usan dengan Sergei Gadotov. Ia mengaku
memang mengenal lelaki itu sebagai teman biasa
yang hanya sesekali bertemu di Night Flight,
Tverskaya. Linor mengaku sudah lama tidak ber-
temu Sergei Gadotov. Boris Melkinov tidak percaya pada penjelasan
Linor, tapi ia tidak memiliki cukup bukti untuk
mengatakan Linor yang membunuh Sergei. Boris
Melnikov terdiam seribu bahasa ketika Linor
dengan santai mengatakan, "Ada banyak orang
yang memiliki SUV BMW hitam, kenapa harus
saya yang dituduh" Apa keuntungan mem-
bunuhnya bagi saya" Terus jika saya misalnya
berniat membunuhnya, apa iya saya bisa menga-
lahkan tangan kanan Boris Melnikov" Coba gun-
akan otak kalian!""
Meskipun untuk sementara merasa aman, tapi
Linor punya firasat pada akhirnya Boris Mel-
nikov akan menemukan bukti, atau paling tidak,
benang merah yang tidak meragukan bahwa
Sergei memang telah mati terbunuh. Dan pada
akhirnya, Boris Melnikov akan sampai pada
kesimpulan, yang membunuh adalah dirinya.
Linor menghela nafas panjang, ia meratapi di-
rinya sendiri, kenapa setelah ia mendapatkan ke -
bebasan yang sangat luar biasa, justru sampai
pada cara hidup yang jauh dari ketenangan dan
kebahagiaan. Setiap saat pikirannya hampa dan
gelisah. Linor tidak bisa memejamkan kedua matanya.
Ia bangkit dan membuka laptopnya. Ia ingin is -
eng melihat apa yang dilakukan oleh pemuda dari
Indonesia itu di kamarnya. Apakah pemuda itu
tidur dengan pulas tanpa merasa ada beban apa
pun" Ataukah pemuda itu juga gelisah seperti di-
rinya" Kalau pemuda itu gelisah, meskipun
pemuda itu bukan seleranya samasekali, mungkin
ia bisa ke kamarnya atau ia bisa mengajaknya
tidur di kamarnya. Orang gelisah ketemu orang
gelisah bisa saling menguatkan.
Ia membuka laptopnya yang melihat apa yang
dilakukan Ayyas. Nampaklah di layar laptopnya
Ayyas sedang sujud dalam shalatnya. Linor
memerhatikan dengan seksama. Gadis berambut
pirang itu terus memerhatikan Ayyas sampai se-
lesai salam. Setelah itu nampak wajah Ayyas
yang jernih duduk membaca kitab suci Al-Quran.
"Kelihatannya dia orang yang taat men-
jalankan agamanya!" Gumam Linor. "Akan aku
coba, apakah setelah dia beribadah kepada
Tuhannya masih tidak tergoda dengan Linor
Lazarenko"" Tubuh Linor yang sudah sangat letih itu tiba-
tiba seperti bertenaga kembali. Iblis seolah
meniupkan tenaga ke dalam tubuhnya. Linor
mengganti pakaiannya dengan pakaian yang jika
ia kenakan, maka ia akan memiliki sihir yang
mampu meluluhkan iman lelaki mana pun.
Bahkan ia yakin malaikat pun jika meman-
dangnya akan bertekuk lutut padanya.
*** Ayyas duduk di pinggir tempat tidurnya
dengan mushaf di tangan kanannya. Kedua
matanya tertuju sepenuhnya pada halaman mush-
af. Bibirnya bergetar lirih melantunkan ayat-ayat
suci. Hati dan pikirannya berusaha keras untuk
terus mentadabburi ayat-ayat yang dibacanya,
meskipun terkadang tiba-tiba pikirannya melon-
cat ke kejadian-kejadian yang dialaminya. Tiba-
tiba sambil tetap membaca ia teringat pertama
kali tiba di Moskwa, dan ia harus bertemu
dengan orang seperti Yelena dan Linor. Yelena
yang kini masih terbaring di rumah sakit, dan
Linor yang datang dan pergi tidak pasti
waktunya. Meskipun sudah cukup lama bersama mereka,
ia masih merasa bahwa mereka orang -orang yang
samasekali tidak ia kenal, selain nama, wajah,
dan profesi mereka. Siapa mereka sebenarnya, ia
merasa tidak mengenalnya. Ia mencari-cari pela-
jaran apa yang harus ia petik dari keberadaan dir-
inya bersama mereka. Ujian iman" Ia merasakan
betul hal itu. S e lama ini ia masih bisa kukuh
menjaga imannya. Tetapi setan pasti akan terus
mencari celah untuk mengalahkannya.
Demi menjaga iman, ia sudah minta tolong
kepada Pak Joko dan orang-orang yang ia kenal
di KBRI untuk mencarikan tempat tinggal yang
lebih baik lingkungannya. Sampai saat itu belum
juga ada kabar dari mereka. Pak Joko masih men-
awarkan dirinya agar nanti tinggal saja di
rumahnya setelah istrinya pulang ke Indonesia.
Itu artinya ia masih harus tinggal di apartemen itu
beberapa saat lagi. la tidak memiliki pilihan lain.
Tiba-tiba pikirannya berkelebat mengingat
Anastasia Palazzo. Sudah banyak pertanyaan
tentang Islam yang ditanyakan Doktor muda itu.
Ia telah berusaha menjawabnya sebaik yang ia
bisa. Ada satu dua pertanyaan yang hampir mem-
buatnya marah, karena pertanyaan itu terasa
konyol menurutnya. Tapi ia tahu tidak boleh
marah kepada orang yang bertanya. Dan marah
samasekali tidak membuat sebuah pertanyaan
akan terjawab dengan baik dan bijak. Ia merasa
Doktor Anastasia masih akan banyak bertanya
tentang Islam, tentang Indonesia, dan tentang
Asia Tenggara padanya. Terkadang saat dia sedang letih, terasa marah
juga banyak ditanya ini dan itu. Tetapi setelah
terbiasa, akhirnya hal itu bisa menjadi diskusi
yang panjang dan menarik. Ia pun tidak jarang
banyak bertanya tentang Rusia dan sejarah Asia
Tengah. Pada akhirnya ia merasa, Doktor
Anastasia Palazzo tidak sebagai pembimbingnya,
akan tetapi lebih sebagai teman diskusi tentang
sejarah dan peradaban umat manusia.
Beberapa kali Doktor Anastasia Palazzo men-
gundangnya datang minum teh ke apartemennya,
tapi ia belum bisa memenuhi undangan itu. Sebab
undangan itu selalu bertepatan dengan keharusan
dirinya menemui Imam Hasan Sadulayev di
masjid Prospek Mira. Ayyas terus membaca Al-Quran. Salju tidak
turun, tapi udara di luar sangat dingin. Ayyas
menyatu bersama ayat-ayat yang ia baca. Di
tengah usahanya untuk terus menyatu dengan isi
ayat yang ia baca, telinganya mendengar pintu
kamarnya diketuk lirih. Ia tetap membaca dengan
suara lirih, pintu kamarnya kembali diketuk, kali
ini agak keras dan suara seorang perempuan
memanggil namanya. Itu suara Linor. Ia bertanya
dalam hati, ada apa Linor mengetuk pintu
kamarnya" Ada perlu apa"


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayyas, aku tahu kau mendengar suaraku. To-
long buka pintu, aku ingin bicara padamu!" Pinta
Linor dengan suara halus. Justru suara Linor
yang halus itu yang membuat Ayyas curiga. Se-
bab, selama ini Linor selalu berbicara keras dan
samasekali tidak ada halusnya padanya. Ayyas
jadi merinding, Ayyas teringat apa yang dilak-
ukan Linor dengan Sergei beberapa waktu yang
lalu. Ia tidak mau mengambil risiko. Kalau ia
membuka pintu kamarnya dan ternyata Linor
tidak menutup auratnya dengan benar dan ingin
mengajaknya melakukan hal-hal yang tidak-
tidak, ia merasa belum tentu kuat memperta-
hankan imannya. Maka Ayyas memutuskan un-
tuk tidak membuka pintu kamarnya samasekali.
Pintu kamarnya kembali diketuk.
"Ayyas tolong buka pintu, sebentar saja, aku
ingin bicara padamu penting. Aku tahu kau telah
terjaga dan mendengar suaraku. Ayolah, tolong
buka pintunya!" Pinta Linor dengan suara yang
empuk dan halus. Ayyas tetap kukuh untuk tidak membuka
pintu kamarnya. Ia punya firasat, jika ia mem-
buka pintu, ia akan melakukan sesuatu yang akan
membuatnya menyesal seumur hidupnya. Maka
ia tidak memedulikan suara Linor samasekali. Ia
anggap itu adalah suara setan yang ingin meng-
ganggu kebersamaannya dengan ayat-ayat suci
Al-Quran. Di luar kamar Ayyas, Linor nampak kesal dan
marah permintaannya samasekali tidak digubris
oleh Ayyas. Bahkan Ayyas menyahut pun tidak.
Linor kembali ke kamarnya, melihat layar
laptopnya, Ayyas masih tetap membaca Al-Qur-
an. Linor benar-benar gemas dibuatnya. Ia yakin,
jika Ayyas mau membuka pintunya lima senti
saja, maka ia akan membuat pemuda itu jadi
budaknya. Linor kembali mengetuk pintu kamar
Ayyas, dengan sedikit lebih keras.
"Ayyas bukalah pintu, aku ingin bicara sebent-
ar saja! Apa kau tidak punya telinga, hati dan
perasaan! Apa kau batu Ayyas" Aku tahu kau
mendengar suaraku." Ayyas hampir goyah ketika dirinya disamaka
n dengan batu jika tidak menjawab dan membuka
pintu kamarnya. Ia sempat hampir bangkit dan
membuka pintu kamarnya. Ia akan menghadapi
Linor dengan tanpa rasa khawatir. Tetapi ia tidak
jadi bangkit, ia malah ingin gadis itu marah dan
jengkel. Dalam hati ia berkata, "Kalau mau bi-
cara besok saja. Kenapa harus malam-malam be-
gini" Mengganggu orang lain saja!"
Ayyas tetap tidak membuka pintu. Ia merasa
punya hak untuk itu. Ia punya hak untuk tidak
diganggu siapa pun, termasuk Linor.
Dan keinginan Ayyas langsung terwujud.
Linor benar-benar marah. Ia menggedor-gedor
pintu kamar Ayyas dengan keras. Lalu mencaci-
maki Ayyas dengan perbendaharaan kata-kata
yang kasar dan tidak semestinya diucapkan. Se-
bagian Ayyas paham, sebagian samasekali tidak
paham karena cepatnya Linor mengucapkan.
Ayyas tidak memedulikannya samasekali. Ia
menganggap yang dilakukan Linor sama dengan
anak kecil yang marah karena orangtuanya tidak
membelikan mainan yang dimintanya.
Tak lama kemudian, Ayyas mendengar suara
pintu kamar yang dibanting keras. Lalu suasana
hening. Linor kembali ke kamarnya dengan wa-
jah memerah penuh amarah. Sesekali matanya
melihat ke layar laptop, nampak Ayyas masih du-
duk dengan tetap membaca Al-Quran. Rasanya ia
ingin mencakar-cakar dan merobek-robek wajah
pemuda yang tidak mengindahkan dirinya
samasekali. Ia sangat tersinggung. Baru kali ini
ada pemuda yang diajak bicara pun tidak men-
jawab, diminta membuka pintu kamarnya sebent-
ar pun tidak mau. Dengan gigi gemeretak Linor
berjanji dalam hati akan memberi pelajaran yang
penting pada Ayyas suatu saat nanti. Pelajaran
yang takkan pernah bisa dilupakan Ayyas seumur
hidupnya. Pelajaran apakah itu" Hanya Linor
yang bisa menjawabnya. *** Pagi itu, pukul sembilan kurang seperempat
Ayyas sudah siap pergi ke kampus MGU. Ia akan
mampir ke rumah sakit sebentar, sekadar menen-
gok keadaan Yelena. Sudah dua hari ia tidak
menengok Yelena. Sedikit memerhatikan Yelena
yang sedang dirawat di rumah sakit baginya ada-
lah bagian dari panggilan nurani kemanusi-
aannya. Ia merasa lega Bibi Margareta bisa
menenunggui Yelena sepenuhnya. Dan Yelena
merasa seperti memiliki bibi yang menyay-
anginya. Dua hari yang lalu Yelena berkata
padanya, mungkin ia akan mengajak Bibi Mar-
gareta untuk hidup menemaninya, dan keli-
hatannya Bibi Margareta akan merasa senang
jika bisa hidup bersama Yelena. Paling tidak Bibi
Margareta tidak akan hidup menggelandang lagi.
Ayyas keluar dari kamarnya. Ruang tamu
sepi. Kamar Yelena jelas kosong. Dan kamar
Linor tertutup rapat. Ayyas yakin Linor masih
pulas di kamarnya. Ia hendak melangkah keluar.
Tiba-tiba berkelebat pikiran untuk memban-
gunkan Linor sebelum ia pergi. Siapa tahu Linor
harus berangkat kerja. Kasihan kalau dia bangun
kesiangan. Maka Ayyas mengetuk pintu Linor
pelan. Tak ada jawaban. Ayyas kembali men-
getuk . agak keras. Tak lama kemudian terdengar
suara Linor. "Ya. Ada apa""
"Sudah hampir jam sembilan!"
"Kalau sudah hampir jam sembilan kenapa"
Memang aku ada janji denganmu!" Sahut Linor
dari dalam kamar dengan nada jengkel.
"Ya tidak apa-apa. Maaf kalau mengganggu.
Siapa tahu kamu harus berangkat kerja pagi hari.
Yang penting kamu sudah bangun. Baik aku be-
rangkat dulu ya!" "E..e., tunggu!" Sergah Linor dari dalam
kamarnya. Ayyas sudah terlanjur bergegas keluar. Ketika
Linor membuka pintu kamarnya, Ayyas baru saja
keluar dan menutup pintu apartemen. Linor men-
jadi sangat jengkel dibuatnya. Linor merasa
dipermainkan oleh Ayyas. Pemuda itu seenaknya
saja mengetuk membangunkannya lalu mening-
galkannya pergi begitu saja.
Linor kembali menutup pintu kamarnya. Ia
teringat sesuatu dan tersentak. "Sial, waktuku
cuma sepuluh menit lagi!" Ia ada janji wawan-
cara dengan Menteri Luar Negeri Swedia di
Hotel Ukraina yang terletak di kawasan elite
Pushkinkaya. Menteri itu akan ditemani istri dan
dua pengawalnya. Ia telah berjanji untuk
memenuhi undangan makan pagi sang menteri
bersama istrinya sambil melakukan wawancara.
Seketika kejengkelan Linor pada Ayyas men-
gendur dan perlahan berubah menjadi rasa terima
kasih. Jika Ayyas tidak membangunkan dirinya,
mu ngkin dirinya masih molor di kamarnya. Dan
bisa jadi ia baru akan bangun pukul sebelas atau
dua belas. Artinya ia akan sangat mengecewakan
Menteri Luar Negeri Swedia itu. Dan jika itu
yang terjadi, ia akan gagal melaksanakan salah
satu misi yang diberikan kepadanya oleh Ben So-
lomon, yaitu memasukkan nama beberapa
ilmuwan Yahudi kepada menteri itu agar diper-
timbangkan untuk meraih hadiah nobel.
Hadiah nobel harus digunakan untuk
kepentingan Yahudi. Dengan semakin banyaknya orang Yahudi
yang menerima nobel, maka dunia akan semakin
percaya bahwa manusia yang otaknya paling cer-
das adalah orang Yahudi. Dengan itu, klaim bah-
wa bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan
adalah sah. Linor hanya mencuci muka, lalu mengganti
pakaiannya. Berdandan sedikit dan dengan
tergesa-gesa. Mengambil perlengkapan-per-
lengkapan jurnalistiknya dan memasukkannya ke
dalam tas ranselnya. Lalu memakai pakaian mu-
sim dinginnya dengan cepat. Dan ia keluar
apartemen dengan setengah berlari. Sejurus
kemudian ia sudah meluncur menuju kawasan
Puskinkaya, tujuannya adalah Hotel Ukraina.
17. Harapan Yelena dan Bibi Margareta sedang makan pagi
ketika Ayyas tiba. Yelena nampak senang dengan
kedatangan Ayyas, demikian juga Bibi
Margareta. "Kau sudah makan, malcik"" Tanya Bibi Mar-
gareta yang kini sudah berpakaian sangat rapi
dan bersih. Siapa pun yang melihatnya tidak akan
mengira kalau dia sebelumnya adalah seorang
gelandangan berpakaian kumal tanpa rumah ting-
gal tetap di Moskwa. "Hari ini saya puasa, Bibi." Jawab Ayyas.
"O puji Tuhan. Kau orang yang taat
beragama." "Bagaimana keadaanmu Yelena"" Sapa Ayyas
pada Yelena yang sedang menikmati sup Borsh
yang masih mengepulkan uapnya.
"Dokter Tatiana menjelaskan besok sore saya
bisa pulang." Jawab Yelena dengan mata
berbinar. "Syukurlah." "Saya ingin Bibi Margareta ini terus mene -
maniku. Dia akan aku ajak tinggal di apartemen.
Satu kamar denganku. Bagaimana menurutmu"
Apa kamu keberatan kalau Bibi Margareta masuk
kamar kita"" "Samasekali tidak. Justru itu sangat baik un-
tukmu dan untuknya."
"Aku pikir juga begitu."
"Bahkan kalau kau mau. Kau bisa ambil
kamar saya untuk Bibi Margareta."
"Maksudmu!""
"Beberapa hari lagi saya mau pindah. Ada or-
ang Indonesia, seorang guru di Sekolah Indonesia
Moskwa yang memintaku untuk tinggal ber-
samanya. Kamarku bisa dipakai Bibi Margareta,
sehingga kau tetap nyaman."
"Kenapa kau akan pergi secepat ini" Berilah
aku kesempatan membalas kebaikanmu." Kata
Yelena agak sedih. "Aku sudah bilang bahwa aku merasa tidak
berbuat apa-apa kepadamu, selain aku hanya
melakukan sebuah kewajiban yang diperintahkan
oleh Tuhan kepadaku."
"Jadi dasarmu adalah perintah Tuhan""
"Ya. Di dalam Islam diajarkan, bahwa
menyelamatkan satu nyawa anak manusia itu
sama saja dengan menyelamatkan nyawa seluruh
umat manusia. Aliahlah sendiri yang mengatakan
hal itu di dalam kitab suci umat Islam, yaitu Al-
Quran." Bibi Margareta menyela, "Ajaran yang sangat
indah." Ayyas tidak lama menjenguk Yelena, yang
penting ia sudah tahu keadaannya. Tak lebih dari
sepuluh menit Ayyas duduk di kamar VIP tempat
Yelena dirawat. Ketika Ayyas pamit Bibi Mar-
gareta nampak masih menginginkan Ayyas
duduk danberbincang -bincang di situ. Begitu
juga Yelena. "Maaf, saya harus ke kampus sekarang. Masih
banyak hal yang belum saya selesaikan. Kalau
saya banyak menunda-nunda pekerjaan saya,
saya tidak akan mendapatkan apa yang ingin saya
dapatkan." Ayyas tetap bersikukuh harus pergi.
"Baikah kalau begitu. Selamat jalan Bogatir!
Tuhan menyertaimu!" Kata Bibi Margareta pen-
uh pujian dan doa. "Ya selamat jalan, Bogatir!'"Yelena ikut
menyanjung Ayyas seperti Bibi Margareta.
Ayyas yang disanjung malah menghentikan
langkah. Sebab ia tidak tahu apa maksud mereka
berdua menyebutnya bogatir.
"Maaf, saya tidak paham. Apa itu Bogatir"
Apa makna dan maksudnya"" Tanya Ayyas.
"Jelaskanlah Yelena!" Pinta Bibi Margareta.
"Bogatir adalah sebutan untuk kesatria zaman
dulu yang sangat masyhur dalam folklor Rusia
dan keperkasaannya menjadi pujaan orang Rusia.
Saya sendiri sekarang jarang mendengar sanjun-
gan model ini. Tapi generasi Bibi


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini menggun- akannya secara luas. Dan itu sanjungan yang luar
biasa. Ketika Bibi menyanjungmu begitu, saya
rasa tepat." Jelas Yelena dengan wajah lebih
cerah. "Baik terima kasih atas pujiannya. Da svidan-
iya! (Sampai jumpa)" Kata Ayyas sambil
melambaikan tangan dan bergegas pergi.
"Zhelayu uspekha!" (Semoga sukses) Sahut
Yelena dengan senyum mengembang.
*** Tidak ada tanda-tanda Doktor Anastasia
Palazzo telah datang ketika Ayyas memasuki ru-
ang Profesor Tomskii. Ruang itu tidak dikunci
tapi pastilah Bibi Parlova yang membukanya.
Jika Doktor Anastasia Palazzo telah tiba, biasan-
ya palto tergantung di salah satu sudut ruangan
itu. Ayyas langsung mengambil buku tentang se-
jarah hubungan diplomasi pemerintah Uni Soviet
dengan Iran. Satu bulan setengah pertama di Moskwa
memang ia jadwalkan untuk membaca literatur
sebanyak-banyaknya. Sesekali ia mencatat hal-
hal penting dalam catatan kecil. Ia juga pasti
akan melakukan banyak wawancara dengan
orang -orang yang pernah hidup pada zaman
komunis Uni Soviet, utamanya zaman Lenin dan
Stalin, jika masih ada sebagai saksi sejarah. Atau
orang yang benar-benar tahu persis kondisi sosial
pada masa itu. Imam Hasan Sadulayev berjanji
akan banyak membantu. Sampai pukul setengah dua siang Doktor
Anastasia Palazzo belum juga datang. Ayyas
samasekali tidak menghiraukannya. Terkadang ia
malah merasa lebih senang jika Doktor Anastasia
tidak datang menemuinya sehingga ia bisa lebih
konsentrasi dan lebih banyak membaca.
Ayyas melihat jadwal waktu shalatnya. Hari
ini Zuhur datang pukul 12.50, lalu Ashar pukul
14.31, Maghrib pukul 16.41, dan Isya akan tiba
pada pukul 18.00. Berarti sudah tiba waktu shalat
Zuhur. Ayyas tanpa ragu mengambil air wudhu
lalu berdiri tegak takbiratul ihram dan hanyut
dalam kenikmatan berdialog dengan Tuhan Yang
Maha Pencipta. Doktor Anastasia Palazzo telah duduk di sofa
ketika Ayyas selesai shalat.
"Sebenarnya aku sudah sampai sejak pagi tadi.
Begitu sampai aku dikontak Profesor Lyudmila
Nozdryova, untuk mendampinginya menemui
tamunya, orang penting dari Yunani. Tamunya
itu tidak bisa bahasa Rusia, dan bahasa
Inggrisnya kurang lancar. Aku terpaksa yang
menjadi penerjemah, sebab tamu itu bicara dalam
bahasa Yunani." Kata Doktor Anastasia pada
Ayyas. "Berarti semuanya sukses." Sahut Ayyas sam-
bil bangkit dari duduknya di atas lantai.
"Puji Tuhan. Tapi masih ada satu masalah
yang harus aku selesaikan. Di Fakultas Kedokter-
an akan ada seminar tentang ketuhanan. Sampai
kemarin soal pembicara tidak ada masalah. Dari
kalangan Islam kami minta seorang intelektual
muda dari Kazan University. Sayangnya tadi pagi
ada telpon dari Kazan, dia tidak bisa karena
dengan sangat mendadak harus terbang ke Timur
Tengah menemani kunjungan Mufti Rusia. Pada-
hal seminar tinggal empat hari lagi."
"Saya ada kenalan seorang Imam lulusan
Syiria kalau kau mau""
"Boleh. Kau ada nomor kontaknya"" "Ada."
"Coba saya minta. Biar saya hubungi sekarang
juga. Namanya siapa""
"Namanya Imam Hasan Sadulayev. Ini nom-
ornya." Ayyas menyodorkan ponselnya yang
menyala. Doktor Anastasia mencatat ke pon-
selnya lalu menghubunginya. Beberapa saat
kemudian terjadilah pembicaraan antara Doktor
Anastasia dengan Imam Hasan Sadulayev. Wajah
Anastasia nampak kurang cerah.
"Bagaimana"" Tanya Ayyas.
"Dia tidak bisa. Dia sudah ada jadwal penting
yang tidak bisa digeser. Atau..." Tiba-tiba wajah
itu berbinar . "Atau apa""
"Kau saja yang jadi pembicara. Kau bisa. Ba-
hasa Inggrismu bagus, bahasa Rusiamu juga lu-
mayan. Dan kau sarjana dari Madinah. Yah, kau
saja ya"" "Jangan saya Doktor, yang lain saja kan masih
banyak." "Ini waktunya mendesak. Sudah, aku putuskan
kau saja yang jadi pembicara menggantikan
intelektual dari Kazan University itu. Kau ingat,
empat hari lagi seminarnya di Fakultas Kedokter-
an. Aku juga jadi pembicara di seminar itu. Jadi
nanti kau ke sini dulu, kita berangkat ke sana ber-
sama. Kau bisa nulis makalah""
"Dokter ini sangat mepet waktunya."
"Baik tidak apa. Kalau kau bisa membuat
makalah akan lebih baik. Temanya, 'Tuhan Bagi
Manusia di Era Modern."
"Baiklah." "Spasiba balshoi. E, kau sudah mak
an siang"" "Belum." "Aku traktir makan siang di Yolki Palki
mau"" "Apa itu Yolki Palki""
"Restoran di daerah Kropotkinskaya."
"Tidak, ah." "Kenapa"" "Letaknya jauh, akan banyak membuang
waktu." "Kita pakai mobil. Aku tahu jalan pintas."
"Maaf Doktor, saya tidak bisa. Saya ingin
benar-benar menghemat waktu yang ada.' Ayyas
mengucapkan kata-katanya dengan rasa percaya
diri yang penuh dan tegas. Doktor Anastasia
Palazzo sedikit kecewa mendengarnya. Tapi ia
segera menguasai dirinya dengan baik.
"Tak apa. Aku bisa memahami. Kalau begitu
kita ke stobvaya seperti biasa""
Ayyas hampir saya mengiyakan. Ia hampir
lupa kalau dirinya sedang berpuasa.
"Maaf Doktor. Tidak juga ke stobvaya. Maaf,
saya sedang puasa. Saya hampir lupa kalau saya
hari ini berpuasa." "Oh ya sudah tidak apa-apa. Kau puasa apa""
"Puasa untuk menjaga kesucian diri."
"Menjaga kesucian diri bagaimana""
"Dari godaan syahwat dan godaan setan."
"Jadi puasa itu jadi semacam benteng di dalam
jiwa dari godaan syahwat dan perbuatan jahat
begitu"" "Kira-kira begitu. Apalagi saya masih muda.
Pemuda normal yang belum menikah. Dan
sekarang sering bertemu dengan perempuan
Rusia yang Doktor tahu sendiri seperti apa per-
empuan muda Rusia. Kalau saya tidak memben-
tengi diri dengan benteng yang kuat, iman saya
bisa roboh, saya bisa melakukan dosa besar yang
dilarang agama saya."
"Dosa besar itu apa misalnya""
"Melakukan hubungan haram dengan lawan
jenis, alias zina, misalnya."
"Jadi kau belum melakukan yang seperti itu
samasekali"" "Saya berlindung kepada Allah dari zina.
Semoga sampai akhir hayat Allah menjauhkan
saya dari perbuatan dosa itu. Saya ingin menjaga
kesucian diri saya. Kalau pun melakukan
hubungan dengan lawan jenis, saya ingin yang
berlandaskan kesucian, yaitu menikah. Dengan
menikah saya ingin memuliakan istri saya, saya
ingin setia padanya sampai akhir hayat. Saya
ingin menjaga kesuciannya. Saya berharap istri
saya juga melakukan hal yang sama. Pernikahan
itu menjadi hubungan saling mencintai dan
mengasihi yang ditaburi rahmat Allah. Dari
percintaan yang harmonis dan indah itu saya
ingin lahir anak turun yang juga bersih, dan ter-
jaga kesuciannya. Maka saya berusaha mati-ma-
tian menjaga kesucian saya, sebab saya ingin
memiliki istri yang juga terjaga kesuciannya."
"Sampai sedetil itu, Islam mengaturnya""
Iya. "Berarti kau sudah memiliki calon"" "Dulu
pernah, sekarang tidak." "Maksudmu""
"Dulu saya pernah melamar seorang gadis
yang baik. Kami bertunangan. Kemudian suatu
hari gadis itu membebaskan saya dari ikatan per-
tunangan. Jadi statusnya, saya ini tidak lagi ber-
tunangan dengannya."
"Apa gadis itu kini sudah menikah""
"Saya tidak tahu."
"Kau mencintainya""
"Saya telah berjanji untuk hanya mencintai
perempuan yang menjadi istri saya. Siapa pun
dia. Kalau ternyata yang menjadi istri saya adalah
gadis itu, maka dialah orang yang akan saya
limpahi segenap cinta dan kasih yang saya
miliki." Hati Doktor Anastasia Palazzo bergetar
mendengar ucapan Ayyas. Belum pernah ia
mendengar kalimat yang sedemikian kesatria dari
seorang pemuda mana pun sebelumnya. Tiba-tiba
ia ingin menjadi seorang perempuan yang
mendapat kemuliaan cinta dari seorang lelaki
yang begitu menjaga cintanya seperti Ayyas.
Tetapi apakah masuk akal kalau dia
mengharapkan Ayyas sebagai orang yang akan
melimpahinya dengan segenap cinta dan kasih
yang murni itu" Bukankah ia berbeda keyakinan
dengan Ayyas" Tapi entahlah, di dunia ini serba
mungkinmungkin saja. Ia berdoa dalam hati,
suatu saat Ayyas bisa menaruh hati padanya.
Oo... tak hanya menaruh hati, tapi keyakinannya
pun bisa sama dengannya. Akankah doa Anastas -
ia dikabulkan Tuhan" Kita lihat saja nanti ba-
gaimana sang waktu merekam perjalanannya.
Yang jelas, sampai saat ini Anastasia belum
melihat tanda-tanda bahwa Ayyas menaruh hati
padanya. Kalau Ayyas sangat menghormati dir-
inya dan sangat menjaga sikap kepadanya, ia tel-
ah membuktikan dan merasakannya. Itu ia rasa
karena posisi dia sebagai orang yang dimintai
Profesor Tomskii untuk membimbingnya.
Beberapa kali ia mengajak Ayyas makan
malam di rumahnya juga belum pernah dipenuhi.
Dan b aru saja Ayyas menolak ajakannya untuk
makan di Yolki Palki dengan alasan puasa. Itulah
kesimpulan Doktor cantik nan cerdas, Anastasia
Palazzo saat ini. Entah esok nanti.
Melihat dan mengamati ketinggian pribadi
Ayyas, kini dalam hati Doktor Anastasia
terpantik sebuah asa di dalam dada; kalau ada se-
orang pemuda Rusia yang memiliki pandangan
tentang kesucian cinta seperti Ayyas, ia pasti siap
melabuhkan segenap cintanya pada pemuda itu.
Sejak remaja ia telah berkenalan dengan ban-
yak lelaki. Dan di matanya hampir semua lelaki
yang ia kenal itu tidak bisa dikatakan sebagai
lelaki yang setia. Budaya berganti-ganti pasangan
telah melanda anak-anak muda Rusia saat ini.
Yang ia cari bukan yang terbiasa gonta-ganti pas -
angan. Ia mencari orang yang mau hidup dengan
hanya saru pasangan, dan setia sampai mati. Per-
sis seperti yang dikatakan Ayyas. Adakah
pemuda Rusia yang seperti itu" Kalau ada, di
manakah dia sekarang"
Sejauh ini, sudah banyak lelaki terpandang
yang melamar Doktor Anastasia untuk dijadikan
istri, tetapi belum ada satu pun yang ia terima,
karena ia tahu mereka terbiasa gonta-ganti pas -
angan. Ia tahu jika telah menikah dengan salah
satu di antara mereka, lelaki yang menikahinya
itu pasti, ya, pasti masih akan tidur dengan ban-
yak perempuan selain dirinya. Itu hal yang sangat
dibencinya. Itulah tabia t lelaki Rusia. Dan karena
itulah kenapa ia menolak semua lelaki yang
datang kepadanya. Ia ingin lelaki yang setia padanya sampai tua,
sampai ajal tiba. Maka wajarlah jika hatinya ber-
getar hebat ketika ia merasa mendapatkan konsep
kesetiaan yang dahsyat itu dari mulut Ayyas.
Kalau saja Ayyas tahu, bahwa saat ini, seluruh isi
hati Doktor Anastasia dipenuhi pesona dirinya.
Ah, kalau saja Ayyas tahu...


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Setelah sekian hari kau tinggal di Moskwa,
maaf apakah ada terlintas di pikiranmu bahwa
kau akan memperistri perempuan Rusia"" Pertan-
yaan itu keluar begitu saja dari mulut Doktor
Anastasia. Ia sendiri agak kaget kenapa pertan-
yaan itu keluar begitu saja. Mengalir. Alami.
Tanpa beban. Tak hanya Doktor Anastasia yang kaget.
Rupa-rupanya Ayyas juga kaget mendengar per-
tanyaan itu. Namun ia segera menyembunyikan
kekagetannya itu dalam palung hatinya dalam-
dalam. Sungguh, sejak menginjakkan kaki di
Moskwa, ia samasekali tidak berpikir tentang
jodoh. Yang ia pikirkan adalah bagaimana
melakukan penelitian dengan baik dan secepat
mungkin menyelesaikan tesisnya.
Adapun jodohnya, ia berharap tetaplah Ainal
Muna, penulis muda sarat prestasi yang berwajah
manis itu. Tetapi masalah jodoh sebenarnya su-
dah diatur Allah, Siapakah yang kelak akan jadi
istrinya kalau ia berumur panjang, juga seben-
arnya telah tercatat di Lauhul Mdhfudh. Maka ia
merasa tidak perlu menanggapi pertanyaan Dokt-
or Anastasia itu dengan sangat serius. Ia malah
menjawabnya dengan bercanda,
"Sebenarnya saya tidak pernah berpikiran me -
nemukan jodoh saya di sini. Jodoh saya sudah
diatur Tuhan. Kalau Tuhan menentukan jodoh
saya ternyata adalah perempuan Rusia yang cer-
das, setia dan menjaga kesucian, seperti Doktor
Anastasia kenapa tidak" Hahaha!"
Jawaban Ayyas membuat merah wajah Doktor
Anastasia. Ia merasa tersanjung. Namun, Doktor
Anastasia bukanlah gadis remaja yang tidak men-
guasai dirinya. Ia langsung tersenyum dan
berkata, "Jadi kau menilai aku sebagai perempuan
yang cerdas, setia dan menjaga kesucian""
"Begini Doktor, di dalam kaidah hukum
Islam, ada kaidah yang berbunyi al ashlu baqau
ma kaana ala maa kaana. Maksudnya, hukum se -
suatu itu pada pokoknya dilihat dari asalnya.
Seorang gadis pada asalnya adalah cerdas, sebab
ia adalah manusia yang diberi akal. Pada asalnya
adalah setia, sebab setia adalah salah satu watak
utama nurani manusia. Dan pasti pada asalnya
dia suci, sebab semua manusia pada asalnya lahir
dalam keadaan suci. Ini konsep Islam. Mungkin
berbeda kalau dalam konsepnya agama Nasrani
yang Doktor peluk. Menurut kaidah hukum
Islam, selama kita tidak menemukan hal-hal yang
merubah dari hukum asal, maka yang dipakai
adalah hukum asalnya. Karena selama ini saya
tidak melihat misalnya Doktor Anastasia berzina
atau melakukan per buatan cabul dan yang sejen-
isnya, ya saya anggap Doktor masih menjaga ke -
sucian. Kecuali kalau di kemudian hari ada fakta
dan kenyataan yang lain, maka penilaian itu bisa
berubah." "Kau ternyata bisa lebih bijak dari Aristoteles.
Alangkah bahagianya gadis yang kelak menjadi
istrimu." Sanjung Doktor Anastasia tulus, tanpa
pretensi. "Siapa pun dia yang jadi istriku, semoga kelak
aku bisa membahagiakannya, dan menggenggam
tangannya erat-erat memasuki pintu surga, tem-
pat paling indah untuk orang-orang yang
memadu cinta semata-mata karena mencari ridha
Allah Subhanahu Wa Taala."
"Semoga Ayyas," sahut Doktor Anastasia,
"Dan semoga yang kelak menjadi istrimu itu ada-
lah aku, Anastasia Palazzo," lanjutnya dalam
hati. Seuntai senyum terbersit dari bibir Doktor
Anastasia. Senyum yang manis sekali, yang han-
ya bisa diketahui oleh orang-orang yang mencin-
tai dengan hati. Sayang, Ayyas tak melihat seny-
um itu. Ia sedikit menundukkan wajahnya untuk
menjaga pandangan. 18. Rasa Cemas dan Takut Malam baru datang, tapi Bibi Margareta telah
tertidur di sofa dengan tubuh terlentang. Perem-
puan tua bertubuh gemuk itu mendengkur pelan.
Yelena duduk tak jauh dari Bibi Margareta. Wa-
jahnya telah cerah seperti sedia kala. Ia sudah
tidak lagi diinfus, dan menurut keterangan per-
awat ia hanya tinggal minum obat tiga kali saja.
Dan besok siang ia bisa pulang ke apartemennya,
tak perlu menunggu sore tiba.
Yelena berdiri lalu bergegas ke kamar mandi.
Setelah gosok gigi, ia melihat wajahnya lekat-
lekat. "Berterimakasihlah pada pemuda itu. Kalau
bukan karena pemuda itu kau sudah jadi bangkai
yang membusuk dan terkubur entah di mana."
Kemudian Yelena berpikir, apa yang harus ia
lakukan untuk membalas jasa pemuda itu ke -
padanya. Ia ingin menghadiahi pakaian yang
bagus, atau sepatu yang bagus, tapi ia merasa itu
samasekali tidak bisa dibandingkan dengan jasa
pemuda itu menyelamatkan dirinya. Pikirannya
terus berkelebat ke sana kemari mencari cara
yang tepat membalas budi kebaikan pemuda Indonesia yang telah
menolongnya. Beberapa saat lamanya ia berpikir,
ia tidak juga menemukan hal yang merasa mem-
buatnya lega dan puas. Ia berpikir untuk minta
pendapat Bibi Margareta atau Linor saja. Yelena
lalu kembali duduk di sofa tak jauh dari Bibi
Margareta yang lelap dalam tidurnya.
Polisi sudah memeriksa kasusnya. Ia telah
menjelaskan semuanya sejak ia bisa berbicara
dengan jelas dan ingatannya telah kembali sepen-
uhnya. Pelaku kejahatan itu adalah tiga orang as -
ing, dua berkulit hitam dan satu berkulit putih as -
al Eropa. Yelena telah menggambarkan dengan
detil ciri-ciri mereka. Yelena juga memberitahu
polisi bahwa yang membawa mereka kepadanya
adalah Olga Nikolayenko. Ia tidak tahu sampai di mana polisi mengejar
para pelaku. Apakah mereka sudah ada yang ter-
tangkap. Atau malah sudah tertangkap semua.
Atau malah samasekali tidak ada yang ter-
tangkap. Atau memang polisi tidak berusaha
menangkap" Ia juga tidak tahu apakah Olga
Nikolayenko juga terseret ke penjara" Atau
samasekali tidak tersentuh apa-apa, seperti
sebelum-sebelumnya" Yang jelas, setelah kejadian itu, ia memu-
tuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan Olga
Nikolayenko dan teman-temannya. Ia juga sudah
berbulat tekad untuk tidak lagi berdekat-dekat
dengan dunia hitam itu lagi. Sementara ini ia
masih bisa mengandalkan tabungannya . Ia masih
bisa bertahan hidup selama dua tahun di Moskwa
tanpa bekerja sekali pun. Tetapi ia akan tetap ber-
usaha bekerja. Begitu ia merasa sudah sampai di apartemen
dan seluruh lukanya sudah sembuh, termasuk
tulang-tulangnya yang patah sudah pulih, dan
luka di daun telinga yang diamputasi juga sudah
sembuh, ia akan langsung mencari, kerja. Ia
yakin pasti tidak mudah. Meski tidak mudah,
tekadnya sudah bulat. "Selamat tinggal dunia hitam. Dan selamat
datang masa depan," pekiknya dalam hati.
Ia sangat paham angka pengangguran di Rusia
cukup tinggi. Tapi ia akan berusaha. Kalau sam-
pai tidak dapat pekerjaan, ia akan jadi pengamen
saja selama musim semi sampai menjelang mu-
sim dingin. Ia dulu pernah bisa main biola
dengan cukup baik, meskipun ia akui tid
ak sebaik Linor yang profesional. Tetapi, dengan bisa ber-
main biola mungkin ia bisa mengamen di Arbat-
skaya, Kitai Gorod, atau di daerah-daerah yang
biasa dikunjungi turis lainnya.
Gairah hidupnya memang tumbuh kembali. Ia
merasa masih ada yang peduli padanya. Paling
tidak Bibi Margareta, dan Ayyas sangat peduli
padanya. Meskipun ia bukan siapa-siapanya
mereka. Dan mereka berdua juga sangat asing ba-
ginya. Linor ternyata cukup perhatian juga
padanya, meskipun selama ini Linor sangat din-
gin padanya dan sering adu mulut, tetapi di saat
dia terkapar tak berdaya, Linor tetap menun-
jukkan sisi kepeduliannya. Masih ada sisi
manusia di dalam dirinya.
Bahwa ada satu orang saja di dunia ini yang
peduli padanya, ia merasa itu sudah cukup men-
jadi alasan baginya untuk bergairah menyambung
hidup, yang sebelumnya ia rasakan begitu hampa
dan tidak bermakna. Ia bahkan sampai merasa
bukan lagi seorang manusia.
Kini ada orang-orang yang memanusiakannya
dan memedulikannya. Ia jadi merasa masih men-
jadi manusia, dan berhak hidup sebagai manusia.
Ya, ia yakin dirinya adalah manusia seutuhnya,
yang memuliakan dan dimuliakan, yang layak
menghormati dan dihormati.
Akan tetapi ia masih mencemaskan satu hal,
yaitu jika Olga Nikolayenko samasekali tidak
tersentuh apa-apa, lalu perempuan cantik yang
bengis itu memaksanya untuk kembalike dunia
hitam Tverskaya dengan segala cara. Ia tidak
tahu bagaimana cara menghadapinya. Ia hanya
berpikir jika itu yang terjadi, maka ia lebih baik
pergi dari Moskwa sejauh- jauhnya, dan mencari
tempat hidup yang lebih tenang dan nyaman.
Ia merasa tidak mungkin lagi bisa berteman
dengan Olga Nikolayenko, Mavra Ivanovna,
Rossa De Bono, Valda Oshenkova, Kezina Par-
lova, Amy Lung dan lainnya. Sebab, ia merasa
mereka samasekali tidak memanusiakannya dan
tidak peduli sedikit pun padanya. Tidak ada seor-
ang pun di antara mereka yang mau menjen-
guknya, meskipun ia telah memberi kabar pend-
eritaan yang dialaminya lewat sms kepada
mereka. Lebih dari itu, setiap kali ia berkumpul ber-
sama mereka, harga dirinya sebagai manusia sep -
erti tanggal begitu saja dan hilang, lalu yang ia
rasakan hanyalah nafsu kebinatangan dan cara
hidup layaknya setan jalang.
Yelena mendengar suara sepatu mendekat ke
pintu. Lalu seseorang mengetuk pintu. Yelena
melangkah membuka pintu yang terkunci dari
dalam. Nampaklah wajah Ayyas yang kelelahan.
"Privet, kak dela" (Hallo, apa kabar") Ayyas
berusaha tersenyum pada Yelena.
" Ya Vso Kharasho (Saya baik-baik saja).
Masuklah! "Jawab Yelena dengan mata berbinar
dan bibir menyungging senyum yang manis.
"Bibi Margareta ada""
"Ada. Sudah tertidur. Itu lihat."
"Pantas tidak terdengar suaranya. Biasanya
juga dia yang membuka pintu."
"Kau dari mana nampak sangat lelah dan
kedinginan"" "Seperti biasa, tadi pagi sampai siang di kam-
pus MGU. Kira-kira jam tiga aku ke masjid
Prospek Mira, menemui seorang sahabat."
"Wajar kalau kau lelah."
"O ya ini aku bawakan beberapa potong roti
pirozhki." "Wah menyenangkan. Sudah lama aku tidak
merasakan pirozhki" Jerit Yelena girang.
Ayyas membuka bungkusan agak besar yang
dibawanya dan mengeluarkan isinya.
"Kau beli banyak sekali." Sambung Yelena.
"Aku kelaparan. Bibi Margareta dibangunkan
saja. Kita makan roti pirozhkinya. bersama-
sama. "Benar." Yelena membangunkan Bibi Margareta. Per-
empuan tua bertubuh gemuk itu mengucek kedua
matanya dengan punggung tangan kanannya. Be-
gitu bangun kedua matanya langsung menatap
roti pirozkhi yang ada di atas meja.
"O pirozbki. Puji Tuhan." Katanya.
"Bibi, minta tolong beli tiga cangkir teh panas
di kantin"" Pinta Yelena.
"O baik, Anakku. Memang enaknya makan
roti pirozhki sambil minum teh panas. Yang
benar-benar panas. Yang uapnya masih menge -
pul." Sahut Bibi Margareta dengan senyum
mengembang. Perempuan itu lalu bangkit dan
bergegas menuju kantin. Ayyas sudah tidak sabar. Ia langsung menco-
mot satu pirozhki berisi kacang mindal. Yelena
ikut mencomot satu pirozhki berbalut cokelat.


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Besok sore jadi pulang"" Tanya Ayyas.
"Malah diajukan besok siang."
"Alhamdulillah. Linor hari ini datang"" "Tidak.
Mungkin sedang sibuk ." "Entah kenapa, dia seperti tambah dingin
padaku. Nampak agak membenciku." Gumam
Ayyas. "Jangan kau ambil hati. Dia memang begitu.
Dingin. Cantik tapi wajahnya dingin. Wajahnya
cerah kalau dia main biola dalam konser yang di-
banggakannya. Aku pernah melihatnya dua kali.
Dia seperti malaikat memainkan biola, sangat
menawan dan memesona."
- "O ya sudah ada kabar dari kepolisian" Para
penjahat yang menganiaya kamu sudah
ditangkap"" "Tak ada kabar apa-apa. Aku tidak tahu polisi-
polisi itu bekerja apa tidak."
"Kalau tidak ditangkap dan diberi hukuman
yang setimpal, para penjahat itu bisa semakin
merajalela, mereka bisa semakin besar kepala
dan semakin menjadi - jadi kezalimannya."
"Aku menduga polisi tidak berbuat apa-apa,
sebab para penjahat itu kelihatannya ada mafia
yang melindunginya."
"Dari mana kau bisa menduga seperti itu."
"Yang mengenalkan aku dengan salah seorang
dari mereka adalah Olga Nikolayenko. Dan kau
harus tahu, dia kekasih gelap salah satu pemimp -
in mafia yang paling ditakuti di Moskwa."
"Apakah polisi kalah sama mafia""
"Di banyak negara, bahkan presiden pun
diatur oleh mafia. Aku yakin kau sudah tahu apa
profesiku setelah kejadian ini. Beberapa waktu
sebelum kau datang-aku memiliki tamu seorang
pejabat dari negaramu. Dia mengaku, di depan
publik dia dikenal sebagai pejabat. Tapi seben-
arnya dia adalah seorang kepala mafia. Dia
memiliki banyak perusahaan, dan perusahaannya
itu ia jalankan dengan cara mafia. Dia bercerita
sendiri, sangat mudah baginya mengeruk uang
negara dengan cara yang kelihatannya legal, tapi
sebenarnya ilegal. Itu dia sendiri yang cerita."
Ayyas terhenyak mendengar penjelasan
Yelena. Ia memang sering mendengar cerita ke-
busukan para pejabat Jiinggi, bahkan di internet
ia bisa membaca hampir setiap hari ada pejabat
yang masuk penjara karena melakukan kejahatan
korupsi. Tapi penjelasan Yelena benar-benar
membuatnya kaget; sebobrok itukah kerusakan
sistem berbangsa dan bernegara di Indonesia"
"Boleh aku tahu siapa nama pejabat Indonesia
itu"" Tanya Ayyas penasaran.
"Maaf aku tidak boleh membuka rahasianya.
Sudah kesepakatan." "Kenapa kau menutupi identitas seorang pen-
jahat"! Kalau kau beritahu aku siapa dia, paling
tidak aku bisa memberitahu kepada rakyat In-
donesia agar berhati-hati padanya." Desak Ayyas
dengan nada jengkel. "Karena aku sudah komitmen untuk tidak
membuka rahasianya, maka tidak ada pilihan ba-
giku kecuali untuk menjaga komitmen. Yang
jelas, aku sudah memberitahu kamu, bahwa ada
pejabat dari negaramu yang kalau kunjungan ke
luar negeri seperti itu kelakuannya, dan di dalam
negeri sesungguhnya ia tidak ada bedanya
dengan kepala penyamun dan mafia. Itu menur-
utku sudah cukup." Tegas Yelena tanpa ragu
sedikit pun. Bibi Margareta datang membuka pintu diikuti
pegawai kantin yang membawa nampan berisi
tiga cangkir teh panas. Pegawai kantin itu seor-
ang perempuan berwajah Asia Tengah.
Ia melihat Ayyas sesaat lalu menurunkan
cangkir-cangkir berisi teh itu di atas meja. Ia
masih sempat menatap wajah Ayyas sebelum
pergi meninggalkan kamar itu.
"Bismillaahirrahmaanirrahiim" Kata Ayyas
mengambil satu cangkir dan menyeruputnya
pelan. "Yang tadi kauucapkan itu doa ya, Malcik""
"Iya Bibi" "Itu bahasa Indonesia""
"Bukan Bibi." "Bahasa apa""
"Bahasa Arab." "Jadi kau orang Islam""
"Iya." "Aku senang. Kau baik. Dulu aku pernah pun-
ya teman orang Islam yang juga baik, bahkan
baik sekali. Sayang dia bernasib tragis."
"Tragis bagaimana Bibi ""
"Saat rezim komunis mencengkeram negeri
ini, semua agama dilarang melaksanakan aktiv-
itas ibadah. Bahkan semua yang beragama
dipaksa untuk ikut komunis. Gereja-gereja ditu-
tup dijadikan gudang, masjid-masjid juga sama.
Maka orang yang beragama menjalankan
agamanya dengan diam-diam. Teman saya
namanya Zakarov. Dia orang Islam. Suatu ketika
dia shalat di kamar rumahnya dan diketahui oleh
anak tetangganya yang komunis. Anak tetang-
ganya itu lapor kepada ayahnya. Dan ayahnya
lapor kepada pihak pemerintah. Akhirnya ia dan
seluruh anggota keluarganya ditembak mati di
hadapan penduduk desa. Aku menyaksikan
dengan kepalaku sendiri eksekusi itu.
Saat itu aku masih sekolah dasar. Aku tidak pernah me -
lupakan peristiwa itu. Anak yang melaporkan itu
adalah juga temanku, sejak itu aku tidak pernah
memaafkannya sampai sekarang. Ya sampai
sekarang. Sebab, perbuatannya telah membuat
teman yang sangat baik kepadaku dibantai ber-
sama seluruh anggota keluarganya."
"Apa kebaikan Zakarov pada Bibi, sampai
Bibi kelihatannya tidak pernah melupakannya."
"Dia teman satu sekolah denganku. Keluar-
ganya termasuk kaya. Sementara aku boleh
dikata anak petani paling miskin di desa. Ketika
banyak anak-anak menghinaku, Zakarov ada di
sampingku, dia membelaku. Saat aku tidak punya
sepatu, Zakarov minta uang kepada orangtuanya
untuk membelikan aku sepatu. Dan orangtuanya
memang sangat dermawan. Kalau mau hari raya
tiba, orangtuanya itu memberi kami hadiah uang
yang cukup banyak, mereka menyebutnya
shadaqah. Khusus aku, selain diberi uang aku
juga dibelikan baju baru. Sayang orang -orang
baik itu sering kali ditakdirkan untuk berumur
pendek." Muka Bibi Margareta nampak sedih, matanya
berkaca-kaca. "Bibi selamat sampai sekarang, berarti Bibi
komunis"" "Tidak mungkin aku komunis. Tidak mungkin
aku ikut cara hidup orang-orang yang kejam itu!"
Sahut Bibi Margareta dengan nada tinggi. "Kami
hanya pura-pura komunis. Ya, kami sekeluarga
tidak ada pilihan lain kecuali pura-pura jadi
komunis saat itu. Setelah pemerintah komunis
ambruk dan kebebasan beragama dibuka, kami
kembali mencari gereja."
"Bibi sambil dimakan roti pirozhki-nya."
"Iya. Spasiba balshoi."
Bibi Margareta mencomot sepotong pirozkhi
berisi keju, lalu mengunyahnya pelan. Gurat-gur-
at wajahnya yang telah menua tidak bisa
menyembunyikan, bahwa wajah itu adalah jelita
ketika mudanya. Ayyas ingin bertanya kenapa
Bibi Margareta sampai menjadi gelandangan, apa
tidak punya anak dan keluarga" Tapi Ayyas men-
gurungkan niatnya. Ia tidak sampai hati men-
gutarakannya. Ia takut kalau hal itu malah meny -
inggung perasaan perempuan tua itu atau malah
menyakiti hatinya. "Berarti Bibi percaya kepada Tuhan"" Tanya
Ayyas. "Apa kau pernah dengar, berkali-kali aku
mengucapkan puji Tuhan, puji Tuhan. Ya pasti
aku percaya kepada Tuhan. Aku ini orang berim-
an. Kenapa kautanyakan itu padaku""
"Untuk tambah yakin saja, karena aku mau
minta tolong sama Bibi."
"Minta tolong apa""
"Menyadarkan dia." Kata Ayyas sambil men-
gisyaratkan matanya ke arah Yelena.
"Kenapa dengan diriku sampai aku harus dis -
adarkan"" Yelena yang mengerti arah pembi-
caraan itu langsung menyela.
"lya kenapa dia"" Sambung Bibi Margareta.
"Dia masih tidak percaya adanya Tuhan!
Sadarkanlah dia Bibi!" Jawab Ayyas.
"Benarkah Yelena"" Tanya Bibi Margareta.
Yelena mengangguk. "O tidak! Ini tidak boleh terjadi. Kau tidak
boleh begitu Yelena, Anakku. Aku akan
menyesali seumur hidupku kalau kau masih terus
tidak percaya adanya Tuhan. Kau bisa selamat
dan sekarang sembuh ini karena kasih Tuhan."
"Mungkin aku masih perlu merasakan tamba-
han kasih Tuhan lagi, agar aku bisa percaya."
"Oo... Kau tersesat Yelena. Setiap saat Tuhan
melimpahkan kasihnya kepada kita."
"Bibi jangan gusar dan sedih seperti itu. Bibi
peganglah kuat-kuat yang Bibi yakini. Biarlah
Yelena hidup dengan apa yang Yelena yakini
juga. Dunia terus berubah, siapa tahu nanti
Yelena berubah." Kata Yelena berusaha
menghibur Bibi Margareta.
"Ya berubahlah menjadi orang beriman
Yelena." Sahut Ayyas.
"Kau boleh berharap apa pun, sebagaimana
manusia mana pun bebas memiliki harapan. Kau
boleh berharap aku beriman. Teta..." Jawab
Yelena. Belum sempat ia menyelesaikan kalimat-
nya, ponselnya berdering. Yelena bangkit
mengambilnya. Satu sms masuk. Hatinya berde -
bar keras. Rasa was -was dan cemas tiba-tiba
datang dan menyelimuti sekujur tubuhnya begitu
saja. Sms itu datang dari Olga Nikolayenko. Ia
membuka dan membaca sms itu.
Apa kabar Yelena" Mohon maaf kami tidak
bisa menjengukmu. Aku dengar kamu mengalami
kecelakaan kecil. Itu hal yang biasa bukan" O ya
kalau kamu sudah sembuh, segera masuk kerja
ya. Kita sedang kewalahan. Ada banyak ikan is -
timewa yang harus diolah dan dimasak. Kamu
pasti merindukannya. Aku harap besok kamu s
u- dah kembali kerja, sebab aku tadi sudah menge -
cek ke tempat kamu dirawat, kamu sudah sem-
buh. Aku tunggu di tempat biasa.
Kini rasa cemas itu bercampur amarah. Muka
Yelena merah padam, gigi-giginya gemeretak.
Jika Olga Nikolayenko ada di hadapannya, ia
rasanya ingin membunuhnya saat itu juga. Ia
disiksa berjam- jam, dan dibuang di pinggir jalan
dalam keadaan sekarat, dan itu dianggap hanya
sebagai kecelakaan kecil. Ia sudah nyaris binasa
jadi bangkai, itu dianggap kecelakaan kecil. Daun
telinganya sampai harus diamputasi karena sudah
membeku jadi es, juga dianggap kecelakaan ke-
cil. Dan kini dengan begitu arogannya memberi
perintah kepadanya untuk kembali masuk kerja.
Yelena sangat marah, tapi kemudian ia sangat
sadar siapa Olga Nikolayenko dan siapa yang ada
di belakangnya. Rasa cemas dan takut perlahan-
lahan menjalar dengan sangat kuat. Jika Olga
Nikolayenko menggunakan orang-orangnya un-
tuk menyeretnya ke tempat kerja atau untuk
menghabisinya sekalian, maka ia belum punya
jalan untuk melawannya. Apakah besok pagi-
pagi sekali ia langsung meninggalkan rumah
sakit dan langsung pergi sejauh- jauhnya dari
Moskwa" Ataukah ia akan mencoba bernegosiasi
dengan Olga Nikolayenko sambil mencari jalan
keluar" Yelena tiba-tiba bingung, ia harus bagaimana
sebaiknya" Tiba-tiba ia merasa sangat memer-
lukan pertolongan yang mengeluarkannya dari
situasi tidak nyaman yang sedang dihadapinya. Ia
tidak tahu harus minta tolong kepada siapa"
"Ada apa" Kenapa tiba-tiba kamu terlihat be-
gitu ketakutan dan panik"" Tanya Ayyas.
"Aku menghadapi masalah serius. Dan kau
tidak bisa membantuku. Bibi Margareta juga
tidak bisa membantu. Linor apalagi. Aku sendiri


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa susah menghadapinya. Aku tidak tahu
harus minta bantuan siapa"" Jawab Yelena
dengan wajah cemas. "Kalau kau beriman, kau akan mudah minta
bantuan. Yaitu minta bantuan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Jika Tuhan membantu, tidak ada yang
tidak terselesaikan." Sahut Bibi Margareta
tenang. "Bibi Margareta benar. Jika Allah, Tuhan
sekalian alam memberi pertolongan, maka tidak
ada yang perlu kita takutkan dan kita sedihkan."
19. Permintaan Ibu Salju kembali turun petang itu. Anastasia
Palazzo duduk di ruang tamu yang merangkap
menjadi ruang kerja, perpustakaan sekaligus ru-
ang santai. Ia tinggal di kawasan Tretyakovskaya.
Tepatnya di sebuah apartemen yang terletak di
lantai empat pada sebuah gedung tua tak jauh
dari Galeri Tretyakov. Apartemen itu terhitung
kecil. Hanya terdiri atas ruang tamu, dua kamar
tidur, satu kamar mandi dan dapur.
Anastasia telah mendesain ulang aparte-
mennya itu sehingga terasa lebih nyaman. Tidak
tanggung-tanggung, ia dibantu oleh seorang de -
sainer interior terkemuka Aleksandrovna Vas -
ilyevichna. Sehingga apartemennya yang sempit
itu seperti memiliki sihir. Siapapun yang masuk
ke dalamnya akan merasa betah dan ingin
berlama-lama. Selama ini, Anastasia Palazzo hanya ditemani
oleh seorang perempuan tua berumur enam puluh
tahun bernama Krupina. Ia memanggilnya Bibi
Krupina. Ibunyalah yang mengirim Bibi Krupina
untuk menemaninya. Bibi Krupina tak lain dan
tak bukan adalah adik angkat ibunya. Selama ini
Bibi Krupina memperlakukan Anastasia layaknya
anak sendiri dan sebaliknya Anastasia meman-
dang Bibi Krupina tak berbeda dengan ibunya
sendiri. "Bibi, bisa minta tolong dibuatkan teh hijau
panas." Ucap Anastasia dengan pandangan mata
tetap tertuju pada makalah yang baru saja ia
print. Makalah itu ia tulis dalam bahasa Inggris,
akan ia presentasikan dalam sebuah seminar in-
ternasional di Kota Praha, Cekoslovakia.
"Baik, Anakku." Seorang perempuan tua ber-
tubuh agak tinggi dan besar menjawab dari dapur
dengan suara besar. "Mau dicampur dengan jahe tidak"" Tanya
perempuan tua itu beberapa jurus kemudian.
"Boleh Bibi, asal jangan memakai gula sedikit
pun." "Baik, Anakku."
Tak lama kemudian perempuan tua bersuara
besar itu keluar dari dapur membawa nampan
berisi mug porselen putih. Mug itu berukuran
sedang. Tidak besar dan tidak kecil. Mug itu ada-
lah mug kesayangan Anastasia. Mug yang mene -
maninya selama menyelesaikan S3 -nya di
Inggris. Perempuan tua yang tak la
in adalah Bibi Krupina itu meletakkan mug berikut tatakannya
di atas meja kerja Anastasia. Tak jauh dari tangan
kanan Anastasia. Asap mengepul dari mug itu.
Bau harum teh hijau dan jahe yang diseduh lang-
sung menyusup perlahan ke hidung Anastasia. Itu
adalah bau yang sangat disukai Anastasia. Setiap
kali ia mencium bau seperti itu syaraf -syarafnya
seketika seperti diremajakan kembali.
"Spasiba balsoi, Bibi." Ujar Anastasia sambil
memejamkan mata mengerahkan konsentrasinya,
sementara hidungnya mulai menghirup bau har-
um teh hijau itu pelan-pelan.
"Bibi sudah buat sup ukha kesukaan ibumu."
Gumam Krupina di dekat telinga Anastasia.
"Sup ukha" Seperti ibu ada di sini saja. Kalau
Bibi Krupina ingin ketemu ibu karena sudah
lama tidak ketemu, Bibi bisa pulang beberapa
hari ke Novgorod." Ujar Anastasia lembut.
"Jadi ibumu belum memberitahu kamu!""
"Memberitahu apa""
"Malam ini dia akan datang."
"Dia akan datang"!" Anastasia menghentikan
pekerjaannya dan memandang wajah Bibi
Krupina dalam-dalam. "Iya. Tadi siang dia nelpon begitu."
"Malam ini""
"Iya." "O my God, dengan siapa dia melakukan per-
jalanan sejauh itu" Untuk apa dia kemari" Kalau
perlu diriku, aku bisa pulang ke Novgorod. Dia
tidak harus bersusah-susah. Dia sudah tua."
"Orang tua tidak berarti harus di rumah terus,
tidak ke mana-mana. Orang tua juga ingin jalan-
jalan, menghirup udara yang berbeda. Ibumu
mungkin sudah terlalu rindu padamu, dia tidak
ingin mengganggu pekerjaanmu . Maka dia
datang untuk melihatmu, juga untuk melihat di
mana kamu tinggal selama ini. Untuk sebuah rasa
cinta yang mendalam dan rasa rindu yang tak ter-
tahan, jarak sejauh apapun tidak menjadi
penghalang." "O begitu ya Bibi""
"Menurutku begitu."
"Apa Bibi sebenarnya juga ingin jalan- jalan,
menghirup udara lain."
"Lho kamu kan sudah tahu, Bibi setiap hari
keluar rumah. Tadi Bibi belanja di pasar Viet-
nam. Di jauh sana, di daerah Savelovskaya. Jadi
kamu jangan mengkhawatirkan Bibimu ini. Se-
mentara ibumu katanya sekarang diminta untuk
hidup bersama pamanmu di tengah kota
Novgorod. Kau tahu sendiri kan cara hidup
pamanmu berbeda dengan cara hidup ibumu."
"Bibi benar. Sebenarnya saya ingin ibu tinggal
di sini bersama kita, tapi ibu tidak mau. Dia tidak
mau keluar dari Novgorod."
"Dia pernah bilang padaku, ingin mati di
Novgorod, dan dikubur di tanah Novgorod ber-
sanding dengan kubur kakek dan nenekmu."
"Ya, itulah ibu. Yang penting dia mau datang
dengan siapa"" "Bibi tidak tahu persisnya."
"Yang penting Bibi sudah menyiapkan
semuanya untuk menyambut kedatangan ibu""
"Sudah. Begitu dia datang. Kita akan pesta."
"Kira-kira jam berapa dia akan datang Bibi""
"Mungkin satu jam lagi."
"Apa kita perlu men jemputnya di stasiun""
"Itu sudah bibi tanyakan pada ibumu. Dia
menjawab tidak usah. Katanya dia akan datang
tepat pada waktunya dengan selamat."
Anastasia menarik nafas panjang, lalu
memejamkan kedua matanya, dalam hati ia ber-
doa agar ibunya selalu mendapat perlindungan
Tuhan, dan sampai di apartemennya dengan
selamat. Dia tahu ibunya adalah orang yang
memiliki pendirian sangat keras, tetapi sangat
lembut dan penyayang. Jika ibunya sudah berkata
B maka harus B. Susah untuk diubah. Jika dia su-
dah bilang tidak usah dijemput, maka berarti
yang terbaik tidak usah dijemput. Jika dijemput,
dia justru akan kecewa. Seandainya tidak dijem-
put terus dia tersesat, dia pasti akan menelpon
dan minta bantuan . Anastasia merasa bahagia ibunya mau datang.
Tapi di hati terdalamnya ia sedikit merasa cemas.
la punya firasat ibunya datang tidak hanya
sekadar karena ingin jalan- jalan, atau sekadar
rindu pada dirinya. Ia menduga ada sesuatu di
rumah pamannya, sehingga ibunya sampai datang
jauh- jauh menempuh, jarak tak kurang dari 389
km di tengah musim dingin yang tidak ringan.
Benarkah firasat Anastasia"
Malam itu Anastasia merasa sangat bahagia.
Ia makan malam di apartemennya ditemani
ibunya. Di atas meja makan mungil berbentuk
bundar dari kaca tebal telah terhidang satu panci
kecil sup ukha, dua piring roti bulkha (Roti yang
dibuat dari tepung gandum), satu piring penuh
kentang kukus yang keemasan, dan satu
piring kotlety. Meja makan mungil itu benar-benar pen-
uh. Mereka bertiga; Anastasia, ibunya dan Bibi
Krupina makan bersama dengan sangat
bergairah. "Sebenarnya kenapa ibu bersusah payah ke
sini"" Tanya Anastasia sambil mengambil kotlety
dengan garpu lalu menggigitnya pelan.
"Kau tidak suka ibu datang"" Sahut sang ibu
yang wajahnya nampak mulai berkeringat karena
merasakan hangatnya sup ukha.
"Bukan begitu, Ibu. Anastasia sangat bahagia
Ibu datang. Hanya saja ini di luar kebiasaan Ibu.
Maksud Anastasia seandainya Ibu memerlukan
Anastasia, biarlah Anastasia yang pergi menemui
Ibu di Novgorod." "Ibu memang ingin membicarakan hal penting
denganmu. Tapi nanti sajalah jika kita sudah
benar-benar selesai makan malam. Ibu ingin
menikmati sup ukha istimewa buatan bibimu ini."
Sang ibu kembali mengambil sup ukha dari
panci. Bibi Krupina tambah bahagia sekali
melihat hasil karyanya mendapat apresiasi se-
demikian hebatnya. Selesai makan, Anastasia membantu Bibi
Krupina membawa piring-piring dan panci ke
dapur. Sementara sang ibu duduk di sofa lalu
menyalakan televisi dengan remote kontrol. La-
yar menyala dan nampaklah pertandingan tenis
Semifinal Turnamen WTA Kremlin Cup. Duel
maut antara Alisa Kleybanova dari Rusia
melawan Flavia Pennetta dari Italia. Sang ibu
nampak kurang suka dengan pertandingan tenis,
ia langsung memindah ke saluran yang lain. Lalu
nampaklah di layar kaca pertunjukan tari balet
yang nampaknya dari Bolsoi Teater. Tapi itu
bukan siaran langsung. Sang ibu langsung
tersenyum. Setelah kira-kira lima menit menonton
gerakan-gerakan penari balet di layar kaca, ia
langsung bisa menebak cerita apa yang sedang
dimainkan para penari balet itu. Itu adalah cerita
tentang ALYOSHA yang legendaris, yang ditulis
oleh Leo Tolstoy. Pada bagian Alyosha dilarang
menikahi gadis pilihannya yang bernama
Ustinya, sang ibu meneteskan airmata. Dan air-
matanya kembali tumpah ketika Alyosha yang tu-
lus dan luhur budi itu akhirnya harus menghem-
buskan nafas terakhirnya karena terjatuh dari atap
saat membersihkan salju. Alyosha meninggal
tanpa menikahi Ustinya yang yatim piatu.
Sang ibu masih ingat betul kata-kata terakhir
yang diucapkan oleh Alyosha pada Ustinya se-
belum meninggal, Leo Tolstoy menggambarkan
dengan bahasa tugas yang menyihir hati pem-
bacanya, "Terima kasih Ustinya. Selama ini kau
begitu baik padaku. Sekarang kau tahu, ada
baiknya memang kita tidak jadi kawin. Kalau kita
kawin, akan percuma saja. Sekarang dengan be-
gini tidak ada masalah."
Alyosha begitu mensyukuri takdirnya tidak
jadi menikahi gadis pujaan hatinya karena dilar-
ang sang ayah. Alyosha sudah melihat
hikmahnya sesaat sebelum ajalnya menjemput. Ia
bahagia tidak menikahi Ustinya, karena umurnya
tidak panjang. Kalau ia menikahi Ustinya,
kemudian ia mati, alangkah kasihan Ustinya yang
ditinggalnya dalam keadaan janda. "Sekarang
dengan begini tidak ada masalah." Katanya. Sete-
lah itu dia berdoa, dia menghembuskan nafasnya
yang penghabisan dengan merentangkan kakinya.
Penari balet itu juga melakukan hal yang sama di
akhir tariannya, merentangkan kakinya lalu
perlahan-lahan menghembuskan nafas terakhir.
"Kenapa menangis, Ibu" Mengharukan ya""
Pelan Anastasia sambil duduk di samping ibunya
yang masih mengusap kedua matanya.
"Tadi itu kisah Alyosha yang ditulis Leo Tol-
stoy. Itu salah satu karya Tolstoy yang paling ibu
sukai. Ibu sangat terharu menyaksikan drama
hidup Alyosha yang dimainkan para penari balet
itu." "Ya, nasib Alyosha memang membuat kita
merasa kasihan." "Ketekunan, keuletan, dan kebaikan hati Aly-
osha bisa jadi teladan anak-anak muda Rusia."
"Saya percaya bahwa hal itu sudah terjadi.
Terutama di zaman Leo Tolstoy masih hidup dan


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dekade setelah Tolstoy. Tulisan Tolstoy sangat
berpengaruh saat itu. Bahkan para pakar sejarah
sampai mengatakan, bahwa ada tiga hal penting
di Rusia saat itu: Gereja, Tsar dan Leo Tolstoy."
"Yang ibu suka dari karya-karya Leo Tolstoy,
karya-karyanya mudah dipahami dan isinya
dalam, bercorak realis dan bernuansa religius,
juga penuh renungan moral dan filsafat."
"Tepat sekali kalimat ibu dalam menilai Leo
Tolstoy." "J elek- jelek begini ibumu ini kan lulusan Fak-
ultas Sastra." "Ah Anastasia hampir lupa."
"Sekarang ada yang ingin ibu sampaikan
padamu." "Sampaikan saja, Ibu."
"Mintalah bibimu masuk ke kamarnya. Ibu
cuma mau berbicara empat mata denganmu."
"Kalau begitu kita bicara di kamar saja, Ibu."
"Baik. Begitu juga baik."
Ibu dan anaknya itu lalu bangkit dan bergegas
masuk ke kamar Anastasia.
"Ibu membuat Anastasia penasaran saja. Apa
sih yang ingin Ibu bicarakan sebenarnya"" Kata
Anastasia sambil menutup pintu.
Sang ibu duduk di tepi ranjang, demikian sang
anak. "Ibu mau minta sesuatu padamu. Kau jangan
kaget." "Kalau Anastasia mampu memenuhi per-
mintaan Ibu, pasti akan Anastasia kabulkan."
"Ibu ingin kau menikah dengan seseorang!"
"Menikah dengan seseorang"!" Anastasia
tetap juga kaget mendengar permintaan ibunya.
Iya. "Jadi Ibu memiliki calon yang harus saya
nikahi"" "Iya, ibu berharap kau cocok."
"Siapa orangnya, Ibu" Apa Anastasia telah
mengenalnya"" "Kau sangat mengenalnya."
"Siapa dia"" Desak Anastasia penasaran. Se-
bab, selama ini ibunya tidak pernah membi-
carakan urusan pribadinya. Dan sang ibu tidak
pernah mempermasalahkan dia mau menikah
kapan dan mau menikah dengan siapa, bahkan
tidak menikah pun sang ibu tidak mempermasa-
lahkannya. Tetapi ini tiba-tiba ibunya datang dari
jauh hanya ingin menyampaikan keinginannya,
agar dirinya menikah dengan seseorang yang
menurut ibunya cocok dengannya."
"Dia sepupumu sendiri, Boris Melnikov."
"Apa" Boris""
"Ya Boris." "Apa Anastasia tidak salah dengar, Ibu""
"Tidak, Anakku. Ibu ingin kau menjadi pen-
damping Boris Melnikov."
"Kenapa Boris Melnikov, Ibu" Apa Ibu tidak
melihat perbuatannya selama ini""
"Justru karena perbuatannya selama ini tidak
baik, ibu ingin kau menikah dengannya."
"Ibu ini tiba-tiba aneh, tiba-tiba tidak masuk
akal. Ibu tahu dia itu otak pelaku kejahatan di
mana-mana. Dia itu ketua mafia, Ibu tahu itu.
Kerjanya memeras orang, membunuh orang,
menjual narkotika, bermain perempuan dan
mempermainkan hukum dengan uang. Dan
Anastasia harus menikah dengan orang seperti
itu. Bagaimana jalan pikiran Ibu, Anastasia
samasekali tidak paham.".
"Ibu berpikir, kalau Boris menikah denganmu
dia akan insyaf. Dia sangat mencintaimu. Dia
sangat kagum padamu dan dia sangat menghorm-
atimu. Di dunia ini, jika ada orang yang kata-
katanya paling dia takuti dan paling dia dengar
adalah kamu. Tak ada yang lebih dia ikuti mele -
bihi kamu. Kalau kau menjadi istrinya, kau bisa meru-
bahnya menjadi orang baik. Begitu jalan pikiran
ibu." "Luar biasa, jalan pikiran Ibu menyamai para
santo yang bijaksana itu. Ibu samasekali tidak
berpikir betapa liciknya Boris. Dia adalah aktor
yang ulung. Dia bisa berpura-pura sangat
menghormati, berpura-pura kagum dan setia pada
mangsa yang diincarnya. Tetapi jika mangsa itu
sudah jatuh ke cengkeramannya, maka segeralah
taring-taring buasnya akan merobek-robek
mangsanya itu. Ibu mau Anastasia mengalami
nasib setragis itu""
"Kau terlalu berburuk sangka padanya
Anastasia. Kau tidak bersikap obyektif. Kau me -
lihat Boris hanya dalam satu sisi saja, yaitu sisi
gelapnya. Kau samasekali tidak mau melihatnya
dalam sisi terangnya. Meskipun sedikit anak itu
"juga memiliki kebaikan. Di antaranya, ia sangat
mencintai keluarganya. Dia sangat setia mem-
bantu keluarga besarnya yang kekurangan."
"Justru Ibu yang mudah diperdaya olehnya.
Dalam sejarah ya memang seperti itu karakter
penjahat sejati. Dia membunuh banyak manusia
tapi di rumahnya d\a tunjukkan rasa sayang pada
keluarganya. Bahkan sering para penjahat itu su-
dah dianggap musuh negara, tapi di desanya ia
dianggap pahlawan karena sangat baik kepada
masyarakat desanya. Justru di mata Anastasia,
yang seperti itu menyempurnakan kejahatannya.
Dia sangat jahat sampai berbohong kepada kelu-
arga dan masyarakat desanya. Kalau dia baik
pada keluarga seharusnya baik pada orang lain
juga. Dia baik pada keluarga agar anggota keluar-
ganya bersimpati padanya, dan jika kejahatannya
digugat anggota keluarganyalah yang akan mem-
belanya. Demikian juga dia baik kepada
masyarakat kanan-kirinya, agar mereka menjadi
pembelany a ketika kejahatannya dipermasa-
lahkan. Kebaikannya pada keluarga dan
masyarakat desanya itu bagian dari tameng hidup
yang ia persiapkan dengan matang. Dan ibu kini
sudah menjadi salah satu tameng hidup itu.
Bahkan ibu sekarang meminta saya menjadi
tameng utama bagi kejahatan Boris Melnikov."
"Kau memang pandai bicara dan beretorika.
Yang jelas maksud ibu baik. Ibu ingin kau
menikah dengan orang yang sangat mengagumi
dan mencintaimu. Dan ibu ingin kau bisa menun-
tun domba yang sesat ke jalan yang benar.
Meskipun kau punya pikiran yang seperti itu. Ibu
berharap kau tetap bisa mencoba berpandangan
yang sedikit positif pada Boris. Jika Boris insyaf,
maka Yvonna adiknya juga akan insyaf. Dengan
begitu kau akan menyelamatkan banyak domba
yang tersesat." "Apa ibu tidak khawatir, jika justru Anastasia
yang akhirnya tersesat."
"Tidak! Ibu tahu siapa kamu. Kamu tidak akan
tersesat." "Sepertinya bukan Tuhan yang menentukan
takdir, tapi Ibu!" "Kenapa kau berkata begitu pada ibumu""
"Coba Ibu renungkan kata-kata Ibu tadi." "Kau
terlalu berlebihan menanggapi kata-kata ibu."
"Maafkan Anastasia kalau terlalu keras
mendebat Ibu. Kalau boleh, Anastasia ingin ber-
tanya kepada Ibu," "Boleh."
"Ibu dulu menikah dengan ayah karena di-
minta oleh nenek atau Ibu menentukan pilihan
Ibu sendiri"" "Jujur, ibu menentukan pilihan ibu sendiri.
Bahkan pilihan ibu sempat ditentang oleh nenek-
mu dan ibu tetap kukuh dengan pilihan ibu yang
tak lain adalah ayahmu."
"Jika seperti itu sejarah Ibu, kenapa Ibu
setengah memaksa saya untuk menikahi Boris
Melnikov" Kenapa Ibu tidak membiarkan saya
memilih sendiri orang yang saya sukai""
"Karena ibu ingin kau lebih baik dari ibu."
"Jadi kalau Anastasia ikut Ibu, maaf, seperti
anjing ikut pada tuannya tanpa berpikir sedikit
pun itu lebih baik" Kenapa Ibu bisa berubah sep -
erti ini" Apa Ibu ditekan oleh Paman" Atau
ditekan oleh Boris"!"
Sang ibu kelihatan ragu untuk menjawab.
Akhirnya ia hanya menggelengkan kepala.
"Sudahlah, Ibu sudah tua. Ibu jangan
memikirkan apa-apa kecuali memikirkan cara
terbaik menghadap Tuhan di surga. Anastasia
akan berpikir untuk mengambil jalan terbaik bagi
masa depan Anastasia. Apakah nanti mengikuti
saran Ibu atau mungkin Anastasia punya
pendapat sendiri" Sekarang Anastasia sudah
mengerti maksud Ibu. Anastasia minta maaf ke-
pada Ibu kalau mendebat terlalu keras. Sudah
saatnya Ibu istirahat. Ibu pasti lelah karena per-
jalanan jauh." "Apa pun yang kaupilih, tidak akan berkurang
rasa sayang ibu padamu, Anakku. Ibu akan tetap
mencintaimu seperti matahari mencintai titah
Tuhannya." "Terima kasih, Ibu. Anastasia juga akan terus
mencintai Ibu, seperti siang mencintai
mataharinya." 20. Rencana Jahat Memang sudah nasibnya, pemuda Indonesia
itu harus mati!" Kata Linor dalam hati. Ia tidak
bisa berbuat apa-apa kecuali melaksanakan kepu-
tusan rapat bersama Ben Solomon dan agen-agen
lainnya. Tugasnya tidak susah, hanya meletakkan
tas ransel yang telah diisi bahan-bahan untuk
membuat bom di kamar Ayyas. Tas itu harus ia
letakkan di kamar Ayyas, tentu saja tanpa sepen-
getahuan Ayyas. Dan harus diletakkan beberapa
jam sebelum polisi pemerintah Rusia menggere-
bek kamar Ayyas. Rencana Ben Solomon sangat detil dan
kemungkinan kesalahannya sangat kecil. Yang
akan diledakkan adalah lobby Metropole Hotel
yang terletak di jantung kota Moskwa, tepatnya
di kawasan Teatralnaya, yang tak jauh dari
Kremlin. Lobby itu akan dibom bertepatan
dengan datangnya seorang pejabat penting Ing-
gris. Akan ada korban, tapi pejabat itu akan di-
jaga untuk tetap selamat meskipun luka. Yang
diinginkan bukan matinya pejabat itu, tapi efek
dari bom itu. Dengan adanya pemboman itu, seluruh dunia
akan mengutuk aksi pemboman itu. Dan pihak
keamanan Rusia akan mencari pelaku pemboman
itu. Di sinilah Ben Solomon dan anak buahnya
mempermainkan dunia. Seorang anak buah Ben
Solomon akan masuk ke Metropole Hotel dengan
menyamar berpenampilan persis seperti Ayyas.
Hasil rekaman dari Linor sangat membantu
penyamaran itu. Setelah itu anak buah Ben So-
lomon akan menampakkan diri kepada pihak
keamanan di dekat apartemen di mana Ayya
s menginap, sehingga pihak keamanan akan sangat
mudah menarik benang merah.
Dan dari bukti yang sudah direkayasa oleh
Ben Solomon dan anak buahnya, pihak keaman-
an akan menetapkan Ayyas sebagai tersangka
pengeboman. Bukti yang tidak akan terbantahkan
adalah dengan ditemukannya bahan-bahan
peledak di kamar Ayyas. Setelah Ayyas ter-
tangkap, Ben Solomon akan mengerahkan
seluruh pers dunia yang telah dikuasai oleh
Zionis untuk menghantam Islam sejadi - jadinya,
dan dipastikan tidak akan ada perlawanan pers
yang berarti, kecuali pers -pers kecil milik orang
Islam yang hanya bergumam sambil lalu di
belakang. Linor pulang ke apartemennya dengan
bernyanyi-nyanyi kecil. Ia merasa bahagia bisa
mengabdikan hidupnya untuk kejayaan negeri
yang dijanjikan oleh Tuhan dalam Talmud.
Meskipun seringkah ia merasa hampa jiwanya,
tapi saat menjalankan sebuah operasi yang ia
yakini akan berhasil, semangatnya muncul begitu
saja. Sampai di apartemen, Linor langsung masuk
ke kamarnya. Ia bawa ransel berisi bahan-bahan
peledak itu. Ia tersenyum. Tugasnya kali ini
sangat ringan, hanya meletakkan bahan peledak
itu ke kamar sebelahnya, nanti jika sudah tiba
waktunya. Sangat mudah. Dengan kamera yang
ia pasang di kamar Ayyas, ia tahu semua gerak-
gerik Ayyas. Kapan saat-saat Ayyas banyak di


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamar, kapan ia tidur, kapan ia bangun tidur, dan
kapan ia biasa ke kamar kecil.
Linor merebahkan badannya ke kasur, setelah
menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Ia sempat
berpikir kasihan pemuda Indonesia itu, ia tidak
tahu apa-apa, tapi ia harus menjadi tumbal untuk
kesuksesan operasi Ben Solomon. Jika operasi ini
berhasil, sangat mungkin Ben Solomon akan
mendapat penghargaan sangat tinggi dari Tel
Aviv. Lebih kasihan, pemuda Indonesia itu be-
gitu lugu, begitu lurus, tidak tahu dunia spionase
sama sekali. Anak muda itu bahkan tidak tahu,
kalau keberadaan dirinya di Moskwa akan men-
jadi alat empuk bagi orang seperti Ben Solomon.
Ia sama sekali tidak tahu kalau tak lama lagi akan
menjadi korban rekayasa yang tidak pernah ia
pikirkan sebelumnya. Linor juga berpikir bahwa ia berhutang nyawa
pada pemuda itu. Tetapi ia kembali bersikukuh,
yang paling mulia di atas muka bumi ini adalah
anak-anak Yahwe, selain anak-anak Yahwe sejat-
inya adalah diciptakan oleh Yahwe sebagai
budak untuk mengabdi kepada anak-anak Yahwe.
Mereka bahkan boleh disembelih kalau perlu sep -
erti ternak. Memang mereka diciptakan untuk itu,
untuk mengabdi kepada anak-anak Yahwe. Dan
pemuda bernama Ayyas itu adalah bagian dari
yang diciptakan untuk pelengkap isi dunia bagi
anak-anak Yahwe. Karenanya ia tidak perlu mer-
asa berhutang budi kepada pemuda itu.
Linor melihat jam tangannya. Pukul dua siang.
Semalam suntuk ia tidak tidur karena rapat. Lalu
ia sempatkan mengedit tulisan di kantor redaksi
di mana ia bekerja. Setelah semua pekerjaannya
beres, ia pamit pulang. Ia ingin istirahat kurang
lebih dua jam. Setelah itu ia harus membereskan
urusannya dengan Boris Melnikov yang masih
mencurigainya sebagai pembunuh Sergei
Gadotov. Ia berpikiran, pada akhirnya ia akan
sekalian menjebak Ayyas sebagai pelaku pem-
bunuhan Sergei Gadotov. Ia masih memegang
ponsel Sergei. Ponsel itu akan ia masukkan ke
dalam tas ransel yang berisi bahan peledak itu
sekalian. Dengan begitu ia tidak perlu repot
bekerja. Dengan sekali menembak dua burung ia
dapat. Saat matanya mau terpejam, ia mendengar
suara berisik orang masuk di ruang tamu. Ia ta-
jamkan pendengarannya. Ia tersenyum lalu kem-
bali memejamkan mata. Yang datang adalah
Yelena dan Bibi Margareta. Ia jadi ingat siang ini
memang Yelena pulang dari rumah sakit. Aparte-
men ini akan kembali hidup dengan hadirnya
Yelena. Ia tersenyum membayangkan apa kira-
kira komentar Yelena nanti setelah peristiwa
pengeboman Metropole Hotel, dan tiba-tiba
pelakunya adalah Ayyas. Ya, Ayyas yang menolong Yelena ketika
sedang sekarat, ternyata menurut berita banyak
koran, adalah seorang teroris berdarah dingin. Ia
ingin tahu apa reaksi Yelena saat itu. Yang pasti
Yelena mungkin akan semakin tidak percaya
pada Tuhan dan pada semua jenis agama. Linor
meraba-raba jalan pikiran Yelen
a. Ia tersenyum sendiri, dan setelah menyebut Yahwe di hati ia
lalu tertidur pulas. Sementara Ayyas saat itu sedang berada di
kantor Sekolah Indonesia Moskwa. Dia berbin-
cang dengan Pak Joko Santoso dan dua guru
lainnya, yaitu Pak Ismet dan Bu Febriani. Pak Is -
met mengajar Sosiologi dan Antropologi, se-
mentara Bu Febriani mengajar Fisika dan
Matematika. "Jadi kau belum ke Lapangan Merah"" Tanya
Pak Ismet. "Belum Pak." "Sempatkanlah ke sana di musim dingin ini.
Biar kau tahu seperti apa Kremlin yang terkenal
itu di musim dingin. Nanti pas musim semi lihat
lagi." "Iya Pak, nanti saya sempatkan."
"Sudah berapa masjid yang Mas Ayyas kun-
jungi"" Kali ini Bu Febriani yang bertanya.
"Baru dua. Masjid Balsoi Tatarski dan masjid
Pusat Prospet Mira."
"Masih ada tiga masjid lagi yang harus
kaukunjungi. Yang satu ada di komplek museum
perjuangan Kutuzovski, dan dua lainnya di
Rayon Otradnoye. Yang di Rayon Otradnoye itu
unik. Masjid itu ada dalam satu komplek tempat
ibadah agama lain, artinya masjid itu ber-
dampingan dengan gereja ortodoks dan sinagog."
Jelas Bu Febriani. "Berarti masjid di Rayon Otradnoye itu yang
membangun pemerintah Rusia"" Tanya Ayyas.
"Tidak. Yang membangun orang -orang
Muslim keturunan latar. Gereja dan sinagog itu
juga orang Muslim yang membangun." Jawab Bu
Febriani. "Kok bisa begitu""
"Saya pernah menanyakan hal itu kepada
Imam masjid. Beliau bercerita ihwal pendirian
masjid itu. Saat itu izin mendirikan masjid sangat
sulit. Pemerintah tidak mengijinkan ada masjid
baru di Moskwa. Tetapi orang-orang Islam
keturuan Tatar itu tidak kehabisan akal. Seorang
deputat Muslim keturunan Tatar melobi pemerin-
tah untuk diberi izin mendirikan sebuah komplek
rumah ibadah untuk semua agama, tidak hanya
untuk umat Islam. Dan izin itu akhirnya
dikeluarkan oleh pemerintah. Akhirnya umat
Islam bisa mendirikan masjid yang cukup besar
di rayon Otradnoye. Karena sudah terikat per-
janjian, setelah membangun masjid ya terpaksa
mereka membangun gereja dan sinagog."
"Sampai seperti itu perjuangan mereka."
"Iya, keinginan mereka menegakkan kalimat
Allah tidak pernah padam."
"Sore ini setelah shalat Ashar, saya mau ke
pasar Vietnam. Mas Ayyas mau ikut"" Sela Pak
Joko Santoso sambil menyeruput teh panas di
hadapannya. "Itu tawaran yang sangat menarik Pak Joko.
Dengan senang hati Pak. Saya perlu tahu lebih
banyak sudut-sudut kota Moskwa."
"Di sana, meskipun namanya pasar Vietnam,
ada juga penjual dari keturunan Kirgish, Tajik,
dan Dagestan. Nanti kau bisa tanya-tanya banyak
hal di sana. Ada tetangga apartemen saya yang
jualan ikan segar di sana."
"Wah menarik sekali itu Pak."
"Siang ini agak lebih cerah dibandingkan ke -
marin. Agak enak untuk jalan- jalan." Sahut Pak
Ismet. "Ya benar." Gumam Bu Febriani sambil
mengangkat cangkirnya. Tak lama kemudian waktu Ashar tiba. Ayyas
shalat berjamaah dengan para guru Sekolah In-
donesia Moskwa. Setelah itu ia berangkat menuju
pasar Vietnam bersama Pak Joko Santoso, Guru
Bahasa Indonesia Sekolah Indonesia Moskwa.
Selesai shalat Pak Joko mengajak Ayyas
menuju tempat parkir mobil. Pak Joko menuju
mobil Volga biru. "Ayo Mas, silakan masuk. Kita pinjam mo-
bilnya Pak Ismet." "Nanti beliau pulangnya bagaimana""
"Dia sendiri tadi yang nawari saya. Dia nanti
pulang agak malam. Dia mau mengoreksi lembar
jawaban anak-anak. Dia selalu begitu. Tidak mau membawa lembar
jawaban itu ke rumah. Semua ia selesaikan di
meja kerjanya. Jika sudah rapi semuanya baru dia
pulang." Pelan-pelan mobil sederhana itu mening-
galkan komplek KBRI. Dengan santai Pak Joko
membawa mobil itu menelusuri Planitskaya
Ulista. Terus ke utara, menyeberangi kanal
Moskwa, lalu menyusuri pinggir komplek Krem-
lin yang megah. Mata Ayyas tidak berkedip
memandangi komplek itu. Salju menghiasi bumi
di sana sini. Pak Joko mengambil jalan * terus ke
utara. Sampai di kawasan Lubyanka, mobil terus
melaju melewati gedung KGB Lubyanka yang
nampak gagah dan angker. Mobil terus meluncur
melewati stadion Olympik, Gedung Teater Tent-
ara, akhirnya memotong jalur lingkar dalam kota
Sadovaya Koltso dan akhirnya sampai di kawas -
an Savelovsky. Pak Joko memarkir mobil Volga sederhana itu
beberapa puluh meter saja dari sebuah komplek
pertokoan sederhana yang dipenuhi pedagang
yang hampir semuanya berwajah Vietnam.
"Inilah pasar Vietnam. Ayo kita turun." Seru
Pak Joko. "Apa istimewanya pasar Vietnam Pak""
"Inilah tempatnya membeli barang murah.
Hidup di luar negeri yang serba mahal harus
pinter-pinter cari tempat berbelanja yang tepat.
Apalagi kita tidak sehari dua hari di Moskwa,
jadi harus pandai-pandai menghemat. Di pasar ini
juga kita bisa mencari bumbu-bumbu dapur khas
Asia, juga jenis sayuran yang langka seperti
kangkung, bayam, katuk dan lain-lain bisa kita
cari di sini." "Pakaian ada, Pak""
"Lha itu, lihat, ada sandal, sepatu, pakaian.
Kau perlu beli pakaian musim dingin lagi. Keli-
hatannya yang kaupakai itu yang diberi sama Pak
Adi ya. Tidak diganti-ganti."
"Yang bagian luar memang tidak pernah saya
ganti Pak. Sebab adanya ini. Tapi yang dalam
pasti saya ganti." "Ya kaubeli lagi, ya satu lagi lah semua item,
biar ada ganti." "Baik Pak. Di sini boleh nawar Pak""
"Harus. Ini kayak Bringharjo Jogja atau pasar
Johar Semarang. Harus nawar semurah-
murahnya. Yang pinter nawar dia akan dapat
murah. Yang tidak bisa nawar ya bisa kemahalan.
Nanti aku bantu nawar."
Pak Joko membawa Ayyas ke toko penjual
pakaian. Ayyas memilih-milih pakaian yang
cocok ukuran, warna, dan modelnya. Akhirnya
dia menemukan yang cocok di antara sekian ban-
yak yang tidak cocok. Ayyas mengambil sepasang pakaian monyet
atau pakaian hanoman dari katun yang lengan
dan kakinya ia rasa pas. Ia juga mengambil
sepasang pakaian olahraga musim dingin yang ia
suka, juga sweeter, jas coklat kehitaman. Sepas -
ang sepatu hangat yang akan terasa hangat di
kaki. Sepasang sarung tangan dari kulit yang
halus. Satu palto, yaitu mantel besar berlapis
dengan krah berbulu. Dan topi hangat yang ada
umbainya, yang disebut shapka, yarig bila cuaca
sangat dingin datang, umbai itu dapat diturunkan
untuk menutupi kedua telinga dan tengkuk.
Setelah tawar menawar yang sengit dengan
penjualnya, seorang lelaki Vietnam yang wa-
jahnya mirip Pol Pot, akhirnya Ayyas bisa
membawa barang-barang yang dipilihnya itu
dengan harga sangat miring. Itu semua karena
jasa Pak Joko. Ayyas harus mengagumi ke -
hebatan Pak Joko dalam hal bernegosiasi dengan
pedagang Vietnam itu. Pak Joko* bisa membeli
barang-barang itu hanya dengan membayar sep -
ertiga saja dari harga yang ditawarkan.
Setelah itu Pak Joko membawa Ayyas memas -
uki daerah sayur mayur. Pak Joko membeli be-
berapa ikat kangkung, bayem, satu kilo bawang
bombay, setengah kilo bawang putih, dan
bumbu -bumbu dari Vietnam, setelah itu ia
menuju ke penjual ikan segar.
"Lelaki berjenggot putih itu namanya Osman-
ov. Dia Muslim, keturunan Kirgishtan. Aparte-
mennya satu gedung dengan saya." Ujar Pak
Joko memberitahu Ayyas. "Sudah agak tua ya Pak kelihatannya""
" Coba tebak berapa umurnya""
"Enam puluh lima mungkin Pak."
"Dia nampak lebih muda dari umurnya. Ia
sebenarnya sudah berumur tujuh puluh lima. Tapi
masih segar. Berjalan masih tegak."
"Mungkin, karena banyak makan ikan Pak."
"Mungkin. Tetapi yang pasti dia dulu seorang
atlet. Dia seorang pelari cepat. Dia katanya per-
nah ikut perlombaan atletik di Moskwa ini tahun


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

enam puluhan. Itulah awalnya dia ke Moskwa.
Ketika ikut perlombaan itu, ia berkenalan dengan
seorang gadis Moskwa di sebuah restoran. Ia
jatuh cinta pada gadis itu, menikah dengannya
dan tinggal di Moskwa ini. Ternyata istrinya itu
perempuan tidak benar. Istrinya kabur membawa
semua harta miliknya dengan pacar gelapnya.
Dan dia jatuh miskin. Dia mau kembali ke Kir-
gishtan malu. Dia tetap bertahan di sini dengan
jualan ikan." "Kisahnya menyedihkan betul Pak."
"Ya begitulah hidup. Tapi dia sungguh lelaki
yang baik hati dan sabar."
Pak Joko melambaikan tangannya kepada se-
orang pria berjenggot putih berwajah Asia
Tengah. Lelaki tua itu melihat ke arahnya, dan
serta merta melambaikan tangannya dan
tersenyum. "Kak Dela"' Sapa Pak Joko ramah.
"Ya Vso Kharashor Jawab lelaki tua itu
dengan senyum mengembang.
"Ini kenalkan, adik saya, namanya
Muhammad Ayyas." Kata Pak
Joko mem- perkenalkan Ayyas. "Ah senang bertemu kamu. Nama saya Os -
manov. Lengkapnya Osmanov Aytugan Aslan-
ov." Sahut Osmanov. " Vi Muslimari! (Anda Muslim")" Tanya
Ayyas, meskipun ia tahu bahwa lelaki tua itu se-
orang Muslim. "Da (Ya)." "Namas sitali" (Anda mengerjakan shalat")"
"Nyet.(tidak)" Jawab Osmanov dengan raut
muka berubah. "Nyet"f Ayyas heran, lelaki tua itu mengaku
Islam tapi dia tidak shalat. Sebelum Osmanov
menjawab, Pak Joko lebih dulu memotong,
"Tetanggaku, kau punya ikan lele yang
segar"" "Sayang sekali, kau datang terlambat." Jawab
Osmanov. "Lihatlah sudah hampir habis semuan-
ya, ini tinggal tersisa ikan Leshch yang ditangkap
dari danau Ilmen, masih segar. Ini gurih. Bisa
kau buat sup ukha juga. Kau goreng juga enak."
"Masih berapa kilo itu""
"Kalau semua paling sekitar empat kilo."
"Baik aku ambil semua."
Osmanov dengan cekatan memasukkan pu-
luhan ikan Leshch yang masih segar ke dalam
kantong plastik, lalu mengikat dan mer-
angkapinya dengan plastik kedua setelah itu
menyerahkannya kepada Pak Joko dengan tanpa
ditimbang. "Kenapa tidak ditimbang, Osmanov""
"Tidak perlu. Ini semua besplatna A Hadiah
untukmu." "O jangan Osmanov, jangan begitu, kau nanti
rugi." "Tidak. Hari ini aku sudah untung banyak.
Sudah terimalah, besplatna\ Jangan kau tolak,
nanti aku sedih!" Pinta Osmanov dengan
sungguh-sungguh. Mau tidak mau Pak Joko mengikuti kemauan
lelaki tua itu. Ia membawa bungkusan berisi ikan
itu dengan tanpa mengeluarkan uang sepeser pun.
"Semoga Allah membalasmu dengan pahala
yang melimpah, Osmanov."
"Ameen." *** 21. Menikahlah Sebelum Dipaksa Menikah! Anastasia Palazzo mondar-mandir di ruangan
Profesor Tomskii. Ia ingin Ayyas datang tapi
tidak datang. Ayyas sudah mengirim sms ke -
padanya minta izin tidak datang karena ada ur-
usan di Kedutaan Republik Indonesia di
Moskwa. Entah kenapa ia ingin bertemu pemuda
itu setiap hari dan mengajaknya berdiskusi ban-
yak hal. Ia sangat senang saat pemuda itu bercerita
banyak tentang desanya di Jawa. Tentang masa
kecilnya. Tentang persawahan di Indonesia.
Tentang Borobudur yang ia baru tahu termasuk
salah satu keajaiban dunia. Tentang pantai
Parangtritis yang katanya indah. Tentang gunung
Merapi yang masih aktif yang terus mengelu-
arkan asap. Tentang air terjun Tawang Mangu
yang sangat jernih dan segar. Tentang dataran
tinggi Ketep dan Dieng yang indah seumpama
tangga menuju langit. Tentang pelbagai jenis makanan Indonesia
yang tiada duanya di dunia. Ayyas telah banyak
bercerita padanya tentang Indonesia. Entah
kenapa ia merasa dekat dengan Indonesia. Dan
dari cerita Ayyas, negeri bernama Indonesia itu
sepertinya begitu damai, indah dan makmur. Ia
ingin menengok negeri yang dibanggakan Ayyas
itu. "Bawalah tongkat dan tancapkan ke tanah In-
donesia, maka tongkat itu akan tumbuh lalu
menerbitkan'buah-buahan yang sangat enak,
tidak ada duanya di dunia." Begitu kata Ayyas
suatu kali padanya. Betapa dahsyat tanah Indone -
sia; tongkat ditancapkan bisa menumbuhkan
buah-buahan. Alangkah menakjubkan!
Kali ini ia sungguh ingin Ayyas datang. Entah
kenapa ia ingin bercerita kegundahan hatinya ke-
pada Ayyas. Meskipun ibunya memberinya ke-
bebasan menentukan jodohnya, tetapi ibunya
sangat berharap ia mau menikah dengan Boris
Melnikov. Tadi pagi ia benar-benar kesal pada
ibunya, sampai terpaksa ia berbohong pada
ibunya. Ini adalah satu-satunya kebohongan yang
ia lakukan pada ibunya. Sebelumnya ia
samasekali tidak berani bohong kepada ibunya.
Kepada orang lain ia pernah bohong, tetapi tidak
kepada ibunya. Bagaimana ia tidak kesal, bangun tidur ibunya
meminta dirinya untuk mengantarkannya ke
rumah Boris Melnikov. Menurutnya, ibunya su-
dah mulai tidak benar cara berpikirnya. Ia selama
tinggal di Moskwa tidak pernah tahu alamat tem-
pat tinggal Boris Melnikov, dan tidak pernah
ingin tahu. Ia tidak ingin berakrab -akrab dengan
penjahat yang keji seperti Boris Melnikov. Sekali
berakrab -akrab, penjahat itu akan terus menem-
pel, bahkan mencengkeram tidak mau lepas. Ini
ibunya datang dan memintanya untuk meneman-
inya ke rumah Boris Melnikov, ibunya membawa
alamat yang lengkap dan denah yang detil. Ia tahu itu pasti dari pamannya, ayah Boris Mel-
nikov. Maka dengan sangat terpaksa ia berbo-
hong pada ibunya. Ia katakan pada ibunya bahwa dirinya harus
ke kampus pagi -pagi sekali. Ada tugas yang tidak
mungkin ia tunda apalagi ia tinggalkan. Ia satu
hari penuh ada banyak pekerjaan. Ada jadwal
mengajar, rapat dosen, rapat dengan senat mahas -
iswa dan bertemu tamu dari luar negeri. Ia
katakan kepada ibunya, ia akan pulang larut
malam. Mendengar penjelasannya, ibunya me -
maklumi, dan ibunya langsung minta diantar ke
stasiun antarkota. Ibunya ingin kembali lagi ke
Novgorod, keluar dari apartemen bareng dengan
Anastasia. Tak ada pilihan lain bagi Anastasia kecuali
memenuhi permintaan ibunya, meskipun Bibi
Krupina meminta ibunya tetap tinggal dr
Moskwa tiga atau empat hari lagi. Ia merasa le-
bih aman ibunya segera pulang ke Novgorod,
daripada ibunya meminta dirinya mendatangi
rumah Boris Melnikov, atau ibunya nanti yang
malah mengundang penjahat itu ke aparte-
mennya. Semuanya bisa kacau dan berantakan.
Jadilah sejak pagi -pagi sekali ia ada di
kampus. Satu-satunya hal yang ia tidak bohong
adalah dia ada jadwal mengajar. Dan berikutnya
bisa dianggap bohong. O ya ada juga hal yang
bisa dianggap tidak bohong, yaitu ia ada jadwal
bertemu dengan tamu dari luar negeri. Tamu
yang ia maksud adalah Ayyas. Tetapi ternyata
Ayyas tidak datang. Sebenarnya ia sangat bahagia ibunya datang.
Tetapi permintaan ibunya yang membuat kebaha-
giaannya luntur seketika. Bagaimana mungkin ia
bisa menikah dengan orang yang melihat bayan-
gannya atau mendengar namanya saja ia merasa
jijik bukan main. Ia sudah melihat dengan mata
dan kepala sendiri bagaimana Boris Melnikov
bermain perempuan. Anastasia melihat jam dinding. Sebentar lagi
malam tiba. Ia ingin menyegarkan pikirannya dan
melepas kejengkelannya yang masih menyesak di
dada. Ia ingin menumpahkan isi hatinya pada ses -
eorang. Ia ingin ada seseorang yang bisa diajak
bicara. Seandainya ayahnya masih ada, pastilah
ia sudah bicara kepada ayahnya dan pastilah ur-
usannya akan selesai begitu saja. Tapi ayahnya
telah tiada. Bibi Krupina" Ah, ia tahu Bibi Krupina adalah
pengikut ibunya yang paling setia. Ia pasti akan
seia-sekata dengan ibunya. Bahkan ia sampai be-
ranggapan, jika ibunya menerjunkan dirinya ke
neraka pastilah Bibi Krupina mengikutinya
dengan tersenyum bahagia. Maka tidak ada gun-
anya ia membicarakan masalah yang mengganjal
di hatinya pada Bibi Krupina.
Kakak perempuan satu-satunya, kini hidup di
Kanada dengan suaminya. Karena jarak umur
yang cukup jauh, ia agak kurang akrab dengan
kakaknya. Maka kepada siapa ia harus berbicara.
Sebenarnya jika Profesor Tomskii ada, ia bisa bi-
cara padanya. Profesor Tomskii telah ia anggap
layaknya ayah sendiri. Tetapi Profesor Tomskii
juga sedang berada di tempat yang sangat jauh, di
Istanbul sana. Ia merasa, yang bisa diajak bicara saat itu ada-
lah Ayyas. Ya Ayyas. Tapi sungguh celaka,
Ayyas tidak nampak batang hidungnya. Apakah
ia harus meminta Ayyas untuk datang"
Ia bisa tidak tidur semalam suntuk jika tidak
mendinginkan isi hatinya dengan dibagi pada or-
ang lain. Akhirnya dengan nekat, ia memanggil
Ayyas dengan ponselnya. Saat itu Ayyas sedang
meluncur bersama Pak Joko dari pasar Vietnam
menuj u Smolenskaya. "Hai kamu masih di Kedutaan"" Kata
Anastasia. "Tidak, saya baru mau sampai apartemen. Ada
apa Doktor"" "Aku perlu bantuanmu penting!"
"Bantuan apa Doktor""
"Apartemenmu di mana" Aku jemput kamu
saja." "Apa benar-benar mendesak harus sekarang-
sekarang ini Doktor""
"Ya. Kalau tidak mendesak, aku tidak
menghubungi kamu." "Baiklah kalau begitu. Aku tinggal di depan
The White House Residence, Panvilovsky Pereu-
lok, Smolenskaya." "Aku tahu alamat itu. Aku meluncur ke sana."
"Baiklah. Nanti kalau Doktor Anastasia sudah
ada di depan The White House Residence, telpon
saya lagi. Saya langsung turun."
"Baik." Wajah Doktor Anastasia Palazzo langsung
cerah. Matanya berbinar-binar. Dan seperti anak
remaja ia menjerit kecil, "Yes!"
*** "Kau suka masakan Arab"" Tanya Anastasia
Palazzo sambil mengendarai Toyota Pradonya.
"Suka. Aku lama tinggal di Arab." Jawab
Ayyas yang duduk di samping Anastasia. Bau
harum parfum Anastasia menyusup pelan ke
hidungnya, dan ia tidak bisa menolaknya.
"Baik, kita ke restoran Arab paling enak di
Moskwa. Profesor Tomskii sering menjamu
tamu-tamunya dari Umur Tengah di situ."
Anastasia mengarahkan mobilnya ke kawasan
Arbatskaya. Tak lama kemudian mobil itu sudah
menyusuri Novy Arbat Ulista. Mereka meluncur
ke timur. Di perempatan sebelum masuk Vozdv-
izhenka Ulista mereka belok ke utara memasuki
Nikitsky Bui. Anastasia memperlambat laju mo-
bilnya. Didepan nampaklah restoran Sindibad's
khas Libanon.

Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Desain interior restoran itu memadukan gaya
Arab dan Rusia, jadilah sebuah restoran yang me -
wah dan anggun. Begitu Ayyas ada di dalam ru-
angan restoran itu, ia merasa tidak di Moskwa,
tapi ia merasa seperti di Libanon atau Syiria.
Pengunjung restoran itu hampir semuanya berwa-
jah Arab. Bahkan perempuan-perempuan yang
modis tanpa abaya itu adalah perempuan Libanon
yang molek. Ayyas duduk di kursi kosong yang agak po-
jok, dekat dengan cermin kaca khas Arab.
Anastasia duduk di depannya dengan menyung-
ging senyum. Saat tersenyum wajah gadis
blesteran Rusia-Italia itu seperti mawar yang
merekah. Sedap dipandang. Ayyas melihat
sekilas dengan dada berdebar, ia langsung
menundukkan pandangan. Ayyas beristighfar
berulang kali di dalam hati, ia merasa tidak pada
tempatnya makan di restoran berduaan dengan
Doktor Anastasia Palazzo. Tapi ia susah
menolaknya. I Seorang pelayan lelaki bermuka Arab
datang membawa daftar menu dan mele -
takkannya tepat di depan Ayyas. Tanpa melihat
daftar menu Ayyas berkata pada pelayan,
"Indakum mandi" (Kalian punya mandi.
Mandi adalah sebutan untuk daging kambing
yang dimasak cara Yaman.)"
Pelayan Arab itu kaget, "Ei Enta bitakallim
'arabi" (Hei kamu ngomong bahasa Arab")"
"Naama ana atakallam arabi. Na'am ya akhi,
'indakum mandi" (Ya saya ngomong bahasa
Arab. 0 ya, Saudaraku, kamu punya mandi")
"Na'am indana" (Ya kami punya)
Ayyas pesan satu piring mandi, lengkap
dengan roti dan saladnya. Untuk minumnya ia
pesan teh panas campur nina'.
Sedangkan Anastasia pesan sambosa, ayam
panggang, nasi bukhari, salad, dan minumnya teh
panas campur susu. Ayyas duduk dengan tangan disedekapkan di
atas meja. Kedua matanya memandang ke meja,
sesekali ke jari jemari Doktor Anastasia yang
putih dan lentik. Ia tidak berani mengangkat wa-
jahnya. Sementara Doktor Anastasia meman-
dangi sosok pemuda yang ada di depannya
dengan seksama. Pemuda itu menunduk. Ram-
butnya hitam legam sedikit ikal. Kulitnya khas
Asia Tenggara. Wajahnya biasa saja. Tidak jelek,
tapi juga tidak tampan. Tapi perempuan manapun
yang memandangnya niscaya akan jatuh hati.
"Maaf kalau ini mengganggu waktumu." Dok-
tor Anastasia membuka percakapan.
"Jadi apa yang bisa saya bantu"" Tanya
Ayyas. "Kau mau menemaniku makan malam saja su-
dah sangat membantuku."
"Maaf, saya tidak paham maksud Doktor."
"Aku sedang dalam suasana hati sangat tidak
nyaman. Aku perlu orang yang bisa aku ajak bi-
cara. Aku tidak menemukannya saat ini kecuali
kamu. Maaf, ini pasti jadi sangat mengganggu-
mu. Tapi aku memang perlu orang yang bisa aku
ajak bicara. Jadi cukuplah kau mau aku ajak
makan bersama, terus kau mau mendengarkan
aku bicara. Itu saja. Kau sudah sangat
menolongku." Ayyas menghela nafasnya. Ia tidak tahu harus
menjawab apa. Kata-kata Doktor Anastasia
Palazzo itu sangat melankolis. Ada saatnya
memang manusia memerlukan orang lain untuk
menampung keluh kesahnya. Ini mungkin yang
dialami Doktor Anastasia. Yang ia tidak habis
"jpikir kenapa harus dirinya. Kenapa Doktor
Anastasia tidak memercayakan keluarganya, ker-
abatnya atau orang yang lebih dikenalnyauntuk
mendengarkan keluh kesahnya. Ayyas merasa
yang terbaik baginya adalah diam dan
mendengarkan. Dan ia harus terus membentengi hatinya untuk
tidak tergelincir berhadapan dengan daya pikat
Anastasia sebagai perempuan muda dengan
kecantikan tidak biasa. Ia kembali teringat nasi-
hat Kiai Lukman saat masih di pesantren dulu,
"Eling-elingo yo Ngger, endahe ivanojo iku sing-
dadi jalaran batale toponing poro san
tri lan satrio agung!" "Aku sendiri tidak tahu kenapa aku harus
memilihmu untuk mendengarkan ceritaku. Yang
jelas aku sangat percaya padamu. Bahwa kamu
bisa menjaga apa yang harus dijaga. Dan aku per-
caya kamu bisa memberi pendapat, jika merasa
kamu perlu memberi pendapat."
"Saya akan berusaha menjaga kepercayaan itu
sebaik yang saya mampu."
"Terima kasih. Tidak mudah mencari orang
yang bisa dipercaya. Dan baiklah, sambil
menunggu hidangan tersaji saya akan mulai ber-
cerita." Kata Doktor Anastasia seraya
membetulkan letak duduknya. Perempuan muda
jebolan Cambridge itu lalu menuturkan semua
kegundahan dan kejengkelan hatinya. Ia men-
jelaskan bagaimana ibunya datang dengan tiba-
tiba, dan ia menyambutnya dengan bahagia. Sam-
pai pada permintaan ibunya agar dirinya menikah
dengan Boris Melnikov. Anastasia kemudian menceritakan kejahatan-
kejahatan dan kezaliman-kezaliman yang diper-
buat oleh Boris Melnikov selama ini. Ia mencer-
itakan semuanya dengan runtut dan detil. Ayyas
mendengarkan dengan seksama. Ia tidak menyela
satu kalimat pun ketika Anastasia berbicara.
Hidangan yang dipesan datang tepat saat
Anastasia menyelesaikan ceritanya. Pelayan itu
meletakkan makanan yang masih mengepulkan
asap satu per satu di atas meja. Perut Ayyas lang-
sung bereaksi begitu hidungnya mencium mandi
yang menerbitkan nafsu makannya.
"Menurutmu apa yang harus aku lakukan""
Tanya Anastasia sambil menggigit sambosa yang
renyah. "Menurutku masalah Doktor sangat remeh,
bukan masalah besar""
"Masalah yang remeh" Apa maksudmu""
"Doktor hanya perlu menikah segera dengan
lelaki yang Doktor pilih, maka masalah Doktor
selesai. Ibunda Doktor tidak akan meminta hal
yang macam-macam dan si Boris Melnikov dan
keluarganya juga tidak akan macam-macam.
Ibunda Doktor meminta Doktor menikah dengan
A atau B Atau C, itu karena melihat Doktor tidak
juga menikah, dan belum memiliki pilihan yang
jelas. Itu masalahnya."
"Jadi aku harus menikah""
"Ya untuk kasus Doktor, saya katakan,
menikahlah sebelum Anda dipaksa menikah!"
"Jadi begitu menurutmu""
"Ya." "Akan aku renungkan dan aku pertim-
bangkan." Gumam Doktor Anastasia.
Keduanya kemudian makan dengan khusyuk.
Ayyas nampak begitu menikmati menu yang
dipesannya, demikian juga Anastasia. Sambil
menikmati ayam panggang dan nasi bukharinya,
sesekali Anastasia melirik ke arah Ayyas. Se-
mentara Ayyas menikmati mandi-nya dengan
mata teduh tertunduk. "Bagaimana dengan persiapan untuk
seminar"" "Biasa saja. Saya tidak perlu khawatir. Kar-
ena, pertama, saya hanyalah pembicara peng-
ganti. Kedua, bersama saya nanti ada Doktor
Anastasia Palazzo, yang tak lain adalah pem-
bimbing saya. Jadi apa yang perlu saya
khawatirkan, kalau saya nanti salah bicara kan
ada pembimbing saya, dia pasti akan
membetulkan." "Kamu selalu saja menemukan bahan untuk
bicara." "Asal Doktor tidak kesal saja."
"Ah tidak, aku justru senang."
*** 22. Menghadapi Ancaman Olga Nikolayenko terus memaksa Yelena un-
tuk kembali bekerja di dunia gelap Tveskaya.
Yelena berpura-pura mengiyakan, hanya saja ia
minta cuti dulu karena harus benar-benar memu-
lihkan kesehatannya. Sebenarnya Yelena sedang
mengulur waktu untuk berpikir jalan mana yang
terbaik untuk ditempuhnya. Karena berpikir
sendiri dan dipendam seorang diri Yelena tidak
menemukan jalan terang yang ia harapkan.
Nekat melawan Olga Nikolayenko sama saja
bunuh diri. Dan lari meninggalkan Moskwa, ia
belum menemukan tempat yang benar-benar ia
rasa aman. Apalagi Olga Nikolayenko juga pun-
ya jaringan di beberapa kota. Jika ia bernegosiasi
baik-baik ingin berhenti, kemungkinan besar
Olga akan memerasnya dengan semena-mena. Ia
akan memerasnya sejadi- jadinya dan melepaskan
dirinya dalam keadaan miskin, dan diharapkan
akan kembali lagi kepada Olga ketika memer-
lukan uang. Yelena akhirnya mengambil keputusan untuk
meminta pendapat kepada teman satu apartemen,
yaitu Linor dan Ayyas. Siapa tahu Linor memiliki ide yang cemer-
lang, dan Ayyas siapa tahu punya saran yang bisa
membuatnya menapaki jalan keluar yang lapang.
Maka pagi itu kira-kira jam setengah delapan
ia mengetuk pintu kamar Ayyas dan Linor.
Ke- duanya keluar dari kamar masing-masing dalam
keadaan telah rapi. Ayyas nampak segar. Dan
Linor nampak lebih bugar.
"Bibi Margareta mana"" Tanya Ayyas.
"Dia masih tidur. Biarkan saja." Jawab
Yelena. "Kau sudah benar-bener pulih"" Tanya Linor.
"Sudah. Tapi kini aku menghadapi ancaman
serius. Aku mau minta pendapat kalian."
"Ancaman bagaimana"" Linor penasaran.
"Baiklah, aku jelaskan. Tapi aku minta pada-
mu Linor. Agar apa yang kaudengar ini tidak
kautulis di koran. Jujur saja profesiku selama ini,
kalian mungkin sudah tahu baik langsung
maupun tidak langsung, adalah menjual diri,
melayani para hidung belang dari kalangan atas.
Selama ini ada manajemen rapi yang mengatur
semuanya. Manajemen itu di bawah kontrol seor-
ang perempuan Rusia berdarah Ukraina, naman-
ya Olga Nikolayenko . Dia seorang perempuan
tangan besi yang jelita. Dia memiliki kekuataan
yang tak bisa diremehkan. Di belakangnya ada
suaminya yang tak lain adalah seorang gembong
Mafia yang ditakuti di Moskwa ini.
"Yang kemarin ingin membunuhku adalah tiga
orang klien yang dibawa oleh Olga. Seharusnya
dia langsung mengusut tiga orang itu dan mem-
binasakan mereka. Tetapi hal itu kelihatannya
tidak dilakukan oleh Olga. Entah kenapa"
"Setelah peristiwa kemarin saya ingin berhenti
dari pekerjaan yang tidak menenteramkan hati
itu. Saya ingin bekerja yang normal saja,
meskipun mungkin pendapatannya tidak sebesar
sebelumnya. Saya sudah berniat kuat berhenti.
Tetapi masalahnya Olga Nikolayenko meminta
saya untuk segera kembali datang ke Tverskaya,
untuk kembali bekerja padanya. Saya sudah men-
gulur waktu beberapa hari. Dan Olga Nikolayen-
ko sudah mulai mengancam, ia akan
menjemputku kalau aku tidak datang dalam tiga
hari ke depan. "Aku minta saran pada kalian, apa yang harus
aku lakukan" Apakah aku sebaiknya bertahan,
dan meminta perlindungan polisi" Ataukah aku
lari saja dari sini sejauh- jauhnya, tapi ke mana"
Olga Nikolayenko juga memiliki jaringan di
hampir seluruh kota besar di Rusia. Aku tidak
tahu harus bagaimana""
Yelena bercerita dengan berlinang airmata.
Ayyas mendengarkan dengan hati iba. Dan Linor
yang biasanya dingin dan tidak mudah kasihan,
kali ini dia agak tersentuh. Ia bisa membay-
angkan betapa menderitanya Yelena selama ini.
Kelihatannya dia ceria, hidup glamour dan me -
wah. Tetapi sesungguhnya ia bagai binatang pi-
araan Olga Nikolayenko. Dan Yelena tidak bisa
berbuat sekehendak hatinya. Ia harus mengikuti


Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aturan main yang dibuat Olga. Yelena tidak ber-
beda dengan sapi perah yang terus diperah
segala-galanya; susunya, keringatnya, darahnya,
dan dagingnya oleh Olga Nikolayenko.
"Terkadang hidup dengan suasana baru adalah
pilihan yang baik. Menurutku, Yelena bisa hidup
baru dengan suasana yang samasekali baru, di
tempat yang samasekali baru. Carilah tempat
baru yang paling aman di Rusia ini. Ini
pendapatku." Ayyas memberi masukan.
"Saya belum punya usul apa-apa. Tapi saya
akan berusaha membantu Yelena." Ucap Linor
singkat. "Ini memang tidak mudah. Saya akan ber-
usaha mencari jalan keluar. Terima kasih atas
masukan dan dukungan kalian."
Lirih Yelena sambil mengusap kedua matanya
yang berkaca-kaca. "Maaf Yelena, saya harus kembali ke kamar.
Saya harus mempersiapkan diri untuk menjadi
pembicara seminar nanti. Percayalah kamu ke -
pada Tuhan, dan biarlah Tuhan yang menolong-
mu." Ayyas bangkit kembali ke kamarnya.
"Ya. Spasiba balshoi."
Sebenarnya Linor langsung memiliki rancan-
gan untuk menyelamatkan Yelena dari
penindasan Olga Nikolayenko dan suaminya,
tetapi ia tidak mungkin menjelaskan ketika Ayy-
as masih ada di situ. Maka begitu Ayyas masuk
ke dalam kamarnya, dan ia merasa yakin aman
menjelaskan rencananya kepada Yelena, ia lang-
sung berbisik pada Yelena,
"Aku punya jalan keluar untukmu. Tapi tidak
ada yang boleh tahu kecuali aku dan kau. Kau
mau"" Yelena mengangguk. "Kau tahu lelaki yang dihajar Ayyas tempo
Pendekar Cacad 6 Sapta Siaga 03 Memecahkan Rahasia Kapak Merah Kemelut Di Majapahit 4
^