Pencarian

Perintah Maut 3

Perintah Maut Karya Buyung Hok Bagian 3


dalam dunia kangouw, sudah beberapa kali kaum
bulim yang pergi kesana untuk minta pertolongannya tapi selalu ditolak, berapa tahun
yang lalu ketua dari golongan Pat-kuat-men, Ku
Hung Ce telah terluka oleh Hian Ing Kiu Coan Cang
dan pergi kepadanya untuk minta pertolongannya,
tapi bagaimanapun tetap tidak diterimanya,
untung murid2nya berhasil mendapatkan Kiu
Coan Han Hen Cau, hingga nyawanya dapat
diselamatkan, Kita Hai-yang-pai belum pernah
berhubungan dengannya maka mungkin iapun
tidak mau mengobati penyakit Kang jihiantit........"
tiba2 ia teringat diri si Telapak dewa Lie Kuang Tie
dari keluarga Lie dari utara, bukankah iapun
sedang berobat diatas gunung Pek Sia San " Ia
memikir sejenak kemudian lanjutnya :
"Tapi kecuali Tian-hung totiang,
orangnya yang mungkin bisa tiada lagi mengobati 176 penyakitnya, baiklah bila telah selesai semuanya
malam ini kita berangkat kesana untuk mencobanya." Sementara sedang omong2, dari halaman luar
terdengar serentetan derap langkahan kaki yang
pelan dan cepat terpencar kedua arah yang
kemudian lenyap dalam sekejap saja. Keadaan
kembali menjadi sunyi dan kemudian nampak Cau
Yun Tai dan Yen Yuh Sing ber-sama2 masuk serta
menjura memberi hormat : "Tecu telah selesai mengatur mereka bersembunyi tiarap, entah masih ada pesan
lainkah suhu?" "Baiklah sebentar bila mereka datang hendak
menyerobot kedalam rumah kalian perintahkan
untuk memanahnya. Tapi ingat kalau tidak dalam
keadaan terpaksa janganlah menampakkan diri
dihadapan mereka." pesan Kuo Se Fen.
Setelah kedua muridnya pergi Kuo Se Fen lalu
mengibaskan lengan bajunya memadamkan lampu
diruangan itu hingga menjadi gelap gulita.
Menjelang pukul dua malam, semua persiapan
telah selesai dan seluruh anggota Hai-yang piauwki
berada dalam keadaan siap siaga untuk
menantikan kedatangan musuh. Mereka mengambil tempat persembunyiannya masing2
seperti yang telah direncanakan. Keadaan disekelilingnya gedung Hai-yang piauwki sangat
gelap dan sunyi, karena semua penerangan disitu
telah dipadamkan hingga nampaknya seluruh
penghuni dari gedung itu telah pergi tidur,
177 siapapun tak akan menduga didalam suasana yang
gelap dan sunyi itu tersembunyi penjagaan yang
ketat. Dalam kesunyian tiba2 terdengar beberapa kali
suara yang hampir menyerupai hembusan angin
dan disusul suara rentetan desiran anak panah,
suara itu datangnya dari halaman muka hal ini
menandakan bahwa musuh yang dinantikan itu
nampaknya telah mulai muncul dihalaman muka.
Penyerangan musuh tiba ! "Toasuheng, benar2 mereka datang ! Marilah
kita pergi menyambutnya," ujar si Tangan maut
Jen Pek Coan sambil bangkit berdiri.
Kuo Se Fen tetap duduk dengan tenang dan
sahutnya sambil mengelus jenggotnya : "Kini
belumlah waktunya kita menampakan diri karena
yang baru datang ini paling2 hanyalah para anak
buahnya saja untuk mengetahui apakah kita ada
persiapan, maka untuk menghadapinya cukup
orang2 kita yang berada disana saja."
Benar saja, setelah suara desiran anak panah
itu lalu, terdengar beberapa kali suara jeritan yang
menyayatkan, dan kemudian suasana menjadi
sunyi kembali. Menjelang tidak seberapa lama, terdengar pula
suara desiran anak panah yang kemudian disusul
oleh suara seruan keras serta beradunya senjata
yang tidak henti2nya, hingga suara huru-hara itu
membelah kesunyian ditengah malam yang
menyeramkan. Nampak wajah Kuo Se Fen berobah
178 dan ia bangkit dari duduknya : "Nampaknya bala
bantuan mereka telah tiba!" ucapnya.
Baru saja kata2nya habis dari ruangan muka
tiba2 terdengar suara seruan panjang yang
melengking diudara dan kemudian terdengar suatu
suara yang amat dingin hingga membangkitkan
bulu-roma mengucapkan : "Hai-yang samhiap,
janganlah mengeram terus dalam rumah !"
Yang diartikan sebagai Hai-yang Sam-hiap
adalah Kuo Se Fen, Jen Pek Coan dan Cu Siu Hu.
Mendengar nada suaranya cepat Goan Tian
Hoat mendekati suhunya serta ucapnya: "Suhu,
ialah lengcu berbaju hitam itu."
Kuo Se Fen memanggut dan ucapnya sambil
berpaling pada Cu Siu Hu: "Losam, kau harus
menjaga disini dan jangan sampai mereka nyerobot
masuk!" "Baiklah," sahut si anak panah tanpa ekor Cu
Siu Hu itu. "Jisutee, kau turutlah dengan aku!" sambung
Kuo Se Fen yang melangkah keluar.
Nampak olehnya diatas genting rumah berdiri
tiga orang yang mengenakan baju hitam.
Dandanan ketiga orang itu sangat aneh dan
menyeramkan, seluruh tubuh mereka diselubungi
oleh seragam hitam demikian pula kepala mereka
ditutupi dengan kain hitam hingga yang nampak
hanyalah sepasang matanya saja.
Diam2 Kuo Se Fen membenarkan apa yang telah
diceritakan muridnya Goan Tian Hoat mengenai
179 diri mereka. Sementara itu ia telah mengepalkan
tangannya menjura sambil berkata: "Ha, Ha,
siapakah kalian yang telah mengunjungi Hai yang
piauwki" Maafkan kelambatan penyambutanku
ini." "Kuo congpiauwto, tahukah apa maksud
kedatangan kami kesini ?" orang yang berdiri
ditengah berpakaian hitam itu tidak membalas
pertanyaan malah balas bertanya.
Nampak olehnya orang yang bertanya itu
mempunyai bentuk tubuh yang tinggi serta gerakgerik yang lemah lembut, hanya nada suaranya
sangat dingin melenting. Melihat dirinya orang itu Kuo Se Fen berpikir
dalam hati, apakah orang ini benar-benar adalah
Kang toakongcu " Memang bentuk tubuhnya
sangat mirip dengan Kang toakongcu. Kemudian ia
menjura pula keatas sambil bertanya:
"Cobalah kalian." terangkan maksud kedatangan Orang yang berdiri dipinggir kiri yang bertubuh
tinggi besar itu kemudian mengeluarkan sehelai
kain hitam yang bentuknya tiga persegi kecil, ia
membuka kain tiga persegi kecil itu didepan
dadanya sambil berkata: "Apakah Kuo congpiauwto
bendera ini?" tanyanya.
dapat mengenali Walaupun Kuo Se Fen mempunyai pengalaman
yang luas dalam dunia kang-ouw tapi belum
pernah ia melihat bendera hitam persegi kecil itu
180 dan sedikitpun ia tidak mengetahui arti serta asalusulnya, maka begitu melihatnya hatinya terkejut
dan ucapnya: "Maafkan! Aku tidak mengenalnya !"
"Ini adalah He-lengci dan seluruh kaum
persilatan dari daerah selatan dan utara ini, harus
menghambakan diri dibawah kekuasaan He Cilengcu ini. Kini apakah kau sudah mengerti?"
jawab orang yang tinggi besar itu.
Kuo Se Fen meneliti diri orang itu dan ia
menduga bahwa orang yang memegang bendera
hitam itu mempunyai persamaan bentuk tubuh
dengan Cu Ju Hung, kemudian ia menyahut
dengan ketawa lirih : "Sungguh menyesal
pengetahuanku sangat rendah hingga belum
pernah mendengar tentang ini."
"Ha, Ha, bukankah kini aku telah beritahukan
?" ujar orang yang tinggi besar itu dengan ketawa
kecut. "Inikah maksud kedatangan kalian kesini ?"
tanya Kuo Se Fen. "Tidak salah ! Hay-yang-pay adalah suatu partai
yang cukup mempunyai pengaruh di daerah utara,
maka dari itu Lengcu mempunyai pendapat bahwa
Hay-yang-pay harus menghambakan diri pada
kekuasaan He-ci ini."
Mendengar ucapan orang itu hati Jen Pek Coan
menjadi panas sahutnya tidak sabar:
"Hm! Sungguh omong besar dan menggelikan
kata2mu itu !" 181 Orang yang tinggi besar itu tertawa dingin
kemudian ucapnya : "Ha, Ha, mungkin kau adalah Jen ji-hiap, si
tangan maut itu" Kau anggap kami sombong
karena kau tidak mengetahui sebenarnya dalam
dunia kangouw." "Dimana adanya lengcu kalian ?" tanya Kuo Se
Fen. "Aku," sahut orang yang ditengah itu.
"Ha, Ha, Bila He-leng-ci sampai dapat
menguasai daerah selatan dan utara sebagai
lengcunya tentu orangnya mempunyai wajah dan
kepala, mengapa tidak berani menampakan wajah
sebenarnya dihadapan orang?"
"Cukup hanya kau ketahui bahwa aku adalah
lengcu dari He-leng-ci ini."
"Seorang jantan tidak seharusnya berkelakuan
sembunyi2," ejek Jen Pek Coan tidak sabar.
"Memang tidak salah baiknya kalian melepaskan selubung kepala itu dulu baru
membicarakannya," ujar Kuo Se Fen.
"Apakah congpiauwto menganggap kenal pada
kami ?" Hati Kuo Se Fen menjadi bergerak mendengar
kata2 itu, sungguh licin memuakan orang ini,
bukankah dengan demikian berarti ia telah
mengetahui bahwa dirinya mencurigakannya Kang
toakongcu " Kemudian cepat2 ia berkata :
182 "Ha, Ha, terhadap orang yang cukup mempunyai nama dan disegani, bila tidak kukenal
pun sedikit banyak pernah mendengarnya, lengcu
telah datang kesini seharusnya tidak berkeberatan
memperlihatkan wajahmu."
Dengan tertawa dingin yang bisa membuat
orang bergidik si Lengcu itu tiba2 membuka
selubung hitam dikepalanya. Di bawah penerangan
sang rembulan yang remeng2 itu, nampak oleh


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kuo Se Fen sebuah wajah agak persegi empat yang
bersih tidak berkumis sedikit pun, usia orang itu
pertengahan, melihatnya hati Kuo Se Fen menjadi
tercengang, "Dia bukan Kang Puh Cing !" lalu
tanyanya : "Yang dua orang lagi ?"
Kedua orang itupun kemudian melepaskan
selubung kepalanya, nampak orang yang berada
disebelah kiri itu adalah seorang tua yang berusia
kira2 limapuluh lebih dan mempunyai wajah
beralis tebal serta bermata sipit, yang satu lainnya
yang berdiri di sebelah kanannya adalah seorang
tua pula usianyapun limapuluh lebih dan
wajahnya agak kurus serta ke-hitam2an. Kuo Se
Fen ternyata satupun tidak mengenalnya.
Orang ini bukan Cu Ju Hung !
Si He Ci lengcu kemudian memakai kembali
selubung hitam itu sambil tanyanya dingin:
"Apakah congpiauwto kenal diriku ?"
Tiba2 hati Kuo Se Fen bergerak dan terpikir
olehnya betapa tololnya diri sendiri, bukankah
mereka telah dapat menyamar wajah Ban Ceng
183 San dan Than Hoa Toh, ini berarti mereka mahir
dalam mengubah muka, maka untuk apakah dan
bukankah sangat menggelikan bila hendak melihat
wajah mereka yang sebenarnya "
Terpikir demikian Kuo Se Fen merasa heran dan
terkejut lalu sahutnya: "Maafkan pengetahuanku yang
tidak bisa mengenali diri kalian."
tipis hingga "Kenal atau tidaknya bukanlah hal yang
penting, tapi hanya ada satu jalan hidup bagi
orang yang telah melihat wajahku ini," ujar He Ci
lengcu itu dingin. "Jalan apakah itu ?"
"Menghambakan diri pada He-leng-ci !"
"Hm ! Belum tentu." sahut Jen Pek Coan marah.
He Ci lengcu mendongak keatas, berkata dingin
dengan amat congkak: "Apakah kalian rela membiarkan Hay-yang-pay
yang telah berdiri ratusan tahun hancur musnah
dalam sekejapan?" Mendengar kata2 itu hati Kuo Se Fen menjadi
panas, hingga kemarahannya tidak tertahan lagi,
wajahnya berobah merah padam sahutnya dengan
suara tertekan: "Hm ! Dengan mengandalkan
kekuatan apakah kalian akan memusnahkan Hay
yang-pay ?" "Kuo Se Fen ! Apakah kau kira kata2ku hanya
gertakan ?" 184 "Jahanam yang tidak tahu diri, sungguh
beruntung bila kalian dapat meloloskan diri malam
ini!" bentak Jen Pek Coan sengit.
"Mungkin kalau belum melihat mengalirnya air
sungai Huang Ho, hatimu belum juga mau
menyerah dan takluk." lalu ia memberi isyarat
pada orang disebelah kirinya dengan memanggutkan kepalanya. Nampak orang disebelah kirinya itu kemudian mengibaskan
bendera persegi tiga kali di udara.
Melihat ini hati Kuo Se Fen men-duga2, apakah
itu berarti suatu tanda perintah untuk menyerang"
Dugaannya ternyata tidak salah, karena dalam
sekejap saja nampak olehnya diatas genting dari
rumah yang berada disebelah kiri dan kanannya
telah muncul lima enam orang yang berseragam
hitam pula, hingga kini dirinya terkurung ditengah2.
Bersamaan dengan itu orang yang berdiri
disebelah kanannya si He Ci lengcu itu tiba2
mengibaskan lengan bajunya dan nampak sebuah
sinar biru berkelebat ke-atas udara hingga dalam
kegelapan sinar biru itu sangat jelas dan terang
nampaknya. Sekejap saja dari halaman muka, terdengar
suara huru hara yang ternyata adalah suara jeritan
dan seruan orang banyak, kemudian disusul oleh
suara beradunya senjata. Alis Kuo Se Fen nampak berdiri, darahnya
bergejolak cepat ia mencabut keluar senjatanya
Siang-ling-to, golok sayap elang yang berat dan
185 tebal, hingga begitu ia cabut mengeluarkan bunyi
lenting. Dengan mata melotot ia membentak marah
: "Bila Hai yang-pay tidak dapat menghajar kalian,
aku bersumpah akan undurkan diri dari dunia
kangouw !" Tiba2 ia melihat dari belakang tubuh He Ci
lengcu bertiga, berkelebat sesosok bayangan hitam,
dibarengi meluncurnya sebarisan anak panah
kearah tubuh belakang si He Ci lengcu bertiga.
Anak panah itu meluncur dengan cepatnya, tapi
gerakan ketiga orang berseragam hitam itu pun
tidak kalah cepat, karena begitu barisan anak
panah itu hampir mengenai tubuh belakang
mereka, dengan tanpa menoleh mereka memutar
miringkan tubuh hingga anak panah itu berkelebat
lewat dari samping dan lenyap dalam kegelapan.
Bersamaan dengan itu orang disebelah kanan si
He Ci lengcu tiba2 mencabut senjatanya sebuah
golok bengkok kemuka yang berwarna ungu dari
punggungnya, dengan cepat tubuhnya berkelebat
menyambut datangnya bayangan hitam itu,
bentaknya : "Jahanam kau sudah bosan hidup?"
Ternyata si bayangan hitam itu adalah Hang Ka
Han yang baru saja datang dari halaman muka
dengan berlari diatas genting, setibanya ia dapat
mendengar pembicaraan suhunya dengan si He Ci
lengcu, maka begitu melihat dilepaskannya sinar
isyarat ia pun cepat menyerang mereka dengan
panah. Berbarengan tubuhnya mencelat sambil
membacokan goloknya. 186 Begitu melihat musuhnya menerjang kearahnya ia merobah dari membacok ganti menusuk
lurus dengan jurus masukan benang kelobang
jarum. Si baju hitam itu memiringkan tubuhnya
dan goloknya membabat miring kearah lengannya.
Melihat tusukannya dapat dielakan dan lengannya
terancam ia cepat memutar goloknya dan dengan
merendahkan tubuh, ia membabatkan goloknya
kearah kedua kaki musuh. Diserang demikian si
baju hitam itu tertawa dingin cepat goloknya
ditekankan kebawah untuk memukul senjata
musuh dan "Trang" dua buah golok beradu keras
hingga memancarkan kembang api yang terang.
Hati Hang Ka Han sangat terkejut, karena ia
dapat merasai betapa besarnya tenaga sinkang
musuh, hingga tangannya merasa kesemutan dan
hampir2 saja goloknya terlepas dari genggamannya. Maka cepat2 tubuhnya mencelat
kebelakang untuk mengelakan serangan musuh
lebih lanjut. Melihat Hang Ka Han mengelak mundur, si baju
hitam menjadi penasaran karena tidak berhasil
memukul jatoh senjata lawan, dengan berseru
keras ia lancarkan serangan yang bertubi-tubi,
goloknya diputar untuk mendesak hebat musuhnya. Hang Ka Han dapat menyadari bahwa tenaga
sinkang musuhnya ini lebih hebat dari dirinya,
maka ia tidak mau menangkis dengan mengadu
senjata melainkan ia menggunakan ginkangnya
untuk mengimbangi serangan lawan.
187 Sementara itu keenam orang baju hitam yang
muncul belakangan masing2 telah mencabut
senjatanya dan kemudian melompat turun untuk
menyerang Kuo Se Fen dan Jen Pek Coan.
Ketika munculnya enam orang baju hitam itu,
dalam hati Kuo Se Fen telah bisa membandingkan
kekuatan musuh dan ia dapat menduga bahwa
diantara mereka tentu orang yang bernama si He
Ci lengcu kedudukan maupun ilmu kepandaiannya
lebih tinggi dari enam orang ini. Kini si He Ci
lengcu serta orang yang disebelah kirinya belum
juga mau turun tangan, maka untuk menghadapi
keenam orang baju hitam ini tidak perlu ia dan
suteenya turun tangan sendiri maka cepat ia
memanggil dengan suara tertekan: "Yun Tai, Yu
Sing kalian hadapi mereka !"
Sebenarnya Cau Yun Tai bersama Yan Yuh Sing
telah tidak sabaran lagi tapi karena mereka belum
diperintahkan oleh suhu mereka hingga tak berani
keluar dari tempat persembunyiannya menghadapi
musuh. Maka kini begitu dapat perintah
merekapun tak mau menunggu-nunggu lebih lama
dan langsung menerjang kearah musuh dengan
golok diputarkannya cepat.
Ilmu kepandaian enam orang baju hitam itu pun
cukup tinggi, begitu melihat musuhnya menerjang
kearah mereka, mereka cepat menangkis dengan
senjatanya dan kemudian berpencar mengurungnya. Sekejap saja pertempuran berlangsung pula. Melihat murid toakonya dikeroyok oleh enam
orang musuh yang kesemuanya memiliki ilmu
188 kepandaian cukup tinggi, hati Jen Pek Coan
menjadi gelisah dan kuatir. "Toasuheng, akan
kubantu mereka." ucapnya pelan.
Kuo Se Fen mengangguk dan nampak Jen Pek
Coan mencabut senjatanya yang diselipkan
dipinggang, sebuah pipa bako yang terbuat dari
baja murni, kemudian tubuhnya mencelat, belum
sampai ia turun tangan, terdengar suara orang
tertawa dingin yang datangnya dari atas genting :
"Ha, Ha, ternyata Jen jihiap pun ingin bermainmain, baiklah aku akan menemanimu !"
Ternyata orang yang bicara adalah si baju hitam
tinggi besar yang disebelah kiri lengcu itu. Begitu
ucapannya habis, ia melayang turun, telapak
tangannya memukul kearah kiri Jen Pek Coan.
Melihat dirinya diserang dengan kecepatan yang
luar biasa, Jen Pek Coan memindahkan senjatanya
ketangan kiri dan tangan kanannya berobah
mencengkeram dengan jurus Toa-lit-ing-coa-kong
membalas serangan musuh. (Bersambung 4) *** Jilid 4 "TOA LIT-ING COA KONG" atau cakar elang
bertenaga besar, adalah jurus cengkeraman dari
ilmu kepandaian tunggal Hay-yang pay yang
ditakuti oleh kaum bulim, Jen Pek Coan dijuluki si
189 tangan sakti, maka cengkeramannya mengandung
angin pukulan yang luar biasa besarnya.
Si baju hitam tinggi besar dapat menyadari
musuhnya ini tentu mempunyai tenaga sinkang
yang tidak boleh dipandang enteng dan benar saja
ia merasai adanya dorongan angin yang maha
hebat dari cengkeraman musuhnya itu, maka ia
tidak berani menangkis dengan kekerasan cepat ia
menarik tangan kanan untuk menghindari
cengkeraman lawan, kemudian tangan kirinya
diulurkan memukul bagian atas lengan kanan
lawannya. Jen Pek Coan merendahkan tubuhnya sedikit
dan menyelipkan pipa bako itu dipinggangnya
kemudian tangan kirinya yang telah kosong itu
diulurkannya untuk balas memukul serta melompat mundur. Si baju hitam tinggi besar
itupun

Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat melompat mundur untuk menghindari dirinya dari bahaya.
Kini saling berhadapan dan masing2 mengakui
dalam hati bahwa baru pertama kali inilah
mendapat lawan yang tangguh selama hidupnya.
"Jen jihiap, mengapa kau tidak menggunakan
senjata ?" tanya si baju hitam tinggi besar itu
dengan dingin. "Dimanakah senjatamu ?" Jen Pek Coan balas
tanya dengan dingin pula.
Si baju hitam tinggi besar itu lalu mengeluarkan
sebuah kipas bertulang besi dari dalam baju dan
ucapnya : "Inilah senjataku."
190 Melihat senjata lawannya yang aneh itu, dalam
hati Jen Pek Coan dapat menduga bahwa senjata
lawannya itu tentu ada rahasianya, ini tidak boleh
dipandang enteng pikirnya. Kemudian iapun
mencabut pipa rokoknya pula serta ucapnya :
"Aku menggunakan ini."
Setelah saling mempersilahkannya, mereka lalu
bertempur dengan menggunakan senjata.
Setelah liwat belasan jurus si baju hitam yang
bersenjata logam ungu itu dapat merasai bahwa
ilmu kepandaian musuhnya ini ada di tingkat yang
lebih rendah darinya maka dengan memandang
enteng ia memperhebat serangannya untuk
mendesak terus. Goloknya yang besar dan berat itu
kini ia gerakan dengan sepenuhnya tenaganya
hingga membawa angin yang menderu-deru saking
cepatnya, nampak Hang Ka Han terdesak hebat
dan ia hanya bisa mempertahankan serangan
musuh dengan terus menerus mundurkan diri.
Melihat musuhnya terdesak hebat dan serangannya mendapat angin si baju hitam tertawa
sinis, ia gerakan goloknya lebih cepat lagi untuk
bisa merobohkan musuhnya, ia mengerahkan
goloknya ke bagian yang berbahaya, hingga diri
Hang Ka Han kini terkurung oleh bayangan putih
dan terancam rengutan maut. Tubuhnya kian
menjadi basah oleh keringat karena ia maklum bila
gerakannya lambat niscaya jiwanya akan melayang
maka ia pun mempercepat gerakannya dan
mengeluarkan kepandaian yang dimiliki seluruhnya untuk bisa mempertahankan diri.
191 "Hang lote serahkanlah ia padaku." dan
berkelebat sebuah bayangan dan langsung
menyerang bagian belakang tubuh si baju hitam
itu. Diserang demikian hati si baju hitam itu
menjadi panas dan marah, cepat ia putarkan
tubuhnya sambil goloknya menyapu ke belakang
dengan seluruh tenaganya, "Tranggg..." terdengar
suara beradunya senjata yang amat keras dan
ternyata kedua2nya masing2 merasa tangannya
menjadi kesemutan dan sakit, mereka berbarengan
melompat mundur tiga langkah.
Hang Ka Han mengetahui orang yang datang ini
bukan lain adalah si piauwsu tua she Siang itu
maka begitu mereka bergebrakan ia cepat
mengundurkan diri dengan napas terengah-engah.
Siang Coan Cing adalah anak murid Sauw lim
pay dan senjata yang digunakannya adalah sebuah
toya besi yang sangat berat dan panjang. Begitu
kedua senjata beradu hatinya diam2 menjadi
terkejut, karena ia dapat menaksir betapa hebat
senjata yang digunakan si baju hitam ini, paling
sedikit mempunyai bobot berat limapuluh kilo
keatas, sungguh ia tidak nyana, si baju hitam ini
bisa menggerakan senjata yang sedemikian
beratnya dengan cepat. Sementara ia berpaling ke diri Hang Ka Han
serta ucapannya, "Hang lote, dapat kau bantu
kedua sutemu." Tanpa me-nunggu2 Hang Ka Han cepat berlari
pergi. 192 "Tentu kau adalah si Ta hu Ciong, pemukul
harimau Siang Coan Cing." tegur si baju hitam
dengan ketawa dingin. "Memang ! Tidak salah."
"Kaupun menjadi anak buahnya Hay-yang pay
pula ?" kata si baju hitam dengan dingin pula.
"Ini bukan urusanmu." ejek Siang Coan Cing.
"Ha ! Ha ! Kemauanmu sendiri hendak membela
Hai yang pay dan nanti janganlah menyalahkanku." Sambil mengucapkan demikian
dengan 'Li pi Hoa san' atau jurus membelah
gunung Hoa San, dengan tenaga penuh si baju
hitam membacokkan goloknya kearah kepala Siang
Coan Cing. "Bagus," bentak Siang Coan Cing dan cepat ia
palangkan toyanya keatas, memapak datangnya
bacokan golok musuhnya dan "Trang"." sekali lagi
senjata mereka beradu keras, telapak tangan Siang
Coan Cing terasa panas, kedua lengannya
kesemutan, kakinya menginjak pecah belasan
genting rumah. Jantung si baju hitampun bergetar hebat, angin
pukulan yang amat dahsyat itu mendorong
tubuhnya hingga mundur setengah langkah.
Diam2 hati mereka masing2 mengagumi
kehebatan lawannya, membuat mereka tidak
berani saling pandang enteng, karena maklum ini
akan membawa maut bagi dirinya. Setelah itu
mereka bertempur pula dengan seru, masing193
masing harus keluarkan kepandaiannya untuk
bisa menandingi keunggulan lawan.
Semula Cau Yun Tai dan Yan Yuh Sing telah
terdesak hebat karena dikeroyok oleh enam orang
berseragam hitam, untunglah Hang Ka Han datang
membantu, hingga mereka masing2 hanya harus
melawan dua orang dan tidak dibuat terlalu repot,
walaupun sulit untuk bisa merobohkan musuhnya,
tapi keadaan tidak begitu membahayakan, dan
cukup untuk mereka bertahan.
Kini hanya tinggal si rajawali bersayap emas
Kuo Se Fen yang masih tetap tenang berdiri
diserambi rumah dengan si lengcu panji hitam
yang berdiri diatas genting masih belum turun
tangan, terhadap pertempuran yang sedang terjadi
sedikitpun mereka tidak menghiraukannya, bagaikan dua patung yang saling berhadapan di
medan pertempuran. Sementara dari halaman muka, terus menerus
terdengar suara bentrokan senjata yang kian
menghebat. Ini menandakan bahwa para piauwsu
yang berada dibarisan depanpun sedang menghadapi serangan yang hebat dari gerombolan
berseragam hitam, maka tidak mungkinlah bagi
mereka untuk membantu dibagian halaman dalam.
Sedangkan bagian halaman dalam terdapat
kekuatan inti dari gerombolan ini dan tentu saja
yang berada didalam pun tak bisa membagi
kekuatan untuk menolong keluar.
Melihat keadaan yang sangat menguatirkan ini,
hati Kuo Se Fen menjadi sangat gelisah, ia maklum
194 bahwa ini sungguh tidak menguntungkan bagi Hai
yang pay. "Kuo congpiauwto ! Tentu kau sudah dapat
membayangkan apa akibat dari tindakanmu ini ?"
tiba2 si lengcu baju hitam yang berdiri diatas
genting mengeluarkan bentakan.
Mata Kuo Se Fen menjadi merah, tangannya
memegangi golok Ya yi to dengan melotot sengit ia
menjawab : "Apakah akibatnya ?"
"Ha, Ha ! Kekuatan yang dimiliki oleh Hai yang
pay hanya begitu saja apakah kau sampai hati
melihat orang2 Hai yang pay jatuh terbunuh satu
demi satu ?" Hati Kuo Se Fen bergetar mendengar ucapan
itu, tanyanya pula : "Apakah kau masih ada bala bantuan ?"
"Ha, Ha ! Yang datang ini hanyalah regu kesatu.
Regu kedua dan regu ketiga sebentar pun akan
tiba. Kini aku beri peringatan terakhir, lebih baik
kau bersedia menghambakan diri dibawah perintah
panji hitam, kalau kau menurut peringatanku yang
terakhir ini kau akan tetap diangkat sebagai ketua
dari Hay yang pay dan orang2mu tetap selamat."
Golongan propaganda ! panji hitam sedang pasang Mendengar kata2 itu, hati Kuo Se Fen jadi
tambah sengit, bentaknya marah.
195 "Diam ! Kau anggap diriku apa" Kini belum tiba
waktunya untuk kau membual, siapa yang kalah
atau menang belum bisa ditentukan. Kalau
memang pihakku yang jatuh kalah, aku tetap akan
bertempur sampai titik darah yang terakhir dan
jangan kau mimpi aku akan tunduk menghamba
dibawah perintah panji hitam yang terkutuk ini.
Kalau memang kau mempunyai kepandaian,
marilah kita bertempur sampai ada yang binasa."
"Hm ! Hanya dengan mengandalkan kepandaianmu belumlah pantas untuk bertanding
denganku. Ha, Ha ! Sayang kau tetap mau memilih
jalan yang ke akherat, baiklah kau tunggulah
ajalmu sebentar." Hati Kuo Se Fen bergejolak panas, sebenarnya ia
berniat melompat keatas genting untuk menerjang,
tapi terpaksa ia harus urungkan niatnya itu, ia
sadar dirinya harus bisa menahan perasaan
panasnya untuk tetap berjaga diserambi rumah
karena ia kuatir kalau sampai benar2 datang bala
bantuan musuh, belum tentu samsutenya yang
sedang terluka serta muridnya Goan Tian Hoat bisa
menahannya, bukankah ini akan membahayakan
diri Kang Han Cing yang sedang menderita lumpuh
" Melihat keadaan yang sangat genting hatinya
kian gelisah dan kuatir, kalau bala bantuan musuh
datang tiba ini tentu lebih membahayakan Hai
yang pay, dan boleh jadi Hai yang pay akan
musnah berantakan. Nampak olehnya Jen Pek
Coan sedang bertempur dengan si baju hitam
tinggi besar itu, keadaannya belumlah bisa dilihat
196 siapa yang berada diatas angin karena ilmu
kepandaian mereka seimbang.
Siang Coan Cing masih bertempur dengan seru,
ia menggunakan jurus Ta hu kue hoat dari Sauw
lim pay menghadapi si golok ungu itu, karena
senjata mereka masing-masing adalah senjata
berat, hingga terdengar deruan angin kencang yang
menggetarkan. Mereka saling mengeluarkan kemahirannya bergempur seru dari atas genting
sampai turun kebawah tanah.
Hang Ka Han bertiga masih bisa paksakan diri
untuk bertahan, tapi dikeroyok oleh dua orang
masing2 menjadi kualahan, boleh dikatakan
mereka bertempur dengan mengadu jiwa saja.
Walaupun situasi pertempuran belum bisa
menentukan siapa pihak yang menang tapi Kuo Se
Fen dapat membayangkan bahwa pihaknya pasti


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan kalah. Walaupun bala bantuan musuh tidak
datang. Sedang ia berpikir2, tiba2 terdengar
pekikan panjang berdengung diudara !
dua Mendengar pekikan panjang yang menggema itu
wajah Kuo Se Fen berobah, cepat ia mengangkat
kepalanya, dan benar saja nampak olehnya diatas
genting kini tambah pula dua orang yang
berseragam hitam. Kedua orang berbaju hitam itu, berdiri satu
didepan dan seorang lagi dibelakang, orang yang
didepan tubuhnya agak pendekan, sepasang
tangannya menggenggam Ca liong pang atau
pentungan naga, dan orang yang berdiri dibelakang
197 adalah seorang yang bertubuh tinggi dan kurus,
tangannya memegang sebuah pedang panjang.
Bersamaan dengan munculnya dua orang itu
diatas genting bagian timur dan barat bermunculan pula tujuh delapan orang berseragam
hitam yang semua membawa senjata.
Orang yang bertubuh agak pendek itu kemudian
menjura memberi hormat pada si lengcu berbaju
hitam serta berkata : "Maafkan hamba datang terlambat.
lengcu akan perintahkan apa ?"
Entah Si lengcu berbaju hitam itu mengibaskan
tangannya, berkata dengan suara dingin :
"Tangkap Kuo Se Fen !"
Si baju hitam bertubuh pendek tiba2
membalikkan tubuhnya, ia memandang tajam diri
Kuo Se Fen sejenak, kemudian ucapnya rendah :
"Sute, mari kita turun !"
Dua bayangan hitam mencelat turun bagaikan
burung elang hendak menyambar anak ayam,
dengan kecepatan yang tinggi mereka menuju ke
serambi rumah. Diikuti oleh ketujuh delapan orang
baju hitam lainnya, melompat turun ke tengah2
pertempuran membantu mengeroyok orang2 Hai
yang pay. Saat itu Kuo Se Fen telah siap melangkah ke
depan menghadapi serangan dua orang baju hitam
yang mencelat menyerang kearahnya dari atas
genting. "Aku akan adu jiwa dengan kalian
jahanam !" bentaknya sengit. Dengan melintangi
198 goloknya didepan dada bersiap-siap menempuh
jalan maut. Kemarahan Kuo Se Fen telah memuncak, hingga
membuat ia tidak segan mengeluarkan jurus2
berbahaya untuk berhadapan dengan dua orang
baju hitam itu. Dua orang berbaju hitam bertubuh agak pendek
dan tinggi menghadapi musuh tangguh itu tidak
berani memandang enteng, mereka cepat membagi
diri dikanan kiri untuk mengempung Kuo Se Fen.
Kemudian mereka menyerang dengan ilmu
kepandaian yang tidak kalah hebatnya dengan
ilmu silat Kuo Se Fen. Pertempuran berlangsung dengan serunya,
masing-masing terkurung oleh bayangan lingkaran
putih dari senjata mereka, kian lama diri mereka
lenyap dalam gulungan putih, karena makin
mempercepat gerakannya. "Toasuheng, serahkan seorang padaku !" tibatiba Cu Siu Hu menerjang keluar dan langsung
menuyukan pedang panjangnya ke diri si baju
hitam bertubuh tinggi itu.
Si jangkung itu terpaksa menghentikan
serangannya pada Kuo Se Fen, dengan cepat
mengelak, dengan memutar tubuhnya lalu balas
menyerang Cu Siu Hu. Menghadapi seorang lawan
membuat Kuo Se Fen tidak begitu repot, kini ia
lebih banyak menyerang daripada mengelak.
Dengan turunnya tujuh delapan orang musuh,
membuat orang2 Hai yang pay terdesak hebat,
199 keadaan mereka kian berbahaya, kini mereka
hanya bisa menangkis dan mengelak saja.
Goan Tian Hoat yang berada di dalam kamar
dapat mengintip keluar, hatinya merasa sangat
gelisah dan kuatir. Melihat pertempuranpertempuran yang sangat tidak menguntungkan
pihaknya ini, ia bersiap-siap untuk menghadapi
segala kemungkinan yang akan menimpa Hai yang
pay, sebelah tangannya menggenggam golok dan
yang sebelah lagi memegang panah.
Ia berniat keluar untuk membantu, tapi ia
kuatir, bila ia melakukannya akan membahayakan
keselamatan Kang Han Cing yang harus dijaga.
Kongcu kedua dari keluarga Kang itu sedang
menderita sakit. Sebaliknya hatinya merasa tidak
enak melihat para susiok dan saudara2 seperguruannya menghadapi bahaya.
Keadaan Goan Tian Hoat sungguh bagaikan
semut diatas kuali panas, ia berdiri di balik pintu
dengan perasaan sangat gelisah, entah apa yang
harus dibuat. Sedang dalam keadaan serba salah,
tiba2 dari atas udara ia mendengar suara bentakan
orang yang sangat mendengungkan telinga.
"Keledai dungu ! Benar saja kalian membuat gaduh
disini !" dan baru saja suara bentak itu lenyap
nampak dari atas udara berkelebat turun sesosok
bayangan hitam, bagaikan seekor burung bango
melayang turun, belum lagi tubuh bayangan itu
memijak tanah kedua tangannya didorongkan
kedepan dan "Buk !" dua orang baju hitam
terpukul mental lebih dari satu tombak.
200 Walaupun orang2 baju hitam dapat menyaksikan bahwa tenaga sinkang dari orang
yang baru muncul ini sungguh luar biasa
besarnya, tapi karena mereka merasa berjumlah
banyak, hingga mereka tidak terlalu gentar, begitu
orang itu menginjakan kakinya diatas tanah lantai
sudah ada tiga empat orang mengurung.
Dengan ketawa mengejek, orang itu cepat
mendorongkan tangan kirinya kedepan dan
terdengarlah desiran angin pukulan sinkangnya
yang amat dahsyat, tiga orang baju hitam yang
berada di depannya terpental jatuh. Kemudian
orang itu menarik tangan kanannya bagaikan
tertarik oleh kekuatan besi berani, dua orang baju
hitam sempoyongan serta jatuh pula. Berturutturut ia menggunakan cara demikian, hingga para
anggota Panji Hitam yang berada disitu satu
persatu dibuatnya terpelanting jatuh dengan mata
berkunang-kunang serta senjatanya terlepas dari
genggamannya. Kejadian yang aneh dan ajaib ini
sungguh bukan saja membuat anggota panji hitam
merasa heran, karena dirinya dirobohkan tanpa
mengetahui siapa orang yang merobohkan mereka,
bahkan para orang2 Hai-yang pay pun menjadi
kesima dan melongo atas datangnya pertolongan
yang sekonyong-konyong ini.
"Sret !" si lengcu baju hitam tiba2 mencabut
keluar pedangnya, lalu bentaknya : "Kau cari mati
!" dan tubuh si lengcu mencelat tinggi kemudian
melayang turun sambil memutar pedangnya diatas
udara, hingga dirinya lenyap terkurung oleh sinar
pedang yang berkilauan dingin. Menyaksikan si
lengcu baju hitam menggunakan jurus yang luar
201 biasa itu, membuat orang yang berada disitu
menjadi kagum termasuk orang2 Hay yang pay.
"Ha, Hah! Keledai dungu ! Apakah dengan
mengandalkan permainan anak2 ini saja kau
sudah berani menonjolkan keburukanmu dihadapan si orang tua?" baru saja habis suara
kata itu, terdengarlah suara tertahan dan "Buk !"
terdengar suara pukulan keras diudara, nampak
tubuh si lengcu panji hitam itu terpental ke
belakang ter-huyung2, pedang panjangnya jatuh
ketanah patah menjadi dua.
Orang yang datang memiliki kepandaian hebat !
Setelah berdiri tegak kembali si lengcu baju
hitam itu memandang tajam dan bertanya :
"Siapa kau ?" Mendengar pertanyaan si lengcu baju hitam
membuat semua mata pada menoleh ke diri orang
yang ditanya, ternyata ia adalah seorang kakek2
berbaju kelabu, jenggot serta kumisnya yang
panjang telah menjadi putih semuanya, nampak
punggungnya agak bongkok.
Kakek2 itu mengibaskan tangannya lalu
bentaknya mengejek : "Keledai dungu ! Lihatlah
mukamu, apakah pantas mengetahui namaku"
Cepat merat dari sini, jangan sampai hilang
kesabaranku !" Diejek demikian, si lengcu baju hitam merasa
dongkol dan marah tapi ia tidak berani banyak
omong, karena ia maklum dirinya bukan tandingan
si kakek bongkok, maka cepat ia balikan
202 tubuhnya, dengan kesal mengajak anak buahnya
pergi meninggalkan tempat itu.
Penyerangan Panji Hitam berhasil digagalkan.
Setelah mereka pergi, si kakek berpaling dan
ucapnya pada Kuo Se Fen sambil memberi hormat
: "Aku si tua datang terlambat harap Kuo
congpiauwto maklum. Kini aku permisi pergi."
Baru saja ia hendak mencelat pergi, Kuo Se Fen
bagaikan orang yang baru sadar dari mimpi cepat2
melangkah, dengan mengepalkan kedua tangannya
memberi hormat, katanya :
"Locianpwe, mohon tunggu dulu."
"Ha, Ha ! Aku si tua bangka mendapat perintah
dari majikanku untuk pergi kesini membantu
kalian mana berani aku menerima penghormatan
panggilan locianpwe ini?" tubuhnya lantas
mencelat dan sekejap saja dirinya telah melayang
diudara kemudian lenyap dari pandangan.
Ternyata si kakek bongkok yang hebat hanya
seorang pesuruh " Pandangan mata Kuo Se Fen mengikuti
melayang tubuh si kakek itu dengan kesima serta
kagum, dalam hatinya sungguh membuat ia
berterima kasih, karena bila saja tidak ada si
kakek itu yang menolong, Hay yang-pay yang telah
berdiri ratusan tahun akan musnah dalam tangan
si lengcu panji hitam pada malam ini. Ia
termenung, bertanya pada dirinya sendiri :
"Siapakah orang yang menyuruhnya ?"
203 Si telapak sakti Jen Pek Coan menghampiri
suhengnya dan ucapnya pelahan :
"Toa suheng, dilihat dari ilmu silat yang
digunakan orang tua tadi agak mirip dengan ilmu
pukulan cung-ku-kin liong sou (Bango membujur
menerkam naga) yang pernah didesas-desuskan."
"Jadi pendapatmu orang tua tadi adalah anak
murid Kun lun-pay ?" tanya Kuo Se Fen
tercengang. "Walaupun Kun-lun-pay telah puluhan tahun
tidak menampakkan diri dalam dunia kangouw,
tapi ini bukanlah berarti Kun-lun-pay tidak
mempunyai ahli waris."
Kuo Se Fen mengangguk dan sahutnya :
"Memang ada kemungkinan ! Oh ya ! Tadi sebelum
pergi ia mengatakan bahwa ia diperintahkan oleh
majikannya, tapi entah siapakah majikannya itu ?"
"Itio, siaute pernah melihat majikannya." tahu2
Goan Tian Hoat telah berada ditempat itu dan
turut bicara. Kuo Se Fen berpaling dan ucapnya dengan
heran. "Cepat kau jelaskan !"
"Silahkan itio masuk dahulu, akan siaute
terangkan kelak !" bisik Goan Tian Hoat perlahan.
Sambil mengeluskan jenggotnya Kuo Se Fen lalu


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata pada muridnya Hang Ka Han dan tanyanya
: "Ka Han, apakah dipihak kita ada jatuh korban ?"
204 "Yang berada dibagian belakang hanya Cau sute
mendapat luka ringan dan lainnya selamat. Segera
tecu pergi kedepan untuk memeriksanya."
Kuo Se Fen mengangguk kemudian katanya :
"Loji, losam, Siang, saudara marilah kita masuk
kedalam !" "Silahkan congpiauwto istirahat dahulu aku
hendak melihat-lihat keluar." Siang Coan Cing
menjura memberi hormat dan permisi pergi
bersama Hang Ka Han. Setelah berada dalam kamar, Kuo Se Fen
bertanya pada muridnya Goan Tian Hoat :
"Apakah Kang hianti telah pergi tidur ?"
"Maafkan karena kuatir ia dapat mendengar
keadaan diluar, maka tecu menotok jalan darahnya
supaya ia tertidur, hingga kini belum sadar."
Kuo Se Fen mengangguk lalu duduk diatas
sebuah kursi, lalu berkata :
"Loji, losam, kalian duduklah."
Sementara itu datang seorang pelayan mengantarkan teh. Setelah menenggak secangkir
teh, Jen Pek Coan bertanya :
"Tian Hoat, dimanakah pernah kau melihat
kakek tua itu ?" "Dikota Kua Cou." Kemudian ia menceritakan
pengalamannya di kota Kua Cou dimana si kakek
tua itu mendayung sebuah perahu dan penumpangnya adalah seorang pelajar muda yang
berpakaian serba putih. 205 Setelah mendengar ceritera Goan Tian Hoat, Kuo
Se Fen bertanya : "Kira2 berapa tahunkah usianya
si pelajar berbaju putih itu ?"
"Kurang lebih berusia delapan sembilan belas
tahun, orangnya sangat gagah, mempunyai wajah
tampan." Mendengar keterangan itu, Kuo Se Fen diam
saja, hanya sebelah tangannya mengelus-elus
jenggot. Ketika itu nampak Hang Ka Han ter-gesa2
melangkah masuk, kemudian menjura memberi
hormat pada gurunya serta ucapnya : "Suhu, yang
menyerang bagian depan kira2 berjumlah tiga
puluh orang lebih, Sun piauwsu dan Lie piausu
berdua mendapat luka, para pembantu yang luka
ringan berjumlah belasan orang dan yang agak
parah lima orang. Disamping ini terdapat tiga
mayat musuh yang terkena oleh panah kita dan
mati terkena racun."
Mendengar laporan dari muridnya itu Kuo Se
Fen agak tercengang, dia heran lalu bertanya : "Ah
! Panah yang kita gunakan semua kan tidak ada
racunnya." "Maafkan teecu kurang menjelaskan pada suhu.
Setelah mereka terluka kena panah mungkin
karena tidak dapat berkutik hingga mereka
menelan racun bunuh diri. Untuk menutup
rahasia golongannya."
"Ai ! Bisa dibayangkan betapa kejamnya
peraturan mereka terhadap bawahan. Takut kalau
rahasia golongannya terbongkar keluar, maka para
206 bawahan diancam dengan siksaan yang tidak
berperikemanusiaan, bila terbukti memberitahukannya pada orang luar. Maka
mereka masing2 pada menyediakan obat racun
untuk bunuh diri, bila dirinya akan tertawan.
Mereka lebih rela mati dengan bunuh diri dari pada
disiksa serta dibunuh oleh atasannya."
"Masih ada sesuatu yang belum teecu laporkan
pada suhu." "Apakah itu ?" "Musuh yang menyerang bagian depan terdiri
dari jago2 kelas satu, semuanya mempunyai ilmu
kepandaian tinggi, maka walaupun para piauwsu
dan pembantu melawannya dengan gigih, tidak
bisa juga menahan amukan mereka. Menurut
keterangan para piauwsu, ada seseorang yang
membantu secara diam2 dari tempat gelap. Orang
itu membantunya dengan menyambitkan batu
sebagai senjata rahasia, bilamana diantara pihak
kita ada yang terdesak, ia lalu menyambitkan batu
secara diam2 dari tempat gelap, hingga akhirnya
semua musuh terkena serangan. Kalau bukan di
bagian otaknya, tentu hidungnya pada bercucuran
darah, tanpa mereka ketahui siapa yang
menyerangnya. Untung ada orang yang membantu
secara diam2 hingga pihak kita tidak sampai jatuh
korban lebih besar."
Jen Pek Coan tertawa lalu berkata: "Orang yang
membantu kita itu tentu adalah si gadis berbaju
hijau." 207 "Menurut keterangan Lie piauwsu orang yang
menolong secara diam2, tidak hanya seorang saja,
ia melihat dari kedua sisi genting rumah, ada orang
yang menyambit batu kebawah."
"Toasuheng, menurut pandangan siauwte, si
pemuda sasterawan serta si kakek bongkok dengan
si gadis baju hijau itu tentu dari satu golongan."
Kata Cu Siu Hu. Jen Pek Coan mengangguk serta katanya,
"Rupanya mereka telah mengetahui gerak gerik
musuh, hingga dapat membantu kita secara
diam2." Kuo Se Fen mengerutkan keningnya kemudian
katanya : "Telah beberapa kali mereka mengulurkan
bantuan pada kita, tapi sebaliknya kita belum juga
dapat tahu sedikitpun mengenai diri mereka."
"Menurut pendapat teecu, si pemuda sasterawan baju putih itu ada kemungkinan
bertujuan hendak menjaga keselamatan jikongcu,
kalau tidak, mengapa ia mengikuti perahu kami
hingga kemari ?" berkata Goan Tian Hoat.
Mendengar suara Goan Tian Hoat Hang Ka Han
merasa heran ia mengamat-amati diri Goan Tian
Hoat sambil bertanya : "Bukankah kau adalah
samsute ?" Kuo Se Fen mesem2, menggoyangkan tangannya
sambil berkata : "Siapapun tidak boleh diberitahukan bahwa ia
berada disini." Kemudian dengan menganggukkan
208 kepala ia berkata pula : "Kata-kata Tian Hoat
memang tidak salah, terhadap diri si kakek
bongkok serta si gadis itu hingga kini belum juga
bisa kuketahui asal usulnya, dengan sendirinya
mereka tidak mempunyai hubungan apa2 dengan
Hai yang pay. Tapi sebaliknya mereka selalu
membantu kita, dari sini kita bisa ketahui bahwa
tujuan sebenarnya adalah untuk menjaga keselamatan jikongcu secara diam2." Setelah
bicara habis, ia lalu bangkit berdiri serta
sambungnya : "Loji, losam kalian istirahatlah karena besok
pagi ada sesuatu yang harus kita kerjakan."
"Toasuheng, urusan apakah itu ?" tanya Cu Siu
Hu ingin tahu. "Sampai waktunya kau akan tahu sendiri."
"Ka Han, mari kita menengok Sun piauwsu dan
Lie piauwsu." Kata Kuo Se Fen pula.
*** Besok paginya, nampak sebuah perahu dengan
muatan sayur mayur berlabuh ditepian sungai
yang terdapat dibelakang Hai yang piauwki.
Nampak beberapa orang petani sedang mengangkut sayur2an itu ke dalam piauwki.
Sayur2an itu adalah bekal makanan orang-orang
piauwki yang jumlahnya banyak, memang tiap pagi
para petani dari luar kota pada mengantar sayuran
ke piauwki untuk dijual. Hari kian menjelang siang. Kang Han Cing
terbangun dari tidurnya, karena kupingnya
209 mendengar suara desiran air. ia menjadi heran dan
cepat membuka mata, betapa terkejutnya karena
mendapatkan dirinya kini berada dalam sebuah
perahu ! Nampak olehnya tidak jauh darinya duduk tiga
orang yang berpakaian seperti petani, baru saja ia
hendak duduk bangun, terdengar suara Kuo Se
Fen pelan : "Hiante kau baru bangun ?"
Kang Han Clng terkejut, ia mengamati diri ketiga
orang petani itu dan ternyata mereka adalah ketua
Hai yang pay, si rajawali bersayap emas Kuo Se
Fen serta sutenya Jen Pek Coan dan Goan Tian
Hoat bertiga. Hati Kang Han Cing bertambah heran dan tidak
mengerti, pelan2 ia bangun duduk kemudian ia
bertanya : "Susiok, sebenarnya apakah yang telah terjadi ?"
Sambil mengeluskan jenggotnya yang panjang
Kuo Se Fen berkata mesem :
"Hiante kau tentu telah lapar, makanlah dahulu
kelak akan kujelaskan."
Goan Tian Hoat mengambil sebuah bungkusan
lalu disodorkannya sambil berkata : "Ini memang
disediakan untuk saudara Kang sarapan, silakanlah makan selagi masih hangat !"
Ternyata didalam bungkusan itu berisi santapan
yang wangi dan lezat yang merupakan makanan
kenamaan dari kota Hai yang. Melihat ketiga orang
itu pada menggunakan pakaian seperti petani,
210 hatinya jadi menduga-duga apakah malam tadi
telah terjadi sesuatu yang dilakukan oleh
perkumpulan berseragam hitam " Kalau ternyata
demikian jangan2...... Berpikir sampai disini
hatinya merasa tergetar hebat, cepat ia menanya
penuh gelisah : "Susiok, bagaimanakah akibatnya
akan kejadian semalam ?"
"Janganlah hiante kuatir ! Walaupun mereka
mengerahkan kekuatan yang besar tapi syukurlah
kita dibantu oleh orang yang berkepandaian tinggi
hingga serangan mereka dapat digagalkan dan
dipukul mundur. Karenanya korban yang jatuh di
pihak kita tidak seberapa." jawab Kuo Se Fen
mesem. Setelah mendengar keterangan itu getaran hati
Kang Han Cing lenyap, kemudian tanyanya pula :
"Kalau begitu, mengapakah susiok mengenakan
samaran demikian dan kini hendak pergi
kemanakah ?" "Ha, Ha ! Menurut dugaanku, rencana serangan
mereka tadi malam tidak berhasil maka sementara
waktu mereka tentu tidak berani datang kembali.
Untuk mempercepat sembuhnya penyakit hiante,
aku menggunakan kesempatan ini untuk menemani pergi berobat ke biara Pak yun kuan
diatas gunung Pek sia san."
Hati Kang Han Cing menjadi terharu dan
ucapnya sedih : "Betapa besar kasih sayang susiok terhadap
siauwte, sungguh membuat siauwte ......"


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

211 "Terhadap sesama kaum kangouw," potong Kuo
Se Fen, "Harap hiante janganlah berlaku sungkan."
"Budi ini siauwte tidak akan melupakan untuk
seumur hidup !" Kemudian Kang Han Cing memakan santapan
itu, memang ternyata masakannya sangat lezat dan
wangi, sebentar saja ia menghabiskan makanan itu
sampai bersih. Kuo Se Fen menjadi mesem melihatnya sambil
mengelus jenggotnya ia berkata lirih, "Ada sesuatu
yang hendak kutanyakan pada hiante......"
"Silahkan susiok !" jawab Kang Han Cing.
"Selagi ayah hiante masih hidup, pernahkah ia
menyebut2 nama Tian Hung totiang ?"
Setelah berpikir sejenak, Kang Han Cing berkata
: "Sedari kecil siauwte sering sakit, maka selama
itu tinggal dirumah nenek, hingga nenek meninggal
pada tahun yang lalu, baru hiante pulang kembali
kerumah. Tapi belum pernah mendengar ayah
menyebut2 diri Tian hung totiang."
Tapi tiba2 ia teringat sesuatu maka sambungnya : "Oh ya ! hampir siauwte lupa, pada
tahun yang lalu, ketika ayah merayakan ulang
tahunnya yang kelima puluh, ada seorang hwesio
kecil mengantarkan dua butir pil obat yang
katanya adalah antaran dari Tian-hung totiang."
Mendengar keterangan itu Kuo Se Fen tertawa
girang : "Ha Ha! tidak salah lagi pil obat itu tentu
adalah Lin ci tan." 212 "Apakah Lin ci tan itu sangat berharga ?" tanya
Kang Han Cing. "Menurut kabar pada beberapa tahun yang lalu
Tiang hung totiang dengan sangat kebetulan
mendapatkan dua buah Sia lianci (kembang terate
salju) yang telah berusia lima ratus tahun diatas
gunung Tian san, belakangan diatas gunung
Huang San ia mendapatkan sebatang pohon Lin Ci
pula. Hatinya sangat girang mendapatkan kedua
pusaka yang luar biasa berharganya itu, setelah
memakan waktu beberapa tahun lamanya, dengan
mencampurkan bahan2 obat lain, akhirnya ia
berhasil mengolah jadi sekwali banyaknya obat
yang diberi nama Lin ci tan. Pada mulanya ia
beranggapan bahwa obat yang ia bikin itu yaitu Lin
ci tan tentu mempunyai khasiat membuat orang
yang memakannya tidak bisa mati, akan tetapi
setelah ia coba beberapa kali dengan memakan
obat pil itu, ternyata dugaannya meleset, karena
kenyataan pil itu hanya bisa untuk menambah
tenaga dalam serta membuat orang yang
memakannya panjang umur saja. Walaupun
demikian, ia tetap menganggapnya sebagai barang
pusaka, dan tidak sembarang orang ia berikan. Ia
telah memberikan dua butir kepada ayah hiante
inipun sangat beruntung."
Mendengar cerita Kuo Se Fen, Jen Pek Coan
tertawa dan turut bicara :
"Dari sini kita menarik kesimpulan bahwa
hubungan persahabatan antara Tian hung totiang
dengan Kang Siang Fung almarhum tentu sangat
erat." 213 Kuo Se Fen memanggut serta ucapnya,
"Syukurlah kalau demikian adanya, aku kuatir
setibanya di Pak yun kuan nanti kedatangan kita
akan ditolaknya mentah-mentah."
"Bagaimanakah tabiatnya Tian hung totiang itu
?" tanya Kang Han Cing.
"Sebenarnya ia adalah suhengnya Tian yen
totiang dari gunung Lo san. Seharusnya ia adalah
ahli waris dari golongan Losiantu, karena se-hari2
ia kecanduan dan mabok dalam ilmu pengobatan
saja, maka ia menolak untuk menggantikan
kedudukan suhunya sebagai ketua dari golongan
Lo san itu. Setelah suhunya wafat, dia menghilang
tanpa bekas. Hingga duapuluh tahun kemudian,
baru ada orang menemukan sebuah biara di suatu
lembah gunung yang sunyi, gunung Pek siak san.
Di sekeliling biara itu terdapat tanaman pohonobat dan akhirnya baru diketahui bahwa kaucu
dari biara itu adalah Tian hung totiang."
Kuo Se Fen menghentikan ceritanya sejenak,
menenggak air teh kemudian sambungnya pula:
"Ia mempunyai tabiat yang aneh, selalu
mengasingkan diri dari pergaulan dan juga sangat
jarang berkecimpungan dalam dunia kangouw.
Walaupun ia mahir dalam ilmu obat2an karena
memang sepanjang hidupnya digunakan untuk
memperdalam pengetahuan dibidang pengobatan,
tapi jarang sekali mau mengobati orang. Alasannya
ia tidak mau sampai terlibat dalam suka dan duka
dunia kangouw. Dahulu, ketua golongan Pat kuat
men yang bernama Men Ku Hun Ce terluka oleh
ilmu pukulan Hian yin kiu coan cang, pernah
214 mendatanginya untuk minta pengobatannya, tapi
Tiang hung lotiang menolak dan tidak mau
menemuinya." "Menurut ceritera kaum bulim, walaupun pada
waktu itu Thian-hung totiang tidak mau
menemuinya, tapi anak murid Ku Hun Cu itu
berhasil mendapatkan obat Kiu-coan-huan huncau dari kamar penyimpanan obat Pak yung koan
itu. Sebenarnya ini adalah atas petunjuk Tian hung
totiang sendiri yang diberikan secara diam2.
Betapa tidak, seorang anak murid golongan Pat
kuat-men, mana bisa mengenali serta mengetahui
obat untuk menyembuhkannya itu ?" selak Jen Pek
Coan. "Pergaulan susiok sangat luas, entah apakah
kenal dengan Tian hung totiang itu ?" tanya Kang
Han Cing. Kuo Se Fen menggeleng kepala serta sahutnya :
"Telah lama aku mendengar namanya tapi
belum pernah melihat orangnya."
"Kalau memang tabiatnya dingin dan angkuh,
maka terhadap siauwtepun tentu ia tidak mau
mengobatinya." Kata Kang Han Cing mengeluh.
"Sayang Than Hoa Toh telah ditawan oleh
lengcu panji hitam, kalau tidak, ia pun seorang ahli
dalam ilmu pengobatan. Kini selain Tian hung
totiang, aku belum terpikir siapa pula yang dapat
menyembuhkan penyakit hiante. Kali ini kita pergi
kesana, sebenarnya aku pun tidak berani
memastikan bahwa Tian hung totiang mau
memberi pertolongan. Tapi bila mengingat ketika
215 ayah hiante berulang tahun ia ada memberikan
dua butir pil Lin ci tan, tentu ia mempunyai
hubungan yang sangat baik dengan ayah hiante,
kalau tidak, mana mungkin ia mau mengantarkan
barang yang dianggapnya pusaka itu sebagai kado"
Maka dari itu hal ini sedikit banyak telah
membesarkan hatiku."
Setelah tiba di luar kota, nampak terdapat
sebuah kereta kuda dipinggir jalan. Mereka
melabuhkan perahu dan kemudian ganti naik
kereta itu, langsung melarikannya ke barat menuju
kota An Wie. Gunung Pek siak-san terletak dekat sebelah
utara kota Tung-seng. Ada juga orang yang
menyebutnya Kuo-siak-se. Puncak gunung itu
sangat tinggi dan curam. Untuk menuju keatas
gunung harus melalui lorong jalan yang kecil
sempit dan penuh dengan batu karang dikiri
kanannya. Kereta itu dikemudikan oleh si tangan sakti Jen
Pek Coan. Walaupun jalanan itu sempit serta
berbahaya, tapi ini tidak membuat ia merasa sulit
dan takut. Ia melarikan kereta itu dengan sangat
cepatnya diatas jalanan gunung yang berliku-liku.
Selain kedua matanya mengawasi jalanan, ia juga
meng-amat2i disekelilingnya, untuk mengetahui
keadaan dari pegunungan yang sunyi itu. Hatinya
merasa lega karena tidak nampak sesuatu yang
mencurigakan hingga perjalanan mereka tidak
terganggu. Menjelang tengah hari, mereka telah sampai
dekat kaki gunung Pek-siak-san dan menitipkan
216 kereta kuda itu pada seorang penghuni disitu.
Kemudian mereka mendaki gunung dan Goan Tian
Hoat menggendong Kang Han Cing untuk
mempercepat waktu. Pemandangan sekitar gunung itu sangat indah
menakjubkan, disini-sana penuh dengan perumputan yang baru tumbuh, hingga gunung itu
seperti dihiasi oleh selimut hijau menyegarkan.
Udara tidak begitu panas, karena musim semi
belum berganti, angin meniup sepoi2 dengan
sejuknya membuat perjalanan mereka tidak
merasa lelah. Pegunungan Pek-siak-san menjulang tinggi dan
berjejer dari arah timur ke barat, nampak seperti
sebuah rantai raksasa terpentang diatas jagat.
Setengah jam kemudian, mereka telah tiba
disebuah lembah yang mulai penuh dengan batu2
karang, batu2 itu meruncing dan tinggi, jalanan
kini bertambah sulit, penuh bahaya, tapi bagi yang
mempunyai ilmu kepandaian tinggi seperti mereka,
hal ini tidaklah berarti apa2. Walaupun berjalan
diatas batu karang yang runcing, mereka tetap
seperti berjalan diatas tanah datar saja.
Tidak lama kemudian, tibalah mereka di ujung
lembah. Nampak Kuo Se Fen berhenti sejenak, sambil
menunjuk keatas puncak gunung, ia berkata :
"Disebelah kiri dari puncak gunung itu terdapat
sebuah jurang yang berhubungan dengan gunung
lainnya, dan disitulah letaknya lembah Pak Yun
Siak." 217 Mereka mendongak keatas dan nampak puncak
gunung itu menjulang tinggi keangkasa, seperti
sebuah tiang besar yang menancap keatas langit.
Batu karang dari puncak itu licin dan rata seperti
diraut saja dan penuh dengan kabut hingga tidak
kelihatan ujungnya. "Apakah Pak Yun Koan terletak dalam kabut
itu?" tanya Jen Pek Coan.
"Ya. Menurut kata orang, ada beberapa macam
tetumbuhan obat2an yang harus ditanam dalam
tempat yang sangat dingin. Puncak gunung itu
sepanjang masa tertutup oleh kabut, hanya pada
jam duabelas tengah hari, kabut bisa dibuyarkan
oleh sorotan sinar matahari. satu jam kemudian,
kabut itu menebal kembali. Maka Tian Hung
totiang memilih puncak itu untuk mendirikan Pak
Yun Kuan." "Menurut cerita orang, dulu ada seorang
berkepandaian tinggi dari golongan hitam yang
pernah ditolong olehnya kemudian ia insyaf dan
menjadi pembantunya untuk menjaga kelentingnya, melarang kaum bulim memasuki Pak
Yun Siak, kita........"
"Ia adalah si muka angker Oey Can Hoa. Tapi
kaum bulim tidak ada seorangpun yang mengenal,
mungkin nama itu hanyalah samaran saja."
"Apakah ilmu kepandaiannya luar biasa ?" tanya
Goan Tian Hoat. "Menurut cerita, tidak ada orang yang bisa
bertahan sampai sepuluh jurus melawannya."
218 Sebentar saja mereka telah tiba dikaki puncak
gunung, begitu menuju kearah kiri, tiba2 dari balik
sebuah batu besar terdengar suara tegoran.
"Tunggu dulu !" nampak keluar dua orang laki2
pertengahan umur berbaju biru menghadang
didepan mereka. Setelah mengamat-amati diri mereka, laki2 yang
berdiri disebelah kiri menanya sambil menjura:
"Apakah kalian hendak menuju ke Pak-yun
kuan ?" Kuo Se Fen balas menghormat dan sahutnya :
"Ya. Kalian adalah........"
"Kalian tidak usah kesana, karena Kuancu
sedang bepergian." ucap laki2 sebelah kanan.
Kuancu adalah panggilan kepada seorang
penanggung jawab kelenteng, disini berarti ketua


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelenteng Pak yun kuan. Mendengar keterangan itu Kuo Se Fen agak
tercengang, katanya : "Kuancu sedang bepergian ?"
Tiba2 terpikir olehnya, bukankah Lie Kong Tie
sedang berobat disana " Mana mungkin Tian hung
totiang pergi meninggalkannya, tentu ini hanya
alasan belaka. Maka kemudian ia berkata sambil
mengelus jenggot : "Ha, Ha ! Pinto dengan dia adalah kenalan lama,
karena keponakan sakit berat, maka pinto
mengantarkan kesini untuk minta pertolongannya.
Kalau ia sedang pergi, biarlah pinto menunggu."
219 Kedua orang itu agak tercengang, seperti ada
sesuatu kesukaran, hingga hanya bisa memandangi diri Kuo Se Fen, sambil menjura, laki
laki sebelah kiri itu berkata :
"Setelah sebulan ia baru kembali, lebih baik
nanti datang pula." Mendengar ia sebutkan waktunya maka hati
Kuo Se Fen menjadi curiga, katanya :
"Pinto datang dari jauh, sebulan tidak begitu
lama, lebih baik pinto tunggu disini saja."
Wajah kedua orang itu jadi berubah, mereka
saling berpandangan, karena merasa serba susah.
"Harap loenghiong bisa memaafkan, sebenarnya
kami mendapat tugas untuk melarang siapapun
memasuki lembah dalam sebulan ini. Walaupun
loenghiong adalah kawan baiknya juga tidak ada
terkecuali." Hati Kuo Se Fen menjadi panas dan sengit,
katanya dengan suara tertekan :
"Siapa yang menugaskan kalian ?"
"Sudah tentu atas perintah Kuancu." sahut laki
laki sebelah kanan dingin.
Dengan memandang tajam Kuo Se Fen berkata :
"Kalian bukan orang Pak Yun Kuan."
Wajah mereka berubah sebelah kanan itu sengit :
merah, ucap laki2 "Kami hanya jalankan perintah, lebih baik
kalian balik kembali."
220 "Ha, Ha, Ha, Ha ! Kalau pinto tetap pergi
kesana?" Kedua laki2 itu mundur setindak, sahutnya:
"Boleh cobalah kalau memang hendak berkeras
kepala !" lalu mereka mencabut senjata masing2, ternyata
senjata orang yang sebelah kiri adalah sepasang
kaitan yang lainnya adalah sepasang tongkat
pendek. Melihat senjata mereka, hati Kuo Se Fen bisa
menduga siapa adanya mereka " Karena senjata
sepasang kaitan, sepasang tongkat pendek beserta
sepasang cambuk dan sepasang garpu merupakan
empat pasang senjata terkenal yang digunakan
olah empat pengawal keluarga Lie di Ho Peh.
Kedua orang itu bukan orang Pek yan-koan !
Mereka adalah anak murid dari keluarga besar
Lie. Keluarga Lie adalah salah satu dari 4 datuk
persilatan dimasa itu. Ketuanya terluka dan
meminta obat di Pek-yan-koan. Mereka melarang
orang mengganggu ! Tapi Kuo Se Fen tidak mau membuka kedok
mereka, ia hanya mengerutkan kening saja. Jen
Pek Coan tidak sabar lagi, sambil menudingkan
senjata pipa rokoknya berkata sengit :
"Kalian berkacalah dulu kemampuan berngomong besar ?"
apakah ada Tiba2 tubuhnya mencelat setindak, sambil
memukulkan pipa rokoknya kearah pundak laki2
sebelah kiri. 221 Laki2 itu cepat menangkis serangan dengan
kaitan yang berada ditangan kiri, disaat yang
bersamaan, tangan kanannya menyabet kearah
pinggang lawan. Senjata yang digunakan oleh Jen Pek Coan
bukanlah hanya pipa rokok saja, karena tempat
bako yang tergantung dipipa itu pun ternyata
dibuat dengan bahan besi, sebenarnya pukulannya
tadi hanyalah pancingan saja. Hatinya girang
karena pancingannya berhasil, begitu lawannya
menangkis, tubuhnya mencelat tinggi dan tempat
bako itu memukul keras ke kaitan lawan.
"Tranggg"." Laki itu merasa tangannya panas
dan kesemutan, cepat ia melompat kebelakang.
Jen Pek Coan tertawa girang, berbarengan
telapak tangannya memukul kearah laki2 sebelah
kanan, "Wutt" sungguh luar biasa angin pukulan
yang mengandung tenaga sinkang sangat besar itu,
laki2 itu dapat merasai betapa hebatnya
pukulannya hingga ia tidak berani menangkis,
hanya mengelak dengan miringkan sedikit tubuh
saja. Sebetulnya ilmu kepandaian kedua laki2 itu
juga tinggi karena dalam segebrakan saja Jen Pek
Coan telah dapat membuat mereka terdesak,
hingga mereka dibuat melongo. Sebentar saja
mereka menjadi tenang kembali dan dengan
membentak keras maju menyerang pula.
"Trang......Trang".." dengan tenang Jen Pek
Coan menyambut senjata kedua lawannya itu, pipa
dan tempat bako itu menyambar kesini kesana
222 dengan disertai angin pukulan sangat dahsyat,
hingga berulangkali terdengar suara aduan
senyata. Kuo Se Fen hanya mesem sambil mengeluseluskan jenggotnya yang panjang, ia menontonnya
dari pinggir. Kang Han Cing sudah diturunkan dari
gendongan, duduk diatas sebuah batu karang.
Sebentar saja mereka telah bertanding puluhan
jurus. Nampak gerakan Jen Pek Coan makin lama
makin cepat hingga tubuhnya terkurung oleh
gulungan putih. Ia mendesak terus kedua
lawannya itu dengan pukulan2 serta totokan2 yang
luar biasa. Serangannya sungguh membuat kedua
lawan itu kualahan dan dibikin tidak berdaya.
Walaupun kedua orang itu masing2 mempunyai
sepasang senjata, tapi mereka tidak mempunyai
kesempatan untuk balas menyerang, hanya bisa
mengelak dan menangkis, hingga acap kali
terdengar suara benturan senjata yang disertai
percikan-percikan kembang api.
Tiba2 terdengar suara 'Pek, Pek', nampak seekor
burung dara warna kelabu terbang ke luar dari
balik batu karang yang kemudian lenyap kearah
lembah itu. Melihat itu, hati Kuo Se Fen menjadi curiga.
Benar saja, terlihat olehnya dari belakang batu
karang itu berkelebat dua bayangan hitam yang
cepatnya bagaikan burung elang menyambar anak
ayam. Dua bayangan itu dalam sekejap saja telah
ikut mengeroyok Jen Pek Coan.
223 Ternyata kedua orang itu adalah laki-laki yang
masing2 menggunakan senjata sepasang cambuk
dan sepasang garpu besar.
"Suhu, mereka adalah dari......?" bisik Goan
Tian Hoat. Belum habis bisikannya cepat Kuo Se Fen
mengedipkan matanya mencegah ia meneruskan
kata-katanya. Nama keluarga Lie pantang disebut.
Mendapat bantuan baru, kedua orang itu jadi
mendapat angin. Mereka bukanlah kaum bulim
yang rendahan, tapi masing2 mempunyai ilmu
kepandaian tinggi. Begitu mereka bergabung dan
mengeroyok Jen Pek Coan, bagaikan tembok besi,
terus mendesak lawannya dengan hebat.
Melihat jisutenya dikeroyok hingga terdesak
hebat, hati Kuo Se Fen menjadi panas. Ia
mengerutkan keningnya, memandang Goan Tian
Hoat dan berkata : "Tian Hoat, aku akan menggantikan susiokmu,
jagalah Kang hiantite baik-baik !"
Ia mencabut senjatanya, ucapnya pula :
"Jisute, kau ngasolah dahulu, serahkan mereka
padaku !" Hati Jen Pek Coan gelisah, ia masih penasaran
karena bertempur sekian lama belum juga berhasil,
bahkan dirinya malah terdesak hebat.
Betapa tidak, keempat orang itu sebenarnya
hanyalah bujang dari keluarga Lie di Ho Peh,
224 karena telah bekerja lama, hingga mendapat
kepercayaan keluarga Lie untuk sekedar diberi
pelajaran ilmu silat. Walaupun demikian, karena
yang mereka dapatkan adalah ilmu silat tinggi,
maka dalam dunia kangouw diri merekapun
disegani oleh kaum bulim, hingga mendapat
julukan empat jendral keluarga Lie.
Jen Pak Coan menyadari bila dapat menundukkan keempat bujang keluarga Lie ini
juga bukan hal yang boleh dibanggakan.
Toasuheng adalah ketua dari suatu partay besar
dan berpengaruh, tidaklah pantas serta memalukan kalau sampai turun tangan sendiri
menghadapinya. Maka terhadap ucapan suhengnya, ia pura-pura
tidak mendengar, sambil mengertakkan gigi, ia
mempercepat gerakannya untuk balas menyerang
lawan dengan mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Dalam hati, bukan ia tidak tahu dirinya tidak
akan bisa memenangkan pengeroyokan ini, untuk
memukul mundur desakan empat orang itu pun
sangat sulit. Tapi tiba2 ia dapat merasai laki2 yang
bersenjata sepasang cambuk itu serangannya
berobah kendor. Bagi kaum bulim yang telah
berpengalaman seperti Jen Pak Coan, kesempatan
ini tidak disia-siakan, cepat ia memutar tubuhnya,
sambil mengulurkan senjata kearah dada lawan.
Laki2 bersenjata sepasang cambuk tidak
menyangka kepada gerakan lawan yang begitu
225 cepat, maka ia tidak keburu untuk bisa mengelak,
"Buk !" dadanya kena ditotok, hingga ia terpental
kebelakang, robohnya tidak bisa ditawar.
Kawannya yang bersenjata sepasang tongkat
hendak menolong, tapi terlambat. Dengan membentak marah ia menghadang dengan senjata
disimpangkan. Melihat serangannya berhasil, Jen Pak Coan jadi
bersemangat. Tiba-tiba ia merasa ada endusan
angin menyerang bagian belakang tubuh, cepat ia
membalik, berbareng menangkis dengan memakai
tempat bako itu kearah datangnya serangan.
"Trangg......."
Ternyata yang menyerangnya adalah si laki2
bersenjata sepasang garpu, karena senjatanya
terpukul oleh senjata musuh, hingga jari
tangannya terasa sakit, tubuhnya terpental
kebelakang. Ketika terpental, karena kedua lengannya terasa
kesemutan hingga laki2 bersenjata sepasang garpu
itu tidak dapat mengangkat senjata untuk berjaga
diri. Sebenarnya tidak mungkin laki2 itu tidak
mengetahui kalau dirinya terbuka lowongan yang
dapat mendatangkan bahaya. Dikata hendak


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memancing lawannya pun bukan !
Ketika tadi, disaat ia memukul senjata lawan,
Jen Pak Coan hanya bermaksud untuk menangkis
serta memukul mundur serangan orang itu baru
kemudian balik menghadapi dua orang lainnya.
Sungguh ia tidak menduga kalau lawan yang
terpental itu tidak berjaga diri dengan senjatanya.
226 Walaupun hanya dalam sekejap, tapi ia tidak mau
me-nyia2kan kesempatan baik, maka sambil
menangkis, tubuhnya menerobos dari rintangan
senjata dua orang lainnya, dengan jurus Anak
Panah Menerobos Awan, ia menerjan maju, dengan
menudingkan pipa rokok yang terbuat dari baja
murni. Terhadap serangannya laki2 itu bagai orang
yang sedang melamun, tidak mengelak atau
menangkis hingga pundaknya kena tertotok,
senjata yang dipegangnya terlepas dan ia jatuh
duduk seperti balon kempes.
Kejadian ini sungguh diluar dugaan siapa pun.
Jen Pak Coan sendiri juga tidak menyangka, dalam
sekejap mata, ia bisa merobohkan dua orang lawan
sekaligus. Ia tertawa girang, lalu dengan sangat
cepat, tubuhnya mencelat dan menyerang kearah
laki2 yang bersenjata sepasang kaitan.
Melihat ia berhasil merobohkan dua orang
rekannya dalam segebrakan, hati laki2 itu jadi
merasa jeri, maka begitu kini dirinya diserang, ia
jadi kelabakan gugup, seperti tersandung, terhuyung2 hendak mengelak, tapi sial nasibnya,
karena senjata lawan telah berhasil bersarang
diatas pinggang, gedubrakk ........ Dia juga jatuh.
"Ha, Ha, Ha, Ha ! Tidak disangka si empat
jendral dari keluarga Lie hanya mempunyai nama
kosong belaka !" Jen Pak Coan tertawa mengejek.
Ia telah lupa bahwa dirinya barusan terdesak hebat
serta dibuat kualahan oleh si empat jendral dari
keluarga Lie. 227 Melihat tiga rekannya telah dibikin tidak
berdaya, hati laki2 yang memegang senjata
sepasang tongkat itu jadi terkejut serta gelisah.
"Akan kuadu jiwa denganmu !" bentaknya serta
tubuhnya menerjang maju sambil memukul
sepasang tongkatnya ke atas kepala lawan, ia
menyerang tanpa memperdulikan dirinya seperti
orang yang telah kalap lupa daratan, kedua
tongkat itu dimainkan dengan sangat gesitnya,
hingga tubuhnya lenyap dalam gulungan putih
yang terus mendesak kearah diri lawannya.
Menghadapi serangan yang kalap itu hati Jen
Pek Coan jadi terkejut, tubuhnya berkelebat
kesamping menyerang serta mengancam lawannya
dengan menghujani totokan2 kearah jalan darah
bagian pundak serta bawah pusar laki2 itu.
Tadi ketika sutenya dikeroyok hingga terdesak
hebat, hati Kuo Se Fen merasa cemas serta kuatir.
Ia hendak maju turun tangan sendiri. Tapi ternyata
sutenya tidak mau digantikan serta mengundurkan
diri, maka ia hanya bisa mengawasi pertandingan
itu dari samping. Karena untuk menghadapi
keempat lawannya itu sebagai seorang ketua dari
suatu partay yang besar, ia tidak mau turun
berbareng dengan sutenya.
Di luar dugaannya dalam sekejap saja, suteenya
berhasil merobohkan tiga orang pengeroyoknya.
Hatinya merasa heran dan tidak bisa mengerti,
karena kalau dilihat dari ilmu kepandaian empat
jago keluarga Lie itu, tidak mungkin Jen Pek Coan
dapat memenangkannya demikian mudah. Kalau
untuk menghadapi dua orang diantaranya bagi
228 jisutee bukanlah hal yang sulit, tapi dikeroyok oleh
empat orang, jangankan bisa memenangkan, untuk
mempertahankan diripun tidak gampang.
Pandangan mata Kuo Se Fen menoleh ke kiri
kanan, tapi tidak nampak ada sesuatu yang
mencurigakan. Mungkinkah kemenangan mendapat bantuan gelap"
Jen Pek Coan Kini pertempuran kedua orang itu bertambah
hebat, walaupun senjata pipa rokok Jen Pek Coan
berukuran pendek, karena gerakannya sangat
cepat, hingga se-olah2 lawannya terkurung oleh
bayangan kelebatan senjatanya.
"Berhenti !" tiba2 terdengar suara seruan orang
dari dalam lembah muncul dua bayangan orang
mendatangi. Ketika dari balik batu karang beterbangan
keluar seekor burung dara kelabu, dalam hati Kuo
Se Fen telah menduga kemungkinan ini, maka
munculnya dua bayangan itu tidak terlalu
mengejutkan. Ia menoleh kearah dua orang itu, mereka
mengenakan pakaian berwarna kelabu, memakai
ikat pinggang yang lebar dan sepatu yang
umumnya digunakan untuk jalan jauh. Kedua
orang itu mempunyai tampang yang brangasan.
Orang yang berdiri disebelah kiri mempunyai
bentuk tubuh yang tinggi besar, paras mukanya
panjang seperti kuda, diatas pundaknya terselip
sebuah pedang lebar. 229 Yang satunya bertubuh sedang dan wajahnya
kuning keijo2an, diatas pinggangnya terselip dua
potong tombak. Setelah mengetahui jelas orang yang baru
muncul itu, Kuo Se Fen jadi mengerutkan kening.
"Sepasang jago dari gunung yea san !" Kuo Se
Fen mengeluh didalam hati.
Benar saja orang dari keluarga Lie pula !
Mungkin bentrokan dengan keluarga Lie dari Ho
Peh tidak dapat dielakan.
Hati ketua Hay-yang pay mengeluh.
Memang tidak salah, mereka adalah Yen San
Suang Kiat yang merupakan pembantu terpercaya
dari datuk persilatan Lie Kuan Tie.
Si muka kuda bernama Gan Bun Hui, ia adalah
anak murid dari golongan Pat Kuat Men, ilmu
kepandaian sangat tinggi dan ilmu silat Liong Hui
Pat Kuat Kiam yang ia pelajarinya jarang
mendapatkan tandingan. Si muka kuning itu bernama Yang Si Kiat. Ilmu
silat "I Kang Yang Ka Ciang" yang dipermainkannya
pun sangat hebat, sangat disegani oleh kaum
bulim. Mendengar seruan mereka, kedua orang yang
sedang bertempur itu lalu berhenti.
*** 230 Bab 5 SETELAH mengamat-amati Kuo Se Fen serta
Jen Pek Coan, si muka kuda Kang Bun Hui jadi
tergetar hatinya lalu ia memberi hormat dengan
mengepalkan kedua tangannya, katanya :
"Bukankah kalian adalah Kuo tayhiap dan Jen
jihiap, dua pendekar yang sangat menggetarkan
daerah utara ?" Melihat ia dapat mengenali dirinya, Kuo Se Fen
pun tidak berlaku sungkan pula, dengan wajah
pura2 merasa heran ia membalas hormat :
"Aku Kuo Se Fen memberi hormat pada kalian !
Kalian tentu adalah Yen San suang kiat !"
Setelah membebaskan ketiga orang yang kena
totokan itu, Yang Si Kuat memandang ke arah Jen
Pek Coan, katanya : "Jen jihiap, sungguh hebat ilmu totokanmu."
"Sungguh memalukan kepandaianku yang tidak
seberapa ini sangat minim sekali, orang2 yang
kukalahkan tentunya adalah si empat jendral dari
keluarga Lie." "Kalian sudah tahu !" saut laki bersenjata
sepasang tongkat itu sengit, "Mengapa masih
meneruskan tangan jahat itu ?"
Sorot mata Jen Pek Tioan berkelelepan, katanya
tertawa : "Aku tidak tahu, apakah yang kau bilang baik
itu ?" 231 Alis Kan Bun Hui berkerut, sambil menghormat
ia berkata : "Kuo tayhiap, Jen jihiap, kalian jauh2 datang
kesini, apakah mempunyai urusan penting ?"
Dengan berpaling dan menunjuk pada diri Kang
Han Cing dan Goan Tian Hoat yang sedang duduk
diatas batu karang, Kuo Se Fen berkata :
"Gan toako bertanya, akupun tidak perlu
menutup-nutupi hal ini, mereka berdua adalah
keponakanku. Yang tua bernama Ong Ka Siong,
pada tiga bulan yang lalu ia kena dicelakai oleh
orang hingga mendapat cidera dalam, karena telah
berobat ke mana2 belum juga sembuh, maka aku
sendiri mengantarnya untuk minta pertolongan
pada Pak Yun Kuan koancu."
Mendengar keterangan Kuo Se Fen, wajah Gan
Bun Hui nampak serba susah, ia menoleh pada
Yang Si Kiat lalu ucapnya :
"Sayang kedatangan Kuo taihiap ini terlambat !"
Kuo Se Fen memang telah menduga, tentunya
mendapat jawaban yang seperti itu, tapi ia purapura tercengang dan tanyanya kemudian :
"Gan toako, mengapakah terlambat ?"
"Tian hung totiang sedang keluar, belum pulang
kembali." Kuo Se Fen ketawa getir dan sahutnya :
"Barusan, dari keterangan keempat pengurus
keluarga Lie, aku telah mengetahui. Biarlah ! Aku
hendak menunggu, karena disamping hendak
232 minta pertolongannya, aku telah lama kangen dan
ingin ketemu." "Ini sungguh membuat diriku serba susah,"
ucap Gan Bun Hui. "Apa yang membuat kalian merasa serba susah
?" "Kuo taihiap mungkin tidak mengetahui bahwa
Lie coancu kini sedang berobat dan untuk ini
tidaklah boleh terganggu."
Hati Jen Pek Coan menjadi panas tapi ia tahan
kemarahannya. "Ha, Ha ! Memang aku ada mendengar bahwa
Lie coancu sedang berobat disini tapi ini bukan
urusanku. Dan kami pun tidak akan mengganggunya." ucap Kuo Se Fen dengan
mengelus jenggot. "Selama Lie coancu ada disini siapapun tidak
boleh memasuki Pak Yun Kuan !" ujar Yang Si Kiat
dingin. Jen Pak Coan tidak dapat menahan hati
sahutnya sengit : "Peraturan siapakah ini" Apakah
Pek Yun Kuan kepunyaan keluarga Lie?"
"Jite kau diam saja." ucap Kuo Se Fen pelahan
lalu ia menjura pada kedua orang itu.
"Lie coancu dan kami masing2 mempunyai
urusan sendiri dan tidak ada hubungannya.
Sesama kaum bulim segalanya mudah dirundingkan." Gan Bun Hui balas menghormat, katanya :
233 "Harap Kuo tayhiap Jen jihiap bisa memaklumi
soal ini." Kuo Se Fen mengetahui bagaimana omong pun
tidak ada guna, katanya dengan sabar :
"Ha, Ha ! Dari jauh2 aku kesini, apakah harus
pulang kembali hanya karena Lie cuancu "
Katakanlah, bagaimana sebaiknya ?"
Gan Bun Hui bukan tidak mengerti arti dari
kata2nya. Sambil menjura ia berkata :
"Kami yang rendah mana berani menghalanghalangi seorang ketua suatu partay besar yang
disegani didaerah Hay yang. Harap Kuo tayhiap
maklum, karena kami hanya menjalankan tugas
untuk menjaga serta melarang siapapun memasuki
Pek Yun Siak. Bagi Kuo tayhiap, hanya ada satu
jalan, yaitu harus mengalahkan kami supaya tidak
disalahkan Lie cuancu."
Lie cuancu adalah sebutan yang lazim kepada
Datuk Persilatan Lie Kuan Tie
"Kalau memang tidak ada jalan lain, terpaksa
kami menuruti kehendak kalian !"
"Harap Kuo tayhiap dapat memaafkannya !"


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha, Ha ! Janganlah Gan toako berlaku
sungkan. Entah bagaimanakah caranya ?"
"Kita bertanding " Satu lawan satu ?"
"Baiklah ! Silahkan keluarkan senjata." lalu Kuo
Se Fen keluarkan golok pusaka.
Gan Bun Hui turut mencabut pedang, serta
mendongakan didepan dada memberi hormat :
234 "Silahkan Kuo tayhiap !"
"Silahkan Gan toako mulai !"
Melihat lawannya tidak mau menyerang dulu,
Gan Bun Hai pun tidak berlaku sungkan,
menusukan pedang lebarnya, yang diarah pundak
lawan. Melihat gerakan serangan lawan itu, dalam hati
Kuo Se Fen dapat menduga, ini hanya untuk
menunjukan bahwa ia tidak mempunyai maksud
bermusuhan dengan dirinya. Ia maju setindak
sambil mengelak lalu dengan gerakan yang gesit ia
putarkan senjatanya menyerang kesisi tubuh
lawan. Gan Bun Hui cepat memutar tubuh dan
menangkis dengan pedang dipalangkan keatas
berbarengan pedangnya tiba2 meluncur ke arah iga
kanan lawan. Walau baru dua gebrakan Kuo Se Fen telah
dapat merasai betapa hebatnya ilmu pedang dari
anak murid Patkuat Men ini. Maka ia tidak berani
memandang enteng lawannya.
Dengan sebilah golok Yah Ling To di-tangan,
Kuo Se Fen memainkan ilmu silat "Kiu Kung To
Hoat" dari Hay-yang-pay yang hebat. Berkelebatnya
sinar golok yang kesana-sini, bagai amukan badai,
menderu deru diudara, disertai deruan angin
dingin mengancam lawannya.
Menghadapi ketua Hay-yang-pay yang namanya
telah menggetarkan daerah Kang Hai itu, Gan Bun
Hui pun tidak berani memandang enteng, maka
235 terpaksa ia keluarkan ilmu silat "Liong Sin Pat
Kuat Kiam Sut" yang tidak sembarang digunakan
untuk mengimbangi ketangguhan lawannya.
Seperti seekor naga menari, tubuhnya bergerak
cepat, dengan putarkan pedangnya. Sebenarnya
pedangnya bukan diputarkan, melainkan dikibaskan, menurut bentuk pat kuat atau delapan
persegi, karena gerakannya cepat luar biasa hingga
bila dilihat seperti bundaran. Sedangkan langkahan kakinyapun menurut pat kuat.
Mereka bertanding dengan seru dan hebat!
Puluhan jurus telah liwat tapi belum juga
kelihatan mana yang lebih unggul.
Melihat kawannya bertanding, tangan Yang Si
Kiat jadi gatal, ia mencabut senjatanya yang
berupa sepasang tombak pendek, kemudian
disambungkan hingga menjadi sebuah tombak
panjang yang berkepala dua.
"Ngung.........." ia putarkan tumbaknya diudara,
bagaikan roda jari2 berputar siam, senjatanya
menjelma jadi suatu lingkaran putih.
"Jen jihiap, marilah kitapun menguji kepandaian !" tantangnya memandang enteng.
Melihat orang memandang enteng pada dirinya,
hati Jen Pek Coan jadi panas, betapa sombongnya
orang ini, kalau tidak diberi pelajaran, tentu tidak
tahu diri dan memandang enteng pada Hay-yangpay.
Tapi ia senyum2 saja, sautnya :
236 "Ha, Ha ! Terserahlah ! Kalau Yang toako
menghendakinya !" Yang Si Kiat menudingkan tombaknya, katanya
dingin : "Silahkan Jen jihiap !"
Pelan2, dari pinggangnya Jen
keluarkan pipa rokok itu, ucapnya :
Pek Coan "Silahkan Yang toako !"
Melihat senjata pipa yang demikian pendek,
Yang Si Kiat semakin memandang enteng, maka
katanya mengejek : "Apakah Jen jihiap memakai pipa rokok itu
sebagai senjata ?" Jen Pek Coan mengangkat-angkat bahunya :
"Sudah sepuluh tahun aku menggunakan pipa
rokok, belum pernah ada kekurangan apa2. Tapi
kalau dibandingkan dengan tombak Yang toako,
agaknya terlalu pendek."
"Lebih baik Jen jihiap ganti senjata yang lain
saja !" "Pendek sedikit tidaklah menjadi Walaupun pendek, asal bisa dipakai."
soal. "Dalam pertandingan tentu akan timbul korban,
hanya janganlah Jen jihiap kuatir, aku tidak akan
merengut jiwamu paling hanya melukaimu." ucap
Yang Si Kiat dingin. 237 Mendengar ucapannya ia tidak menjadi marah,
hanya menyahut dengan menjura. "Banyak terima
kasih atas kemurahan hati Yang toako !"
"Hati2lah !" tiba2 tombaknya berputaran
berobah menjadi sebuah lingkaran putih, berkilauan menerjang ke-diri Jen Pek Coan.
"Trangg?" Jen Pek Coan menyambarkan senjatanya,
hingga dua senjata beradu, mengeluarkan suara
keras. Dirinya terhuyung, nampak seperti terdorong oleh getaran senjata yang amat keras
tadi. "Ha, ha! Hanya demikianlah kehebatan si
telapak sakti yang kesohor ini," ejek Yang Si Kiat
dingin. Ia jadi lebih memandang enteng, timbul
nafsunya untuk bisa menundukan lawan dalam
waktu yang cepat. Ia menerjang lawannya pula,
menghujankan tusukan2 yang sangat gencar.
Melihat lawan masuk perangkap, Jen Pek Coan
merasa girang, cepat tubuhnya direndahkan
kebawah dengan miring sedikit, ia mencelat maju
nampak suatu bayangan hitam bagaikan kecepatan bintang jatuh dari langit meluncur
kearah dada Yang Si Kiat.
Serangannya sungguh diluar dugaannya, hatinya sangat terkejut, karena ia dapat merasai
berkelebatnya suatu bayangan mengancam dadanya. Untuk mengelak sudah tidak mungkin,
238 maka cepat ia tangkis dengan tombak dipalangkan
depan dada. "Trangg.............."
Serangan tempat bakonya dapat tertangkis
hingga lagi2 terdengar beradunya senjata yang
keras. Pundak Yang Si Kiat terasa sakit dan nyeri, ia
terkejut dan menyesal, karena orang yang
dipandang enteng itu ternyata mempunyai
lweekang demikian hebatnya, hingga dirinya kena
terpancing. Begitu tempat bakonya dapat ditangkis,
berbarengan pipa rokok itu menyambar ke-arah
batok kepalanya ! Yang Si Kiat jadi kualahan, untuk mengelak
serangan itu sudah tidak mungkin, maka cepat
menyedot napas, ia mengenjotkan kaki, hingga
tubuhnya mencelat kebelakang !
Jen Pek Coan tertawa kecil, tubuhnya pun
mencelat, mengubar sambil menghunyam pukulan2 serta totokan2 yang membuat lawannya
tidak berdaya. Yang Si Kiat terdesak hebat !
Sebenarnya, senjata tombaknya dapat dibuka
menjadi dua, tapi karena didesak terus oleh lawan,
hingga Yang Si Kiat tidak mempunyai kesempatan
untuk ini, memang, bila bertanding dengan jarak
jauh, ia dapat keuntungan dari lawannya yang
menggunakan senjata lebih pendek dari pada
senjatanya. Tapi Jen Pek Coan bukanlah kaum
239 bulim tingkat rendah, ia adalah seorang yang
berilmu kepandaian tinggi dan luas pengalamannya, maka dalam sekejap saja, ia bisa
merasakan kelemahan2 yang terdapat pada diri
lawannya. Hingga ia menggunakan kelemahan
lawannya untuk bikin ia tidak berdaya.
Sebentar saja, diri Yang Si Kiat terdesak hebat,
hanya bisa mengelak serta menangkis sambil
mundur kebelakang. Ketika Yang Si Kiat menusukan tombaknya
kearah iga, ia memutarkan tubuh, hingga tombak
itu menusuk di tempat kosong, berbarengan
tangan kirinya diulurkan memukul kearah pundak
lawan. Sedangkan tempat bako itu yang berada
ditangan kanannya menyambar kearah muka
lawan. Begitu tombaknya menusuk ketempat kosong,
Yang Si Kiat cepat miringkan tubuhnya sedikit,
mengelak pukulan yang mengancam pundaknya,
tangan kiri mendorong ke depan, menangkis
tempat bako itu. Disaat yang sama, pipa rokok Jen Pek Coan pun
menusuk kearah dengkul kaki kirinya dengan
sangat cepatnya ! "Duk !" Serangan pipa itu mengenai sasarannya, hingga
dengkul kiri Yang Si Kiat kesemutan nyeri,
tubuhnya terhuyung kedepan !
240 Jen Pek Coan tidak meliwati kesempatan yang
baik, cepat kakinya menendang kedepan ! "Bruk !"
Tubuh Yang Si Kiat terpental dan jatuh keatas
tanah ! Dari pertama bertanding hingga roboh terpelanting, Yang Si Kiat tidak mempunyai
kesempatan untuk melawan dengan ilmu tombaknya yang sangat disegani oleh kaum bulim.
Maka begitu tubuhnya berdiri, hatinya jadi sangat
marah bercampur malu dengan muka merah
padam serta mata melotot besar serunya sengit :
"Keparat ! Biarlah aku mengadu jiwa !"
Cepat ia menusukan tombaknya kearah dada
Jen Pek Coan serta menerjang maju.


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aiiiih ! Jangan marah Yang toako, jatuh sedikit
kan tidak apa2 !" ejek Jen Pek Coan sambil
mengegoskan tubuhnya mengelak serangan.
"Anjing tua! Hayo kita bertanding tiga ratus
jurus pula !" Ia menusukan tombaknya pula yang lantas
dielakan oleh Jen Pek Coan.
"Ha, Ha! Harap Yang toako jangan gusar. Kalau
menang merupakan hal biasa, terhadap sesama
kaum bulim, kalau dalam pertandingan bukanlah
hal yang memalukan seorang enghiong harus
berani mengakuinya secara jantan bila kalah
dalam pertandingan !"
Yang Si Kiat jadi bertambah marah mendengar
ucapan yang separo ngejek.
241 "Diam kau anjing tua ! Aku belum kalah !
Barusan kau mendapat keuntungan, karena
menggunakan tipu muslihat saja dan bukan
bertanding secara jantan !" bentaknya.
Ia menerjang pula kearah lawan, Jen Pek Coan
mengelak lalu lari kebalik batu karang, katanya
tertawa: "Sudahlah Yang toako, kehebatan ilmu tombakmu telah kumengujinya ! Hebat.....
hebat..... Memang luar biasa hebatnya ! Ha, ha, ha,
ha !" Diolok demikian Yang Si Kiat merasa dadanya
se-akan2 hendak meledak saking sengitnya. Tapi ia
hanya bisa me-maki2 sambil mengubar dengan
me-nusuk2kan tombak ke balik batu karang.
Jen Pek Coan tidak meladeni kekalapan
lawannya. Ia ber-lari2 menghindarkan diri dengan
mengejek terus. Pertandingan antara Kuo Se Fen dengan Gan
Bun Hui makin lama makin menjadi seru. Setelah
liwat duaratus jurus hati Gan Bun Hui dapat
menyadari, betapapun ia tidak kalah dalam ilmu
silat, tapi dalam kekuatan tenaga sinkang, dirinya
berada di bawah kekuatan lawan. Lambat laun dan
akhirnya, ia tentu harus mengaku kalah.
Hati Gan Bun Hui tambah gelisah, ketika
melihat kawannya berhasil ditendang roboh oleh
Jen jihiap. 242 Sewaktu pikirannya kalut, disaat perhatiannya
terpecah, kesempatan ini digunakan se-baik2nya
oleh Kuo Se Fen. Gan Bun Hui merasa tangannya bergetar hebat,
pedangnya telah berhasil tertangkis, ditekan
kesamping oleh lawan. Hatinya terkejut nampak
sebuah bayangan hitam berkelebat kearah
dadanya. Ternyata bayangan hitam itu adalah lima jari
tangan Kuo Se Fen - Inilah ilmu "Yin Cau Kung"
atau ilmu cakar elang yang sangat disegani oleh
kaum bulim. Gan Bun Hui terkejut, baru saja hendak
mengelak. Terlambat ! Karena seketika dadanya
teraba ditekan oleh jari tangan lawan. Cepat
tubuhnya mencelat kebelakang.
Si Cakar elang Kuo Se Fen berdiri tenang
dihadapannya sambil tersenyum.
Gan Bun Hui dapat menyadari, andai si Cakar
elang itu hendak mencelakainya dengan mudah
cakar maut itu dapat bersarang diatas dada !
Wajahnya berobah merah, ia
pedangnya serta katanya menjura:
menyimpan "Banyak terima kasih atas kemurahan hati Kuo
tayhiap! Aku mengaku kalah !"
"Ilmu pedang Gan toako sungguh membuat
hatiku kagum !" Gan Bun Hui menoleh kearah diri kawannya,
nampak ia sedang menguber-nguber lawannya
243 sambil me-maki2. Ia jadi mengerutkan alis serta
membentak. "Sudahlah Yang jietee !"
Ditegor demikian Yang Si menguber, sahutnya penasaran :
Kiat berhenti "Toako, aku tidak kalah ditangannya !"
"Mari kita pergi !" ucap Gan Bun Hui dengan
menekuk muka. Setelah ia menjura pada Kuo Se Fen kemudian
berlalu masuk kedalam lembah, diikuti oleh Yang
Si Kiat serta keempat orang pengawal itu.
Para jago dikalahkan ! dari keluarga Lie itu berhasil Setelah bayangan mereka lenyap dari pandangan, Kuo Se Fen menghela napas dan
berkata: "Marilah kita berangkat !"
Jen Pek Coan mengisikan bako kedalam pipa
lalu menyalakannya, ia mengisap dua kali
kemudian berkata: "Mungkin dikemudian hari, keluarga Lie akan
dendam hati pada kita."
"Aih ! Terserahlah pada mereka ! Karena mereka
yang memaksa kita !" sahutnya tegas.
Goan Tian Hoat menggendong Kang Han Cing
pula, lalu mereka meninggalkan tempat itu menuju
kedalam lembah. 244 Tidak lama, mereka tiba disuatu jalan kecil serta
sempit. Mereka mendongak nampak kedua sisinya
batu2 karang yang pemukaannya licin dan rata,
menjulang tinggi keangkasa, hingga dari jauh
nampak jalan kecil itu seperti retakan gunung saja.
Jalan kecil itu ber-liku2 serta menanjak tinggi.
Angin meniup sangat kencangnya membuat
pakaian mereka ber-kibar2 bagai bendera dan
mengeluarkan suara deruan.
Setelah beberapa lama jalan itu mulai lebar,
ternyata mereka kini berada dibalik puncak
gunung. Kabut tebal menutupi sekeliling puncak
membuat baju mereka basah.
Kuo Se Fen meng-amat2i disekelilingnya, kemudian berkata menunjuk kedepan : keadaan sambil "Mungkin Pek-yun-kuan berada didepan sana."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju suatu
lereng gunung. Benar saja, mereka melihat
sekelilingnya lereng itu penuh dengan pohonpohon bahan obat yang ditanam oleh Tian Hung
totiang. Angin sepoi-sepoi meniup pohon-pohon obat
yang telah berbunga membuatnya berbuah, hingga
hidung mereka terangsang bau harum yang
menyegarkan. Ditengah-tengah pohon-pohon obat terdapat
sebuah jalan kecil berliku yang pada ujungnya
nampak sebuah bangunan kecil. Dalam bangunan
245 kecil itu terdapat meja serta bangku-bangku yang
terbuat dari batu. Dibawah wuwungan nampak sebuah papan
merek berbunyi "Cia-ci-teng" atau depot mengaso.
Tidak jauh dari situ terdapat sebuah bangunan
yang dikelilingi oleh pagar bambu, tembok dari
bangunan itu berwarna kuning, inilah Pek-yun
kuan, tempat kediaman Tian Hung totiang.
Baru saja mereka tiba didepot itu, dari dalam
Pek-yun-kuan berkelebat beberapa bayangan
menuju kearah mereka. Alis Kuo Se Fen berkerut, dalam hati menduga2, apakah mereka orang2 dari keluarga Lie
pula" "Toa-suheng, apakah mereka itu dari keluarga
Lie pula ?" tanya Jen Pek Coan melangkah dekat.
"Biarlah, kita mengaso dahulu sejenak !"
Setelah duduk, Kang Han Cing berkata terharu :
"Sungguh membuat hati siauwtee merasa tidak
enak, kalau saja bukan karena urusan siauwtee,
paman berdua tidaklah sampai bermusuhan
dengan keluarga Lie !"
"Sungguh keterlaluan mereka ini, masakan
karena Lie Kang Tie berobat saja lalu melarang lain
orang datang kesini !" ucap Jen Pek Coan sengit.
"Janganlah jitee berkata demikian, mungkin
mereka mempunyai kesulitan hingga terpaksa
berbuat demikian !" 246 Nampak oleh mereka seorang pemuda, wajahnya putih bersih, berjalan menghampiri.
Pemuda itu mengenakan pakaian panjang
warna biru yang terbuat dari bahan sutra,
berumur dua puluh lebih, alisnya kereng serta
lentik, pandangan matanya terang tajam. Bentuk
wajahnya agak kurus serta membayangkan
sifatnya yang tinggi hati.
Yang berada di belakang pemuda itu adalah
keempat pengawal keluarga Lie.
Setelah tiba dihadapan rombongan Kuo Se Fen,
pemuda itu memandang tajam sambil tersenyum
dingin. Tiba2 sambil menudingkan kipas ditangannya berkata dingin:
"Mereka orangnya ?"
"Ya !" Wajah pemuda itu berubah terbayang tidak
senang, ia me-nuding2kan kipasnya serta ucapnya
dingin : "Kalian dari Hai-yang-pay, yang mana bernama
Kuo Se Fen ?" Melihat tingkah lakunya yang sangat congkak
serta kurang ajar dari pemuda ini, lebih2
memanggil suhengnya tidak hormat, hati Jen Pek
Coan jadi panas, baru saja ia hendak mendampratnya.... "Aku bernama Kuo Se Fen. Siapakah siauwko
ini ?" sahut Kuo Se Fen bangkit dari duduknya
dengan memberi hormat. 247 "Ia adalah tuan muda kami !" ujar seorang dari
empat pengawal itu. "Oh ! Lie kongcu ! Terimalah hormatku !" kata
Kuo Se Fen dengan menjura.
"Mungkin kau telah mengetahui ayahku sedang
berobat disini !" Dia putra Lie Kong Tie ! "Ya. Gan toako telah memberitahukannya."
"Kalau begitu, kalian pulang kembali saja !
Karena ayahku tidak boleh terganggu !" katanya
dingin. Betapa sombongnya pemuda berwajah putih itu,
ucapannya se-olah2 suatu perintah.
Kuo Se Fen sebagai seorang ketua partai
biarpun mempunyai ketabahan yang luar biasa,
mendengar ucapan dingin yang memandang
rendah serta menghina itu, hatinya menjadi panas.
Walaupun demikian, Kuo Se Fen tetap bersabar,
katanya : "Tubuh keponakanku ini terkena racun dan
hanya Tian Hong

Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

totianglah yang dapat menyembuhkannya . . . ."
"Aku tidak suka banyak omong ! Lebih baik
kalian meninggalkan tempat ini !" ucap pemuda itu
tidak sabar dan dingin. Jen Pek Coan jadi tidak sabar pula, ucapnya
sengit : "Ha, Ha, Ha, Ha ! Apakah Pek-yun-kuan sudah
dibeli kalian ?" 248 Pemuda itu memandang dingin tajam dan
tanyanya menoleh kebelakang : "Siapakah dia ?"
"Dia adalah wakil ketua Hai-yang-pay bernama
Jen Pek Coan, mempunyai julukan si tangan
sakti." ucap seorang pengawal.
"Tidak salah ! Aku bernama Jen Pek Coan."
Dengan wajah dingin dan congkak, sambil
meng-goyang2kan kipas ditangan, pemuda itu
berkata : "Hm ! Memang didaerah utara agak disegani
orang. Tapi bagi keluargaku sedikit pun tidak
dipandang !" (Bersambung 5) *** Jilid 5 TIDAK lama sejak Put-im suthay dan Ciok Sim
taysu tiba ditempat itu, tiba2 terdengar satu suara
yang garing tertawa, katanya :
"Selamat datang kepada Put-im suthay dan Ciok
Sim taysu, Kang Han Cing sudah menunggu lama."
Put-im suthay dan Ciok Sim taysu menoleh
kearah datangnya suara itu, disana berdiri seorang
pemuda berbaju hijau dengan alis lentik wajahnya
tampan, tertawa memandang mereka, itulah Kang
Han Cing. 249 Ciok Sim taysu merangkapkan kedua tangan
memberi hormat dan berkata :
"Omitohud ! Membuat siecu menunggu lama."
Put-im suthay belum pernah bertemu muka
dengan Kang Han Cing, ditatapnya pemuda itu
sekian saat, dan ia bertanya dingin.
"Kau inikah yang bernama Kang Han Cing?"
"Betul ! Aku yang bernama Kang Han Cing."
"Manusia terkutuk," berkata Put-im suthay,
"Masih berani kau menemui orang?"
Alis lentiknya Kang Han Cing terjingkat, ia
tersenyum kecil berkata :
"Eh, datang2 memaki orang" Undanganku
bukan ditujukan untuk kalian berbuat seperti itu.
Gunakanlah sedikit etiket baik."
"Manusia durjana, sesudah memperkosa dan
membunuh muridku, apalagi yang kau mau."
Memang adat Put-im suthay agak aseran,
mentang2 berkepandaian silatnya tinggi, maka
sering menghina orang. Mau menang sendiri. Apa
lagi didalam persoalan ini, ia memang harus
mendapat kemenangan, ia harus segera menyingkirkan orang yang sudah memperkosa dan
membunuh muridnya. Kang Han Cing tersenyum2.
Put-im suthay membentak lagi :
250 "Hayo ! Masih mau menyangkal " Hendak putar
lidah " Akuilah perbuatanmu, kau sudah
memperkosa dan membunuh muridku, bukan ?"
"Baiklah," berkata Kang Han Cing tertawa. "Aku
mengakui, aku tidak menyangkal lagi. Yen Siu Lan
sudah kuperkosa, Yen Siu Lan sudah kubunuh
mati. Apa lagi yang kau mau" Apa yang kau bisa
lakukan kepada Kang Han Cing ?"
"Tidak suthay. menyangkal lagi ?" berkata Put-im "Tidak perlu menyangkal. Kalian bisa apa ?"
berkata Kang Han Cing menantang.
Srettt . . . . Put-im suthay sudah mencabut keluar pedangnya, dihadapi Kang Han Cing dengan gemas
geregetan ia berkata : "Akan kucincang seiris demi seiris tubuhmu,
baru bisa melampiaskan rasa sakit hatiku."
"Inikah kata2 seorang biarawati?"
"Lekas keluarkan pedangmu. Mari kita bertempur tiga ratus jurus." berkata Put im suthay.
"Eh, masih berani menantang?" berkata Kang
Han Cing. Ciok Sim taysu berkerut alis, ia merangkapkan
kedua tangan, menyebut nama Budha dan berkata
: "Sabar ! Kuharap suthay menjadi sabar.
Kedatangan kita ketempat ini atas undangannya.
251 Tanyakan dahulu, apa maksudnya mengundang
datang ?" Put-im suthay berkata: "Sudah kau dengar sendiri, dia mengakui semua
perbuatan itu, bukan" Apalagi yang hendak
ditanya?" Dengan tertawa Kang Han Cing berkata:
"Kuundang jiehui berdua ketempat ini, karena
aku hendak memberi sedikit keterangan."
"Lekas katakan keteranganmu itu." berkata Putim suthay dingin.
Kang Han Cing tidak segera lekas2 mengucapkan suaranya, lebih dahulu ia menggibrik2kan bajunya yang kena debu, sesudah
itu dengan sepatah demi sepatah ia berkata:
"Kang Han Cing belum pernah melakukan
sesuatu dengan dibawah ancaman, maka kalau
mau mendengar keteranganku, simpan dahulu
pedang itu. Agar tidak membawa mesiu peperangan." Put-im suthay geregetan sekali, tapi apa boleh
buat, ia menancapkan pedangnya di tanah,
sesudah itu ia berkata : "Nah ! Lekas katakan, keterangan yang hendak
kau beritahu !" Kang Han Cing tertawa kecil, memandang kedua
jago silat itu lalu berkata:
"Jiewie berdua telah berkunjung ke gedung
keluarga Kang ?" 252 "Tidak salah." berkata Ciok Sim taysu. "Kami
baru saja meninggalkan rumahmu."
"Mengapa pergi kesana ?" bertanya Kang Han
Cing. Dengan marah Put-im suthay berkata :
"Kau telah melakukan suatu perbuatan nista,
aku kesana mencarimu untuk meminta pertanggungan jawab !"
"Sekarang aku sudah berada didepan jiewie
berdua, bukan?" berkata Kang Han Cing
menantang. Put-im suthay berkata: "Kau adalah putra kedua dari Datuk selatan
Kang Sang Fung, kalau tidak mengunjungi gedung
keluarga Kang, kemana harus mencari dirimu?"
Kang Han Cing berkata: "Kuberi peringatan keras, untuk selanjutnya
jangan sekali2 mengacau gedung keluarga Kang.
Jangan sekali-kali mengganggu ketenangan keluargaku. Jangan sekali2 mengganggu toako.
Kalau saja....hem.....hem...jangan katakan Kang
Han Cing keterlaluan."
Nada suara Kang Han Cing menjadi begitu
congkak dan terkebur, sangat temberang.
Ciok Sim taysu merangkapkan kedua tangan
dan berkata : "Omitohud, apa hanya kata2 ini yang hendak
siecu keluarkan ?" 253 "Masih mau apa lagi ?" berkata Kang Han Cing.
"Omitohud." berkata Ciok Sim taysu. "Lolap kira
akan mendengar keterangan yang lebih penting,
ternyata hanya pepesan kosong."
Kang Han Cing berkata : "Kalau kalian percaya dan yakin kepada ilmu
kepandaian sendiri, kalau kalian bisa memenangkan diriku, langsung saja membuat
perhitungan dengan aku, jangan mengganggu
toako, jangan mengganggu gedung keluarga Kang."
"Bocah kurang ajar," bentak Put-im Suthay,
"sampai dimanakah tingginya ilmu kepandaianmu,
berani menantang orang" Baik. Aku hendak
mencoba, sampai dimana ilmu kepandaian Kang
jiekongcu." Betul2 Put-im taysu melaksanakan ancamannya, ia mencabut kembali pedang yang
tertancap di tanah, siap menempur Kang Han Cing.
Kang Han Cing memang bermaksud menempur
kedua orang itu, sengaja memancing insindent2 ia
berkata: "Apa hanya seorang saja" Lebih baik maju
berbareng." Kecepatan Put-im suthay begitu hebat, tanpa
menunggu selesainya ucapan Kang Han Cing, ia
mengayun pedang menabas sepasang kaki pemuda
ugal2an itu. Sebagai seorang saudara ketua partai Ngo-biepay, Put-im suthay mendapat nama yang cukup
harum, tidak kalah dibelakang nama Bu Houw
254 taysu, gerakan ilmu pedangnya
mengancam dengan jitu. begitu cepat, Gerakan Put-im suthay sangat cepat, tapi
gerakan Kang Han Cing juga sangat cekatan,
wingg..... serangan pedang itu lolos dari bawah
ujung kaki. "Ha, ha"." Kang Han Cing tertawa, Sreet". dia
juga menghunus pedang. Put-im suthay tidak mau banyak bicara lagi,
giliran pedang yang bicara ia menyabet, menusuk,
dan membacok. Semakin lama, tekanan cahaya pedang itu
semakin rapat, se-olah2 sudah mengurung seluruh
jalan Kang han Cing. DENGAN bajunya yang berkibar-kibar, Kang
Han Cing mengelakan setiap serangan. Berputar
disekitar tempat itu, tidak hentinya tangan
menyebar sesuatu. Bagaikan bayangan seseorang, Put-im suthay
mengikuti larinya pemuda itu.
"Bocah terkutuk." Put-im suthay memaki,


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"hanya sampai disinikah ilmu kepandaianmu ?"
Satu saat, cahaya pedang berobah menjadi
enambelas batang, menuju kearah batok kepala
Kang Han Cing, inilah ilmu kebanggaan Put-im
Suthay ! Kang Han Cing menggelengkan kepala dengan
satu cara yang tidak mudah dilihat, ia berhasil
mengelakan datangnya ancaman maut. Sesudah
255 keluar menerobos kepungan cahaya pedang, ia
mulai mengayun senjata, mulutnya berkata :
"Nenek tua, inilah serangan balasanku."
Tubuhnya menyempong kesamping, tangannya
dijulurkan kedepan, maka pedang itu bergerak dari
jurusan yang sulit diduga, menyerang Put-im
suthay. Put-im suthay juga termasuk salah seorang ahli
pedang, melihat cara2 gerakan Kang Han Cing,
hatinya tercekat, serangan yang seperti itu tidak
boleh ditangkis, jalan yang terbaik adalah
mengelakan. Mengenjot tubuh, Put-im suthay
lompat kebelakang. Giliran Kang Han Cing yang mengambil inisiatif
penyerangan, berulang kali menusukkan senjatanya. Agak repot juga Put-im suthay mengelakkan
datangnya serangan2 itu. Tiba2 ia rasakan
perubahan sesuatu, tenaganya banyak berkurang.
Dengan tertawa Kang Han Cing berkata :
"Nenek tua, hanya sampai disini sajakah ilmu
kepandaianmu ?" Situasi berubah, dunia berputar. Kalau dalam
serangan pertama tadi Put-im suthay mendesak
dan merangsak Kang Han Cing, kini keadaan telah
berputar seratus delapan puluh derajat, Kang Han
Cing yang memegang inisiatif mengancam dan
mendesak lawannya. 256 Put-im Suthay berusaha mengelak dan menangkis serangan itu, agak sulit juga, semakin
lama tenaganya semakin pudar.
Kang Han Cing menusuk lagi !
Put-im suthay mengertak gigi, menyentilkan
pedangnya, menukik dan menghajar. Indah ilmu
kepandaian terakhir, ilmu kepandaian simpanan
yang sering membuat mematahkan semangat
lawan. Sebagai seorang ahli pedang puluhan tahun,
Put-im Suthay mengancam delapan jalan darah
Kang Han Cing. Kalau saja salah satu dari
ancaman itu mengenai sasarannya, tubuh Kang
Kan Cing akan terkapar di tanah.
Kang Han Cing tertawa dingin, pundaknya
terangkat, menangkis datangnya serangan itu.
Tranggggg". Pedang Put-im suthay diterbangkan !
Secepat itu pula, Kang Han Cing meneruskan
serangan, menotok jalan darah Put-im suthay.
Tubuh Put-im suthay jatuh ngusruk di tanah,
dia bingung memikirkan kejadian2 tadi, bagaimana
dengan mendadak sontak tenaganya bisa lumer
dan lembek" Apa yang telah terjadi" Karena itulah,
tanpa ada pegangan kekuatan, pedangnya
diterbangkan Kang Han Cing. Tentu telah terjadi
sesuatu. Menyaksikan jatuhnya sang kawan, Ciok Sim
taysu terkejut, ia melejitkan tubuh menyelak di
tengah dan membentak: 257 "Kang Han Cing, jangan kau main gila !"
Kang Han Cing memperlihatkan sikapnya yang
angkuh dan sombong, melirik kearah Ciok Sim
Taysu dan berkata : "Nah ! Kini giliranmu !"
Jarak Ciok Sim Taysu dan Kang Han Cing
sudah sangat dekat, padri tua itu menganggukan
kepala berkata : "Baik. Giliranku pelajaran." yang hendak meminta Kang Han Cing telah menjatuhkan Put-im
suthay dalam waktu yang sangat singkat, hal ini
membuat Ciok Sim taysu tidak berani memandang
ringan kepada lawannya. Ia lebih berhati-hati,
menyedot napasnya dalam2. Dicurahkan kearah
kedua telapak tangan, siap menghadapi pertempuran. "Aaaaah......." Tiba2 saja Ciok Sim Taysu
tercekat, tangannya tidak bisa diangkat, wajahnya
berubah, ia telah terkena semacam racun yang
tidak terlihat, karena itu seperti keadaannya Putim Suthay yang tidak bisa memegang pedangnya,
kekuatan Ciok Sim taysu juga lenyap, karena
adanya sesuatu yang berada di luar dugaan ini,
sepasang matanya memandang wajah Kang Han
Cing, menduga kalau putera dari keturunan Datuk
Persilatan itu main gila, si padri mengeluarkan
bentakan : 258 "Kang Han Cing, berani kau main gila" Racun
apa yang sudah kautebarkan kepadaku ! Mengapa
menjadi seperti ini ?"
Kang Han Cing menengadahkan kepala, tertawa
dingin dan berkata : "Lucu ! Apa2an kau ini ?"
Dengan mengertak gigi Ciok Sim taysu berkata :
"Kang Han Cing, kau telah membuat perkosaan
melakukan pembunuhan, masih berani menaburkan racun kepadaku dan Put-im suthay"
Betul2 jahat, betul2 jahat"."
"Tutup mulut !" bentak Kang Han Cing.
"Berulang kali kau berlaku tidak sopan. Akan
kubunuh dirimu." Pedangnya disodorkan kearah Ciok Sim taysu. kedepan, menjurus Betapa lihaypun ilmu kepandaian Ciok Sim
Taysu, karena ia sudah mendapat taburan obat
racun lemas, tanpa bisa dielakan, pedang Kang
Han Cing menotok jalan darahnya.
Gedebrok, ia jatuh di tanah.
"Ha, ha, ha....." Kang Han Cing tertawa besar,
menudingkan jari kearah Put-im suthay dan Ciok
Sim taysu, ia berkata : "Ha, ha.... tokoh2 Ngo-bie-pay dan Siauw-limpay, hanya seperti ini sajakah kepandaianmu !
Kalau betul2 kalian mempunyai ilmu kepandaian,
langsung berhadapan dengan aku, jangan kau
259 mengganggu saudaraku lagi. Jangan berani2
mengganggu gedung keluarga Kang, heee!"
Wajah Put-im suthay pucat pasi, peredaran
jalan darahnya membeku, ia tidak bisa bergerak,
hanya mulutnya yang masih mendapat kebebasan
ia mengumpat caci. "Manusia terkutuk. Durjana, sudah memperkosa orang, membikin pembunuhan,
berani kau menghina lagi " Bah ! Hayo ! Kalau kau
mempunyai keberanian, bunuh aku sekalian."
Sepasang mata Kang Han Cing berkilat-kilat ia
berkata: "Maksudku bukan hendak membikin pembunuhan, tapi...kau sendiri yang minta mati,
baiklah. Kau kira aku takut kepada Ngo-bie-pay,
lebih baik kuputuskan sepasang telingamu untuk
memberi peringatan....."
Secepat itu pula, pedang Kang Han Cing
melayang, meluncur kearah kepala Put-im suthay,
dengan maksud membabat sepasang telinga
biarawati itu. Disaat ini, satu bayangan meluncur datang,
mulutnya berteriak keras:
"Jiete, jangan!"
Bayangan yang datang adalah putra tertua dari
gedong keluarga Kang, Kang Puh Cing!
Kang Han Cing mendongakkan kepala, mengenali siapa yang datang, segera ia berdehem
keras, melirik kearah Put-im suthay Ciok-sim
Taysu lalu berkata: 260 "Sepasang telinga masih beruntung!"
Sesudah itu, Kang Han Cing melejitkan kaki
meluncur kearah utara, meninggalkan Kang Puh
Cing. Kang Puh Cing segera berteriak :
"Jietee....." Tapi Kang Han Cing tidak panggilan itu, meluncur lari pergi !
menghiraukan Kang Puh Cing menghampiri Put-im Suthay dan
Ciok Sim taysu, ia berkata :
"Eh, bagaimana bisa terjadi kejadian yang
seperti ini ?" Ciok Sim taysu menyebut nama budha berkata :
"Kedatangan Kang toakongcu sangat kebetulan.
Lolap dan suthay ini telah diracuni oleh adikmu,
menderita keracunan dalam."
"Ah..." Kang Puh Cing terkejut, "Betul " jiete...."
Disaat ini, lain bayangan lagi meluncur datang,
ia memotong pembicaraan Kang Puh Cing.
"Seharusnya toakongcu bisa membedakan,
orang tadi bukanlah Kang Jie kongcu yang asli !"
Orang yang datang belakangan ini
pendekar cerdik pandai Goan Tian Hoat.
adalah Kang Puh Cing terkejut, hatinya tergetar,
dengan memaksa tertawa ia menoleh kearah Goan
Tian Hoat dan berkata: "Eh mengapa saudara Goan datang turut serta?"
261 Dengan tertawa Goan Tian Hoat berkata:
"Untuk menjaga sesuatu dari ketidak-beresan,
dengan membawa beberapa orang kita, kita selalu
siap untuk membantu."
Apa yang Goan Tian Hoat kemukakan memang
betul terjadi. Empat orang laki2 berpakaian ringkas
dengan golok dipinggang lari mendatangi, mereka
adalah anak buah gedung keluarga Kang.
Kang Puh Cing menganggukkan kepala berkata:
"Put-im suthay dan Ciok Sim taysu telah
menderita keracunan dalam, mari kita menggotong
dan menolong mereka."
*** Meninggalkan cerita Kang Puh Cing, Goan Tian
Hoat, dan orang2 gedung keluarga Kang yang
membawa Put-im suthay dan Ciok sim taysu
kembali ke gedung datuk persilatan daerah
selatan. Menyusul jejak bayangan Kang Han Cing yang
melesat kearah utara ini.
Tidak lama dari berkelebatnya bayangan Kang
Han Cing, dari balik semak2 muncul pula lain
bayangan, mengikuti bayangan Kang Han Cing
didepan. Yang mengherankan, bayangan yang dibelakang
juga adalah bayangan Kang Han Cing, ada dua
Kang Han Cing, sampai di sini sudah waktunya
kita membuka sedikit tabir rahasia, bayangan yang
didepan adalah benar Kang Han Cing palsu yang
dikatakan oleh Goan Tian Hoat tadi dan bayangan
262 yang dibelakang adalah Kang Han Cing yang asli,
yang palsu adalah orang yang sudah membunuh
Yen Siu Lan divihara Ciok-cuk-am, dan bayangan


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dibelakang adalah Kang Han Cing aseli,
hendak membekuk lehernya si penjahat, mencari
tahu dengan alasan apa orang hendak mencelakakan dirinya. Dua bayangan itu saling meluncur, yang
didepan cepat, tapi Kang Han Cing mengikuti
dengan berhati2, agar jejaknya tidak kelihatan oleh
orang yang dibuntuti. Waktu sudah menjelang sore, pohon2 sudah
tunduk kebawa, matahari sebagian sudah berada
di bawah tanah. Mereka masih maksimum. meluncur dengan kecepatan Semakin lama hari menjadi gelap, tiga puluhan
lie telah mereka liwatkan.
Tidak jauh lagi, didepan tampak semak2 pohon
belukar, dimana ada cahaya lampu yang dipasang,
itulah sebuah bangunan, bangunan di tengah2
semak belukar. Kang Han Cing palsu melesatkan diri memasuki
tempat bangunan itu. Kang Han Cing asli menyedot napasnya dalam2,
ia tidak membiarkan musuhnya lewat lepas begitu
saja, juga harus dijaga agar tidak diketahui orang,
kalau ia membuat pembuntutan.
Ia juga turut masuk kedalam gedung itu.
263 Hampir disaat yang bersamaan, kedua orang
tadi memasuki gedung didalam rimba belukar.
Orang yang didepan langsung menuju ke arah
pekarangan, langkahnya diarahkan ke kamar
bagian selatan. Disana tampak lampu penerangan.
Kang Han Cing mengawasinya dengan mata
tidak berkesiap. Sebentar kemudian, si Kang Han Cing palsu
sudah mengetok jendela, suaranya sangat perlahan
sekali. Tidak lama jendela terbuka, disana tampak
seorang gadis pelayan berpakaian hijau menongolkan kepalanya dan bersorak girang :
"Nona baru kembali ?"
"Ya !" orang yang menyamar menjadi Kang Han
Cing adalah seorang wanita, maka gadis pelayan
ini memanggilnya sebagai nona.
Kang Han Cing palsu segera lompat masuk
kedalam kamar itu. Dan sekejap kemudian,
jendelapun sudah ditutup kembali.
*** SI GADIS pelayan berbaju hijau membukakan
sepatu sang majikan, maka tampak kakinya yang
kecil. Kini, Kang Han Cing palsu membuka baju
luarnya, tampak tubuh montok berpakaian
ringkas. Dadanya membusung ke-depan, pinggangnya ramping, pinggulnya nonjol keluar,
sangat menarik pria. 264 Dia duduk disebuah kursi, dan membuka topi,
rambutnya yang panjang hitam jengat terurai
panjang. Gadis ini mempunyai wajah yang cantik
memikat, mempunyai potongan tubuh yang padat.
Setelah memperhatikan itu semua Kang Han
Cing melayang masuk, ia harus segera bisa
membongkar penyamaran jahat.
Si gadis pelayan berbaju hijau bisa melihat
adanya pria yang nyelonong itu, sret, ia
mengeluarkan pisau belati, ter-kaing2 dan
desingan, membawa deru serangan, pisau menusuk Kang Han Cing di tiga tempat.
Kang Han Cing mengelakkan serangan itu,
tangkas dan cepat. Si gadis yang menyamar Kang Han Cing sudah
membereskan ikat rambutnya ia mengeluarkan
panggilan : "Siao Siang mundur, kau bukan tandingannya !"
Ternyata ia bisa melihat dan menduga asal usul
Dewi Maut 21 Pendekar Naga Putih 43 Darah Perawan Suci Hijaunya Lembah Hijaunya 19
^