Pencarian

Hari Istimewa Kristy 1

Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy Bagian 1


Bab 1
"SI tua Ben Brewer adalah orang yang sinting. Betul-betul
sinting. Dia menggoreng bunga dandelion sebagai makanannya sehari-
hari. Dan setelah usianya menginjak setengah abad, dia tidak pernah
lagi keluar dari rumahnya... kecuali untuk memetik dandelion-
dandelion di halaman rumahnya. Setelah meninggal, hantunya masih
gentayangan. Betul, lho. Sampai sekarang dia masih menghuni ruang
bawah atap di rumah kami."
Karen Brewer memandangku sambil membelalakkan matanya.
"Aku tidak berbohong, Kristy. Dia adalah penghuni ruang bawah
atap," dia mengulangi. Karen suka sekali bercerita tentang nenek sihir
dan hantu-hantu. Dia berpendapat bahwa tetangga sebelah
rumahnya?Bu Porter tua?adalah tukang sihir yang sebetulnya
bernama Morbidda Destiny.
Andrew, adik Karen yang baru berumur empat tahun, ikut-
ikutan menoleh ke arahku. Dia ikut melotot sampai matanya yang
bulat itu menyerupai mata burung hantu. Tapi dia tidak mengucapkan
sepatah kata pun.
"Kamu tidak perlu menakut-nakuti adikmu," aku berkata pada
Karen.
"Tidak, dia tidak menakut-nakutiku," bisik Andrew.Aku beranjak mendekati anak itu. "Kamu percaya?" aku balik
berbisik.
"Ya." Suaranya hampir-hampir tak terdengar.
"Sebaiknya kita sudahi saja cerita-cerita tentang hantu," aku
berkata.
"Oke, deh," jawab Karen. Nada suaranya seakan-akan hendak
menunjukkan bahwa aku terlalu bodoh, karena tidak mau
mendengarkan informasi berharga tentang si tua Ben. "Tapi nanti
kalau kamu sudah pindah ke rumah kami, pasti kamu bakal kepingin
tahu lebih banyak tentang kakek moyangku itu. Terutama kalau kamu
kebagian kamar tidur di lantai tiga." Karen menyebut "lantai tiga"
seakan-akan tempat itu adalah kastil milik Frankenstein.
Mau tidak mau aku menggigil juga mendengar kata-katanya.
Kenapa aku membiarkan seorang anak berumur enam tahun
mempengaruhiku seperti itu?
Karen menatapku penuh arti.
Karen dan Andrew adalah anak-anak Watson Brewer. Watson
telah bertunangan dengan Mama? Elizabeth Thornas, yang sudah
bercerai dengan ayahku. Itu berarti Watson dan Mama akan menikah,
sehingga Karen dan Andrew akan menjadi adik-adik tiriku. Dan itu
juga berarti bahwa kami, saudara-saudara laki-lakiku dan aku, akan
pindah dari rumah kami di Bradford Court?tempat kami lahir dan
dibesarkan?ke rumah Watson.
Situasi seperti ini mempunyai segi menguntungkan dan segi
merugikan. Keuntungannya adalah bahwa Watson kaya raya. Bahkan
dia bisa disebut milioner. Dan rumahnya bukan sekadar rumah, tapi
lebih mirip istana. Charlie dan Sam?kedua abangku?yang seumurhidup terpaksa berbagi kamar?nantinya bakal mempunyai kamar
tidur sendiri-sendiri di rumah Watson. Malahan masing-masing
mungkin bisa mendapatkan beberapa kamar sekaligus, kalau mereka
mau memintanya dengan sikap manis. Dan David Michael?adik
bungsuku?yang umurnya baru jalan tujuh tahun, akhirnya akan
mempunyai kamar tidur yang ukurannya lebih besar daripada lemari
pakaian.
Aku tidak terlalu peduli, kamar seperti apa yang nantinya bakal
kutempati, karena sekarang pun aku sudah mempunyai kamar tidur
sendiri yang ukurannya cukup memadai. Aku justru merasa agak berat
untuk pindah ke rumah Watson, karena rumah Watson terletak jauh di
seberang kota. Seumur hidup, aku sudah tinggal di sini?di Bradford
Court. Semua sahabatku ada di sini. Mary Anne Spier rumahnya
bersebelahan dengan rumahku. Claudia Kishi tinggal di seberang
jalan. Sementara Stacey McGill dan Dawn Schafer tinggal tidak jauh
dari rumahku. Kami berlima sudah bersatu dalam Baby-sitters Club
(akulah yang menjadi ketuanya). Dan rasanya tidak akan mudah
menjalankan klub kalau rumahku jauh di seberang kota Stoneybrook,
Connecticut.
Hal lain yang merugikan adalah sikap Watson yang kadang-
kadang terasa menjengkelkan, walaupun sebetulnya dia lebih sering
bersikap manis terhadap kami.
"Kristy? Karen? Andrew?"
"Ya, Ma?" Hari itu adalah hari Sabtu sore. Mama telah
mengatur acara dengan mengundang Watson dan anak-anaknya untuk
makan malam bersama kami.Karen, Andrew, dan aku sedang duduk berdesak-desakan di atas
kursi panjang di halaman belakang. Anak-anak itu sangat
menyenangkan. Aku sangat suka pada mereka. Dan aku telah
mengenal mereka dengan baik, karena begitu seringnya aku bertugas
menjaga mereka selama kira-kira sembilan bulan terakhir ini, yaitu
sejak berdirinya Baby-sitters Club. Watson dan istrinya telah bercerai,
dan walaupun anak-anak itu tinggal bersama ibu mereka, setiap dua
minggu dan pada hari-hari libur tertentu mereka diizinkan untuk
menghabiskan waktu bersama ayah mereka. Dan kadang-kadang di
hari-hari lain, kalau mereka kangen pada Watson, mereka juga
diperbolehkan tinggal beberapa hari bersama ayah mereka itu. Watson
dan mantan istrinya bisa mengatur jadwal dengan baik, dan mereka
selalu bersikap fleksibel.
"Makan malam sudah siap, lho!" seru Mama.
"Ayo, semuanya," ujarku. "Coba kalian tebak, makanan apa
yang akan kita lahap kali ini?"
"Apa, sih?" tanya Andrew dengan sikap berjaga-jaga. Kalau
soal makanan, dia sangat pemilih.
"Kita akan makan spaghetti."
"Oh, sedap!" seru Karen.
"Pasketti?" Andrew mengulangi. "Jody Jones bilang, pasketti
adalah kumpulan cacing-cacing yang telah mati."
"Idih, idih, idih!" seru Karen.
"Hmm, Jody Jones keliru," aku berkata pada mereka. "Spaghetti
adalah... semacam mi. Itu saja, kok."
Kami masuk melalui pintu belakang dan langsung menuju
ruang makan. Meja makan sudah ditata untuk delapan orang. Lilin-lilin telah menyala dan lampu-lampu sudah dipadamkan. Sebotol
anggur merah diletakkan di dekat piring Watson. Ruang makan kami
telah disulap menjadi restoran Itali.
"Oh, indah sekali, Ma," ujarku, "tapi kan sekarang bulan Juni.
Seharusnya kita makan di luar, dong. Buat apa kita menyia-nyiakan
cuaca indah di luar."
"Oh, sayangku," Mama menjawab. "Coba kamu bayangkan,
kalau kita makan spaghetti tanpa meja makan. Kita terpaksa
memangku piring masing- masing. Bagaimana kalau tiba-tiba baju
kita ketumpahan spaghetti? Rasanya Mama pernah melihat iklan
deterjen di TV yang dimulai dengan adegan seperti itu. Nah, daripada
repot-repot, kan lebih baik kita makan di sini saja."
Aku tertawa geli. Pertunangan Mama dengan Watson
membuatnya jadi senang bercanda.
Kakak-kakak dan adikku mulai mengerubungi meja makan.
(Mereka tidak pernah jauh-jauh dari meja makan, kalau makanan
sudah tersedia di atasnya.)
Karen dan Andrew mendekati mereka dengan malu-malu. (Ya,
Karen pun kadang-kadang bisa malu.) Kurasa dia malu berada di
dekat Charlie, Sam, dan David Michael, karena dia tahu bahwa
mereka akan menjadi kakak-kakak tirinya. Dan Karen ingin mereka
mempunyai kesan baik terhadap dirinya, sebab dia belum mengenal
mereka dengan baik. Karen lebih mengenal aku daripada saudara-
saudaraku, karena begitu seringnya aku bertugas menjaga dia dan
adiknya.
"Hai, Charlie. Hai, Sam. Hai, David Michael," dengan
bersungguh-sungguh Karen menyapa mereka satu per satu."Hai, Dik," jawab Charlie. (Charlie berumur tujuh belas tahun.
Dia baru saja memperoleh SIM.)
Sam, yang berumur lima belas, tidak dapat menjawab sapaan
Karen. Dia sedang sibuk menyusun buah zaitun di dalam sebuah
piring kecil, yang telah disediakan Mama di atas meja, dekat alat
penggiling merica.
"Ma!" panggilku ke dapur. "Jangan-jangan kita harus membeli
buah zaitun lagi, nih! Sepertinya bakalan banyak yang rusak!"
Sam menatapku dengan pandangan sewot.
Mama dan Watson sudah hampir selesai memasak spaghetti di
dapur. Pada waktu itu, kami semua sedang berdiri mengelilingi meja
makan. Karen dan David Michael saling melemparkan tatapan sinis.
Mama selalu kuatir kalau-kalau akan terjadi masalah antara kedua
anak itu setelah pernikahannya dengan Watson nanti. David Michael
sudah terbiasa menjadi anak bungsu dalam keluarga kami. Dan dia
bukan sekadar anak bungsu, tapi juga anak paling kecil. Perbedaan
umur antara dia dan kakak-kakaknya sangat jauh. Charlie dan dia
berselisih sepuluh tahun, sedang denganku pun masih ada selisih lima
setengah tahun. (Bulan Agustus nanti umurku tiga belas tahun.)
Sekarang tiba-tiba dia akan memperoleh adik perempuan berumur
enam tahun dan adik laki-laki yang berumur empat tahun.
Sebaliknya, Karen sudah terbiasa menjadi anak tertua dalam
keluarganya. Dan secara tiba-tiba pula dia akan mendapatkan tiga
kakak laki-laki sekaligus, masih ditambah aku.
Lebih jauh lagi, Karen dan David Michael bisa dibilang sebaya,
sehingga Mama merasa yakin bahwa akan terjadi kompetisi di antara
mereka?soal mainan dan pengaturan hak-hak masing-masing danhal-hal semacam itu. Mama juga bertanya-tanya apakah David
Michael akan merasa dibedakan karena dia akan masuk ke sekolah
negeri, sedangkan Karen akan masuk ke sekolah swasta. Di pihak lain,
Mama berpikir bahwa David Michael akan merasa tersinggung kalau
dipindahkan dari sekolahnya yang sekarang.
Sulit menentukan pilihan.
Karen memecahkan kesunyian dalam ruang makan. Sambil
memandang berkeliling dia berkata, "Idih, sesudah Papa dan Bu
Elizabeth menikah, aku akan punya empat saudara laki-laki."
"Dan seorang saudara perempuan," aku mengingatkan dia.
"Kamu akan menjadi adik perempuanku yang pertama."
"Kita harus selalu kompak, lho," ujar Karen. "Habis, kita cuma
berdua."
"Oh, yak, yak, yak," sahut David Michael. "Bosan, bosan,
bosan. Satu saudara perempuan sudah cukup. Sekarang tambah lagi
satu." Ekspresi wajahnya seperti topeng-topeng yang menakutkan di
pesta Halloween.
"Hei!" seru Karen. "Kata-katamu seperti puisi, David Michael!"
"Masa?"
"Yeah. Coba kamu ulangi lagi, deh."
David Michael mencoba mengulangi kata-katanya yang
mengejek itu. Tapi dia sudah lupa.
"Nah, makanya jangan nakal," ujarku. "Kenapa kamu tidak
menyukaiku? Memangnya aku pernah nakal sama kamu?"
David Michael tampak kebingungan. Lalu dia tersenyum sambil
berkata, "Tidak juga, sih!"
Aku menggeleng-gelengkan kepala.Selama adegan tadi, Andrew tetap tidak mengucapkan sepatah
kata pun.
Beberapa saat kemudian, Mama dan Watson masuk ke ruang
makan. Mama membawa mangkuk berisi saus tomat, sementara
Watson mengiringinya sambil membawa spaghetti. Sesudah semua
orang kebagian spaghetti, Watson menuangkan anggur ke gelas Mama
dan gelasnya sendiri.
"Boleh aku minta sedikit?" tanya Charlie.
Watson memandang Mama. Kami semua tahu jawaban apa
yang akan terdengar, tapi aku senang karena Watson membiarkan
Mama yang mengatakannya. Sampai sekarang masih Mama yang
menjadi bos kami. Bos keluarga Thomas. Dan Watson menyadari hal
itu. "Kalau kamu sudah cukup umur," jawab Mama dengan manis,
"kamu boleh ikut minum."
"Tapi, Ma, setahun lagi aku sudah menjadi mahasiswa. Anak-
anak lain kok..." Charlie menghentikan kata-katanya. Mama tidak
menyukai kalimat apa pun yang dimulai dengan "anak-anak lain".
Charlie menyerah. Untuk beberapa waktu dia kelihatan agak
jengkel.
"Nah," Mama berkata dengan riang, "kami sudah memilih
tanggalnya."
"Tanggal apa?" tanyaku. Aku memutar-mutar garpu dalam
piring berisi spaghetti sampai spaghetti-nya menjadi sebuah bulatan
besar. Kemudian aku mengangkatnya, lalu mengamati spaghetti
meluncur turun, merosot dari garpu.
"Tanggal pernikahan kami.""Oh, yeah?" ujar Sam. Dia menyedot spaghetti sambil
memonyongkan mulutnya. Andrew memperhatikan dengan penuh
minat. Sam tidak pernah mengangkat wajahnya dari piring. "Kapan
hari besar itu?" dia bertanya.
"Hari Sabtu ketiga di bulan September," Mama menjawab
dengan bangga, sesaat sebelum Mama menoleh ke arah Watson untuk
saling melemparkan pandangan mesra. Aku sudah dapat menebak
kapan momen-momen seperti itu bakal terjadi.
"Pernikahan itu apa, sih?" tanya Andrew tiba-tiba. Dia belum
lagi menyentuh "pasketti"-nya.
Pandangan mesra Mama berubah menjadi pandangan heran
bercampur terkejut. Dia memandang dari Andrew ke Watson, lalu
kembali lagi ke Andrew.
"Kamu kan sudah tahu," Karen berkata pada Andrew. "Aku
sudah pernah mempertunjukkan acara pernikahan padamu. Waktu itu
aku memakai gaun panjang putih lalu mencium Boo-Boo. Kamu
ingat?" (Boo-Boo adalah kucing keluarga Brewer.)
Andrew mengangguk.
"Kita sudah pernah membicarakan pernikahan ini, Andrew,"
Watson menambahkan. "Dan semua orang di ruangan ini akan ikut
ambil bagian."
Kali ini giliran aku yang terkejut. "Masa? Maksudku, aku akan
menjadi bagian dari upacara pernikahan nanti?"
"Kalau kamu bersedia," ujar Mama. "Mama kepingin kamu jadi
pengiring pengantin wanita.""Pengiring Mama?" aku berbisik. "Betulkah? Dengan gaun
panjang yang indah dan kepala dihiasi bunga-bunga?" aku berkata
terkagum-kagum.
"Sejak kapan kamu suka pakai gaun panjang dan bunga-
bungaan, sih?" tanya Sam.
"Sejak sekarang, dong," aku menyahut. "Oh, Mam!"
"Apakah itu berarti kamu bersedia? Kamu mau menjadi
pengiringku?"
"Itu artinya YA-YA-YA!" Aku melompat berdiri lalu berlari
berkeliling meja makan untuk memeluk Mama.
Pada waktu aku kembali ke tempat dudukku, Mama
melanjutkan, "Dan Charlie, Mama akan sangat senang kalau kamu
mau menggandeng Mama."
"Pasti, dong," jawab Charlie dengan tidak sabar. (Rupanya dia
sudah melupakan masalah anggur tadi.)
"Sam," Watson angkat bicara, "aku kepingin kamu menjadi
saksiku."
"Dan David Michael akan menjadi pembawa cincin," ujar
Mama.
"Bagaimana dengan aku?" seru Karen.
"Maukah kamu menjadi gadis penabur bunga?" tanya Watson.
"Kamu akan berjalan di depan Elizabeth dan aku, sambil membawa
sekeranjang penuh bunga mawar."
"Oooh," Karen menahan napas.


Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dan Andrew bisa mengiringimu," kata Mama. "Itu artinya dia
akan berjalan di sebelahmu.""Kalau begitu, jabatan dia apa, dong?" tanya Sam. "Pemuda
penabur bunga?"
Semuanya tertawa. Semuanya, kecuali Andrew. Setelah semua
bisa menenangkan diri, Andrew berkata dengan pelan, "Aku tidak
mau ikut dalam upacara pernikahan. Aku tidak mau." (Aku tidak
terlalu heran. Andrew adalah anak yang sangat pemalu.)
Watson dan Mama saling berpandangan. "Kalau dia sudah
berkata begitu, artinya dia bersungguh-sungguh?biasanya, lho," ujar
Watson. Dia menoleh pada Andrew. "Nah, kamu pikir-pikir saja lagi.
Kami semua kepingin kamu ikut dalam upacara nanti. Tapi semuanya
terserah kamu, oke?"
"Oke."
Aku tidak memikirkan Andrew lagi malam itu. Satu-satunya
yang memenuhi pikiranku adalah upacara pernikahan. Aku, Kristin
Amanda Thomas, akan menjadi pengiring pengantin.Bab 2
SERING dalam hidup ini aku menghadapi kenyataan, bahwa
hal-hal yang menyenangkan akan diikuti oleh hal-hal yang tidak
menyenangkan. Kalau suatu hari kamu dapat nilai A-plus untuk tes
kosa kata, maka untuk tes berikutnya kamu akan mendapat nilai C
(atau bahkan lebih buruk lagi). Keberuntungan memang selalu diikuti
oleh kesialan. Begitu juga dengan berita-berita gembira, yang selalu
diikuti oleh berita-berita menyedihkan.
Dan ternyata, rencana pernikahan Mama dan Watson juga
mengalami hal yang serupa.
Pada hari Sabtu kami mendapat kabar gembira tentang
pernikahan itu. Mama dan Watson sudah menetapkan tanggal di bulan
September. Mereka mengajak anak-anak mereka untuk ikut ambil
bagian dalam upacara nanti. Bahkan belakangan Mama berkata
padaku, bahwa sepatu yang akan kupakai sebagai pengiring pengantin
nanti, akan merupakan sepatu pertamaku yang memakai hak tinggi.
Rasanya hampir tak terbayangkan olehku.
Itu terjadi pada hari Sabtu.
Hari Rabu, cuma empat hari kemudian, kabar-kabar yang tidak
menggembirakan mulai berdatangan. Rencana pernikahan jadi
amburadul. Hanya dalam sekejap.Aku mulai merasakan adanya gelagat tidak beres pada saat
pulang dari sekolah, karena Mama sudah ada di rumah. Padahal,
biasanya dia tidak pernah pulang sebelum jam enam sore. Mama
punya kedudukan cukup penting dalam perusahaan tempat dia
bekerja?salah satu perusahaan terbesar di Stamford. Dan Mama
adalah wanita karier yang suka bekerja keras. Oleh sebab itu, kami?
saudara-saudara laki-lakiku dan aku?harus bisa mengurus diri kami
masing-masing.
Aku merasa heran melihat Mama duduk di meja makan di dapur
pada jam setengah empat sore. Dan dia tidak melakukan apa-apa?
cuma duduk saja di situ.
"Ma?" ujarku, sambil meletakkan tasku di atas meja dapur.
"Mama sakit, ya?"
"Tidak, Sayang, Mama baik-baik saja, kok," dia menjawab.
"Kok jam segini sudah pulang? Apa David Michael sakit?"
"Tidak, tidak. Semuanya baik-baik saja. Hanya saja Mama tidak
bisa mempercayai apa yang telah terjadi hari ini."
"Oh-oh," ujarku. "Ada apa, Ma?"
"Begini, perusahaan akan mengirim Mama selama dua minggu
ke Eropa untuk mengadakan perjalanan bisnis."
"Eropa!" aku terpekik. "Eropa? Kenapa harus bersedih?
London! Paris! Roma! Oh, Ma, bolehkah aku ikut? Boleh, dong? Apa
Mama akan pergi pada liburan musim panas? Aku berjanji tidak akan
merepotkan, deh. Aku tidak akan meminta Mama untuk membelikan
cendera mata atau apa pun. Cuma makanan saja. Boleh, ya?"Mama tersenyum masam. "Mama kepingin sekali mengajakmu
ke Eropa, Sayang," ujarnya, "tapi sayangnya perjalanan itu tidak
dijadwalkan pada liburan musim panas."
Waktu itu bulan Juni. Tidak lama lagi sekolahku akan
mengumumkan liburan musim panas. "Jadi, Mama akan pergi
sekarang juga?" aku berseru. "Siapa yang akan tinggal dan menjaga
kami?"
Mama menggelengkan kepala. "Mama tidak akan pergi
sekarang. Perjalanan itu sudah dijadwalkan untuk bulan September,"
katanya dengan nada putus asa. "Mama harus berada di Vienna pada
hari pernikahan nanti."
"Waduh," ujarku.
"Memang waduh sekali."
"Kalau begitu pernikahannya diundur saja sampai bulan
Oktober," aku mengusulkan. "Coba bayangkan... pernikahan di musim
gugur dengan daun-daun yang telah berubah warna. Pasti akan sangat
mengesankan."
"Mama sebenarnya juga sudah berpikir begitu," sahut Mama.
"Di kantor tadi, Mama sedang duduk-duduk sambil membayangkan
gaun pengantin berlengan panjang, dan mengganti bunga mawar
dengan bunga krisan. Sampai tiba-tiba telepon berdering. Coba kamu
tebak dari siapa?"
Aku tidak pandai menebak. "Aku takkan bisa menebaknya, Ma.
Dari siapa?"
"Dari agen real estate. Dan coba kamu tebak... tunggu dulu,
Mama tidak akan menyuruhmu menebak lagi. Percaya atau tidak,wanita di telepon mengatakan bahwa dia sudah mendapatkan orang
yang mau membeli rumah kita."
"Begitu cepat! Padahal baru dua hari yang lalu Mama
mendaftarkan rumah ini. Dan Mama pikir penjualan rumah akan
memakan waktu berbulan-bulan, kan? Nah, itu berita gembira, dong!"
"Memang, sih. Tapi si pembeli sudah tidak bisa menunggu lagi.
Dia sangat terburu-buru. Dan setuju dengan harga yang telah kita
tetapkan, yang sebetulnya jauh lebih tinggi daripada harga
sesungguhnya dari rumah ini. Tapi ya itu... dia begitu terburu-buru
sehingga dia dan keluarganya berharap sudah bisa menempati rumah
pada tanggal lima belas Juli."
"Aduh, Ma! Itu kan bulan depan. Tidak mungkin, dong. Kita
cari pembeli lain saja, deh."
"Tapi Mama tidak yakin akan ada orang yang berani membayar
setinggi dia."
"Kita tidak memerlukan uang lagi. Mama kan mau menikah
dengan Watson."
"Sayang, baik Watson, Mama, mantan istri Watson, atau
papamu punya kepentingan masing-masing dalam membelanjakan
uang. Memang agak sulit dimengerti, tapi Mama bisa memberikan
contoh. Kita anggap saja bahwa Mama tidak ingin membebani Watson
dengan biaya kuliah kalian. Setengah dari uang hasil penjualan rumah
ini adalah hak papamu. Setengahnya lagi akan Mama pakai untuk
membiayai kuliahmu dan saudara-saudaramu. Oleh sebab itu, lebih
banyak uang yang kita dapat, lebih baik."
"Ma, aku sudah berusaha untuk mengikuti apa yang barusan
Mama katakan. Tapi sebenarnya apa sih inti dari penjelasan tadi?""Intinya adalah bahwa Watson dan Mama akan menikah pada
akhir bulan ini, sehingga kita bisa pindah ke rumah keluarga Brewer
dua minggu kemudian."
Rasanya aku akan pingsan mendengar itu. Aku menatap Mama
dengan mulut terbuka lebar. David Michael sudah pulang. Setelah
memasukkan Louie (anjing collie kami), dia duduk di pangkuan
Mama. Aku masih terbengong-bengong dan tidak dapat berkata apa-
apa. Telepon berdering. Mama yang mengangkat. Ternyata dari
seorang temannya. Mereka mengobrol dengan santai untuk beberapa
lama. Akhirnya Mama berkata, "Jadi kesimpulannya adalah
pernikahan kami akan diadakan dua setengah rninggu lagi."
"Dua setengah minggu lagi," aku mengeluh.
"Ada apa, sih?" tanya David Michael.
"Ceritanya panjang," aku berkata padanya.
Mama meletakkan gagang telepon. Dia kelihatan jauh lebih
tenang?bahkan terlalu tenang bagiku.
Sebelum aku sempat mengatakan apa-apa, Mama telah menjadi
histeris. Tiba-tiba dia bangkit berdiri (pada saat itu juga David
Michael melompat turun dari pangkuannya), dan sambil memegangi
kepalanya dengan kedua tangannya, dia berseru, "Oh, Tuhan!
Bagaimana aku bisa mempersiapkan pernikahan hanya dalam dua
setengah minggu? Dua setengah minggu! Mempersiapkan pernikahan
sama saja dengan menunggu saat-saat kelahiran bayi. Segala
sesuatunya perlu dipersiapkan dengan matang! Kita harus
menghubungi toko bunga, pendeta, penjahit pakaian, dan katering.
Kita harus memberi kabar pada sanak saudara. Kita harus menyewakursi! Mama bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau Mama
memesan pancake kepiting untuk tiga ratus orang pada sebuah
katering. Pengelola katering itu pasti akan bertanya, 'Kapan
pernikahan akan dilangsungkan? Bulan Desember?' dan Mama akan
menjawab, 'Bukan, bulan ini,' dan pengelola katering itu akan
menertawakan Mama!"
"Ma...," aku mencoba mengatakan sesuatu.
David Michael berjingkat-jingkat menyeberangi dapur lalu
memegang tanganku. Dia memandang Mama dengan terpesona.
Louie bersembunyi di bawah meja.
"Tenda! Kita harus sewa tenda!" Mama kembali berseru.
"Sewa tenda, sewa tenda," dendang David Michael sambil
tertawa cekikikan.
"Ma..."
"Kita akan mengadakan pesta pernikahan di halaman rumah
Watson. Kita tidak akan sempat lagi menyewa gedung pertemuan
untuk resepsi pernikahan. Bagaimana kalau tiba-tiba hujan?"
"Ma..."
"Oh, Tuhan... dekorasinya!"
"Ma, kenapa Mama tidak menelepon Watson saja?" aku
akhirnya berhasil memotong.
"Sebaiknya Mama telepon Watson saja," ujar Mama. (Dia tidak
mendengar kata-kataku.)
Bagus. Semoga Watson bisa menenangkan Mama.
Mama bergegas masuk ke kamar tidurnya untuk menggunakan
pesawat telepon yang terletak di situ. Waktu kembali ke dapur, Mama
sudah lebih tenang. Kelihatannya sih begitu. Tapi sesaat kemudian diamembuka lemari-lemari di dapur dan mulai mengeluarkan mangkuk-
mangkuk, panci-panci, dan semua barang dari dalamnya. Tampaknya
dia sedang memisah-misahkan barang-barang itu, lalu menumpuk
semuanya.ebukulawas.blogspot.com
"Apa yang sedang Mama kerjakan?" aku bertanya padanya.
"Kan tugas Mama bukan cuma menyiapkan pernikahan, tapi
Mama juga harus bersiap-siap untuk kepindahan kita. Semua barang
di rumah ini harus dikemas. Kita bisa memanfaatkan kesempatan yang
ada untuk beres-beres. Mama berani bertaruh, bahwa selama lima
tahun terakhir ini, kita tidak pernah membereskan rumah secara
keseluruhan. Pasti banyak barang yang bisa disumbangkan kepada
yayasan-yayasan sosial."
David Michael mulai merengek. Dan walaupun aku sadar
bahwa aku sudah terlalu tua untuk ikut merengek, aku ikut juga.
David Michael mulai dengan, "Tapi aku tidak mau pindah. Aku
kepingin di sini sa... ja." (David Michael ahli merengek. Setiap orang
yang bisa mengubah satu suku kata menjadi dua suku pasti ahli
merengek.)
Aku menambahkan, "Aku ingin menikmati musim panas sekali
lagi di sini. Aku tidak kepingin pindah sekarang."
Mama menarik kepalanya keluar dari lemari piring. Dengan
perlahan-lahan dia menoleh lalu menatap wajah kami. Dia tidak
mengatakan sepatah kata pun, hanya memandang kami berdua.
"Oh-oh," ujar David Michael sambil menahan napas. Dia cepat-
cepat minta maaf. "Maaf, Ma." Kemudian dia bergegas keluar dari
dapur dan Louie mengejarnya.Mama masih tetap menatap wajahku. Tapi aku belum siap
untuk minta maaf. Aku menyesal telah merengek-rengek di depannya,
tapi aku memang sangat kesal mendengar berita kepindahan kami.
"Mama bilang, kita baru akan pindah di musim gugur nanti,"
aku berkata padanya. "Mama bilang kita akan tetap di sini pada musim
panas ini."
"Tapi itu kan bukan janji, Kristy," sahut Mama. "Semua itu
hanya dugaan Mama tentang apa yang akan terjadi."
"Tapi, Ma, ini tidak adil. Aku tidak mau menghabiskan liburan
musim panas tahun ini di rumah Watson."
"Bagaimanapun juga, kamu pasti akan menghabiskan liburan
musim panas tahun depan di rumah Watson," Mama mengingatkan.
"Dan liburan musim panas berikutnya dan berikutnya lagi."
"Memang, sih. Itulah sebabnya kenapa aku kepingin sekali
menghabiskan musim panas kali ini di sini, dengan sahabat-sahabatku.
Musim panas terakhir bersama Mary Anne dan Baby-sitters Club dan
Jamie Newton dan keluarga Pike dan... dan di dalam kamar milikku
sendiri...," aku nyerocos.
"Maafkan Mama, Sayang," ujar Mama. "Tapi kita harus bisa
menerima kenyataan ini, adil atau tidak adil."
"Aduh," aku berseru. Aku berderap menaiki tangga.
Begitu sampai di kamarku, aku langsung menutup pintu.
Tadinya aku berniat untuk membanting pintu itu, tapi aku sebetulnya
tidak sedang marah. Aku sedih.
Aku duduk di meja belajar sambil melihat ke luar jendela
kamar. Ada dua jendela di kamarku.Yang satu menghadap ke halaman depan, dan yang lain
menghadap ke samping. Mary Anne Spier tinggal di sebelah rumahku.
Dan dari jendela samping itu aku bisa melihat langsung ke dalam
kamar tidurnya.
Hari itu dia sedang tidak berada di kamarnya. Dia sedang
menjaga Jenny Prezzioso. Aku merasa agak tenang, karena pada saat
itu aku tidak kepingin diganggu. Aku cuma kepingin menatap jendela
itu dan berpikir. Kalau Mary Anne sampai melihatku berada dalam
kamarku, dia pasti langsung mengajakku mengobrol.
Banyak kenangan, yang menyenangkan dan yang menyedihkan,
terjadi di depan jendela-jendela itu. Bahkan ada kejadian rutin yang
sudah berlangsung bertahun-tahun. Setiap malam, setelah ayah Mary
Anne?yang sangat keras mendidik anaknya?mengucapkan selamat
malam padanya dan mematikan lampu kamarnya, kami selalu berdiri
di depan jendela sambil membawa senter. Dengan cara itu kami bisa
mengobrol. Saling memberikan sinyal dengan kode-kode rahasia yang
diciptakan sendiri oleh Mary Anne. (Tapi akhir-akhir ini kami sudah
tidak perlu lagi melakukan hal itu, karena Pak Spier sudah berubah.
Sekarang dia mengizinkan Mary Anne mengobrol melalui telepon di
malam hari?seperti layaknya orang-orang lain yang normal.)
Kalau kami?Mary Anne dan aku?sedang bertengkar
(walaupun jarang sekali terjadi), aku tahu bagaimana caranya
membuat dia bertambah kesal, yaitu dengan menutup gorden jendela
itu. Itu artinya aku tidak ingin bicara dengan dia. Kalau kami tidak
sedang bertengkar, kami akan membuat telepon dari seutas tali dan
dua gelas plastik untuk ngobrol. Atau menerbangkan kertas berbentuk
pesawat terbang yang berisi pesan-pesan, melalui jendela-jendelakamar kami. Apa yang akan kulakukan tanpa Mary Anne di sebelah
rumahku?
Dan apa yang akan kulakukan terhadap kamar tidurku yang
baru? Kamar ini sudah menjadi milikku sejak pertama kali orangtuaku
membawaku pulang dari rumah sakit, tempat Mama melahirkanku.
Segala sesuatunya sudah diatur sesuai dengan seleraku. Di rumah
Watson nanti, aku diperbolehkan memilih sendiri kamar mana yang
kusuka. Di lantai dua atau di lantai tiga. Berdekatan atau berjauhan
dengan saudara-saudaraku. Berukuran besar atau sedang. Tapi
semuanya itu tidak kupedulikan. Semuanya itu tidak akan bisa
menggantikan kamarku yang lama. Seperti apa pun bagusnya kamarku
nanti, aku tidak akan bisa lagi melihat ke luar jendela, ke kamar tidur


Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mary Anne. Aku tidak akan bisa merasa seperti di kamarku sendiri.
Aku mencoba membayangkan kamar-kamar tidur yang sudah
pernah kulihat di rumah keluarga Brewer. Mungkin ada satu yang
mirip kamarku sekarang?dengan satu jendela menghadap halaman
depan dan jendela yang lain menghadap ke samping rumah. Lemari
pakaian berseberangan dengan jendela depan, dan pintu kamar
berseberangan dengan jendela samping. Mungkin aku akan memilih
kamar itu sebagai kamarku, dan menata perabotnya persis seperti
perabot di kamarku yang sekarang. Memang tidak akan bisa sama
persis, tapi mungkin bisa membantu.
"Kristy?" Aku mendengar Mama memanggil.
Aku membuka pintu. "Apa?" aku berseru menjawabnya.
"Mama perlu bantuan kamu, nih."
"Tunggu sebentar." Aku berjalan menuruni tangga perlahan-
lahan.Mama sedang duduk di meja dapur dengan kertas-kertas
tersebar di depannya. Sebelum aku sempat menanyakan apa yang bisa
kubantu, aku mengintip ke dalam lemari yang tadi dikosongkan
olehnya. Ternyata semua barang sudah dikembalikan ke tempatnya
semula. Kurasa acara berkemas-kemas bakalan diundur.
"Bisakah kamu membantu Mama membuat daftar, Sayang?"
ujar Mama. "Kita harus mulai membuat daftar untuk segala sesuatu,
karena kita akan memajukan hari pernikahan: Apa yang harus
dilakukan, apa yang perlu dibeli, orang-orang yang perlu dikabari..."
"Oke," sahutku.
"Pertama-tama, kita membuat daftar orang-orang yang akan kita
undang dalam pesta pernikahan nanti. Mama akan memeriksa buku
alamat Mama, dan kamu tolong catat nama-nama yang Mama
sebutkan."
Setelah selesai, Mama melihat daftar nama yang telah kubuat.
"Hmm. Sebagian besar dari orang-orang ini tinggal di luar
Connecticut. Dan banyak dari mereka mempunyai banyak anak.
Untung saja mereka hanya berkunjung selama satu atau dua hari."
Kami mulai membuat daftar yang lain. Persiapan pernikahan
ternyata sangat menyita waktu. Aku baru menyadari bahwa begitu
banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Menjelang jam setengah
enam sore, saat-saat aku harus menghadiri pertemuan rutin Baby-
sitters Club, aku mulai merasa kewalahan. Aku baru menyadari
kenapa Mama tadi bersikap histeris.
Aku mulai merasa kasihan padanya.Bab 3
MAMA menyibukkan aku dengan pembuatan daftar-daftar
untuk keperluan pernikahan, sampai jam setengah enam lewat enam
menit. Aku langsung bergegas menyeberangi jalan di depan rumahku,
menuju rumah Claudia. Ternyata aku yang terakhir datang. Mengingat
jabatanku sebagai ketua klub, seharusnya hal seperti itu tidak terjadi.
Tapi karena anggota yang lain sudah hadir semua, aku memanfaatkan
situasi itu untuk memandangi mereka satu per satu. Karena aku tahu
sebentar lagi aku bakalan pindah, aku ingin melakukan hal itu,
walaupun aku juga sadar bahwa aku masih akan bertemu dengan
mereka pada pertemuan rutin klub maupun di sekolah.
Claudia Kishi, wakil ketua klub, adalah pecandu camilan. Dia
sedang mondar-mandir di kamarnya, mencoba mengingat-ingat di
mana ia menyembunyikan permen coklat M&M-nya. Seperti
biasanya, dia memakai baju yang tidak biasa: celana panjang ketat
berwarna merah dengan blus kaus putih gombrong. Begitu
gombrongnya, sampai-sampai menyerupai jas laboratorium. Claudia
adalah seniman yang berbakat dan dia menghiasi sendiri baju kausnya
itu, dengan gambar-gambar yang dilukis dengan cat acrylic.
Rambutnya yang panjang dan hitam dijepit dengan jepitan berwarna
merah di kedua sisi kepalanya.Mary Anne Spier, sekretaris klub merangkap sahabat karibku,
sedang duduk di lantai sambil bersandar pada tempat tidur Claudia.
Rambutnya yang coklat berombak tampak seperti baru saja disisir.
Rapi dan mengilap. Sampai beberapa bulan yang lalu, dia masih selalu
mengepang rambutnya. Oleh sebab itu aku belum biasa melihat
rambutnya terurai seperti sekarang. Sebagai sekretaris klub, Mary
Anne bertanggung jawab atas buku agenda Baby-sitters Club. Buku
itu memuat informasi mengenai perjanjian-perjanjian, alamat-alamat
para klien, dan lain-lain.
Stacey, bendahara klub, sedang duduk bersila di atas tempat
tidur. Dia memegang sebuah amplop yang berisi uang iuran klub.
Seperti halnya Claudia, Stacey juga suka berpenampilan "wah". Dia
suka memantas-mantas pakaian dan juga berbelanja. Sama seperti
ibunya, yang selalu menyediakan waktu untuk hal-hal seperti itu.
(Aku sendiri cukup bahagia dengan jeans dan T-shirt.) Tapi Stacey
berasal dari New York City, di mana berbelanja telah menjadi
olahraga utama para penghuni kota. Stacey mengeriting rambut
pirangnya, mengecat kukunya dengan cat berwarna ungu, dan
memakai aksesori bermotif serba kotak-kotak. Penampilannya
seperti... seperti Madonna waktu baru berumur tiga belas tahun.
(Kalau saja Claudia bukan orang Jepang, dia pasti juga mirip
Madonna.)
Di lantai, di samping Mary Anne, duduk anggota terbaru Baby-
sitters Club. Dia sahabat karib Mary Anne yang kedua (aku yang
pertama). Dawn Schafer telah dilantik menjadi petugas pengganti
resmi, yang berarti bahwa dia memahami tugas-tugas keempat
anggota lainnya. Dengan begitu dia bisa menggantikan siapa saja yangberhalangan hadir dalam suatu pertemuan. Dawn memiliki rambut
yang sangat indah. Baru sekali ini aku melihat orang dengan rambut
seperti itu. Lurus dan lembut dan tergantung panjang sampai melewati
pinggangnya. Dan warnanya sangat pucat, sampai-sampai tidak dapat
disebut pirang?hampir putih. Seperti warna sinar matahari atau
warna jerami yang sudah diberi obat pemutih. Semoga saja dia tidak
akan pernah memotong atau mengubah tataan rambutnya itu.
"Hai, semuanya," ujarku.
"Hai!" sahut para anggota Baby-sitters Club.
"Mau?" tanya Claudia. Dia baru saja menemukan permen coklat
M&M-nya di dalam kotak berlabel LUKISAN: KUMPUSISI BENDA
MATI & POTRIT, di bawah tempat tidurnya. (Claudia sering salah
mengeja kata.) Dia menyobek ujung kantong M&M itu, lalu
menawarkan isinya padaku. Aku menjulurkan tangan, dan dia
menuangkan beberapa permen coklat ke dalam telapak tanganku.
"Maaf, lho, aku terlambat," kataku, sambil beranjak duduk di
kursi belajar Claudia. "Sudah ada yang menelepon?"
"Satu orang," jawab Stacey. "Tapi kurasa yang menelepon tadi
si Sam. Dia berkata, 'Halo, di sini Marmee March. Saya perlu seorang
baby-sitter untuk Amy malam ini. Baby-sitter yang sudah
berpengalaman menjaga gadis remaja.'"
Aku merengut. "Pasti Sam. Dia tidak pernah menganggap serius
klub kita."
"Biarkan saja," ujar Mary Anne sambil membuka telapak
tangannya pada saat Claudia menawarkan permen coklat. "Tidak usah
dipikirkan.""Yeah," kataku. "Sebaiknya kita mulai bekerja saja. Apakah
kalian semua sudah membaca buku catatan?" (Klub kami juga punya
buku catatan untuk mencatat pengalaman kami waktu bertugas
sebagai baby-sitter. Setiap anggota klub diwajibkan membaca buku itu
beberapa kali dalam seminggu, sehingga bisa memantau setiap
informasi dan perkembangan dari anak-anak yang pernah kami jaga.)
Semua mengangguk.
"Berapa jumlah uang kas klub, Stace?" aku bertanya lagi.
"Tujuh belas dolar dua puluh lima sen."
"Oh, bagus, dong! Apa ada barang-barang yang perlu kita beli?"
Uang kas klub tidak berasal dari pendapatan para anggota
sebagai baby-sitter (setidak-tidaknya tidak secara langsung), tapi dari
iuran klub. Dan biasanya kami memakainya untuk membeli barang-
barang kebutuhan klub?sekali-sekali juga untuk makan-makan atau
membuat pesta kecil.
"Sepertinya kita tidak membutuhkan apa-apa, deh," jawab
Claudia. "Mungkin sebaiknya kita membuat pesta saja?pesta akhir
sekolah atau apa pun."
"Mungkin," aku bergumam.
"Kristy?" tanya Mary Anne. "Ada masalah apa, sih? Kamu
tampak sangat pendiam hari ini."
Aku memang selalu bersikap seperti itu kalau punya masalah.
"Aku punya berita bagus dan berita buruk," sahutku.
"Oh-oh," ujar Dawn.
"Berita bagusnya adalah bahwa aku akan menjadi pengiring
pengantin pada upacara pernikahan ibuku."
"Oooh," para anggota klub mendesah dengan gembira."Berita buruknya adalah bahwa pernikahan itu akan
berlangsung dua setengah minggu lagi, dan kami akan pindah pada
bulan Juli."
"Apa?" seru Mary Anne sambil melompat berdiri. "Tidak bisa!
Kamu tidak bisa pindah pada bulan Juli!"
"Aku sudah mencoba mengatakan hal yang sama pada ibuku,"
sahutku, "tapi dia tidak mau mendengarkanku. Dia punya berbagai
alasan untuk menjual rumah kami sekarang ini. Terlalu rumit untuk
dijelaskan."
Mary Anne sudah ingin menangis, tapi Dawn bisa
menyelamatkan suasana. "Kamu akan menjadi pengiring pengantin,
Kristy? Oh, kamu beruntung sekali!"
Tiba-tiba telepon di kamar Claudia berdering. Biasanya kami
langsung berebutan untuk mengangkatnya. Tapi karena pada saat itu
perasaan kami masih dipengaruhi oleh berita-berita tentang
pernikahan, telepon harus berdering dua kali sebelum Stacey
mengangkat gagangnya dengan enggan, lalu berkata, "Halo. Baby-
sitters Club."
Walaupun begitu, sesaat setelah dia mengatakan kalimat itu,
para anggota yang lain langsung bereaksi. Mary Anne meraih buku
agenda klub, lalu membuka halaman yang berisi perjanjian-perjanjian.
Dari situ dia bisa mengetahui jadwal tiap anggota klub. Sedangkan
kami bertiga memperhatikan Stacey dengan sungguh-sungguh.
Setelah Stacey meletakkan gagang telepon, dia berkata,
"Telepon dari Dokter Johanssen. Dia memerlukan seorang baby-sitter
untuk Charlotte, pada hari Jumat seusai sekolah, dari jam setengah
empat sampai jam setengah enam.""Sebentar," ujar Mary Anne, "tinggal Dawn dan aku yang
belum mendapat tugas pada hari itu."
"Tapi Jeff dan aku akan berkunjung ke rumah kakek dan nenek
kami pada sore itu," Dawn angkat bicara, "jadi kamu saja yang
menjaga Charlotte, Mary Anne." (Jeff adalah adik laki-laki Dawn.)
Mary Anne menuliskan siapa yang akan bertugas di dalam buku
agenda klub.
Kemudian Stacey menelepon Dokter Johanssen kembali untuk
memberitahukan siapa yang nanti akan bertugas. Pada saat dia
meletakkan gagang telepon, dia langsung berkata, "Ceritakan berita
gembiranya, Kristy. Ceritakan bagaimana sampai kamu bisa jadi
pengiring pengantin."
"Begini," ujarku, "sebetulnya berita gembira itu sudah kuterima
sejak hari Sabtu. Tapi aku tidak ingin mengatakannya pada siapa-siapa
karena... karena..." Bagaimana caranya aku menjelaskan pada mereka
bahwa alasan sesungguhnya adalah karena aku sendiri belum pasti
apakah aku bisa menerima kenyataan bahwa Mama akan menikah
dengan Watson. Sahabat-sahabatku pasti tidak akan mengerti, karena
mereka semua sudah bertemu dengan Watson dan mereka semua
menyukai dia. Mereka semua sudah pernah menjaga Karen dan
Andrew dan mereka semua sependapat bahwa anak-anak itu sangat
menggemaskan dan lucu. Seandainya mungkin, mereka akan menukar
rumah mereka dengan istana Watson tanpa berpikir dua kali. Dan
ayah Mary Anne (yang sudah lama menduda), yang akhir-akhir ini
sering berkencan dengan ibu Dawn (yang juga sudah menjanda), pasti
gembira sekali kalau mendengar kabar bahwa Mama dan Watson telah
memutuskan untuk menikah.Akhirnya aku berkata, "Aku tidak ingin bercerita dulu pada
siapa-siapa, karena pernikahannya sendiri baru akan berlangsung pada
bulan September?masih lama."
Mary Anne memandangku dengan ragu-ragu.
"Kamu cerita, dong," Stacey terus mendesak "Misalnya, apa
yang akan kamu pakai nanti?"
Aku harus mengakui bahwa pakaian yang akan kupakai nanti
memang sangat gemerlapan dan indah. "Begini...," kataku.
Pada saat itu telepon berdering lagi.
Bisnis tetap nomor satu.
"Halo. Baby-sitters Club," ujar Dawn.. "Oh, hai... Ya... Ya...
Cuma Claire dan Margo, kan? Oke, saya akan telepon kembali." Dia
meletakkan gagang telepon. "Dari Bu Pike. Dia perlu seorang baby-
sitter untuk hari Selasa sore, tapi cuma untuk kedua anak bungsunya.
Dari jam setengah empat sampai jam enam." (Claire dan Margo Pike
punya enam orang kakak.)
Mary Anne memeriksa buku agenda. "Tunggu sebentar. Kristy,
kamu harus menjaga David Michael. Claudia, kamu ada kursus
melukis. Dan aku masih bertugas menjaga Jenny Prezzioso. Tinggal
Dawn atau Stacey."
"Aku harus menemui dokterku di New York pada hari Selasa,"
ujar Stacey. "Kami akan pergi sehari penuh."
"Ada masalah apa, Stacey?" tanya Claudia.
"Ah, tidak apa-apa, kok," sahut Stacey. "Hanya check-up
biasa." (Stacey penderita diabetes. Dia harus berdiet dengan sangat
ketat?tidak ada camilan milik Claudia yang boleh dimakannya?dan
para dokter dan kedua orangtuanya selalu mengawasi dia.)Dawn menelepon Bu Pike untuk memberitahukan bahwa dialah
yang nanti akan menjaga Claire dan Margo.
"Gaun pengiring pengantin," kata Stacey sesaat setelah Dawn
mengangkat tangannya dari gagang telepon.
"Oke, deh," ujarku sambil tersenyum. Mama dan aku akhirnya
berhasil juga memutuskan pakaian apa yang akan kupakai nanti.
"Gaun yang akan kupakai nanti, panjang..."
"Oooh."
"...dengan ikat pinggang berpita di atas garis pinggangku. Ibuku
bilang, dengan begitu aku bisa tampak lebih tinggi?dan lebih
dewasa."
"Apa warnanya?" tanya Mary Anne.
"Warna apa saja yang aku suka, asal Karen juga setuju. Karen
akan menjadi gadis penabur bunga. Dan dia akan memakai gaun yang
mirip denganku, tapi dengan model anak kecil. Maksudku, gaunnya
tidak akan panjang, dan ikat pinggang berpitanya diletakkan tepat di
garis pinggangnya. Bahannya saja yang sama."
"Menurutku, kamu harus memilih warna merah muda untuk
gaunmu nanti," ujar Dawn.
Aku mengerutkan hidungku. "Terlalu imut-imut, ah."
"Hijau," sahut Claudia.
"Untuk pernikahan?"
"Bagaimana dengan kuning?" usul Mary Anne. "Kuning muda.
Warna itu cocok untuk musim panas. Kamu dan Karen akan tampak
manis dengan warna itu."
Semuanya setuju dengan warna kuning.
"Bagaimana dengan sepatumu?" tanya Claudia."Hei!" kataku. "Coba dengar baik-baik. Ibuku bilang aku boleh
memakai sepatu berhak tinggi..."
"Oooh."
"...dan kami akan membeli sepatu istimewa yang warnanya bisa
diubah sesuai dengan yang baju dipakai."
"Oooh."
Aku mulai merasa gembira lagi. "Apakah aku sudah
memberitahu kalian bahwa semua anak akan ambil bagian dalam
upacara pernikahan nanti?"
"Masa?" pekik yang lain.
"Semuanya, kecuali Andrew. Dia terlalu pemalu untuk


Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukan hal-hal semacam itu. Karen akan menjadi gadis penabur
bunga, seperti kataku tadi. Charlie akan menggandeng Mama
menemui Watson. Sam akan menjadi saksi, dan David Michael akan
menjadi pembawa cincin."
Pada saat itu mereka semua mulai ramai mengajukan komentar
masing-masing: "Oh, kamu tidak bercanda, kan!" "Aku kepingin
sekali ikut ambil bagian dalam sebuah pernikahan."
"Kapan pernikahan itu akan dilangsungkan?" tanya Claudia.
"Dua setengah minggu lagi. Tepatnya pada hari Sabtu.
Seminggu setelah dimulainya liburan sekolah."
Claudia mendesah dengan gembira. "Rasanya aku sudah tidak
tahan lagi, deh! Sekolah tinggal satu setengah minggu lagi! Setelah itu
liburan musim panas!" (Kalian tentu sudah bisa menduga bahwa
Claudia tidak menyukai sekolah.)
"Satu setengah minggu lagi!" seru Stacey. "Waduh, aku baru
sadar. Waktu di New York, aku bersekolah di sekolah swasta. Liburanmusim panas sudah dimulai sehari setelah Memorial Day. Tadinya
kupikir aku tidak akan tahan sampai tanggal 19 Juni. Tapi sekarang...
tinggal beberapa hari lagi. Ada acara apa, sih, pada akhir sekolah?
Ada acara istimewa?"
"Final Fling," sahut Claudia.
"Final Fling?"
"Pesta dansa yang diadakan pada akhir tahun ajaran," aku
menjelaskan pada Stacey.
"Dan urusan yang biasa," tambah Mary Anne, "pembagian
ruang dan guru untuk kelas delapan."
"Rapor," ujar. Claudia sambil pasang tampang seakan-akan
baru mereguk susu yang sudah asam.
"Nah, sebaiknya kita putuskan saja apa yang akan kita pakai
pada pesta dansa nanti," usul Stacey.
"Aku tidak ikut," Mary Anne tiba-tiba berkata.
"Tapi kamu tidak perlu menunggu sampai ada yang
mengajakmu," aku berkata. "Kamu bisa datang sendiri."
"Aku tidak mau ikut. Aku tidak suka dansa-dansaan."
"Aku ikut," ujar Claudia.
"Dengan Trevor?" aku bertanya. Trevor Sandbourne adalah
pacar Claudia pada musim gugur yang lalu.
Claudia melihatku dengan tatapan seakan-akan aku telah
menanyakan apakah dia akan pergi ke pesta dansa bersama Wini si
Beruang. "Trevor? Tidak ada Trevor-Trevor-an. Dia mungkin sudah
berkencan dengan puisi-puisinya. Cuma itu yang disukainya, sih."
Kami tertawa cekikikan."Kalau Alan Gray mengajakku pergi, aku akan pergi
dengannya," aku berkata. "Sebetulnya aku masih berpendapat bahwa
dia brengsek, tapi kadang-kadang dia bisa bersikap menyenangkan
juga, lho."
"Aku ikut juga," sahut Stacey, "dengan atau tanpa Pete." (Pete
Black adalah salah satu anggota kelompok makan siang Stacey dan
Claudia. Dia dan Stacey sudah pernah beberapa kali pergi ke pesta
dansa.) "Aku pikir, sekarang ini dia lebih menyukai Dorianne. Kamu
bakal datang, Dawn?"
Dawn mengerutkan keningnya. "Aku harus pikir-pikir dulu."
Kami mulai berdiskusi tentang pakaian yang nantinya akan
kami pakai. Telepon masih berdering beberapa kali lagi. Pada akhir
pertemuan itu, aku lebih tertarik pada Final Fling daripada pernikahan
Mama dan Watson.Bab 4
FINAL FLING usai sudah. Aku jadi juga pergi bersama Alan
Gray. Dia masih seperti apa adanya ?setengah pengacau dan
setengah menyenangkan. Claudia pergi dengan Austin Bentley, anak
baru di sekolah. Dan Stacey akhirnya jadi pergi dengan Pete.
(Sepanjang pesta dansa, Dorianne terus pasang tampang seram ke arah
mereka berdua.) Dawn akhirnya memutuskan untuk tidak ikut pergi.
Pak Spier telah mengundang Mary Anne dan keluarga Schafer untuk
makan pizza bersama. Tentu saja Dawn dan Mary Anne tidak mau
menyia-nyiakan kesempatan untuk menyaksikan pertemuan kedua
orangtua mereka.
Tahu-tahu, hari terakhir sekolah juga sudah berlalu. Siang itu
aku sampai di rumah, sambil memeluk sebuah kantong plastik berisi
segala macam barang yang kukeluarkan dari locker di sekolah.
Hari pernikahan Mama tinggal delapan hari lagi. Mama telah
memutuskan untuk minta cuti dari kantornya sepanjang minggu
depan. Dia harus bersiap-siap untuk menghadapi hari besarnya itu.
Oleh sebab itu, hari-hari terakhir sebelum masa cutinya dipergunakan
untuk bekerja ekstra keras, menyelesaikan pekerjaan kantor.Aku kaget setengah mati waktu sampai di rumah siang itu, dan
mendapati Mama sudah pulang duluan. Dia sedang duduk di dapur
dan tampak histeris.
"Ma!" aku berseru. "Hari ini kan hari terakhir Mama bekerja
sebelum mengambil cuti panjang. Bukannya Mama harus bekerja
sampai larut malam di kantor? Kok hari gini sudah pulang?" kataku
sambil memeriksa isi kulkas.
Sam muncul dari pintu dapur. "Hati-hati, lho, Mama lagi
gampang tersinggung," ujarnya. "Barusan aku juga menanyakan
pertanyaan yang sama, dan kamu tahu apa jawaban Mama?"
"Apa?" tanyaku, sambil mengambil sebuah jeruk dari dalam
kulkas.
"Sori saja, ya. Aku tidak sudi buka rahasia."
Aku menjulurkan lidahku pada Sam. Komentar kakakku itu
ternyata mampu membuat Mama tersenyum.
"Oh, Sam, sebenarnya kan tidak seburuk itu," kata Mama.
"Tunggu, Ma, jangan bilang dulu," sahutku, karena tiba-tiba aku
merasa mendapat inspirasi. "Biar aku tebak. Ehm... pernikahan akan
dilangsungkan lima hari lagi dan kita sudah harus pindah dalam dua
minggu."
"Bukan," jawab Mama sambil tersenyum lagi.
"Pernikahan akan dilangsungkan besok dan kita harus pindah
pada hari Rabu?"
"Bukan juga."
"Pernikahan akan dilangsungkan lima menit lagi dan kita harus
pindah malam ini juga?""Bukan. Semuanya salah. Masalahnya begini, lho: Sheila dan
Kendall" (Sheila adalah mantan istri Watson, sedangkan Kendall
adalah suaminya yang baru) "telah menelepon Watson. Mereka
mengatakan bahwa mereka akan pergi ke Inggris hampir sepanjang
minggu depan. Karen dan Andrew dititipkan pada Watson."
"Terus?" ujar Sam dan aku bersamaan.
"Terus... Bibi Colleen dan Paman Wallace juga sudah
memutuskan untuk datang ke sini pada hari Minggu, untuk
membantuku mempersiapkan pernikahan minggu depan."
"Bagus, dong," ujarku. Aku sangat menyukai Bibi Colleen dan
Paman Wallace. Mereka adalah bibi dan paman favoritku.
"Mereka akan membawa Ashley, Berk, Grace, dan Peter."
"Oh." (Anak-anak itu adalah sepupu-sepupuku.)
"Terus... Bibi Theo dan Paman Neal juga sudah mengabarkan
pada Mama, bahwa mereka juga akan datang pada hari Minggu untuk
membantu Mama. Dan mereka akan membawa Emma, Beth, dan
Luke."
"Oh." (Sepupu-sepupu lagi.)
"Terus..." Mama melanjutkan.
"Oh-oh," seru Sam dan aku bersamaan.
"Tom Fielding, sahabat karib Watson?mereka sudah beberapa
tahun tidak pernah berjumpa? akan datang pada malam Minggu,
bersama istri dan anak-anak mereka. Kalau tidak salah, anak-anak
mereka bernama Katherine, Patrick, Maura, dan Tony."
"Semakin banyak anak-anak, dong?" tanyaku.
Mama menganggukkan kepalanya."Di mana orang sebanyak itu akan tinggal?" kataku dengan
ragu-ragu.
"Sanak keluarga kita akan tinggal di Ramada Inn di Shelbyville,
sedangkan teman-teman Watson akan tinggal di rumahnya." Mama
menghentikan kata-katanya. "Tapi," lanjutnya, "para orang dewasa
akan ikut membantu di rumah keluarga Brewer sepanjang minggu.
Dan itu berarti akan ada tiga belas anak di sana. Empat belas, kalau
ditambah David Michael."
Aku mengangkat alis.
"Bus...," Sam mulai berkomentar, tapi kemudian cepat-cepat
membatalkan niatnya. "Empat belas anak? Tidak salah, tuh?"
Aku menghitung sekali lagi. "Ashley, Berk, Grace, Peter,
Emma, Beth, Luke, Andrew, Karen, David Michael, dan... siapa nama
anak-anak sahabat Watson?"
"Katherine, Patrick, Maura, dan Tony," ujar Mama.
"Betul. Semuanya empat belas."
Sam mengembuskan napas sambil bersiul.
"Minggu depan," Mama berkata lagi, "Mama membutuhkan
para orang dewasa untuk membantu memasak, merangkai bunga,
menyusun kursi-kursi, berbelanja, dan mengerjakan sejuta pekerjaan
lain. Mama tidak menginginkan kesibukan kami diganggu oleh empat
belas anak kecil."
Mama membenamkan wajah di balik telapak tangannya.
"Mama tidak akan bisa menyelenggarakan pernikahan ini. Tidak akan.
Kami tidak akan bisa mengerjakan apa pun. Sepanjang minggu kami
hanya akan melerai perkelahian anak-anak yang berebutan mainan,
atau memutuskan siapa yang berhak mendapatkan kue lebih banyak."Tiba-tiba terlintas sebuah gagasan hebat dalam benakku.
(Gagasan-gagasan hebat memang biasa datang secara tiba-tiba.)
"Ma, hari ini kan hari terakhir sekolah," aku mengingatkan.
"Oh, maafkan Mama, Sayang. Mama lupa. Bagaimana dengan
rapormu?"
"Aku mendapat nilai A lagi untuk semua mata pelajaran. Tapi
bukan itu yang kumaksud. Maksudku, karena sekolah sudah libur,
mulai sekarang aku menganggur?kecuali mengerjakan tugas-tugas
sebagai baby-sitter."
"Kristy, kamu memang baby-sitter yang baik dan bertanggung
jawab. Tapi kamu tidak akan bisa menjaga empat belas anak
sekaligus."
"Memang tidak, tapi Baby-sitters Club pasti sanggup
mengerjakannya. Jumlah kami lima orang, lho. Anak-anak itu bisa
kami jaga di sini, sepanjang hari."
"Oh, ini lebih edan lagi," seru Sam. Sekarang giliran dia duduk
sambil membenamkan wajahnya di balik telapak tangannya.
"Dengan begitu," ujarku, "para orang dewasa bisa bekerja
dengan tenang di rumah keluarga Brewer."
"Yah, Kristy," sahut Mama, "mungkin memang itulah
pemecahan yang paling masuk akal."
"Tentu saja aku masih harus menanyakannya dulu pada anggota
klub yang lain. Dan mungkin kami harus membatalkan beberapa
perjanjian dengan para klien. Tapi aku pikir, kami akan sanggup
melakukannya. Mama mau menyewa semua anggota Baby-sitters
Club untuk seminggu penuh?""Tentu saja Mama mau, Sayang. Dan kalau mereka bersedia
bekerja dari jam sembilan pagi sampai jam lima sore, mulai dari hari
Senin sampai hari Jumat, Watson dan Mama bersedia membayar
tinggi untuk seluruh anggota klub. Bagaimana dengan..." (Mama
menghitung dengan cepat di luar kepala) "...enam ratus dolar."
"Apa!" seru Sam.
"Itu artinya masing-masing anak dapat tiga dolar per jam. Dan
dalam seminggu setiap anak akan mendapatkan seratus dua puluh
dolar."
Rahangku hampir copot karena terbengong-bengong. Seratus
dua puluh dolar hanya unhik bekerja seminggu!
"Ma, aku punya tawaran yang lebih menguntungkan," ujar Sam.
"Hanya dengan lima ratus dolar, aku akan menjaga semua anak."
"Semuanya? Empat belas anak? Kamu tidak akan sanggup. Di
samping itu, Mama tahu kalau kamu sudah mendapatkan pekerjaan
untuk musim panas ini."
"Memang, sih, memang." Sam akan bekerja sebagai pengantar
bahan-bahan makanan Toko A&P. Dia sudah pernah melakukannya
pada musim panas yang lalu. Toko itu selalu memberi imbalan yang
pantas, tapi uang sejumlah lima atau enam ratus dolar tetap
menyilaukan?walaupun masih harus dibagi lima. Tidak heran kalau
Sam iri.
"Sepertinya Mama membayar terlalu banyak, deh," dia berkata.
"Ah, cuma tiga dolar sejam, kok," sahut Mama. "Memang lebih
tinggi dari harga yang biasa mereka tawarkan, tapi kali ini ada empat
belas anak yang terlibat. Sam, berapa bayaranmu per jam?""Lebih tinggi sedikit dari mereka, sih?lagi pula aku masih
mendapat tip," ujar Sam.
"Kristy! Kristy!"
David Michael menyerbu masuk melalui pintu depan, dan
langsung menuju dapur. Ransel di punggungnya dipenuhi oleh
gulungan kertas-kertas gambar, kotak makan siang, dan sebuah
kantong yang biasa digunakan untuk belanja. Dia berlari sambil
membawa amplop berisi kertas-kertas tua dan kertas-kertas ulangan.
"Oh, Mama sudah pulang. Coba semuanya tebak!" Dia menjatuhkan
semua barang yang dibawanya ke lantai, melangkah di atas barang-
barangnya itu, lalu mendorong selembar kertas ke atas meja.
Mama mengambil kertas itu, lalu melihatnya. Aku ikut
mengintip. Sebuah bintang emas besar ditempelkan di bagian atasnya.
Mama membaca:
Penghargaan untuk Murid Terbaik Sertifikat ini diberikan kepada
David Michael Thomas,
karena pada tahun ini dia telah dipilih oleh rekan-rekannya sebagai
murid dengan sikap terbaik di kelas Pak Bowman.
"Maksudnya, oleh teman-teman sekelasku," jelas David
Michael.
"Huh," gerutu Sam. (Mama mendesis ke arah Sam, sambil
melotot.)
Kemudian dia menoleh kepada David Michael. "Sayang,
selamat, ya!" dia berkata. "Sertifikat ini harus dibingkai."
"Mereka telah memilih aku," David Michael berkata sambil
terengah-engah, "dan Pak Bowman menuliskan namaku di baris yang
kosong, lalu memberikan kertas itu padaku sambil berkata bahwa akuharus bangga. Kita bisa meletakkan sertifikat ini di sebelah
penghargaan-penghargaan yang lain, kan?"
(Dinding di dalam ruang kerja memang dipenuhi dengan
berbagai macam penghargaan yang pernah diterima oleh Charlie,
Sam, dan aku. Di situ juga ada sebuah meja yang dipenuhi dengan
piala-piala. Sampai saat ini, David Michael belum pernah
mendapatkan penghargaan maupun piala, sehingga dia betul-betul
bangga menerima sertifikat itu.)
"Tentu saja," jawab Mama. "Pokoknya kalau sudah dibingkai,
pasti akan kita pasang di situ."
Mama mulai membantu membereskan tetek bengek yang
dibawa David Michael dari sekolah. Sementara itu, Sam dan aku
beranjak ke teras belakang.
"Aduh," aku mendesah, sambil merebahkan diri setengah
berbaring di kursi rotan dan menjulurkan kaki ke atas meja. "Dalam
dua minggu, tidak akan ada lagi dinding yang dipenuhi dengan
berbagai macam penghargaan. Semuanya harus dibungkus, karena
kita harus pindah."
"Yeah, aku juga memikirkan itu," ujar Sam. Dia bersantai di
atas sebuah kursi malas sambil mengusap-usap rambut keritingnya
dengan jari-jarinya. "Anak malang." (Aku rasa yang dimaksudnya
adalah David Michael.)
"Menurutmu, apakah Mama akan memasang kembali
penghargaan-penghargaan dan piala-piala kita di rumah Watson
nanti?" tanyaku.
Sam hanya mengangkat bahu."Sam, ehm... apa pendapatmu tentang kepindahan kita ke rumah
keluarga Brewer? Maksudku, aku tahu kamu suka pada Watson, tapi...


Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya saja... semuanya akan berubah."
"Aku tidak keberatan. Pokoknya aku tidak perlu pindah
sekolah. Itu yang paling penting. Dan kita semua juga tidak perlu
pindah sekolah, kan. Kamu tahu tidak, bahwa Mama dan Watson
harus mengeluarkan uang agar kamu tetap bisa bersekolah di
Stoneybrook Middle School? Sebetulnya kamu harus pindah ke
Kelsey Middle School."
"Masa, sih? Kenapa begitu?"
"Karena Kelsey lebih dekat dengan rumah Watson.
Peraturannya, kamu harus bersekolah di situ kalau kamu pindah ke
wilayah di sekitar sekolah itu. Tapi ada perkecualian untuk orang-
orang yang bersedia membayar. Mama juga harus membayar untuk
David Michael supaya dia tetap bisa bersekolah di Stoneybrook
Elementary School. Kalau untuk Charlie dan aku, sih, tidak ada
masalah, karena di sekitar sini memang cuma ada satu high school."
"Aku belum tahu soal itu," kataku.
"Mama dan Watson berusaha sedapat mungkin agar kepindahan
ini lebih mudah bagi kita."
"Betul juga, sih. Tapi, Sam, kita kan tetap bukan anak-anak
Watson. Kamu, Charlie, David Michael, dan aku. Walaupun kita akan
tinggal serumah dengan dia, bukan berarti kita bakal menjadi anak-
anaknya. Cuma anak-anak tirinya saja."
"Apa sih maksudmu, Kristy?"
"Begini, misalkan saja Watson adalah ayah kandungku, dan dia
jutawan, maka aku bisa meminta barang-barang yang mahal sepertipesawat video untuk kamar tidurku. Nah, karena dia cuma ayah tiriku,
apakah aku bisa meminta sesuatu padanya? Contohnya, aku perlu
uang beberapa dolar, sementara Mama tidak ada di rumah. Bolehkah
aku minta pada Watson? Mama pernah bilang bahwa Watson tidak
bertanggung jawab untuk urusan pendidikan kita."
"Jelas ada perbedaan besar, dong, antara membiayai uang
sekolah empat anak dengan meminjamkan uang dua dolar," ujar Sam.
"Memang, sih. Tapi juga ada perbedaan besar antara membiayai
uang sekolah empat anak dengan membelikan pesawat video, dan aku
juga tidak akan memintanya membelikan pesawat video. Sampai di
mana, sih, batasnya? Sampai seberapa jauh dia akan menjadi papa
kita?"
"Wah, pertanyaan berat, nih," ujar sebuah suara.
Charlie sudah pulang. Dia ikut nimbrung dengan Sam dan aku
di teras belakang.
"Akhir-akhir ini aku sering memikirkan segala macam," kataku
pada mereka. "Kalian kan tahu kalau aku tidak suka dengan tebak-
tebakan. Begitu juga dengan kejutan-kejutan. Aku kepingin sekali
tahu apa yang bakalan terjadi."
"Tapi tidak ada orang yang tahu apa yang akan terjadi, Kristy,"
sahut Charlie dengan bijaksana.
"Mama dan Watson pun tidak tahu dengan pasti apa yang akan
terjadi."
"Rasanya seperti sedang main film saja, ya," ujarku.
"Calon Istri Frankenstein?" tanya Sam.
"Bukan, bukan Calon Istri Frankenstein." Aku menjulurkan
lidah ke arah Sam. Kakak laki-laki berumur lima belas tahun memangmenjengkelkan. Seharusnya setelah usia empat belas tahun, anak-
anak lelaki langsung melompat ke usia enam belas atau tujuh belas
tahun saja.
"Saya Menikah dengan Tukang Sihir?" Sam menebak.
"Bukan! Cuma... begini... coba kalian bayangkan, deh. Setelah
Mama dan Papa bercerai, Mama bertemu dengan seorang duda
beranak dua. Si duda ternyata seorang jutawan. Lalu Mama dan si
duda menikah, dan kita semua pindah ke sebuah istana. Tapi kan
bukan berarti cerita itu akan berakhir dengan bahagia."
"Yeah, masih ada babak keduanya," sahut Charlie. "Aku tahu
maksudmu. Memang semuanya agak sulit untuk dipercaya."
"Dan agak menakutkan."
"Tapi," ujar Sam, berubah serius, "kita pasti akan sanggup
bertahan."
"Begitu pendapatmu?" tanyaku dengan penuh harap. Aku
menatap kakak-kakakku.
Mereka mengangguk.
"Jadi kita tunggu babak kedua saja!" kataku.Bab 5
KEESOKAN harinya, aku langsung mengadakan rapat darurat
klub, setelah sekian lama kami tidak pernah mengadakannya. Memang
tidak mudah merahasiakan berita yang menggemparkan. Tapi aku
berusaha untuk tidak mengatakan sepatah kata pun tentang keempat
belas anak maupun uang sejumlah enam ratus dolar, sampai kami?
Mary Anne, Claudia, Stacey, Dawn, dan aku?berkumpul di kamar
Claudia.
"Ada apa, sih?" tanya Stacey. Dia sedang berbaring melintang
di atas tempat tidur Claudia. Sambil menyandarkan kepalanya di
dinding, dia menyikat rambutnya.
"Yeah, rapat darurat kok pada hari pertama liburan musim
panas, sih?" sambung Claudia dari ujung tempat tidurnya. Ia sedang
membaca majalah mode.
"Begini, mungkin ini bukanlah keadaan darurat yang
sesungguhnya," aku berkata, "tapi urusannya sangat penting, dan kita
harus mengambil keputusan secepatnya."
"Apakah ada masalah?" tanya Dawn.
"Cuma ini," ujarku. "Kalian semua kan tahu kalau pernikahan
ibuku akan dilangsungkan seminggu lagi.""Oh, rasanya aku tidak sabar menunggu!" seru Mary Anne.
"Aku sudah dapat membayangkan pakaian apa yang nanti akan
kupakai."
"Aku juga kepingin sekali melihatmu dalam pakaian pengiring
pengantin," tambah Stacey.
Pesta pernikahan itu akan diadakan secara besar-besaran. Mama
dan Watson masing-masing telah mengundang banyak tamu. Dan
mereka juga mengizinkan kami?Charlie, Sam, David Michael, dan
aku?mengundang beberapa orang lagi. Tentu saja yang kuundang
adalah keluarga Spier, keluarga Kishi, keluarga McGill, dan keluarga
Schafer. Mereka semua akan hadir pada acara itu.
"Yeah, pokoknya tinggal seminggu lagi," aku kembali berkata.
"Dan karena akan banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh ibuku,
maka sanak keluarga kami dan beberapa teman Watson telah
memutuskan untuk membantunya."
"Bagus, dong," ujar Stacey.
"Memang, sih," aku setuju, "tapi mereka semua tinggal di luar
kota dan akan datang secara bersamaan pada hari Minggu?berikut
anak-anak mereka. Ibuku menyadari bahwa sementara para orangtua
mengerjakan segala sesuatu untuk keperluan pernikahan, ada empat
belas anak yang perlu dijaga."
"Empat belas!" seru Claudia.
"Yap. Tujuh dari mereka adalah sepupu-sepupuku, empat anak-
anak teman Watson, ditambah dengan Karen, Andrew, dan David
Michael. Pada mulanya ibuku berpendapat bahwa anak-anak itu bisa
bermain di sekitar rumah Watson, sementara para orangtua bekerja.
Tapi setelah dipikir-pikir, ibuku menyadari bahwa anak-anak itu justruakan menghambat pekerjaan para orangtua. Jadi aku mencoba
mengusulkan sesuatu padanya."
"Apa?" tanya Dawn dengan curiga.
"Aku mengusulkan agar anak-anak dititipkan di rumah kami
setiap hari selama seminggu, dan kita yang akan menjaga mereka di
sana. Dengan cara itu para orangtua dapat menyelesaikan pekerjaan
mereka dengan tenang."
"Kita? Menjaga empat belas anak?" pekik Mary Anne.
"Ibuku bilang kalau kita mau menjaga mereka dari jam
sembilan sampai jam lima setiap hari, dia dan Watson bersedia
membayar kita masing-masing... seratus dua puluh dolar."
Aku melihat berkeliling ruangan, menunggu reaksi teman-
temanku. Kupikir aku akan mendengar suara pekikan atau napas
tertahan, atau melihat orang pura-pura pingsan di atas tempat tidur.
Tapi kok tidak terjadi apa-apa.
Aku mengulur waktu beberapa lama agar mereka menyadari
apa yang sedang terjadi. Lalu aku memecahkan keheningan dengan
berkata, "Jadi kalau dijumlah berarti enam ratus dolar."
Akhirnya ada juga tanggapan.
Dengan suara pelan, Claudia berkata, "Seratus dua puluh dolar!
Dengan uang seratus dua puluh dolar, aku bisa membeli seratus dua
puluh kantong permen pedas. Itu jatah untuk setahun."
Semuanya mulai tertawa.
"Kamu juga bisa membeli tiga ratus kantong Twinkie," tambah
Stacey.
"Atau seribu dua ratus bungkus permen coklat," ujarku sambil
tertawa cekikikan."Empat ratus bungkus permen karet saja," usul Dawn.
"Bagaimana dengan enam puluh kotak es krim," kata Mary
Anne.
"Es krim," sahut Claudia, "adalah satu-satunya makanan yang
tidak bisa kusembunyikan di kamarku ini."
Hening lagi untuk beberapa saat.
"Kamu serius, kan, Kristy?" tanya Dawn padaku.
"Jelas, dong. Aku serius," jawabku. "Mama sedang dalam
keadaan terjepit. Kami semua tidak menyangka bahwa hal seperti ini
bakal terjadi. Dan dengan datangnya orang-orang dari luar kota..."
Aku mengangkat bahu. "Kami harus melakukan sesuatu."
"Dan ibumu pikir kita akan bisa mengatasi masalah ini?" Mary
Anne memberanikan diri untuk bertanya, walaupun dengan gaya
malu-malu.
"Ya. Aku juga berpendapat begitu," sahutku. "Itu artinya
masing-masing dari kita akan menjaga dua atau tiga anak. Kita sudah
biasa melakukan hal itu, kan?"
"Tapi empat belas anak sekaligus," kata Mary Anne.
"Seratus dua puluh dolar per orang, lho," Claudia
mengingatkan.
"Bagaimana menurut kalian?" tanyaku pada para anggota klub.
Aku menatap Claudia. Dia mengangguk dengan bersungguh-
sungguh. Aku memandang Dawn dan Stacey. Mereka juga
mengangguk.
"Mary Anne?" tanyaku.
Dia ragu-ragu untuk beberapa saat. Tapi akhirnya dia
mengangguk juga."Hore!" aku berseru. "Sekarang begini, teman-teman, kita
punya beberapa tugas yang harus dikerjakan. Jam sembilan sampai
jam lima berarti sepanjang hari, setiap hari selama minggu depan. Aku
bakal terpaksa meninggalkan kalian beberapa kali, karena harus
mencoba pakaian dan memilih aksesori. Tapi selebihnya kita harus
tetap tinggal di rumahku bersama anak-anak itu. Kita harus mengecek
kembali apakah masing-masing dari kita masih punya tugas untuk
minggu depan. Mary Anne, tolong periksa buku agenda kita."
Mary Anne membuka buku agenda klub pada bagian perjanjian.
"Tunggu sebentar," ujarnya. "Tidak terlalu banyak, kok. Kristy, kamu
harus menjaga Jamie Newton pada hari Selasa. Aku harus menjaga
Jenny Prezzioso pada hari Rabu sore. Kurasa, aku akan sempat
mengerjakannya juga. Stacey, kamu harus menjaga Charlotte pada
hari Kamis. Dan selain itu ada tugas-tugas untuk menjaga David
Michael, Karen, dan Andrew. Tapi itu tidak jadi masalah, karena kita
toh akan menjaga mereka."
"Hmmm," sahutku. "Sebenarnya sih sayang, tapi kita harus
menelepon keluarga Newton dan keluarga Johanssen untuk
membatalkan janji-janji kita dengan mereka. Atau...," aku melanjutkan
sambil terus berpikir.
"Apa?" tanya Dawn.
"Mungkin anak-anak itu bisa ikut bergabung di rumahku. Apa
bedanya tambah satu anak lagi, kalau kita sudah siap untuk empat
belas anak?"
"Betul juga," sahut Stacey.Aku mengangkat gagang telepon. "Aku akan menelepon Bu
Newton," ujarku, "lalu kamu yang menelepon Dokter Johanssen,
Stace."
Aku menjelaskan masalahnya pada Bu Newton. Dia tidak cuma
sekadar memaklumi, tapi juga menanggapi dengan sangat antusias.
Dia bilang pengalaman seperti itu sangat baik untuk Jamie, karena
pada musim gugur mendatang Jamie akan mulai bersekolah di Taman
Kanak-kanak. Itu artinya dia harus mulai membiasakan diri dengan
anak-anak lain.
Setelah itu Stacey menelepon ibu Charlotte. "Dokter
Johanssen?" ujarnya. "Hai, di sini Stacey. Begini, saya menelepon soal
hari Kamis mendatang. Saya... apa? ...Oh ...Oh, tentu saja... Tidak,
kok. Tidak ada masalah sama sekali. Sampai bertemu di lain waktu.
Salam saya untuk Charlotte. Oke... Oke... Sampai bertemu." Dia
berbalik ke arah kami sambil tersenyum. "Nah, sudah beres. Dokter
Johanssen baru saja ingin menelepon untuk membatalkan janjinya
dengan kita. Jadwalnya di rumah sakit berubah, jadi dia tidak
memerlukan aku untuk hari Kamis nanti."
"Bagus!" kataku. "Apakah ada lagi yang perlu dibatalkan? Janji
dengan dokter gigi? Kursus melukismu, Claudia?"
Mereka menggelengkan kepala.
"Baiklah," aku melanjutkan, "kalau begitu ada baiknya kita
mulai membuat rencana untuk minggu depan. Pertama-tama, aku
ingin bercerita pada kalian tentang anak-anak yang akan kita jaga?
umur mereka dan sebagainya."
"Aku akan mencatat sementara kamu bicara," Mary Anne
angkat bicara."Ide bagus. Oke, kita akan mulai dari sepupu-sepupuku. Mula-
mula anak-anak keluarga Miller? yaitu Ashley, Berk, Grace, dan
Peter. Ashley anak perempuan berumur... kurasa dia baru jalan
sembilan tahun. Berk enam tahun."
"Laki-laki atau perempuan?" Mary Anne memotong.
"Laki-laki," jawabku. "Grace berumur lima tahun, dan Peter
tiga tahun."
"Oke," sahut Mary Anne.
"Kemudian dari keluarga Meiner. Luke sepuluh tahun, Emma
delapan tahun... kurasa. Dan Beth kira-kira satu tahun."
"Oke."
"Lalu ada anak-anak teman Watson. Tapi aku tidak tahu apa-
apa tentang mereka. Mungkin sebaiknya aku telepon Watson saja,"
ujarku.
"Halo?" sebuah suara kecil menjawab sapaanku.
"Hai, Karen," kataku. "Ini Kristy."
"Hai, Kristy! Oh, coba kamu tebak! Papa telah mengajakku
berbelanja hari ini. Aku membeli sepatu yang bagus sekali untuk pesta
pernikahan. Warnanya hitam dan mengilap. Dan ada tali yang
mengelilingi pergelangan kakiku."
"Oh, senang sekali, dong! Aku tidak sabar untuk melihatnya.
Soalnya aku sendiri belum membeli sepatu. Karen, papamu ada di
rumah?"
"Ada. Tapi, Kristy, hari ini hantu Ben Brewer telah
memecahkan vas bunga di ruang duduk, lho. Kejadiannya sangat
mengerikan."Karen masih terus ngoceh tentang hantu itu untuk beberapa
lama. Tapi akhirnya aku dapat kesempatan juga berbicara dengan
Watson. Setelah meletakkan gagang telepon, aku langsung berkata,
"Nah, teman Watson adalah keluarga Fielding, dan anak-anak mereka
masih kecil-kecil. Katherine, yang tertua, berumur lima tahun. Patrick
tiga tahun, dan Maura dua tahun. Tony si bungsu baru berumur
delapan bulan."
"Hmmm," ujar Mary Anne. "Aku tinggal menambahkan David
Michael, Karen, dan Andrew dalam daftar ini." Dengan tergesa-gesa
dia menyelesaikan catatannya, kemudian menengadah ke arah kami.
"Setelah dihitung, ternyata ada tujuh anak perempuan dan tujuh anak


Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

laki-laki. Seorang anak berumur sepuluh tahun, dua anak berumur
enam tahun, seorang anak berumur sembilan tahun, seorang anak
berumur delapan tahun, seorang anak berumur empat tahun, seorang
anak berumur tujuh tahun, dua anak berumur lima tahun, dua anak
berumur tiga tahun, seorang anak berumur satu tahun, seorang anak
berumur dua tahun, seorang bayi?yaitu Tony."
"Wah, rasanya agak ruwet kalau menyusunnya seperti itu," ujar
Dawn. Dia dan anak-anak lain mulai tampak kuatir.
"Tapi kita akan mencoba menyusunnya bersama-sama," kataku.
"Mungkin sebaiknya kita membagi anak-anak itu menjadi grup
menurut umur. Coba susun daftar itu sesuai dengan urutan umur,
mulai dari yang tertua sampai yang termuda."
Mary Anne mulai menyibukkan diri dengan catatannya. "Oke,"
ujarnya setelah beberapa menit.
Kira-kira begini daftar yang telah disusunnya:
Luke?10Ashley?9
Emma?8
David Michael?7
Berk?6
Karen?6
Grace?5
Katherine?5
Andrew?4
Peter?3
Patrick?3
Maura?2
Beth?1
Tony?8 bulan
"Ini baru bagus," aku berkata. Lalu aku meminjam pena dari
Mary Anne, kemudian membuat empat garis. Satu di bawah Emma,
satu di bawah Karen, satu di bawah Andrew, dan satu lagi di bawah
Maura. "Coba kalian lihat ke sini. Sekarang kita punya lima grup
anak-anak. Masing-masing dari kita mendapatkan satu grup. Grup
paling atas terdiri atas anak-anak tertua, dan grup paling bawah terdiri
atas bayi-bayi. Tiap grup terdiri atas tiga anak, kecuali grup yang
terakhir. Menurutku, siapa pun yang kebagian grup paling akhir ini
pasti sudah cukup kerepotan, karena harus menjaga dua bayi
sekaligus. Mengganti popok dan sebagainya."
"Sebaiknya sekarang juga kita memutuskan, siapa yang
bertanggung jawab untuk masing-masing grup," ujar Dawn.
"Oke," aku setuju. "Siapa yang kepingin menjaga anak-anak
paling tua?"Stacey mengangkat tangannya.
Aku menuliskan namanya di sebelah grup paling atas.
Kemudian aku bertanya lagi, "Siapa yang kepingin menjaga bayi-
bayi?"
Mary Anne mengacungkan tangannya.
Aku menuliskan namanya di sebelah nama-nama bayi. Sebelum
aku sempat menanyakan siapa yang ingin menjaga grup David
Michael, Claudia sudah berkata duluan, "Aku tidak begitu peduli grup
mana yang nantinya akan kujaga. Aku suka anak-anak segala umur."
"Aku juga," sahut Dawn. ebukulawas.blogspot.com
"Begitu juga aku," aku menyahut. Oleh sebab itu, aku
menetapkan saja. Dawn bertugas menjaga anak-anak berumur enam
sampai tujuh tahun. Claudia untuk anak-anak berumur dua sampai tiga
tahun, dan aku sendiri akan menjaga Grace, Katherine, dan Andrew.
"Andrew merasa lebih tenang kalau aku yang menjaganya," ujarku.
"Dan juga pada hari Selasa, Jamie Newton bisa langsung bergabung
dengan grup yang seumur dengannya. Kurasa dia sepantasnya menjadi
tanggung jawabku."
"Hei!" kata Mary Anne. "Aku punya ide untuk membantu agar
masing-masing grup mudah dikenali. Kita harus memberikan warna
pada tiap-tiap grup. Ada grup merah, grup biru, atau apa pun yang kita
inginkan. Kemudian kita buat semacam kartu yang mencantumkan
nama-nama mereka. Misalkan grup Stacey dengan kartu-kartu nama
merah, grup Dawn dengan kartu-kartu nama biru. Pokoknya seperti
itu, deh. Dengan begitu anak-anak lebih mudah mengenali grup
masing-masing, dan kita juga lebih mudah mengawasi anak-anak
dalam grup kita. Selain itu kita juga akan lebih mudah menghafalkannama-nama mereka. Kalau Kristy mungkin sudah kenal sebagian
besar dari mereka, tapi kita berempat cuma kenal dengan Karen,
Andrew, dan David Michael. Di samping itu, tidak ada satu pun dari
kita yang sudah mengenal anak-anak keluarga Fielding."
"Oke!" seru Claudia dengan bersemangat. Dan kami semua
menyetujui usul Mary Anne itu.
Setelah itu Claudia mulai menggeledah kotak berisi bahan-
bahan untuk membuat kerajinan tangan, lalu mengeluarkan beberapa
buah gunting, kertas karton putih, dan tali. Kami membuat kartu nama
dengan gambar bintang merah untuk Luke, Ashley, dan Emma;
burung biru untuk David Michael, Berk, dan Karen; matahari kuning
emas untuk Grace, Katherine, dan Andrew; dinosaurus hijau untuk
Peter, Patrick, dan Maura; hati merah jambu untuk Beth dan Tony.
"Nah, sekarang kita harus membuat kartu nama untuk kita
sendiri," Stacey mengingatkan. "Pemimpin grup harus memakai kartu
nama yang sesuai dengan grupnya. Dengan begitu anak-anak yang
tertua bisa membaca nama kita, sedangkan anak-anak yang masih
kecil paling tidak bisa mengetahui siapa pemimpin mereka dengan
mencocokkan warna di kartu namanya."
Dan kami pun membuat lima kartu nama lagi. Setelah
semuanya selesai, kami mengikat setiap kartu nama itu dengan seutas
tali, untuk digantungkan di leher masing-masing anak. Untuk Beth
dan Tony, kami memutuskan untuk menyematkan saja kartu-kartu
nama mereka dengan peniti.
Setelah itu, Claudia mengumumkan bahwa sudah tiba saatnya
untuk makan kue-kue berprotein tinggi. Dia mengeluarkan sekantong
kue Snicker (dari laci tempat dia menyimpan perhiasan-perhiasannya),sebungkus coklat Ring Ding (dari kotak koleksi lukisan-lukisannya),
dan sebuah Life Saver (dari kantong bajunya). Untuk Dawn, yang
biasanya memilih makanan-makanan sehat, dan untuk Stacey, Claudia
mengambilkan sekotak biskuit tawar dan buah-buahan di dapur. Dia
kembali bersama Mimi. Mimi membantunya membawakan baki berisi
soda untuk kami semua.
"Halo, anak-anak," sapa Mimi dengan suaranya yang ramah.
"Kelihatannya kalian habis bekerja keras, ya?"
Claudia menceritakan apa yang barusan kami kerjakan pada
neneknya.
"Oh, banyak sekali," ujar Mimi dengan lembut. "Empat belas
anak! Minggu depan, sementara ibumu sibuk, Kristy, dan orangtua
kalian sedang bekerja," Mimi mengangguk ke arah Claudia dan Mary
Anne, "kalian jangan segan-segan untuk meneleponku kalau
memerlukan sesuatu, ya? Aku akan berada di rumah. Kalian harus
memberitahuku kalau ada masalah. Aku akan sangat senang kalau bisa
membantu."
"Terima kasih, Mimi," ujarku. "Terima kasih banyak atas
tawarannya."
"Oh, Mimi," sahut Mary Anne, sambil melompat berdiri lalu
mengecup pipi Mimi.
Aku berani bertaruh bahwa Mary Anne sebetulnya masih agak
gugup menghadapi apa yang akan kami kerjakan ini. Tapi dia sangat
sayang pada Mimi. Dan cuma Mimi yang bisa menenangkan
perasaannya.
Mimi sangat istimewa bagi kami semua.Setelah Mimi berlalu, aku berkata, "Sadarkah kalian, menjaga
empat belas anak sekaligus, sama saja dengan mengajar di sekolah
atau mendirikan sebuah play group. Mungkin ada baiknya kalau kita
mulai memikirkan kegiatan apa yang akan kita berikan pada anak-
anak itu nantinya."
"Yeah, masing-masing grup bisa melakukan kegiatan yang
berbeda," sahut Dawn.
"Kita bisa membawa mereka ke taman bermain sekolah," usul
Stacey.
"Membuat kerajinan tangan," Claudia berkata.
"Dan aku bisa membawa para bayi berjalan-jalan," ujar Mary
Anne.
Kami semua mulai merasa tegang dan gembira. Kami
mengobrol, membuat rencana, dan menyusun daftar. Rasanya kami
sudah tidak sabar menunggu sampai hari Senin.Bab 6
Menjelang Pernikahan:
Minggu?enam hari lagi
HARI Minggu merupakan hari favoritku, baik di musim panas
maupun di musim dingin. Penyebabnya adalah karena pada hari itu
aku bisa bangun lebih siang.
Itulah sebabnya kenapa aku tidak senang waktu Mama masuk
ke kamarku di pagi itu.
Setelah membuka pintu kamarku, tanpa basa-basi dia mulai
menarik gorden jendela lalu memberes-bereskan lemari pakaianku,
sambil bersiul-siul.
"Ayolah, Putri Tidur," akhirnya dia berkata. "Bangun, hari
sudah siang."
Aku menutupi wajahku dengan bantal untuk menghalau sinar
yang masuk. "Ma...," aku protes. "Kenapa, sih, aku diganggu?
Memangnya sudah jam berapa?"
"Jam delapan."
"Jam delapan!" Biasanya dia tidak pernah mengganggu tidurku
di hari Minggu, paling tidak sampai jam sepuluh.
"Saudara-saudaramu sudah bangun semua, lho.""Tapi aku tidak punya kesempatan untuk bangun siang lagi
sampai hari Minggu yang akan datang. Dan itu masih nanti, sesudah
pesta pernikahan." Aku berusaha menekankan kata-kata "sesudah
pesta pernikahan", sedemikian rupa sehingga kedengarannya hari itu
masih sangat lama. Sama saja dengan mengatakan "Sampai bertemu
tahun depan" pada tanggal 31 Desember.
"Sayang, Mama memerlukan bantuanmu hari ini. Pesta
pernikahan sudah di ambang pintu. Tinggal enam hari lagi, lho. Bibi
Colleen dan Paman Wallace, serta Bibi Theo dan Paman Neal akan
datang pada hari ini. Mereka akan ke motel dulu, tapi setelah itu
mereka akan mampir ke sini. Mungkin mereka akan makan malam
bersama kita. Selain itu, Nannie juga akan datang. Dia ingin
mengukurmu lagi."
Nannie adalah ibu Mama. Dia tinggal di sebuah apartemen yang
berjarak kira-kira tiga perempat jam dari rumah kami. Nannie sangat
menyenangkan. Walaupun umurnya sudah menjelang tujuh puluh, dia
masih bisa mengerjakan segalanya sendiri. Dia terampil bermain
boling, dia suka bercocok tanam, dia menjadi sukarelawan di sebuah
rumah sakit, dia juga juru masak yang hebat?dan dia pandai
menjahit.
Nannie telah menawarkan untuk membuatkan baju pengiring
pengantin (untukku) dan baju gadis penabur bunga (untuk Karen). Dia
sudah pernah membawa Karen dan aku berbelanja, memilih motif dan
jenis bahan untuk pakaian kami. Beberapa kali dia juga datang untuk
mengukur kami.
"Apa Nannie juga akan ikut makan malam bersama kita?"
tanyaku."Bisa jadi," ujar Mama. "Mama rasa dia kepingin sekali
berjumpa dengan sepupu-sepupumu."
Ashley, Berk, Grace, Peter, Emma, Beth, dan Luke adalah juga
cucu-cucu Nannie. Tidak seperti kami?saudara-saudaraku dan aku?
sepupu-sepupuku itu tinggal berjauhan dengan Nannie. Oleh sebab itu
bisa dimaklumi kalau Nannie kangen kepada mereka, karena jarang
berjumpa.
"Bagus, deh," sahutku. Aku mulai mendapatkan kekuatan untuk
menggeser bantal dari wajahku. "Ooh, sinar mataharinya sangat
menyilaukan!"
"Itu artinya di luar sangat indah dan cerah," Mama berkata
dengan riang. "Sekarang cepat bangun."
Menurut rencana Nannie bakal datang menjelang sore. Setelah
makan siang, aku memutuskan untuk duduk-duduk di tangga depan
rumah untuk menunggunya. Louie datang mendekatiku. Dia
berbaring-baring sambil meletakkan kepalanya di pangkuanku,
sementara aku mengawasi jalanan di depan rumah.
Aku sudah bisa melihat mobil Nannie, walaupun masih berjarak
beberapa blok dari rumahku. Mobil Nannie mudah dikenali. Mobil itu
dibelinya dari tangan kedua, dan usianya sudah hampir seratus tahun.
Waktu dia membelinya tahun lalu, mobil itu dicatnya dengan warna
merah jambu.
"Merah jambu!" Mama berseru waktu dia mendengar kabar itu.
"Demi Tuhan, kenapa harus dicat merah jambu?"
"Kenapa tidak?" Nannie menjawab dengan gembira. Setelah itu
dia memasang setangkai bunga plastik berwarna merah jambu di
antena mobilnya, lalu menggantungkan seekor boneka koala berisikapuk di kaca spion samping. Dia menamakan mobilnya Pink Clinker.
(Soalnya kalau lagi jalan, mobil itu selalu berbunyi kling-kling-kling.)
Sesaat setelah Pink Clinker memasuki halaman rumah, aku
membangunkan Louie, sambil mengangkat kepalanya dari
pangkuanku. Kemudian aku berlari menyongsong Nannie.
"Hai!" aku menyapanya.
"Hai, juga!" Nannie menyahut. Dia melambaikan sebelah
tangannya ke arahku, sedangkan tangan yang satunya lagi memutar
kunci kontak untuk menghentikan mesin mobilnya. Akhirnya dia
berhasil menenangkan Pink Clinker.
Aku membantu Nannie memasuki rumah. Dia tidak pernah
datang dengan tangan hampa. Dia membawa sebuah panci, dan aku
membawakan dompetnya, kantong belanja yang penuh berisi hadiah-
hadiah, dan kotak berisi resep-resep koleksinya. (Mama dan Nannie
akan mendiskusikan tentang hors d'oeuvres?makanan pembukaan?
atau semacam itu.)
Setelah Nannie duduk tenang sambil menikmati secangkir teh di
teras belakang, aku tidak dapat menahan diri lagi untuk mengajukan
sebuah pertanyaan. "Jadi apa kabar dengan bajuku?"
"Kristy, jangan ganggu Nannie dulu," ujar Mama, sesaat setelah
ia dan David Michael bergabung di teras belakang.
"Oh, dia tidak menggangguku, kok," sahut Nannie sambil
tersenyum. "Dia cuma terlalu tegang. Kristy, pembuatan pakaianmu
berjalan dengan lancar. Tapi Nannie rasa lengannya sedikit
kepanjangan. Maka dari itu, Nannie perlu mengukur lenganmu sekali
lagi.""Sudah sampai mana dikerjakannya?"
"Ehm, sudah hampir terpasang semuanya," Nannie menjawab.
"Baju Karen juga. Tapi pada tahap penyelesaian, kedua-duanya akan
makan waktu agak lama."
"Oh." Aku agak kecewa.
"Tapi jangan kuatir. Semuanya akan beres pada hari Sabtu.
Nannie berjanji."
"Oke," aku berkata ragu-ragu, walaupun sebelum ini belum
pernah Nannie melanggar janjinya.
"Kristy, jangan panik, dong," ujar Mama. "Ayo, ikut minum teh
dulu, deh. Setelah itu Mama minta tolong kamu untuk mengumpulkan
saudara-saudaramu, soalnya Mama memerlukan bantuan kalian untuk
mengerjakan sesuatu."
"Mengerjakan sesuatu" berubah menjadi membersihkan setiap
sudut rumah. Mama memberikan cairan pembersih lantai pada
Charlie, penyedot debu pada Sam, segulung kertas tisu dan sebotol
Windex padaku, selembar kain dan sebotol bahan pembersih perabot
kayu pada David Michael. Setelah itu dia dan Nannie masuk ke dapur
untuk membicarakan makanan yang akan dihidangkan pada resepsi
pernikahan.
Sebetulnya mereka sudah beberapa kali membicarakan masalah
itu, hanya saja Mama dan Nannie masih harus mengatur bagaimana


Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

caranya memberi instruksi pada tujuh orang dewasa untuk
menyiapkan ratusan hors d'oeuvres dan canapes?biskuit tawar yang
diolesi bermacam-macam bumbu. Selain itu masih ada salad dan
pencuci mulut. Dan semua itu harus disiapkan sepanjang minggu ini.
Mama sangat beruntung, karena walaupun waktunya sangat singkat,ada sebuah katering yang sanggup menyiapkan makanan utama yang
akan diatur secara prasmanan pada acara resepsi. Tapi tetek bengek
lainnya harus ditangani sendiri olehnya dan Watson.
Menjelang sore, rumah sudah bersih dan mengilap. Mama dan
Nannie juga sudah selesai membicarakan masalah resep. Sementara
itu sanak saudara mulai berdatangan. Pertama-tama datang Bibi Theo
(adik Mama) dan Paman Neal, bersama Emma, Beth, dan Luke.
Mereka datang sambil membunyikan klakson mobilnya.
"Mereka sudah datang! Mereka sudah datang!" seru David
Michael. Kami semua, termasuk Nannie, menyerbu keluar rumah.
Paman Neal baru saja hendak keluar dari mobilnya. Dia
bukanlah paman favoritku. Pantalon dan kemejanya tidak pernah
serasi, dia selalu mengisap cerutu, dan bicaranya terlalu keras. Tapi
sebetulnya dia orang yang baik. Setidak-tidaknya dia tidak pernah
berbicara padaku seperti ini, "Kristy-ku sayang, sudah besar sekali
kamu. Sudah kelas berapa sekarang?"
Sapaan seperti itu adalah bagian Bibi Theo. Dia berjalan dengan
langkah ringan keluar dari mobilnya dan mulai memeluk kami satu
per satu. Begitu sampai padaku langsung dia bilang, "Kristy-ku
sayang, sudah besar sekali kamu. Sudah kelas berapa sekarang?"
"Naik kelas delapan," jawabku, sambil berpikir bahwa
sebetulnya aku tidak bertambah besar. Akulah anak terpendek di
kelas.
Dia beranjak ke arah David Michael. "Waduh, kamu juga sudah
besar," dia berkata padanya. "Sudah kelas berapa sekarang?"Aku berdiri di belakang Bibi Theo sambil mengawasi David
Michael. Adikku itu mencoba untuk tidak tertawa waktu menjawab,
"Kelas dua."
Sementara itu, Luke dan Emma berlari-lari keluar dari
mobilnya. Aku mengamati mereka, karena sudah hampir dua tahun
aku tidak pernah berjumpa dengan mereka.
Luke adalah anak tertua?anak tertua yang nantinya bakal kami
jaga. Dia tampak agak kurus dan terlalu kecil untuk umur sepuluh
tahun (menurutku). Dia cuma berdiri malu-malu di belakang,
sementara ibunya memeluk kami satu per satu dan ayahnya
menceritakan lelucon dengan keras. Mama dan Nannie tertawa
mendengarnya, sementara Louie melompat-lompat kesenangan. Luke
memiliki rambut yang tebal seperti jerami, berwarna pirang agak
gelap. Aku tidak akan heran kalau dia tidak pernah menyisir
rambutnya sejak bulan Desember. Matanya yang coklat tampak serius.
Pembawaan Emma bertolak belakang dengan Luke. Walaupun
rupanya mirip sekali dengan kakaknya?agak penakut, dengan rambut
pirang berantakan yang dikucir dua dan mata coklat yang bercahaya?
dia berlari mengelilingi kami dengan gembira.
"Hai, Nannie!" dia berseru. "Aku menjadi juara kedua dalam
kelas senam, lho! Ada hadiah untukku?"
Sebelum Nannie sempat menjawab pertanyaannya, Emma
sudah bergegas mendekati David Michael. "Kamu pasti David
Michael, kan? Aku lebih tua satu tahun dari kamu." Dia berlari lagi ke
arah Louie, meninggalkan adikku yang masih kebingungan.Oh-oh, pikirku. Luke mungkin lebih mudah dijaga. Tapi Emma
tampaknya terlalu energik. Diam-diam aku senang karena tidak
menempatkan dia pada grup Karen.
Tiba-tiba aku sadar bahwa si kecil Beth masih duduk diam-
diam di dalam kursi kecilnya di mobil. Aku beranjak memasuki mobil,
lalu berkata dengan perlahan-lahan, "Hai, Beth."
Dia menatapku dengan bersungguh-sungguh. Tidak tertawa,
tidak pula menangis. Aku rasa dia sedang berusaha mengingat-ingat
siapa aku, sehingga aku memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa
dulu. Aku duduk di sebelahnya. Dia tidak memakai kaus kaki maupun
sepatu. Setelah beberapa saat, aku menggelitik telapak kakinya.
Dengan sangat perlahan, senyum mulai terbentuk di bibirnya sampai
akhirnya membentuk senyum lebar.
"Mau keluar dari mobil?" tanyaku padanya.
Aku membuka tali-temali dan kaitan-kaitan yang mengikatnya.
Kemudian Beth mengangkat tangannya, sehingga aku bisa
mengangkatnya. "Uups, kamu berat, ya!" aku berseru.
"Mm-po-po?" dia bertanya padaku.
"He-eh, deh, terserah kamu." Mary Anne harus mempelajari
bahasa bayi, nih. Aku memberikan Beth pada Bibi Theo, yang tampak
terkejut. "Waduh," ujarnya, "aku heran, lho, dia mau digendong sama
kamu. Biasanya dia berteriak kalau ada orang tak dikenal
mendekatinya. Kami selalu menemui masalah seperti itu dengan para
baby-sitter yang menjaganya."
Pada saat itu, Sam menangkap mataku. Aku bisa mengerti arti
tatapannya itu. Dia ingin berkata, "Rasakan, Baby-sitters Club harus
bekerja keras untuk mendapatkan enam ratus dolar itu."Aku menjulurkan lidah ke arahnya.
Tet-tet! Tet-tet!
Suara klakson mobil terdengar bersamaan dengan masuknya
sebuah mobil ke halaman rumah kami.
"Bibi Colleen! Paman Wallace!" aku berteriak.
Sesaat setelah bibiku membuka pintu dan turun dari mobil, aku
langsung mengempaskan diriku ke dalam pelukannya.
Colleen adalah adik bungsu Mama; kesayangan keluarga. Aku
juga sangat sayang padanya. Tingkah lakunya seperti versi mudanya
Nannie?sibuk, aktif, dan agak perkasa. Dia begitu mengenal diriku
sampai aku kadang-kadang jadi ngeri.
"Hai, Sayang. Bagaimana kabarmu?" dia bertanya. Dia
memelukku erat-erat untuk beberapa saat.
"Baik," aku menjawab. Aku merenggangkan pelukanku, lalu dia
mencium pipiku sambil memegang kepalaku. Kemudian menatapku
dengan pandangan kritis.
Pada saat itu sepupu-sepupuku mulai berlarian keluar dari
mobil. Mula-mula Berk, yang berumur enam tahun. Dia mengirim
semacam sinyal kepada David Michael. Kami lebih sering bertemu
dengan keluarga Miller daripada dengan keluarga Meiner. Oleh sebab
itu, David Michael dan Berk bersahabat baik. Syukurlah aku sempat
ingat untuk memasukkan mereka dalam satu grup.
David Michael dan Berk berlari ke halaman belakang rumah,
diikut oleh Louie.
Kemudian Peter yang berumur tiga tahun keluar dari mobilnya.
Dia melompat dengan enggan, sambil berlinangan air mata.
"Hei, Peter," ujarku. "Ada apa?"Peter terisak-isak dengan sedih.
"Dia agak mabuk dalam mobil," Bibi Colleen menerangkan.
"Yeah," sahut Grace, yang berumur lima tahun, sambil
melompat keluar, "dia baru saja muntah. Habis sepanjang jalan
mewarnai buku terus, sih!" Grace tampak riang gembira.
"Grace, cukup," ujar ibunya.
"Bagaimana rasanya sekarang, Peter?" tanyaku dengan gelisah.
Wajahnya pucat sekali.
"Masih mual," sahutnya.
"Sebaiknya aku membawanya ke dalam rumah," ujar Bibi
Colleen.
Aku mengawasi mereka berlari ke dalam, kemudian kembali
lagi ke mobil karena menyadari bahwa Ashley masih duduk di
dalamnya. Paman Wallace telah menyandarkan sepasang tongkat di
sampingnya, di dekat pintu.
"Ashley!" seruku. "Kamu kenapa, sih?"
"Kakiku patah waktu bermain sepatu roda."
"Kami memang sengaja tidak mengatakan apa-apa," pamanku
menambahkan, "karena kami tidak ingin ada orang yang berpikiran
bahwa kami sebaiknya jangan datang. Ashley juga sehat-sehat saja,
kok. Kamu harus melihat betapa gesitnya dia memakai tongkat-
tongkatnya."
"Aku bisa jalan hampir sama cepatnya dengan menaiki sepatu
roda!" anak perempuan itu berseru.
Aku membantu Paman Wallace mengeluarkan Ashley dari
dalam mobil, kemudian dia melesat melintasi tempat parkir dan masuk
ke dalam rumah. (Dia betul-betul cepat.)Nannie memberi kuliah panjang-lebar pada Ashley, kemudian
mengumpulkan cucu-cucunya di sekelilingnya dan mulai membagi-
bagikan hadiah. Bahkan dia tidak lupa membawakan hadiah untuk
saudara-saudaraku dan aku, walaupun dia sering sekali berjumpa
dengan kami dan punya banyak kesempatan untuk memberikannya di
lain kesempatan. Aku rasa dia tidak ingin kami merasa
dikesampingkan.
Semua hadiah Nannie adalah buatannya sendiri. Aku mendapat
sebuah sweter yang cantik, berwarna merah terang dengan gambar
anjing Scottie di bagian depannya. Aku memeluk Nannie dan
mengucapkan terima kasih delapan kali.
Acara pembagian hadiah disusul dengan piknik makan malam
di halaman belakang rumah.
Beginilah kejadiannya selama acara makan malam.
Beth mengulum semulut penuh wortel yang disuapkan ayahnya,
kemudian menyemprotkannya ke arah kemeja ayahnya.
Peter dan Grace berkelahi dan mulai menangis.
Berk dan David Michael juga mulai berkelahi dan mulai
menangis.
Emma mengganggu Ashley. Ashley memukul Emma dengan
tongkatnya. Emma juga menangis. Karena nakal, dua-duanya
dihukum. Ashley disuruh menunggu di dalam mobil keluarga Miller,
sedangkan Emma disuruh menunggu di dalam mobil keluarga Meiner,
sampai mereka siap untuk saling memaafkan.
Luke tidak mengucapkan sepatah kata pun sejak acara dimulai
sampai selesai.Perasaan tidak enak dan menyesakkan mulai terasa dalam
perutku. Mungkin karena aku terlalu banyak makan. Atau mungkin
juga karena melihat masalah yang ditimbulkan oleh delapan anak
dalam pengawasan sepuluh orang dewasa.
Bagaimana jadinya besok?hanya ada lima baby-sitter untuk
menjaga empat belas anak?Bab 7
Menjelang Pernikahan:
Senin?lima hari lagi
STACEY, Mary Anne, Dawn, dan Claudia muncul di rumahku
tepat jam setengah sembilan. Stacey membawa Kid-Kit-nya?kotak
berisi mainan yang kadang-kadang dibawanya kalau bertugas sebagai
baby-sitter (masing-masing dari kami juga memilikinya); Dawn
membawa sebuah buku besar berisi sajak anak-anak, lagu-lagu,
permainan-permainan, dan kegiatan-kegiatan untuk anak-anak; Mary
Anne membawa buku agenda klub dan buku catatan; dan Claudia
membawa kartu-kartu nama dan bahan-bahan untuk membuat
kerajinan tangan.
"Ayo kita pakai dulu kartu nama masing-masing, sebelum
lupa," ujarku. "Setelah itu baru kita atur semuanya."
"Hari yang cerah, ya," kata Stacey sambil memakai mahkota
dengan bintang merah di kepalanya. "Mungkin ada baiknya kalau kita
mencoba untuk sedapat mungkin terus berada di luar, di halaman
belakang, Kristy. Meja piknik di situ cocok untuk dipakai membaca
cerita, mewarnai, atau lain-lain. Sedangkan anak-anak bisa bermain
bola, kejar-kejaran dengan Louie, membuat permainan, atau apapun?yang semuanya bisa dilakukan di satu tempat, sehingga kita
akan lebih mudah mengawasi mereka."
"Oke," aku setuju. "Kita lihat saja nanti. Kalau tidak berhasil,
kita harus langsung mulai memisahkan anak-anak dalam grupnya
masing-masing. Oh, Mary Anne, ibuku meminjamkan boks bayi yang
sudah tua. Mungkin kamu memerlukannya nanti."
"Makasih, ya. Aku akan memasangnya di luar, sehingga Tony
dan Beth bisa berada di sekeliling anak-anak yang lebih besar.
Kami mulai menyibukkan diri di halaman belakang.
Sesaat sebelum jam sembilan, keluarga Miller datang.
Sementara Mama bercakap-cakap dengan Bibi Colleen dan Paman
Wallace, para anggota Baby-sitters Club mengajak Ashley, Berk,
Grace, dan Peter ke halaman belakang. Kami memberikan kartu nama
mereka masing-masing, dan aku memperkenalkan anak-anak itu pada
sahabat-sahabatku sambil menjelaskan tentang pembagian grup dan
para pemimpinnya. Tapi sebelum sempat menjelaskan semuanya, Bibi
Colleen memanggilku dari teras belakang.
"Aku cuma ingin memberikan beberapa petunjuk," ujarnya
sesaat setelah aku berlari menghampirinya. "Aku tahu kamu dan
teman-temanmu akan sibuk sekali hari ini, tapi perlu kuberitahukan
beberapa hal. Peter harus tidur sesaat setelah makan siang?sekitar
jam dua. Grace biasanya tidak pernah tidur siang, tapi kalau dia rewel,
kadang-kadang dia ikut tidur bersama Peter."
"Tunggu dulu, aku akan catat," ujarku.
Aku mengambil pensil dan kertas dari dapur. "Oke, Peter?
tidur jam dua," kataku pada Bibi Colleen, mencoba untuk bergaya
profesional. "Grace? mungkin tidur pada jam dua.""Ya," ujar bibiku.
Kemudian dia menyerahkan dua botol tablet. "Ini obatnya," dia
berkata padaku. "Taruh di tempat yang aman, jauh dari jangkauan
Peter dan Beth dan semua anak kecil. Mudah-mudahan kamu tidak
membutuhkan obat-obat ini, tapi siapa tahu? Botol yang bertutup
merah jambu ini punya Berk. Untuk alerginya. Sebetulnya akhir-akhir
ini penyakitnya sudah tidak pernah kumat lagi. Tapi kalau kamu
banyak mengajaknya bermain di luar rumah dan napasnya mulai
sesak, berikan tablet ini padanya dan suruh dia berbaring-baring di
dalam rumah untuk beberapa saat. Dia sudah sering mengalami ini,
sehingga sudah tahu apa yang harus dilakukannya."
Dengan kalut aku cepat-cepat mencatat semua instruksi itu. Aku
sudah mulai panik. Bagaimana kalau Berk (atau salah satu anak lain)
tiba-tiba sakit? Salah satu dari kami harus menjaga dan merawat anak
yang sakit itu, sementara yang lainnya harus sanggup mengambil alih
anak-anak yang lain dari grup itu. Hal lain: Kami belum memikirkan
untuk "mengkondisikan" rumahku untuk anak-anak kecil. Kami telah
sembrono memasukkan anak-anak kecil ke dalam rumah yang belum
diamankan dari stop kontak, obat-obatan, dan cairan-cairan pembersih
beracun. Memang selama ini kami sudah tidak perlu lagi
mengamankannya, karena David Michael yang berumur tujuh tahun
sudah tahu bahwa benda-benda tersebut berbahaya. Tapi waktu Bibi
Colleen bilang bahwa obat-obat itu harus ditaruh di tempat yang
aman?yang tidak dapat dijangkau anak-anak kecil?aku mulai
merasa kuatir.
Tapi bibiku tidak menyadari apa yang sedang kupikirkan. Dia
terus saja berbicara. "Yang ini," dia berkata, "adalah obat penghilangrasa sakit. Untuk Ashley. Dokter rumah sakit yang memberikan obat
ini setelah dia mengobati kakinya. Sudah seminggu Ashley tidak
meminumnya, tapi kadang-kadang kakinya yang terbungkus gips akan
membengkak, dan rasanya cukup nyeri. Beri dia setengah tablet
dicampur dengan makanan, kalau dia mulai mengeluh sakit."
"Ashley?setengah tablet dicampur makanan untuk rasa sakit,"
aku mengulangi.
"Nah, cukup dulu," ujar Bibi Colleen. "Kurasa kamu tidak akan
menemui kesulitan."
"Sip, deh," sahutku. Aku membawa catatanku ke halaman
belakang agar dapat menjelaskannya pada para anggota Baby-sitters
Club yang lain.
Sejauh ini, situasi di halaman belakang tetap tenang. Semua
orang sudah memakai kartu nama masing-masing (walaupun Ashley
mengeluh bahwa kartu namanya seperti kartu nama anak kecil), dan
anak-anak mulai menjelajahi halaman belakang dan bermain dengan
Kid-Kit.
"Yuu-huu! Kristy! Kami dataang..!" Itu pasti suara Bibi Theo.
(Siapa lagi yang mau bilang "Yuu-huu" kalau bukan dia?)


Baby Sitter Club 6 Hari Istimewa Kristy di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hai!" aku berseru.
Emma menyerbu ke halaman belakang, diikuti oleh Luke
dengan langkah pelan. Bibi Theo muncul belakangan bersama Beth?
sambil membawa berbagai macam peralatan.
"Hai, anak-anak," kata bibiku.
"Bibi Theo, ini Mary Anne, Stacey..."
"Ya, ya," bibiku memotong. "Ini kubawakan kursi beroda untuk
Beth, supaya dia bisa ikut mondar-mandir dengan aman. Dia sukasekali, lho. Dan ini keretanya, siapa tahu kamu mau membawanya
berjalan-jalan. Kalau nanti dia menangis waktu kami tinggal?dan ini
kemungkinan besar?masukkan saja dia ke dalam keretanya, lalu ajak
berkeliling sebentar. Setelah beberapa saat, dia akan tenang kembali."
Aku melirik ke arah Mary Anne. Sekarang giliran dia mencatat
semua instruksi dari bibiku. Kepalaku mulai berputar-putar. Tidur
siang, obat-obatan, kereta, kursi beroda... Buat apa kami repot- repot
melibatkan diri dengan urusan seperti ini?
Bibi Theo ternyata belum selesai bicara. "Beth biasanya tidur
siang dua kali, sekitar jam sebelas dan sekitar jam dua."
Waduh, ini lebih merepotkan lagi, pikirku. Tapi setidak-
tidaknya anak-anak yang biasa tidur siang (Peter, Grace, dan Beth)
akan mengantuk pada jam-jam yang sama.
"Dan biasanya dia membawa botolnya kalau mau tidur. Beri dia
botol yang sudah kusiapkan ini. Dia alergi terhadap susu sapi, dan
botol ini berisi susu kedelai."
"Beth?alergi terhadap susu sapi," Mary Anne berbisik.
Aku menyikut Stacey. "Di mana anak-anak ini akan
ditidurkan?" aku berbisik.
Stacey membelalakkan matanya. Kurasa, sebelum ini dia juga
tidak memikirkan waktu tidur siang dan botol-botol dan tablet-tablet.
Bibi Theo akhirnya berhenti bicara.
Dan pada saat itu juga, Mary Anne, Stacey, Dawn, Claudia, dan
aku bersiap-siap menghadapi anak-anak keluarga Fielding. Mama
membawa rombongan itu ke halaman belakang?enam orang anggota
keluarga Fielding, ditambah dengan Watson, Andrew, dan Karen.Teguhkan hatimu, aku berkata pada diriku sendiri. Anggap saja
aku si Singa Pengecut. Kalau aku percaya bahwa aku akan berani,
maka aku akan benar-benar menjadi berani.
"Sayang," Mama berkata padaku, "kenalkan ini Pak dan Bu
Fielding."
Aku menjabat tangan mereka. Kemudian berkata, "Dan ini para
anggota Baby-sitters Club?Stacey, Dawn, Mary Anne, dan Claudia."
Semua orang saling mengatakan halo.
Karen menggandeng tangan Andrew lalu mengajaknya ke meja
yang telah dipenuhi peralatan untuk membuat pekerjaan tangan milik
Claudia. "Aku akan membuat gambar yang besar dan menyeramkan;
Naga Sakti Sungai Kuning 2 Pendekar Mabuk 088 Rahasia Bayangan Setan Jaka Lola 2
^