Pencarian

Roh Pemburu Cinta 2

Dewi Ular 01 Roh Pemburu Cinta Bagian 2


Pramuda menghentikan kecamuk hatinya, karena saat itu Kumala Dewi menatapnya dengan senyum mengembang kecil di sudut bibirnya.
Senyum itu adalah senyum bidadari yang sangat di kagumi Pramuda.
"kau tak suka melihat aku merokok??"
"suka."
Jawab Pramuda bernada sabar.
"tapi apakah kepalamu tak menjadi pusing??"
"tidak, kenapa kau bertanya begitu??"
"karena sejak tadi di Plaza ku lihat kau sering memegangi kepalamu. Kau sering memijat pelipis kananmu dengan kedua telunjuk. Kau pasti sakit kepala,bukan??"
Kumala menggeleng dengan senyum kian mekar, kian cantik pula raut wajah berkulit putih tersebut.
"begini maksudmu??"
Kumala Dewi meletakkan kedua jari di pelipis kanannya.
"ya, begitu. Kau sering lakukan hal itu sejak kita keluar dari rumah."
"ini bukan berarti aku sakit kepala."
"Lalu...??"
"Aku menyerap kepandaian orang."
Dahi pemuda tampan tanpa kumis itu berkerut menandakan tak jelas maksud Kumala. Tapi ia sempat terbayang saat pertamakali bertemu dengan Kumala.Hujan mengguyur tubuh gadis yang berdiri di seberang pintu mobilnya. Ketika Pram menurunkan kaca pintu, Kumala juga memegangi pelipisnya dengan kedua jari dan menatapnya tak berkedip.
Apakah saat itu Kumala juga merasa sakit kepala??
Perbuatan itu juga dilihat Pram ketika Kumala bertemu dengan Mak Supi. Tapi Pramuda tak terlalu menghiraukannya. Kesimpulan yang ada di hati Pramuda adalah bahwa Kumala sedang sakit kepala.
Karenanya pada waktu itu, Pram menyuruh Mak Supi mencari obat flu agar di berikan kepada Kumala.
"Aku tak akan mengerti tentang duniamu jika aku tidak menyerap ilmu kalian.Dengan menyerap ilmu seseorang, maka aku dapat mengerti kepandaian yang dimiliki oleh orang tersebut."
Kata Kumala Dewi, kemudian menghisap rokoknya kembali.
"jadi kau juga mengerti apa yang ku bisa??"
"tentu saja," jawab Kumala tanpa ragu-ragu.
"Aku mengerti tentang pekerjaanmu sebagai seorang sarjana teknik. Aku mengerti tentang elektronik,karena itu memang bisnismu. Aku mengerti seleramu dalam menikmati sarapan pagi,karena aku menyerap pengetahuan yang ada dalam otak Mak Supi."
"Benarkah begitu??" pramuda setengah tidak percaya.
"Sekarang pengetahuanku sudah banyak. Termasuk pengetahuan berbahasa Inggris dan Belanda, karena tadi saat keluar dari butik aku menyerap pengetahuan dari dua orang bule yang berpapasan dengan kita."
"Hmmm..., ya, aku ingat! Ketika kita keluar ada dua orang bule; pria dan wanita."
"yang pria orang Inggris, yang wanita orang belanda. Sekarang aku bisa berbahasa mereka."
"Sebelumnya..??"
"Sebelumnya aku hanya mengenal bahasamu; bahasa Indonesia dan dialektikal Jakarta."
"Tapi aku bukan orang Jakarta asli."
"Aku tahu kalau kau adalah orang Jawa dari daerah Magelang. Aku juga bisa berbicara dengan bahasa Jawa karena pengetahuan bahasa Jawa yang kau miliki sudah ku serap dalam otakku."
Pramuda tersenyum lebar sambil menarik nafas sebagai tanda kagum.
Tetapi dia masih belum percaya penuh dengan pengakuan itu. Diam-diam ia ingin menguji kebenaran kemampuan Kumala dalam menyerap kemampuan orang.
"Apa kau tahu apa yang di maksud dengan Tryxomedie sebab aku punya penetahuan tentang tryxomedie dan aku ingat betul apa itu??!!"
"kau pernah membacanya di sebuah majalah berbahasa Inggris, bukan?? Itu nama serum yang terdapat dalam sebuah bunga, semacam bunga anggrek liar. Orang Indian menyebutnya papasinca, yang sangat mujarab untuk mengeringkan luka. Tapi menjadi sangat berbahaya jika di jadikan serum. Bisa membuat orang mati seketika jika terkena bunganya yang berwarna merah lembayung itu. Jenis anggrek yang kau maksud itu banyak terdapat di Colombia."
Pramuda terbengong.
Jarang orang tahu tentang anggrek liar itu, kecuali orang kedokteran atau orang pertanian, itupun tidak semua orang mengetahuinya.
Pram memang memperoleh pengetahuan tentang serum itu dari hasil membaca sebuah majalah berbahasa Inggris yang bernama Readers Digest.
Tapi apakah Kumala juga tahu nama majalah itu?
Pram sendiri masih ingat namanya.
Ketika Pram menanyakannya, Kumala hanya tersenyum, lalu menjawab,
"majalah itu bernama Reader?s Digest, sebuah majalah luar negeri bacaan para ilmuwan."
"Gila!!" gumam Pramuda, kali ini ia mulai percaya dengan apa yang dikatakan Kumala.
Ia telah memilihkan satu kata yang sulit di ketahui oleh orang lain, tapi ternyata Kumala bisa membeberkan arti kata itu sesuai apa yang ada di dalam ingatan Pram.
"Bahkan sejak kemarin," kata Kumala,
"....aku tahu kau sedang memikirkan kakakmu yang bernama Prasetya. Dia sedang sakit, bukan?? Kanker otak, bukan??"
Mulut Pramuda melongo dengan mata tak berkedip memandang Kumala Dewi.
Gadis itu cuek saja, bahkan menghisap rokoknya kembali, seakan sangat menikmati asapnya.
Pram diam sampai beberapa helaan nafas, karena ia tak tahu harus berkata apalagi kepada gadis itu.
Kekaguman dan rasa herannya belum pupus dari hati Pramuda, sehingga suasana menjadi hening sesaat.
"Sudharma Prayoga adalah nama ayahmu, bukan??"
Pramuda terkejut bagai tersundut rokok.
"Da...darimana kau tahu? Mengapa kau sebut nama papaku itu??"
"karena baru saja kau ingin menanyakan padaku siapa nama ayahmu,"jawab Kumala Dewi sambil tersenyum.
"Sebelum kau mengujiku aku sudah menjawabnya dengan benar, bukan?!"
"Gila!!" gumam Pramuda dengan suara di tekan berat-berat.
"Siapa kau sebenarnya, Kumala? Mengapa kau tak mau berterus terang kepadaku??!!"
"Kalau ku jelaskan siapa diriku yang sebenarnya, apakah kau sudah siap??"
"Sudah siap bagaimana maksudmu??" desak Pram dengan penuh semangat.
"Sudah siap mempercayai kata-kataku atau belum?? Karena jika kau ingin mengetahui siapa diriku maka kau harus siap menerima kenyataan yang ada pada diriku. Tidak semua orang percaya dengan apa yang ku katakan, terlebih pada abad sekarang yang segalanya sudah serba maju menurut alam pikiran manusia."
"jelaskanlah, Mala! Setidaknya kau tidak menyiksaku dengan rasa penasaran yang dapat mengganggu ketenangan jiwaku, Mala."
Gadis itu memandang dengan senyum kecil bagaikan sedang menggoda.
Pramuda mendesah, membuang keresahannya sambil berpaling ke arah lain. Kumala mengambil sekaleng coca cola dari tas plastik berlebel sebuah supermarket, karena mereka sempat singgah ke sana sebelum meluncur ke pantai.
Selain minuman kaleng, mereka juga membeli buah dan snack dalam kantong plastik.
Jraaaabs..!
Kumala Dewi membuka tutup kaleng coca cola tersebut. Pramuda
memperhatikan gadis itu menenggak minuman tersebut.
"Apakah kemampuan membuka tutup kaleng itu juga kau dapat dari hasil menyadap pikiranku??" tanya Pramuda.
"ya, selain itu aku tadi juga melihat seorang bocah membuka tutup kaleng dengan cara menarik pengaitnya. Aku perlu mempelajari hal-hal seperti ini,karena minuman kaleng seperti ini tidak ada di tempat asalku."
"darimana asalmu sebenarnya??"
"Kahyangan."
"Mala, aku bertanya serius. Darimana asalmu sebenarnya??"
"Berarti kau belum siap menerima kenyataan yang ada padaku, Pram!"
"Mengapa kau bilang aku belum siap??"
"Karena kau menganggap kalau jawabanku tadi masih sekedar canda. Kau menganggap aku tidak serius, bukan??"
Pramuda diam tertegun merenungi jawaban sigkat tadi.
Sesaat kemudian dia membuang rokoknya sambil mulai bicara kembali.
"Aku tak jelas dengan maksud jawabanmu itu. Kahyangan itu nama sebuah pemukiman ekseklusif atau sebuah desa??"
Kumala Dewi sedikit merebahkan sandaran joknya.
Ia agak merebah, matanya memandang ke arah langit terang dari kaca depan mobil. Tangan kirinya memegang rokok yang sesekali di jentikkan abunya keluar mobil. Sementara kaleng coca-cola di genggam dan berada di pangkuannya.
"Kahyangan tidak ada di duniamu, Pram. Barangkali dalam kehidupanmu,kahyangan adalah bagian dari legenda atau dongeng yang lahir secara turun temurun dan mungkin sekarang sudah sebagian orang saja yang masih menyimpan sisa ingatan tentang dongeng tersebut."
"Teruskan."
Perintah Pram ketika Kumala sengaja berhenti sejenak.
"Aku siap mendengarkan apapun yang kau katakan, Mala. Aku akan mencoba untuk mempercayainya. Teruskan ceritamu."
Sambil Pramuda juga sedikit merebahkan sandaran joknya.
"Aku sudah ada sebelum nenek moyangmu ada," ujar Kumala dengan tegas.
"Maksudmu, kau lahir di jaman pemerintahan Majapahit atau..."
"jauh sebelum pemerintahan Majapahit berdiri aku sudah ada," potong gadis itu sambil menatap Pram sebentar, kemudian kembali memandang ke arah langit yang cerah.
Pramuda menarik nafas, mencoba menelan bulat-bulat pengakuan tersebut.
"ibuku adalah seorang bidadari yang bernama Dewi Nagadini, dan ayahku...Dewa Permana, yaitu yang menguasai ketampanan di antara para Dewa lainnya. Sedangkan ibuku, Dewi Nagadini,menguasai segala kehidupan binatang melata. Beliau adalah seorang perempuan dengan wajah cantik namun berbadan naga."
Kumala sengaja diam dan melirik Pram, ia ingin mengetahui reaksi dari pemuda itu. Tapi si pemuda diam saja, tanpa senyum dan tanpa cibiran.
Namun tampak menyimak baik-baik.
Kedua matanya juga memandang ke arah langit yang terhalang oleh dedaunan kelapa.
"Teruskan saja, aku tak akan mengecam apapun yang kau katakan, Mala."
Maka gadis itupun melanjutkan ceritanya.
"Dulu ibuku berwajah cantik dan bertubuh sempurna. Elok, seksi,menggiurkan, kalau istilah sekarang; sexy sekali. Tapi ia melanggar peraturan para dewa. Ia bercinta dengan Dewa Permana, padahal Dewa Permana adalah sepupunya sendiri. Akhirnya oleh Hyang Maha Dewa di kutuk menjadi manusia berbadan naga. Namanya yang semula adalah Dewi Andini berubah menjadi Dewi Nagadini. Percintaan itu berhenti dan tidak menghasilkan keturunan."
Kumala Dewi meneguk coca-cola sesaat, rokoknya di hisap satu kali, lalu dibuang.
Ia pun segera melanjutkan ceritanya kembali dengan suara jelas dan tegas, tampak bersungguh-sungguh.
"Tetapi rupanya ibu tidak bisa menahan diri. Ia selalu merindukan Dewa Permana, dan rupanya Dewa Permana pun demikian. Akhirnya mereka melakukan hubungan gelap kembali, yang istilah ekarang di namakan scandal. Dari hasil hubungan gelap tersebut, ibu mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan. Para dewa murka, dan tak mau menerima kehadiranku di antara mereka.Aku di anggap hanya anak haram yang lahir karena nafsu belaka. Maka, sebagai hukumannya, Ibu di pisahkan dengan anaknya. Aku di buang ke bumi dalam sosok sebagai manusia perempuan."
Kumala Dewi menari nafas, sepertinya sedang menahan perasaan sedih yang tak ingin diperlihatkan di depan Pramuda.
Diam-diam pemuda itu menatapnya lewat spion samping. Ia menemukan seraut wajah duka di sela kecantikan Kumala Dewi itu.
"Murkanya para dewa mengakibatkan hujan badai tanpa kilat. Saat itulah aku di buang ke bumi dalam bentuk sinar hijau dan jatuh ke jalanan beraspal. Aku kehujanan, dan akhirnya bertemu denganmu."
Pramuda menarik nafas.
"apakah kau lahir sudah sebesar ini??"
"Perjalananku ke bumi memakan waktu bertahun-tahun, dan ketika aku sampai ke bumi, keadaanku sudah sebesar ini. Aku sendiri tak tahu, berapa usiaku sekarang."
Rupanya Pramuda berusaha untuk tidak menyanggah sedikitpun cerita itu.
Ia pernah mendengar cerita para dewa, juga pernah membacanya dari kumpulan dongeng dari Yunani dan Mesir tentang kehidupan para dewa. Pengetahuan itulah yang dipakai oleh Pramuda sehingga tidak menimbulkan sanggahan atau celaan terhadap apa yang diceritakan oleh Kumala Dewi.
"Tugasku di bumi adalah untuk menemukan cinta sejati. Jika benar aku terlahir dari rasa cinta antara Dewi Nagadini dan Dewa Permana, bukan berdasarkan nafsu birahi semata, maka aku akan menemukan cinta sejati di bumi.Jika aku sudah menemukan cinta sejati dari seorang lelaki yang menjadi suamiku, dan aku sudah menikah, lalu mulai hamil, maka saat itulah kami akan di angkat oleh para dewa dan hidup diKahyangan. Hak kedewianku bisa ku peroleh, dan aku di akui sebagai anak dari Dewi Nagadini dan Dewa Permana."
"Lalu suamimu??"
"Sebagai suami yang mempunyai cinta sejati, ia pasti ikut ke kahyangan dan menjadi duta dewa."
Pramuda mulai berandai-andai, jika ia menjadi suami Kumala Dewi, lalu apa jadinya nanti??
Bagaimana nasibnya nanti sebagai suami sang putri bidadari??
Tetapi separuh hati Pramuda tidak langsung mempercayai semua penuturan dari Kumala Dewi. Namun hal itu tidak di tampakkan dalam expresi wajah dan sikapnya.
Bahkan ketika Kumala menanyakan apakah Pram percaya dengan ceritanya, Pram hanya tertawa, sepertinya bingung untuk menjawab.
"Aku percaya,"
Pada akhirnya ia pun berkata demikian.
Tapi Kumala Dewi tau,jawaban itu hanya untuk menyenangkan hatinya.
"Aku tak merasa heran kalau kau tak percaya. Tapi ku minta kau tidak bicara kepada siapapun tentang apa yang telah ku katakan tadi."
"Sungguh, aku percaya kalau kau seorang bidadari yang di buang dari kahyangan."
"Aku mnegetahui hatimu, Pram. Kau tak perlu membohongiku."
Pramuda akhirnya nyengir dan sulit mengeluarkan kata-kata yang meyakinkan jawabannya.
Pram sengaja menghadapkan wajahnya ke depan, seakan sedang memandang langit, supaya ia dapat terhindar dari tatapan mata Kumala Dewi yang merisaukan hatinya itu.
"Tentu saja sangat sulit mempercayai pengakuannya itu,
" ujar hati Pramuda.
"Aku malah jadi berkesimpulan bahwa Kumala punya penyakit kejiwaan yang sama sekali tidak mudah di ketahui orang. Mungkin ia terlalu terobsesi dengan dongeng tentang dewa-dewi, sehingga alam pikirannya sudah tidak normal lagi.Tetapi tentang kecantikannya, ku akui sebagai kecantikan seorang bidadari.Aroma wangi dari tubuhnya yang sampai sekarang masih menyebar terus itu, kuakui juga sebagai wewangian seorang ratu, mungkin juga wewangian seorang bidadari. Hanya saja...."
Kata-kata dalam hati itu berhenti, karena tiba-tiba Pramuda mendengar suara aneh di jok belakang.mobilnya terasa bergerak-gerak sendiri.
Pelan sekali gerakannya, bagai bergetar.
Padahal mesin di matikan.
Pram curiga ada orang yang berbuat jahil dengan mobilnya. Ia segera membuka pintu dan melongok keluar, memandang ke belakang. Tapi tak ada orang yang mendekati mobilnya.
"Blaaaam...." pintu di tutup kembali.
Kini Pram seperti mendengar seperti suara desis yang aneh. Desis itu bukan hanya satu jenis, namun lebih dari tiga jenis dan seolah-olah bersahutan.
Suara desis itu ada di jok belakang.
Pramuda memandang Kumala Dewi, gadis itu diam saja, merebah sambil memandang ke arah langit melalui kaca depan.
Pramuda penasaran, ingin melihat apa yang mendesis di belakangnya itu.
Maka lampu tengah pun segera di nyalakan.
Klik..!! "Haaaaaah??"
Pramuda berteriak sekeras-kerasnya. Kepalanya membentur kaca depan saat tubuhnya tersentak mundur. Seketika itu juga sekujur tubuhnya merinding, gemetar dan pucat pasi.
Ternyata di bagian jok belakang terdapat puluhan ekor ular dengan berbagai warna dan ukuran.
Ular-ular itu menggeliat dan saling berjubal-jubal dengan mengeluarkan desis yang menyeramkan. Pramuda hampir saja jatuh lemas saat melihatnya.
Ia menjadi panik dan tak bisa membuka pintu mobil untuk lari keluar.
"Kumala!! Kumala! Ular!! Ular!!"
Pramuda hanya bias berteriak-teriak begitu dengan keringat dingin yang mengucur dari tiap pori-pori tubuhnya.
Klik..!! kumala memadamkan lampu tengah.
Tetapi suara desis ular-ular itu masih terdengar. Gerakan binatang melata itu masih menggetarkan mobil. Bahkan ada seekor yang menjalar kesandaran jok yang di jauhi oleh Pramuda itu. Ular yang merayap ke jok sopir,besarnya sekitar satu betis dan kepalanya merah kehitaman. Lidahnya terjulur-julur dengan dua matanya memantulkan sinar dari cahaya rembulan.
"Ku.. kumala to tol tolong kenapa bisa ad ada ular..???"
"Karena akulah Dewi Ular."
Jawab Kumala dengan tenang.
"Tapi sebagai manusia namaku adalah Kumala Dewi, bukan Dewi Ular lagi."
"Tap.. tap tapi aku aku takut takuuut."
Kumala Dewi tertawa tanpa suara,mirip orang mendengus beberapa saat.
"pejamkan matamu!"
Pramuda pun memejamkan matanya.
"Duduklah, buka matamu! Tak ada apa-apa di dalam mobil ini selain kita berdua, Pramuda!!"
Keringat dingin dengan cepat membasahi pakaian Pramuda.
Jantungnya masih berdetak-detak cepat dan menyentak kuat-kuat. Sekalipun lampu tengah sudah di nyalakan oleh Kumala Dewi, dan dijok belakang tak ada ular seekorpun, tapi Pramuda masih belum bisa bicara.
Ia mengalami syok, dan berhasil keluar dari mobil, kemudian duduk di tanah sambil terengah-engah.
***** SEBELUM malam sampai pada pukul sebelas, Pramuda dan Kumala Dewi sudah sampai rumah. Mereka sempat memandang heran kepada Mak Supi yang sudah semalam itu masih duduk di depan pagar rumah tetangga.
Mak Supi ditemani oleh dua pelayan rumah tangga yang bernama Maryati dan Kasmi.
Melihat mobil Pram datang, Mak Supi segera berlari lari kecil membukakan pintu pagar. Namun kedua pelayan tetangga masih memandangi Mak Supi ' dengan wajah menyimpan rasa ingin tahu.
Tatapan mata kedua pelayan tersebut sempat diperhatikan oleh Kumala Dewi dan menimbulkan kecurigaan tersendiri bagi si Dewi Ular itu.
"Jangan masuk rumah dulu'" ujar Kumala Dewi saat mobil berhenti di depan garasi.
Mak Supi membukakan garasi yang menggunakan pintu sistem rolling itu.
Dengan menaikkan pintu ke atas, maka garasi akan terbuka dan mobil pun bisa dimasukkan. Tapi rupanya Kumala melarang Pram memasukkan mobil ke garasi.
Bahkan ia sampai memegang'tangan pria itu saat melarang turun
dari mobil.
" Tetaplah di mobil. Aku akan memeriksa keadaan di dalam."
"Apa maksudmu. Mala?"
Pramuda berkerut dahi.
Ia sudah merasa lelah memendam keheranan sejak tadi bahkan ia masih merasa takut kalau kalau di belakang tempat duduknya muncul puluhan ekor ular seperti tadi di pantai. Sekalipun Kumala Dewi sudah meyakinkan betul betul bahwa ular 'ular'itu tak akan muncul lagi, namun rasa'cemas masih saja mencekam hati Pramuda.
"Ada sesuatu yang tak beres di dalam rumahmu, Pram. Aku akan membersihkannya dulu. "
Kumala membuka pintu mobil, ingin segera turun. Tapi Mak Supi segera mendekatinya. Pelayan separuh umur itu bicara kepada Kumala, bukan kepada Pramuda. Seakan ia mengadukan sesuatu justru kepada Kumala .Hanya saja, Pramuda yang masih berada di balik setir itu memperhatikan dan menyimak dengan pandangan mata penuh rasa ingin tahu.
"Nona, saya tak berani masuk ke rumah. "
"Ya,.aku tahu " ujar Kumala pelan dan tenang,
Tapi Pramuda segera berseru dari dalam mobilnya.
"Kenapa, Mak?! Ada apa di dalam sana?!"
"Saya takut, Tuan. Radio bisa bunyi sendiri. TV sudah saya padamkan masih saja menyala sendiri .Juga saya mendengar suara orang memanggil memanggil Tuan Pram dari dalam kamar Tuan."
"Suara siapa?!"
Pramuda menegang.
"Suara itu... suara itu seperti suaranya Wenny, Tuan!"
Mak Supi tampak dicekam rasa takut yang membuat warna pucat membias di wajahnya. Pramuda semakin tegang, mesin mobilnya dimatikan.
Kumala menatap Pramuda saat pemuda itu pun memandangnya.
"Rupanya hal itulah yang dimaksud Kumala tentang ada sesuatu yang tak beres di dalam rumah, " pikir Pramuda. lalu membiarkan gadis cantik itu masuk ke dalam rumah tanpa membawa barang barang belanjaannya tadi. Kumala masuk melalui pintu depan setelah ia menerima kuncinya dari Mak Supi.
Pramuda segera membawa Mak Supi menjauhi garasi.
Mereka bicara didekat pintu pagar.
"Apa benar laporamnu itu, Mak?!"
" Sungguh Tuan. Saya berani bersumpah," ujar Mak Supi dengan kedua matanya tampak diliputi sinar ketakutan.
"Bahkan ketika saya minta ditemani Maryati dan Kasmi, mereka tak berani tinggal lebih lama di dalam rumah kita, Tuan. Mereka segera lari ketika mendengar suara gadis menangis di dalam kamar Tuan, lalu... lalu lampu padam seketika. Kami'buru buru lari keluar, Tuan!" '
Mak Supi menceritakan hal itu sambil mengusap lengan dan tengkuknya beberapa kali, karena lengan dan tengkuknya menjadi merinding jika membayangkan kengerian yang tadi dialaminya.
"Kapan hal itu terjadi, Mak?"
" Tadi, Tuan. Masih sore kok. Setelah Non Verra pulang, tak berapa lama saya mengalami keanehan itu "
"Oh, Verra datang ke sini?!"
"Benar. Tuan. Semula ingin menunggu Tuan pulang karena dia ingin bertemu dengan Non Kumala. Tapi mungkin dia capek menunggu, lalu pulang. Dan tak lama setelah itu, kira kira hampir pukul sepuluh, TV yang saya padamkan menyala sendiri dengan suara keras. Saya sampai terlonjak kaget dan buru buru lari ke ruang tengah," tutur Mak Supi sambil nafas mulai terengah engah. Tampak Maryati' dan Kasmi mendekati pintu pagar dengan ragu ragu.
Pramuda segera melambaikan tangan, dan kedua pelayan itu pun mendekat ke pintu pagar.
"Benar kalian mendengar suara perempuan menangis di dalam kamar-'?" .
"Benar, Tuan, " jawab Malyati.
"Saya sudah bilang pada tuan dan nyonya saya tapi beliau tidak percaya. "
"Mak Supi tak berani masuk rumah. Maka kami hanya bisa menemani di depan rumah saja, sebab kami tak berani masuk rumah Tuan Pram,
" timpal Kasmi dengan wajah penuh kesungguhan.
Pramuda menjadi sangat tegang dan menatap ke arah rumahnya sendiri.
Tak ada suara apa pun yang didengarnya dari dalam rumah.
Kumala Dewi
kelihatan tak melintas di ruang tamu.
Pramuda semakin cemas.
Ia ingin berseru memanggil Kumala, tapi Mak Supi sudah lebih dulu bicara.
"Di meja makan ada darah, Tuan. "
"Darah.?! " mata Pramuda masih mendelik memandang Mak Supi
"Saat saya mematikan radio, saya melihat seteses darah di atas taplak meja makan. Saya ingin membersihkannya, tapi-darah ini melebar makin lama semakin manenuhi meja makan. Saya menjerit dan segera berlari keluar memanggil Maryati dan Kasmi."
"Namun ketika kami masuk, darah itu tak ada, Tuan. Meja makan bersih tanpa kotoran apapun," sela Kasmi lagi
Pramuda menarik nafas.
Matanya memandang ke arah pintu ruang tamu lagi.
Terbayang saat kematian Wenny siang itu.
Ia pun ingat bahwa ia tidak ikut memakamkan jenazah Wenny tadi . Ia'hanya hadir di rumah duka, lalu sebelum jenazah dimakamkan, ia sudah pulang lebih dulu bersama Santos.
"Aku tak tega menghadiri pemakamannya,
" ujar Pramuda kepada Santos pada saat pulang dari rumah keluaga Wenny.
"Aku juga tak tega,
"ujar Santos.
"Anehnya, kenapa jenazahnya cepat menyebarkan bau busuk, ya? Padahal sudah dimasukkan dalam peti tertutup segala?!"
"Entahlah. Mungkin itu kebusukan hatinya atau dosanya atau karena suatu hal yang tak kita ketahui. Kurasa karena bau busuknya cepat menyebar. maka jenazah tak sampai diinapkan" _
Pram segera melupakan musibah itu dengan' membawa Kumala jalan-jalan dan membeli beberapa potong pakaian untuk gadis cantik itu. Ia tak mau membayangkan kondisi jenazah wenny yang mengerikan itu .Matanya tertusuk pecahan kaca, kepalanya retak, sementara itu pergelangan tangannya nyaris putus karena tergencet badan taksi yang naas itu.
Jika ia masih bisa bicara dengan Santos saat sebelum menghembuskan nafas terakhir, itu adalah suatu keajaiban menurut Pramuda.
Keajaiban itu hanya terjadi pada detik detik terakhir masa hidup orang pada umumnya.
Kini Pramuda memikirkan keadaan Kumala yang ada dalam rumah, sudah sepuluh menit belum keluar dan belum terdengar suaranya. Mak Supi juga tampak mencemaskan keadaan Kumala, sehingga ia segera berkata kepada tuannya dengan nada takut.
"Ap... apakah. apakah tak sebaiknya Tuan menemani Non Kumala? Saya takut tejadi sesuatu pada diri Non Kumala, Tuan" _
"Tapi.. tapi dia melarang aku masuk kedalam rumah .Sebaiknya... sebaiknya bagaimana, ya?"
Pramuda menggumam dengan serba bingung.
Tiba-tiba lampu padam
Blaab! Mereka terkejut dan segera berlari menyebar keluar dari halaman rumah.
Pramuda sampai melompati pintu pagar yang tingginya sedada itu karena paniknya.
Mak Supi berlari dengan kaki membentur tepian pintu pagar, ia menuju ke arah rumah sebelah.
Maryati dan Kasmi malah berlari lebih dulu ke tempat mereka tadi menunggu kedatangan Pramuda.
Padamnyalampu sangat mengejutkan, karena bukan saja rumah Pramuda yang padam, melainkan dua rumah di samping kanan-kiri rumah Pramuda ikut padam serentak.
Tentu saja keadaan menjadi gelap gulita .Bahkan beberapa lampu jalanan depan rumah pun ikut padam
"Mati dari pusatnya nih! " ujar Maryati.
"Tapi lampu di rumah Tuan Hadi kok nggak ikut mati?!" bantah Kasmi'.
"Padahal biasanya kalau tempat kita mati lampu, rumah sederetan sini ikut mati semua. Listriknya kan satu aliran, Mar!"
Pramuda sangat tegang.
Ia berseru dari luar pagar.
"Malaa... ! Kumalaaa...!" '
Tak ada jawaban yang terdengar dari dalam rumah itu. Suara denting logam pun tak terdengar .Pramuda hampir nekat masuk ke dalam rumah demi menyelamatkan Kumala Dewi.
Namun sebelum ia melangkah, tiba-tiba lampu sudah menyala kembali, termasuk lampu di dua rumah kanan-kiri dari rumah Pramuda.
"Huuuuhhh.. . ! "
Maryati dan Kasmi sama-sama menghembuskan nafas lega demikian pula Mak Supi.
Keadaan sekitar tempat itu menjadi terang kembali .Namun tampaknya Pramuda masih belum bisa tenang karena Kumala belum tampak keluar dari rumah
Tiba-tiba Mak Supi'sedikit berseru kepada tuannya.


Dewi Ular 01 Roh Pemburu Cinta di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tuan! itu dipanggil Non Kumala di dalam mobil!"
"Hah...?! Oh, dia sudah ada di dalam mobil?! "
Pramuda melihat Kumala melambaikan tangan dari pintu sopir.
"Rupanya dia buru-buru masuk ke dalam mobil pada saat lampu padam! Sialan, kukira masih di dalam?!"
Pramuda segera bergegas dekati mobilnya. Mak Supi hanya sampai di pintu pagar, menunggu perintah selanjutnya .Karena menurut dugaannya, Kumala dan Pramuda akan pergi lagi.
Jika benar begitu berarti ia harus membuka pintu pagar yang sudah ditutup sebagian saat mobil masuk tadi.
"Bagaimana?" tanya Pramuda dengn wajah tegang.
"Kita pergi dulu dari sini! Lekas bawa aku pergi ke mana saja! " kata Kumala dengan nada datar, wajahnya tampak tegang. Pramuda pun segera masuk ke dalam mobil setelah memberi isyarat kepada Mak Supi agar membuka pintu pagar lebar-lebar.
"Apa yang terjadi sebenarnya, Mala?! " tanya Pramuda sambil sibuk mengemudi mobilnya
"Tidak ada apa-apa. Nanti saja ceritanya," jawab Kumala masih datar.
Pramuda juga tak berani mendesak karena ia tahu keadaan Kumala sedang tegang sekali.
Agaknya ada sesuatu yang telah terjadi pada dirinya, sehingga gadis yang mengaku sebagai bidadari Dewi Ular itu merasa harus cepat-cepat menjauhi bahaya yang ada di dalam rumah.
"Mak-, kunci pintu dan kau tidur di rumah Pak RT dulu .Ceritakan kejadian ini pada beliau!" .
"Baik, Tuan." jawab Mak Supi dengan gugup, lalu Pramuda melesat pergi bersama mobilnya.
Padahal Mak Supi sebenarnya ingin ikut, karena ia sangat takut dirumah sendirian. Tapi begitu mendengar perintah untuk ke rumah Ketua RT, Mak Supi sedikit lega karena mendapat tempat aman di rumah Ketua RT nanti.
"Sudah sana, Mak ke rumah Pak RT saja!" ujar Maryam
"Apa kataku tadi, lapor saja sama Pak RT, kan?!" _ ' '
"Tapi... tapi pintu garasi dan pintu ruang tamu belum kukunci tuh!"
Mak Supi tampak bingung, karena ia merasa takut untuk mendekati teras.
"Tinggalkan saja dulu! Biar kuawasi dari sini !' ujar Kasmi.
"Nanti kau minta bantuan petugas Hansip untuk mengunci pintu rumah! Sekarang pergilah ke Pak RT dulu!"
Namun ketika Maryati ingin menimpali kata-kata Kasmi, tiba-tiba matanya terbelalak kaget, demikian pula Kasmi dan Mak Supi.
Mereka memandang ke arah garasi yang masih dalam keadaan terbka.
Dari dalam garasi tampak ada orang yang melangkah setengah
berlari keluar. Dan ternyata orang itu adalah Kumala Dewi yang wajahnya penuh keringat.
"Mak Supi...! Kemana Tuan Pram dan mobilnya?!" seru Kumala sambil melangkah mendekati Mak Supi yang masih di luar pagar.
Maryati dan Kasmi lebih mendekat lagi, karena mereka ingin memperjelas penglihatannya, benarkah gadis itu adalah Kumala Dewi yang tadi tampak berada dalam mobil bersama Pramuda
_ Ketiga pelayan itu akhirnya saling tertegun bengong memandangi Kumala yang terengah-engah.
Mak Supi sempat melirik ke bawah, ternyata kedua kaki Kumala menapak di tanah.
"Hei, kenapa kau bengong saja, Mak?!"
"Ta... tadi. ..,"
Mak Supi menggeragap dan sulit bicara. Maryati yang merasa masih bisa bicara lancar segera membantu Mak Supi.
"Nona.. tadi Tuan Pram keluar, naik mobil bersama... bersama...." _
"Bersama siapa?!"
Kumala tampak menegang.
"Bersama .., bukankah, tadi Nona ada di dalam mobil?!"
"Aku...?! Oh, celaka! Dia telah menjelma menjadi diriku kalau begitu?!"
Mak Supi semakin gemetar, kedua kakinya terasa lemah, nyaris tak bisa dipakai berdiri lebih lama lagi.
"Bet... betul, Nona! Tad... tadi... Nona Kumala ada di dalam mobil, dan dan melambaikan kepada
Tuan Pram. Lalu... lalu mengajak tuan pergi. Dan. .. dan mereka pergi ke sana, Nona!"
"Bukan aku yang ada di dalam mobil! " geram Kumala sambil memandang ke arah yang ditunjuk Mak Supi.
"Ja jadi siapa yang ada di dalam mobil bersama Tuan Pram tadi?"
Mak Supi seperti mau menangis.
"Roh Wenny sangat penasaran. Dia ingin bercumbu dengan Pramuda. Aku sempat bertarung dengannya.Tapi dia dibantu oleh kakeknya yang punya kekuatan besar."
"Oooh...?! Gawat kalau begitu?!" gumam Kasmi dengan matanya makin melebar.
"Laaa... lalu bagaimana dengan Tuan, Nona! Beliau tidak tahu kalau yang duduk di sampingnya adalah roh Wenny?!"
kali ini Mak Supi benar-benar menangis .
Ia sangat mencemaskan nasib Pramuda.
Ia mulai tahu, bahaya apa yang akan dialami Pramuda yang duduk bersebelahan dengan roh Wenny itu. Mak Supi memeluk Kasmi yang hanya punya ide untuk menemui Ketua RT Setempat
Kumala Dewi tak tega melihat tangis ketakutan Mak Supi. ia segera meraih perempuan separuh baya itu. Tengkuk Mak Supi dipegangnya, bagai menempelkan telapak tanpa tekanan berat atau genggaman kuat.
Beberapa kejap kemudian, tangis Mak Supi berhenti. Ia merasakan ada hawa segar yang masuk ke dalam tubuhnya seperti uap es namun tak terlalu dingin
telah meresap melalui tengkuk kepalanya .Hawa dingin itu menenteramkan hatinya, makin lama makin melenyapkan rasa takut dan kepanikanpun menjadi berkurang.
Mak Supi segera tegak kembali memandang Kumala Dewi dengan tubuh tak lagi lemas dan gemetar.
Ia justru merasa tenang dan menyesal melihat pipinya basah oleh air mata. Kumala Dewi_ menarik nafas satu kali, memandang keadaan .
Sekeliling yang sudah sepi.
Anehnya, hanya mereka berempat yang ada di luar rumah. Tak ada orang lain di sekeliling mereka.
Yang ada hanya hembusan angin, makin lama semakin kencang. Di sela hembusan angin itu, mulailah terdengar lolong anjing di kejauhan yang terasa bagai mengantar suatu perjalanan ke alam gaib.
Lolong anjing itu menjadi bersahutan, sepertinya mereka melihat sepasukan bala tentara yang keluar dari liang kubur.
Angin pun mulai menderu.
Wuuus. . .!
Tubuh mereka yang masih ada di depan rumah Pramuda menjadi merinding semua. Kumala sempat bertanya dalam hatinya.
"Siapa yang baru saja lewat menerjang kami berempat?! Oh, itu dia?!"
Namun Mak Supi dan dua pembantu rumah sebelah itu tak melihat apa yang dilihat oleh Kumala Dewi.
**** SESUATU yang dilihat Kumala Dewi itu adalah sesosok bayangan hitam yang berdiri di seberang jalan.
Bayangan hitam itu mempunyai bentuk seperti kumpulan asap yang berwujud manusia, tinggi besar, dan mempunyai sepasang mata merah.
"Siapa kau sebenarnya?! " tegur Kumala Dewi kepada bayangan hitam itu.
Mak Supi, Maryati, dan Kasmi ikut memandang ke seberang jalan. Tetapi mereka hanya melihat tembok putih yang memanjang .
Tembok itu adalah pagar bumi dari gedung sekolah yang memang letaknya berseberangan dengan rumah Pramuda .
Tentu saja ketiga pelayan itu saling terheran-heran mendengar suara Kumala Dewi
"Siapa yang ditegurnya itu?" bisik Kasmi kepada Mak Supi. .
"Entah Aku sendiri tak tahu,"jawab Mak Supi yang masih memandang ke arah seberang jalan.
"Pasti ada sesuatu yang dilihat oleh Non Kumala, tapi kita tidak bisa melihatnya" ..
"Ih, ngeri!" ujar Maryati bergidik merinding lagi
"Aku mau masuk ke dalam saja, ah! Aku takut di luar
begini!"
Maryati bergegas masuk ke rumah tuannya .
Tapi agaknya Kasmi masih penasaran dan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di depan rumah Pramuda Itu.
"Hei, apa kau tuli?! Kutanya siapa kau sebenarnya, mengapa kau tidak menjawab?!" bentak Kumala ke arah seberang jalan.
Mak Supi dan Kasmi semakin heran.
Akhirnya Mak Supi memberanikan diri berkata kepada Kumala
"Nona, di seberang jalan tak ada siapa-siapa, Non."
"Mundurlah, Mak! Jangan mendekatiku. Agaknya dia ingin menyerangku"
"Dia siapa, Nona?! "
Mak Supi sendiri jadi penasaran.
"Bayangan hitam itu! " jawab Kumala Dewi sambil melangkah ke samping dengan mata tetap memandang ke seberang jalan
Kasmi menarik tangan Mak Supi dan berbisik.
" Jangan dekati dia, Mak! Kurasa dia melihat sesuatu yang tidak bisa kita lihat! Bayangan hitam itu.. oh, kurasa dia berhadapan dengan Genderuwo, Mak!"
"Genderuwo...?!"
Mak Supi menggumam tegang, lalu melangkah mundur mengikuti tarikan tangan Kasmi
Kumala Dewi segera memungut batu sebesar buah kedondong. Batu itu diremas remas dengan kedua tangannya sambil bicara ke arah seberang jalan.
"Kalau kau tak mau menjawab pertanyaanku, aku
akan menyiksamu tanpa ampun lagi! "
Bayangan hitam yang dilihat Kumala Dewi bergerak gerak.
Ia seperti orang serba salah .
Lalu suaranya mulai terdengar dengan besar dan serak. Sangat tidak enak di dengarnya
"Aku... penunggu rawa ini...."
"Jangan mengaku-aku penunggu rawa! Di sini tak ada rawa!" gertak Kumala sambil masih meremas-remas batu dengan kedua tangannya.
Mak Supi dan Kasmi dapat menyimpulkan jawaban dari bayangan hitam yang tak dilihat mereka itu dari kata kata Kumala. Maka, Kasmi pun berbisik kepada Mak Supi.
"Mungkin tempat ini sebelum dibuat perumahan berupa raWa, ya Mak?"
"Sst... diam dulu. Lihat, batu yang ada di tangan Non Kumala menjadi bersinar merah."
"Astaga! Benar, batu itu jadi seperti besi membara, Mak!"
Kasmi bernada tegang.
Mereka mendengar Suara Kumala mengancam bayangan hitam tersebut. .
"Kuhitung tigakali kalau kau tak mau mengaku siapa dirimu, kuhancurkan kau dengan batu ini!" _
Hening sejenak, kemudian Kumala mendengar bayangan hitam itu bersuara lagi.
"Kaaau... _tak perlu tahu... siapa akuuu... ."
"O, kau menantangku jika begitu!"
Tanpa menunggu lama-lama lagi, setelah berkata begitu, Kumala Dewi melemparkan batu yang sudah seperti pecahan lahar panas itu ke seberang jalan
wuuss ! Wuss ..! Kasmi dan Mak Supi tersentak kaget.
Mereka melihat batu itu melayang dan seperti membentur tembok, lalu memancarkan sinar merah sekejap bersama kepulan asap putih. Mereka pun mendengar suara menggeram berkepanjangan.
Suara itu datang dari seberang jalan.
Hanya Kumala yang tahu bahwa suara menggeram itu adalah suara si bayangan hitam yang terpuruk di tanah.Si Bayangan hitam itu kesakitan dan tak bisa bergerak lagi.Ia bagai orang sedang bersujud dengan panjang tubuhnya sampai di pertengahan jalan.
Beruntung sekali jalanan komplek tersebut dalam keadaan sepi tanpa satu pun kendaraan atau orang pejalan-kaki yang melintas di saat itu, sehingga tak ada kendaraan yang terhalang oleh bayangan hitam itu.
"Ampuuunnn. .. aaaampuuun. . .," rintih bayangan hitam itu, namun tetap hanya Kumala yang mendengarnya.
" Kau tidak akan kembali ke asalmu jika kau tidak sebutkan siapa dirimu!"
"Akuu... utusan... kakeknya.. Wenny"
"Hmmm, kau utusan kakeknya Wenny"! Mengapa tidak mengaku dari tadi saja, jadi aku tidak menyiksamu begitu!" _
"Ampuuun. Huuugggnr.. . !'
Kumala mengambil sebutir batu lalu Kali ini batu yang diambil besarnya hanya separuhnya dan yang tadi. Batu itu digenggam dengan tangan kanannya.
"Jadi sejak tadi kekuatanmu yang membantu rohnya Wenny. ya? ! "
"Be-naar... akuuu... akuuu yang menghalangimu, supaya Wenny bisa bercinta dengan Pramuda."
" Kalau begitu kau pantas untuk kumusnahkan sekarang juga! "
"Jaaangan .. ampuuun ampuuunn. Akku.. taak kuaaat... melawanmuuu...."
"Kau tahu siapa aku, bukan?!"
"Yaaahhh" aaakuu... tahu"
"Mengapa kau masih berani menghalangiku?!"
"Karenaa... akuuu... akan mendapat makanan dari kakek nya Wenny!" .
"Hmmm. . .," Kumala manggut-manggut sambil menggumam.
"Begini saja Aku akan melepaskanmu dari siksaan itu, tapi kau harus ganti melabrak kakeknya wenny!"
" Berarti aku harus hancurkan ayahnya. Karena ayahnya juga menggunakan kekuatanku untuk memperkaya dirinya "
"O, begitu?! Lalu, apa yang kau peroleh dari ayahnya Wenny selama ini?! "
"Daraaah...!" geram bayangan hitam itu.
"Daraah dan para... kekasihnya Wenny"
"Kalau begitu kau hampir-hampir memangsa Pramuda sebagai tumbal kekayaan wenny! ".
"hm-mm... yaaa .. benaar.!"
" Aku tak mau Pramuda celaka! Kembalikan dia. Hancurkan Wenny! Sanggup?!"
"Sangguup...! Akuuu... sangguuup...! Tapi lepaskanlah aku.. . ."
"Baik. kulepaskan dari siksaku!" kumala melemparkan batu yang. sudah digenggamnya sejak tadi itu .
Batu tersebut lebih tepatnya dibanting ke tengah jalan .Begitulah yang dilihat Kasmi dan Mak Supi .
Mereka tak tahu bahwa batu itu dilemparkan ke punggung bayangan hitam yang terpuruk bagai orang bersujud itu.
"Taar. .! Buuuss. . .! "
Kasmi dan Mak Supi tersentak kaget lagi.
Batu kecil itu memancarkan sinar hijau bening, kemudian lenyap kurang dari sekejap. Asap putih menembus dan pudar dengan cepat karena diterpa angin kencang.
Wesh.! Sosok bayangan hitam itu pun lenyap dari penglihatan Kumala Dewi. Yang tersisa hanya bau rambut terbakar .Dan bau itu juga tercium oleh Kasmi dan Mak Supi.
Kumala Dewi segera menemui Mak Supi dan Kasmi.
Wajah gadis cantik bertubuh tinggi dan sintal itu sudah tak setegang tadi.
Namun pandangan matanya masih memancarkan ketegasan yang mempunyai kharisma dan wibawa tersendiri
'Kuminta kalian tak perlu banyak bicara kepada
orang lain .Tdk akan ada yang percaya dengan ucapan kalian jika kalian ceritakan apa kalian lihat untuk tadi "
"Baik, Non."jawab Mak Supi dan Kasmi hampir bersama.
"sebaiknya sekarang kau bantu aku, Mak Supi.! nyalakan lilin di setiap sudut rumah, sambil menunggu Pramuda pulang."
Kasmi tak ikut ke rumah Pramuda.
Ia segera masuk lalu mencari Maryati, lalu menceritakan apa yang dilihatnya tadi. Sedangkan Mak Supi membantu Kumala menyalakan beberapa lilin. Setiap sudut rumah diberi lilin yang menyala. walau keadaan lampu tetap terang.
Mereka memotong-motong lilin yang ada agar menjadi banyak dan bisa memenuhi kebutuhan tiap sudut rumah .
Menurut Kumala nyala lampu lilin di setiap sudut mempunyai kekuatan menolak kekuatan gaib yang akan menerjang masuk ke dalam rumah tersebut
"Hanya berjaga-jaga saja," ujar Kumala.
"Tapi kurasa bayangan hitam itu tadi tak akan berani datang lagi kemari!"
"Lalu. bagaimana dengan nasib Tuan Pramuda, Non? Apakah beliau dalam keadaan baik-baik saja. sedangkan sekarang beliau bersama rohnya Non Wenny yang, menyamar sebagai Non Kumala sendiri "
Kumala Dewi tertegun seketika.
Hampir saja ia lupa bahwa roh Wenny ada dalam satu mobil dengan Pramuda. Bisa-bisa kekuatan roh itu mengubah pandangan mata Pramuda hingga mengemudikan mobilnya di luar kesadaran. Bisa saja roh wenny membuat Pramuda memandang jalanan yang lurus yang sebenarnya adalah tepian jurang cukup dalam .
Jika mobil itu sampai masuk kejurang, maka nyawa Pramuda akan melayang Atau bisa saja roh Wenny menuntun mobil itu sampai akhirnya menabrak pohon dalam kecepatan tinggi. .
Kumala ingat tentang ucapan bayangan hitam tadi yang mendapatkan darah dari para kekasih Wenny .Inilah tumbal kekayaan orang tua Wenny selama ini
"Pantas Tuan pernah bercerita pada saya Non," ujar Mak Supi,
" katanya Non Wenny itu pernah punya pacar empat kali, tapi selalu tewas dalam keCelakaan. Makanya Tuan tidak mau jatuh cinta pada Non Wenny, selain sifat Non Wenny tidak disukai Tuan, juga karena
Tuan takut tewas dalam kecelakaan seperti pacar pacarnya Non Wenny sebelumnya."
Kumala semakin cemas.
Kemudian ia duduk di lantai ruang tengah.
Ia bersila di sana, sementara Mak Supi berada tak jauh darinya.
"Jika tubuhku berasap, jangan takut. Tak akan membahayakan dirimu Mak! Kau tenang saja, ya?"
"Baik, Non"jawab Mak Supi pelan sekali.
Ia hanya memandangi Kumala yang segera memejamkan mata dengan kepala sedikit tertunduk.
Pada waktu itu, Pramuda masih belum tahu bahwa gadis yang duduk di sebelahnya itu bukan Kumala Dewi. Menurut pandangan matanya, gadis itu
Kumala. Namun ia tak tanggap dengan keganjilan yang sebenarnya harus diketahui
Wewangian yang menyebar dari tulang gadis itu bukan wangi cendana bercampur pandan, melainkan bau wangi bunga mawar.
Karena kurang menanggapi keganjilan itu, maka Pramuda' tak menaruh curiga apa apa kepada gadis yang duduk di sampingnya.
" Ke mana kita ini enaknya, Mala?"
"Ke mana saja, asal jangan pulang ke rumah "
"Ada apa sebenarnya di rumah?"
"Berbahaya bagimu!" jawab gadis itu dengan suara datar.
"Bagaimana kalau malam ini kita tidur di hotel saja?"
"Kurasa itu ide paling baik, Pram! " sambil gadis itu berpaling dan tersenyum lebar.
Hati Pramuda menjadi girang.
Bukan saja karena mendapat senyuman manis dari wajah cantik itu, tapi juga karena gagasannya tidak ditolak oleh Kumala Dewi. Padahal semula Pram sangsi untuk mengajukan ide tersebut .Ia menyangka akan ditolak. setidaknya dikecam yang bukan-bukan oleh Kumala. Namun setelah Kumala menyatakan ide itu adalah ide yang bagus, hati Pram menjadi girang.
Bukan hal yang sulit bagi Pramuda untuk mendapatkan kamar hotel yang tarif kemewahannya sedang sedang saja. Ia sudah sering membawa wanita ke hotel itu dan tahu betul kamar mana yang mempunyai suasana romantis.
Karena ketika merasa idenya disetujui oleh Kumala Dewi itu, Pram mulai berpikiran nakal hasratnya mulai terusik, hingga gairahnya mulai menaburkan khayalan dalam benaknya
"Oh, ya... aku paling suka dengan kamar Pram, " kata Kumalaum dengan wajah berseri-seri. Pram tak sadar bahwa seharusnya Kumala tidak berkata demikian jika berkata demikian, berarti ia pernah datang ke tempat itu. Pram lupa, bahwa'ia pernah membawa wenny ke kamar itu dan bercinta sepuas hati mereka di sana.
"Matikan lampu dan buka semua gorden jendela .Maka kita akan bercinta seperti di atas awan. Bukankah begitu, Pram?!" '
Pramuda tertawa, membiarkan kedua tangan si gadis merangkulnya dari depan.
"Kau sepertinya tahu persis seleraku. Mala." ucup Pramuda pelan.
"Tentu saja, sebab aku juga menyukai keromantisan seperti itu,"
Wajah cantik berhidung mancung itu ditatap sejenak oleh Pramuda.
Kemudian si gadis bagaikan tak sabar segera memejamkan mata dan mendekatkan bibirnya ke bibir Pramuda. Tanpa menunggu lebih lama lagi Pramuda pun mengecup bibir itu dengan pagutan lembut.
Ternyata si gadis membalas dengan sedikit lebih galak dari Pram sendiri.
Pramuda mulai menyusuri lekuk tubuhnya dengan kedua tangannya. Bahkan ia meremas pinggul si gadis dengan mulut keluarkan desah memanjang
ketika si gadis memagut-magut lehernya.
Menyapu sekitar leher sampai telinga dan lidahnya
"Oh. Mala .. tunggu sebentar Kini padamkan lampunya dan kita buka tirai itu! "
"lakukan secepatnya, Pram. Aku sudah tak sabar menunggu kehangatanmu,
" bisik si gadis dengan suara mendesah, semakin memancing gairah Pramuda
Kamar di lantai delapan dari hotel bertingkat sepuluh itu segera dipadamkan lampunya.
Tirai penutup dinding kaca pun dibuka lebar-lebar, maka tampaklah kelap kelip kehidupan malam bagai taburan _mutiara yang amat indah. Mereka tak takut ada yang mengintainya dari dinding kaca itu, karena mereka berada di lantai atas.
Ketika Pramuda selesai membuka semua tirai, gadis itu ternyata sudah tak mengenakan selembar benang pun.
Ia duduk bersandar di sofa yang menghadap ke dinding kaca itu. Sikap duduk yang menantang itu membuat Pramuda tak sabar dan segera menyambar dua bukit yang menggumpal di dada Kencang dan menggairahkan sekali.
"Aoouuhhh. Praaam... oouuuhhh. . .," si gadis menjerit manja ketika Pramuda menyambar ujung-ujung bukit dengan kelincahan mulut dan lidahnya
"00h, Pram... kau sudah siap sekali rupanya. Hik, hik, hik, hik... "
Gairah yang berkobar-kohar membuat Pram tak menyadari bahwa tubuh si gadis dalam keadaan dingin. Tubuh itu sebenarnya tidak sehangat tubuh wanita pada
umumnya . Justru lebih terasa hampir seperti sebatang es balok. Tapi karena sudah diburu gairah dan di tuntut kebutuhan batinnya, Pramuda tak menghiraukan hal itu. Bahkan ia membiarkan si gadis membuatnya duduk bersandar di sofa itu, lalu menciumi seluruh tubuhnya dengan penuh gairah .Pramuda bagaikan raja yang, ditaburi sejuta kenikmatan.
Tapi tiba-tiba tubuh mulus itu tersentak ke belakang, bagaikan ada yang menariknya dengan kuat.
Wuuut.. ' Tubuh itu melayang dan membentur dinding kaca.
Braaak...!
"Aaah...!" si gadis memekik kesakitan dengan kepala sedikit ke belakang. Seolah-olah ada tangan kekar yang mencengkeram rambutnya hingga membentur dinding kaca.
Anehnya dinding kaca itu tidak pecah
Pramuda memandang bengong dengan wajah tegang. Ia hanya bisa duduk di tempat, tanpa bisa bergerak apa pun, matanya menatap lebar-lebar ke arah gadis yang menempel di dinding kaca itu.
Jantung Pram bagaikan berhenti seketika dan urat-uratnya terasa putus hingga ia menjadi lemas. .
Darah di tubuh Pramuda seakan terkuras habis dan menjadi kering ketika ia melihat jelas-jelas si gadis meronta-ronta dan makin lama semakin berubah rupanya.
Cairan merah mulai keluar dan' mata si gadis juga keluar dari telinganya dan lubang hidung dan lambat laun Pramuda mulai menyadari bahwa wajah yang menempel di dinding kaca itu adalah wajah wenny yang
rusak akibat kecelakaan.
"Wwwen .. wwwen... buub... aabb . buuk "
Pramuda tak dapat berteriak sedikit pun.
Ia seperti orang gagu yang tak punya daya apa-apa. Tenaganya terasa lenyap seluruhnya, hingga ia hanya mampu duduk melemas dengan mata tetap mendelik. Repotnya lagi, ia tak bisa pingsan. Padahal ia ingin pingsan saja daripada menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu.
wuuuss..'.!
Tubuh yang menempel di kaca kini jebol keluar
kamar, terbang melayang-layang di udara. Seolah-olah ada satu kekuatan yang telah menarik tubuh pucat penuh luka itu dan membawanya terbang, makin lama makin jauh, semakin tak bisa ditangkap oleh penglihatan Pramuda lagi.
Yang tertinggal hanya bau amis darah memenuhi kamar tersebut dan suara jeritan histeris yang kian mengecil.
"Aaaa ..!"
Setelah itu' Pramuda baru bisa tak ingat apa-apa lagi. Ia terkulai lemas di sofa tak sadarkan diri.
Ketika ia siuman dari pingsannya, matahari sudah mulai meninggi .Cahaya matahari itu masuk ke kamar tersebut melalui dinding kaca yang tak tertutup tirainya.
Pramuda tersentak kaget mendapatkan dirinya berada di kamar tersebut dalam keadaan tanpa busana.
Pelan-pelan ingatannya mulai pulih dan ia segera memandang ke arah dinding kaca itu.
Ternyata dinding
kaca dalam keadaan utuh Tidak pecah atau retak sedikitpun. Padahal semalam ia ingat dengan kengerian yang ditutupnya, tubuh Wenny jebol keluar kamar menembus dinding kaca itu .Namun ternyata tak sebutir pun didapatkannya pecahan kaca. Bahkan tak setetes pun darah yang membekas pada dinding kaca maupun pada lantai kamar tersebut.
Pram mencoba bangkit untuk segera kenakan pakaiannya. Namun ia segera jatuh terhempas karena kedua kakinya masih terasa lemas, belum mampu berdiri dengan tegak dan kokoh seperti biasanya.
Akhirnya dengan merangkak ia mendekati telepon di samping ranjang. Ia mencoba menghubungi pihak operator telepon agar menyambungkan ke nomor telepon di rumahnya.
Ternyata usahanya berhasil. Kumala Dewi yang menerima telepon di pagi itu.
"Hallo, Pram...?! Ada di mana kau?!"
"Di....di sebuah'hotel. Aku... aku...."
"Tak usah cerita. Aku tahu apa yang terjadi pada dirimu. Aku akan menjemputmu ke sana. Jangan ke mana~mana Pram! Aku dan Mak Supi akan segera datang pakai taksi. Sebutkan nama hotelmu!"
"Ak aku. .. aku lupa namanya," kata Pramuda dengan suara lemah sekali.
"Baiklah. Akan kucari sendiri asal kau tidak pergi dari kamar hotel itu!" ujar Kumala Dewi dengan mata terpejam.
Sampai gagang telepon diletakkan, mata gadis itu masih terpejam.
Rupanya ia mencari hotel tersebut
dengan kekuatan supranaturalnya
Ternyata gadis cantik yang pagi itu menggulung rambutnya asal-asalan itu berhasil juga menemukan Pramuda di sebuah hotel. Kekuatan supranaturalnya begitu kuat dan cukup besar sehingga dalam waktu singkat ia dan Mak Supi segera membawa pulang Pramuda ke rumah.
Kumala Dewi yang menyetir mobil Pseudo merah hati itu, karena Pram masih belum punya kekuatan untuk mengemudikannya. Tentu saja Kumala mampu mengemudikan mobil tersebut, karena ia telah menyerap kemampuan yang dimiliki Pramuda dan beberapa orang lainnya


Dewi Ular 01 Roh Pemburu Cinta di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tepat ketika mereka tiba di rumah, Santos baru saja datang dan belum sampai masuk ke halaman rumah. Santos terkejut melihat Pramuda, si kakak sepupunya itu. dipapah Mak Supi dengan langkah pelan-pelan saat turun dari mobil .
"Pram. .. ada apa?! Apa yang terjadi, Pram?!" tanya Santos dengan tegang .
" Entahlah. aku sendiri tak tahu apa sebenarnya yang sedang menimpaku ini, San! Masuklah, akan kuceritakan padamu kengerian itu."
"Kengrian apa?! Wah, kau ini ada-ada saja?! Pagi pagi sudah cari penyakit," sambil Santos mengambil alih memapah Pramuda dan membawanya masuk ke kamar.
"Sebenarnya aku kemari mau minta ongkos buat ke kampung. Aku dipanggil Paman Danu untuk urusan tanah milik ibuku yang sudah laku dijual itu. Tapi. .. aku jadi tak tega mau minta ongkOS buat ke Magelang. Habis kau sedang sakit begini sih! " '
"Dia akan sembuh, tak sampai setengah hari, " "
Kata Kumala Dewi yang baru kali itu melihat Santos.
Mereka segera berkenalan.
Lalu, Pramuda menceritakan pengalaman ngerinya kepada Santos.
" Kami hampir saja bercumbu kalau saja tubuh itu tidak melayang bagai ditarik satu kekuatan gaib dari luar kamar hotel," ujar Pramuda menjelaskannya
Santos tertawa geli.
"Makanya jangan rakus. Kalau mau kencan lihat-lihat dulu dong, cewek benaran atau setan jelalatan. Ha, ha, ha, ha...," canda Santos, dan ternyata canda itu segera terputus karena Kumala tiba tiba berkata kepada Santos.
"Jangan menertawakan kakak sepupumu itu! Kau sendiri bisa mengalami hal yang serupa. Karena roh Wenny masih berkeliaran di sekitar kalian. Ia merasa sakit melihat kalian tak mau hadir dalam pemakamannya. Semalam ia sempat lolos dari genggamanku!"
Santos tersenyum tak percaya, tapi Kumala Dewi tak merasa tersinggung dan berkata.
"Percaya atau tidak. itu terserah pribadi masing-masing, Mistik memang sulit dipaksakan untuk dipahami oleh seseorang."
"Jangan hiraukan kelakarnya, Mala. Santos memang orangnya begitu. 'Tapi dia tak bermaksud menertawakan nasibku secara serius." .
"Tak ada masalah bagiku. Aku hanya mengatakan ia bisa mengalami nasib seperti yang kau alami tadi malam"
Setelah berkata begitu, Kumala keluar dari kamar Pramuda.
Pandangan mata Santos mengikutinya dengan kesan menyepelekan kata kata Kumala.
"Jangan main-main sama dia, San! Dia keturunan Bidadari"
"Oh, ya...?! Pantas cantiknya bukan main?! Pantas kau tak ceritakan padaku. Takut kusambar. ya?!"
"San, apa yang dikatakannya itu bisa menjadi kenyataan pada kamu. Jangan cengar-cengir begitu kau!"
"Amin...! Omong kosong semua itu.. Aku tak percaya!" sambil Santos mengibaskan tangannya menandakan tak mau mengingat-ingat apa yang dikatakan Kumala tadi. '
**** DUA hari setelah peristiwa itu beberapa koran memuat berita tentang meledaknya sebuah pabrik kimia terbesar di Jakarta .Sehari kemudian, termuat juga berita kebakaran di sebuah rumah mewah yang menewaskan satu keluarga .Pabrik kimia dan rumah mewah itu adalah milik papanya Wenny.
Pramuda memang terkejut mendengar kabar tersebut.
Tapi ia segera ingat cerita yang pernah dituturkan oleh Mak Supi tentang bayangan hitam yang dilawan oleh Kumala Dewi. Menurut Mak Supi hancurnya keluarga Wenny itu akibat tindakan si bayangan hitam yang takut oleh ancaman Kumala
"Benar-benar mengerikan sekali! " gumam Pramuda di depan Mak Supi pada saat menunggu Kumala selesai mandi pagi, Pram sudah duduk dikursi makan, sementara Mak Supi menyiapkan beberapa keperluan yang masih kurang. _
"Jika begini, lengkap sudah seluruh keluarga Wenny lenyap tak tersisa, termasuk kakeknya yang terkenal tukang santet itu. Aku sama sekali tak pernah menduga kalau Wenny berasal dari keluarga black magic"
"Kata Non Kumala, kekayaan yang diperoleh keluarga Non wenny dari hasil tak halal.Apa benar begitu Tuan?"
"Kalau setiap saat membutuhkan tumbal nyawa manusia tentu saja kekayaan itu adalah barang haram. Untung aku tak sempat menjadi korbannya"
"Non Kumala memang gadis misterius. ya Tuan?"" ujar Mak Supi dengan suara pelan sekali. Takut ucapannya didengar oleh yang bersangkutan
"Menurut pengakuannya, dia sebenarnya adalah Dewi Ular yang dibuang, dari kehidupan para dewa "
"Dewi Ular. . .?! "
Pram menghela nafas panjang
"Entahlah, Aku sendiri tak tahu, apakah dia memang Dewi Ular atau orang gila karena kebanyakan ilmu, tapi di depanku dia mengaku sebagai anak dewa yang dibuang dari kahyangan dan turun ke bumi sebagai manusia "
"Ajaib sekali! Sepertinya tak masuk akal. Tuan."
Mak Supi makin membisik.
"Memang tak masuk akal dan.. mengerikan juga jika benar ia adalah Dewi Ular."
"'Tapi... tapi menurut saya dia orang baik. Tuan! Dia melawan kejahatan dan membela kebenaran kok. Menurut Tuan bagaimana?"
"Yaaah . yang kita tahu memang begitu. Tapi entah ada apa di balik kebaikannya ini. Mak."
Pram melirik ke arah kamar mandi sebentar.
Kamar mandi belum dibuka, berarti Kumala masih belum keluar dari sana.
Pram melanjutkan bisikannya kepada Mak supi.
"Yang jelas, kemarin dia sudah bikin para dokter yang merawat kakakku menjadi kebingungan .Kanker yang ada di otak Prasetya hilang tak berbekas sedikitpun setelah Kumala mengusap kening Prasetya, Mak "
"Oh, jadi... jadi Tuan Pras telah sembuh dari sakitnya?! "
"Benar. Tapi justru belum boleh pulang oleh pihak rumah sakit. " '
"Lho, kenapa begini, Tuan? "
"Karena tim dokter sedang kebingungan mencari ke mana perginya gumpalan kanker di otaknya Prasetya itu. mengapa bisa hilang?!"
"Wah. jangan-jangan diambil oleh Non Kumala,
Tuan," bisik Mak Supi lirih
"Dugaanku memang begitu. Karena ketika ia ingin mengusap kening Prasetya, ia meminta izin padaku dengan nada mendesak. Ketika Prasetya dan istrinya mengizinkan dan hal itu dilakukan oleh Mala seperti mengusap kening anak kecil, Pras mengaku seperti terlena sejenak. "
"Mungkin saat itulah penyakit Tuan Pras diambil oleh Non Kumala, Tuan."
"Kurasa memang begitu, karena pihak dokter segera bingung kehilangan kankernya Prasetya "
"Wah, ajaib sekali! "
Mak Supi geleng geleng kepala penuh rasa kagum.
"Memang ajaib sekali. Aku sendiri tak menyangka
akan bertemu dengan gadis seperti dia. Seandainya aku tidak kenal dia, entah apa yang terjadi pada diriku saat berada dalam kamar hotel bersama rohnya Wenny itu. "
"Tentu saja Tuan akan celaka, karena tidak ada yang mengambil roh itu dari sini. Karena ada Non Mala, maka roh itu dapat diambilnya dari sini melalui kekuatan gaibnya yang sungguh dahsyat menurut penilaian saya, Tuan. Dan menurut saya, tak ada jeleknya jika Tuan punya istri seperti Non Mala itu, Tuan."
"Aku...?! Aku punya istri macam dia?! Ooh apa aku sanggup?! "
"Memangnya kenapa, Tuan?"
"Aku tak akan punya kebebasan bergerak. Segala ruang gerakku terkontrol oleh kekuatan batinnya .Dan. .."
"Tapi apakah Tuan ingin bebas selamanya? Lalu kapan Tuan akan menjadi lebih maju dari sekarang?!"
Pramuda hanya tersenyum, namun hatinya merasa mendapat ketukan kecil dari ungkapan polos si pelayan itu. Maka hatinya pun mulai mengakui beberapa kelemahan yang dimiliki pribadinya, yang harus segera dibuang jika ia ingin lebih dewasa dan lebih berkembang dari sekarang
"Sepertinya aku ini seorang pengecut!" kecam Pramuda pada diri sendiri,
"Mengapa harus takut terikat oleh tanggung jawab? Selayaknya jika aku sudah tidak sebebas hari-hari kemarin, karena kehidupan lebih dewasa menuntut tanggungjawab sebagai seorang ayah
atau seorang suami. Mengapa harus kubiarkan hal ini. Bodoh amat aku ini! " _
Hati yang mulai tergerak oleh pandangan masa depan, kali ini mencoba mendekati lebih rapat lagi kepada Kumala Dewi.
Pram merasa tak ada ruginya, mempunyai istri secantik bidadari, meski ia kebebasannya harus tersita sebagian demi masa depan mereka bersama
Pram mulai bicara tentang kelanjutan hubungannya dengan Kumala Dewi ketika mereka bersanlap malam di sebuah kedai bertenda di pinggiran jalan. Sekalipun kedai itu bertenda di pinggiran jalan, tapi para pembelinya kebanyakan orang orang bermobil dan dari golongan
menengah ke atas.
Kumala Dewi hanya tertawa kecil tanpa suara senyumnya membias lebar dan menjadi pusat curian mata para lelaki yang sedang makan di situ.
"Kau belum siap menjadi seorang suami, lebih lebih menjadi suamiku, sama sekali belum siap. Dan mungkin tidak akan siap."
"Mengapa kau bilang begitu, Mala? Apakah aku masih tampak seperti anak kecil?"
"Aku tak menilaimu begitu. Tapi kurasa dalam waktu dekat kau bisa tahu sendiri mengapa aku berkata begitu."
Kini gadis itu menatap Pram yang ada di bangku
depannya. _
"Aku sendiri tidak mempunyai benih cinta kepadamu Pram. Tapi aku mempunyai benih persahabatan dan kekeluargaan yang tumbuh subur dalam hatiku. Kau,Renna,Pras dan mamamu walau kami baru berkenalan tapi aku menganggap kalian seperti keluargaku sendiri. Mungkin kau adalah kakakku atau mungkin juga adikku! "
"Tak ada yang lebih dari rasa itu. Mala?"
Kumala menggeleng. Tenang dan tampak anggun sekali.
"Persahabatan kadang lebih abadi dari sebuah cinta, bukan? Persahabatan tidak mengharuskan kita saling berpisah dan. . . ."
Tiba-tiba Kumala menghentikan ucapannya .
Ia tersentak kecil, seperti menyimpan rasa kaget yang datang secara tiba-tiba .Bahkan wajah cantiknya berubah menjadi tegang, pandangan matanya memancarkan kegelisahan yang diwarnai oleh rasa takut. Kulit lengannya yang ada di atas meja itu tampak merinding.
"Mala, ada apa?!" tanya Pram dengan rasa ingin tahu.
Ia sendiri menjadi cemas melihat Kumala berubah setegang itu.
"Pram, kita pulang sekarang juga!"
"Kenapa harus sekarang?!"
"Aku ke mobil duluan ! "
"Hei, pesanan kita belum dihidangkan, Mala! Tunggu dulu!"
Tapi Kumala Dewi tetap bergegas pergi ke mobil.
Ia segera masuk ke dalam mobil dan duduk di jok
belakang. Pramuda sempat merasa heran, karena mobil dalam keadaan dikunci, tapi mengapa Kumala bisa membuka pintu mobil?
Setidaknya jika pintu mobil dipaksa, maka alarm yang terpasang di balik pintu akan berbunyi dan menimbulkan suara bising.
Pramuda akhirnya menyadari bahwa Kumala bukan gadis biasa .Tentu saja ia dapat membuka pintu mobil yang terkunci dengan kekuatan gaibnya.
Tapi yang membuat Pram heran adalah perubahan sikap Kumala yang sangat mendadak itu.
"Mengapa ia tiba-tiba berubah begitu. Ada apa sebenarnya? Wajahnya tadi tampak pucat dan pandangan matanya sangat ketakutan "
Pramuda menyuruh pelayan agar pesanannya tadi dibungkus saja. Ia tak jadi makan di situ.
Tapi pekerjaan membungkus pesanan dirasakan terlalu lamban bagi Pram yang sudah tak sabar ingin segera menemani Kumala di dalam mobil. Maka ia pun akhirnya menyempatkan diri untuk datang ke mobil sebentar.
"Mala. .?! Mala...?!"
Pramuda sempat tegang melihat Kumala tak ada di dalam mobil. Tapi ia segera mendengar suara orang menggumam yang ada di jok paling belakang. _
"Mala, mengapa kau duduk di situ!"
"Jangan nyalakan lampu!" sentak Kumala ketika melihat tangan Pram ingin menyalakan lampu tengah.
Pramuda tak jadi menyalakannya.
"Tapi kau jangan duduk di belakang begitu, Mala! "
"Duduklah di depan seperti biasa!"
"Tidak. Pram ! Aku di sini saja. Cepat bawa aku pulang. Pram" '
"Baiklah. Aku ambil pesanan kita tadi. Kusuruh bungkus agar bisa kita santap di rumah saja. Sebentar,kuambil ke sana!"
Pramuda segera pergi dengan setengah berlari. Kemudian kembali lagi dan buru-buru meluncur ke rumah dengan hati penuh tanda tanya.
Sesekali ia melirik ke arah kaca spion di depannya, memperhatikan Kumala yang ada di jok paling belakang sana, tapi Kumala justru duduk di lantai mobil, seakan berlindung dari pendangan Pramuda yang diketahuinya melirik lewat kaca spion.
"Mala, jelaskan apa yang terjadi sebenarnya biar aku tak salah paham padamu!" pinta Pramuda berkali- kali.
Pram benar-benar ikut panik, karena nafas Kumala terdengar terengah-engah dan seperti orang sedang menggigil diserang demam .
Akhirnya gadis itu hanya berkata
"Ada sesuatu yang kulupa! " .
"Tentang apa itu?!"
"Malam ini pasti tepat malam bulan purnama! Dalam perhitungan penanggalan jawa. malam ini pasti tepat tanggal lima belas. Rembulan tepat ada di tengah dan menampakkan diri sepenuhnya"
"Teruskan penjelasamnu!" desak Pram ketika Kumala berhenti bicara.
Tapi suara yang terdengar hanya suara mendesah beberapa kali,diselingi suara menggeram yang bergetar seperti Orang kedinginan.
"Percepat jalannya mobil, Pram! Percepat sampai di rumah!"
"Baik, baik...! Kuusahakan lebih cepat lagi,Mala"
Pram mematuhinya dengan harapan dapat mengurangi rasa paniknya.
Tapi ternyata usaha Pram sia sia, karena beberapa saat kemudian, mobil terjebak dalam kemacetan.
Maju tak bisa, mundur tak bisa
"Aduuuh.._! Kenapa lama sekali sampai di rumah !" geram Kumala dengan suara menggigil
"Ssshh aaahhh, .. cepatlah, Pram! Cepaaat.'. . !"
"Jalanan macet, Mala! Di depan sana tampaknya ada kecelakaan!"
"Ambil jalan lain. Tolol!"
Bentak Kumala Dewi menandakan semakin panik,
"Tak ada jalan lain yang bisa kita tempuh. Mala! Kita berada di jalanan satu jalur dan tak ada belokan lain!" !
Pramuda menyempatkan melirik lewat spionnyn, karena suara di belakang semakin gaduh.
Samar-samar terdengar suara nafas orang yang ingin menangis. Akhirnya, Pram mendengar ucapan Kumala yang bernada tangis.
"Oh, tidak...! Tidak...! Jangan sekarang! Ooh ibu_ tolong aku...!"
"Dia menangis?!" pikir Pramuda dengan jantung berdetak-detak. Ia sempatkan diri menengok langsung ke belakang. Namun pandangan matanya terhalang
sandaran jok tengah.
Kumala Dewi bagai kian bersembunyi dengan merapatkan tubuh dengan lantai mobil.
"Mala. .?! Malaa ..?! "
Pramuda mencoba menegurnya dengan hati-hati sekali. _
"Ooh .. jangan! Jangan sekarang. ..! Oohhh. . .. Lekaslah. Pram' Lekas bawa aku ke rumah. .. !" pinta Kumala dalam suara tangis, isaknya terdengar jelas, dan entah apa yang dilakukannya hingga suara gaduh itu masih terdengar terus di sela-sela tangisnya.
Begitu Pram berhasil lolos dari kemacetan, ia segera tancap gas kuat-kuat.
Mobil meluncur ke rumah dengan . kecepatan tinggi tanpa rasa takut kena tilang oleh petugas di perempatan jalan. Bahkan lampu merah berani diterjang oleh Pramuda dan untungnya sedang tak ada petugas di sana.
Sampai di depan rumah, Pramuda membunyikan klakson beberapa kali menandakan tak sabar menunggu kemunculan Mak Supi untuk membukakan pintu pagar. Bahkan Pramuda segera melongokkan kepalanya dari pintu mobil ketika Mak Supi tampak mulai keluar ke teras '
"Cepat buka pagarnya. Mak!"
"Suruh buka pula garasinya!" ujar Kumala di sela nada tangisnya.
"Buka juga garasinya, Mak! Cepat!"
Mak Supi pun menjadi gugup dan ikut panik mendengar seruan itu.
Tak biasanya Pramuda berseru demikian.
Berarti ada sesuatu yang tak beres pada diri
mereka, pikir Mak Supi kala itu
Mobil pun segera masuk ke dalam garasi.
Kumala masih sempat berseru
"'Tutup pintu garasi dan biarkan aku di dalam mobil!" '
Pramuda sendiri yang segera menutup pintu garasi dengan tergesa-gesa. Namun ia tidak segera meninggalkan Kumala dalam mobil sendirian.
Jelas hal itu tak mungkin dilakukan Pramuda, karena ia tak ingin Kumala menghadapi kesedihan seorang diri.
"Matikan lampu garasi dan tinggalkan aku, Pram? " seru Kumala sambil sesekali mendesah dan mengisak
"Klik...!
Lampu garasi dipadamkan .
Suasanu di dalamnya sangat gelap.
Tapi Pram, segera membuka pintu mobil bagian belakang.
"Praam. . .! Jangan memandangku! .Pergi sana! Pergii... !"
Pramuda tak melihat apa-apa karena gelap.
Namun ia mencoba membujuk Kumala.
"Ijinkan aku membantumu, Mala!"
"Tidak! Tidak! Pergi sana! "
Kumala berseru dalam tangis.
"Kalau kau tak izinkan aku membantumu aku tak akan pergi dari sini. Aku akan tidur di lantai garasi sampai kau turun dari mobil dan kamu pindah kamar '
Kumala menjadi jengkel, agaknya Pranala benar benar tak mau meninggalkannya. Akhirnya ia berkata dengan isak tangis yang masih menyayat hati Pramuda .
"Pram, kau memaksaku rupanya!"
"Kumala, kalau merasa sebagai sahabatku. kalau kau menganggap aku adalah saudaramu, mengapa tak izinkan aku menanggung beban dukamu, Mala! Kau tidak adil!"
Kekerasan hati Pramuda yang ingin ikut menanggung kesedihan bersama itu membuat Kumala akhirnya menyerah.
Ia mulai berkata lembut dalam tangis yang mengharukan hati pemuda itu.
"Pram, kau benar-benar mau menganggapku sebagai saudaramu?"
"Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu, sesuai dengan harapanmu, Mala" .
"Kau tak akan kecewa padaku jika kau tahu beban kedukaanku?" , '
"Tak ada kata kecewa bagiku, Mala!"
Gadis itu diam sejenak.
Pramuda masih belum bisa melihat keadaan Kumala karena pintu mobil hanya terbuka sedikit dan suasana masih gelap.
Tangis Kumala kian jelas di telinga Pramuda.
Namun beberapa saat kemudian, suara gadis itu terdengar parau di sela tangisnya.
"Berjanjilah untuk tetap menyimpan rahasia ini, Pram." _
"Aku berjanji, Mala! Bahkan aku bersumpah untuk tetap menjaga rahasia apa pun darimu!" tegas Pramuda dengan hati semakin berdebat -debar
"Pram, seharusnya malam ini aku ada di dalam kamar, tak boleh ke mana-mana. Karena. karena
malam ini adalah tepat malam bulan purnama "
"Mengapa kau harus ada di kamar ?"
"Karena pada malam bulan purnama, kutukan untuk ibuku, terjadi pula pada diriku. Hanya satu malam purnama saja "
"Aku... aku tak mengerti maksudmu, Mala!"
Akhirnya gadis itu menyalakan lampu mobil bagian tengah, dan pintu mobil bagian belakang dibuka lebar lebar.
"Dekatlah kemari, Pram" suara itu begitu lembut dan menghiba hati.
Pramudapun mendekat dan melongok ke dalam. _
"Haah.. .?! Malaaa. . .?!"
Pramuda menjerit keras karena kagetnya.
Ia sempat terlonjak mundur dengan mata mendelik dan wajah sangat tegang.
"Inilah aku, Pram" ucap Kumala sambil menangis ,air matanya kian membanjir di permukaan wajah cantik itu.
Wajah memang tetap cantik, rambut tetap terurai panjang, tapi tubuh Kumala telah berubah. Tubuhnya bersisik warna kuning emas. dan bentuk anatomi tubuhnya sedikit berubah hingga menyerupai badan ular. Kedua kakinya mengecil, demikian pula kedua tangannya
Kumala justru melepaskan gaun yang dikenakan hingga kini tampak jelas di mata Pramuda keadaan tubuh yang seharusnya mulus dan sexy itu berubah menjadi tubuh seekor ular besar, bersisik dan berkilauan lendir
yang menebarkan wangi cendana campur pandan itu.
Perubahan itu terjadi dari bagian bawah sampai leher.Sementara bagian leher ke atas masih berwujud kepala manusia cantik yang mencucurkan air mata.
Pramuda tak bisa bicara sepatah kata pun.
Bahkan untuk menggerakkan mulutnya agar tak ternganga, ternyata sulitnya bukan main. Pram mengalami shock begitu melihat kenyataan di depan matanya, Hati kecilnya ingin membantah, bahwa apa yang dilihatnya adalah sebuah mimpi belaka.
Tapi suara Kumala yang terisak-isak masih jelas didengarnya, sehingga ia yakin itu bukan mimpi.
"Inilah..Dewi Ular! Barangkali tak akan ada lelaki yang benar-benar bisa mencintaiku dengan tulus jika ia tahu setiap bulan purnama aku akan berubah menjadi seperti ini, Pram! Tapi kehidupan ini harus kujalani sebagai hukuman dari Hyang Maha Dewa..."
Sedikit demi sedikit Pramuda mulai dapat menelan air liurnya sendiri.
Jantungnya mulai terasa berdetak kembali. Nafasnya sangat'sesak, namun dapat dihelanya.
Tetapi pikirannya masih kosong dan tak mengerti apa yang harus dilakukan pada saat itu.
"Kau sudah puas melihat kenyataan ini. Pram?! Jika sudah puas, tinggalkan aku dan biarkan aku ada di mobilmu sampai esok pagi. Pergilah tidur dan jangan berpikir tentang diriku,_Pramuda__"
Akhirnya pemuda itu pun melangkah dengan limbung. Tangannya sempat berpegangan dinding garasi untuk
mencapai pintu tembus ke serambi belakang. Pramuda bagaikan sesosok mayat hidup berjalan menuju kamarnya dalam kepucatan wajah dan pandangan yang hampa sekali.
"Tuan apa yang terjadi pada Non Kumala?" tanya Mak Supi yang ikut mencemaskan suasana di dalam garasi ketika ia mendengar suara teriakan Pramuda tadi.
Pertanyaan itu tak dapat dijawab oleh Pramuda. Ia langsung terhempas di atas ranjang dan membiarkan pintu kamar tetap dalam keadaan terbuka. Mak Supi tak berani masuk, hanya memandang dari luar kamar.
Sebentar-sebentar memandang ke arah pintu tembus ke garasi. Tapi ia tak berani masuk ke sana. Bulu kuduknya selalu merinding jika matanya menatap pintu garasi dan hatinya berhasrat untuk menengok Kumala. Seakan ada kekuatan gaib yang menghampiri dan mencegahnya untuk tidak datang ke garasi
Tapi esok harinya, Kumala Dewi telah berubah kembali menjadi sosok gadis cantik yang mempunyai senyum bidadari.
Senyum itu tetap mengagumkan dan mendebarkan hati Pramuda.
Hubungan mereka tetap berlangsung sebagai sepasang saudara yang sama sama menyimpan rahasia tersebut . Bahkan Mak Supi pun tak tahu tentang misteri malam bulan purnama bagi Dewi Ular itu
Hal yang dipikirkan oleh Kumala pada hari berikutnya adalah langkah berikut yang harus diambilnya .
Apakah ia harus tetap tinggal bersama Pramuda atau
mencari tempat sendiri dan hidup sebagai gadis mandiri?
"Jika kau hidup sendiri, dan kita berpisah, aku takut roh Wenny datang lagi," ujar Pramuda
"Bukankah kau pernah bilang, bahwa roh Wenny berhasil lolos dari genggamanmu?"
"Sekarang sudah tidak. Pada malam purnama itu, roh Wenny sebenarnya datang lagi, ingin bercumbu denganmu. Tapi ia tak tahu bahwa dalam keadaan seperti itu kekuatanku menjadi sangat tinggi dan paling tinggi, sehingga aku berhasil menghancurkan roh Wenny. Ia tak akan muncul lagi, kecuali dalam mimpimu."
"Dalam mimpiku? !"
Pramuda terperanjat dan menjadi tegang .
Ebook dipersembahkan oleh Group Fb Kolektor E-Book
https://m.facebook.com/groups/1394177657302863
dan Situs Baca Online Cerita Silat dan Novel
http://cerita-silat-novel.blogspot.com
Sampai jumpa di lain kisah ya !!!
Situbondo,29 September 2018
Terimakasih
Selesai Problema Keluarga Baru 2 Sang Ratu Tawon Pendekar 4 Alis Seri 9 Karya Khulung Arok Dedes 2
^